Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (AAUPB) DALAM


PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur 2 Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
Dosen Pengampu : Lutfi Effendi, S.H., M.Hum. dan Bahrul Ulum Annafi, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Najwa Putri Islamay 205010101111094

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya kepada Allah SWT, karena atas berkat Rahmat dan
HidayahNyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Salawat dan Salam selalu tercurah kepada Baginda Rasullullah Muhammad S.A.W. Tak lupa
juga kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Hukum Administrasi Negara
kelas H yang telah memberikan ajaran dan arahannya, hingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Namun, saya menyadari bahwa makalah ini sangat terbatas baik dari segi
metodelogi penulisan, isi dan literature penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini untuk
penulissan makalah berikutnya.
Demikian penulisan makalah ini saya perbuat dengan sebenarnya semoga dapat
bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya, saya mohon maaf apabila ada kesalahan
atas makalah ini. Atas saran yang diberikan saya ucapkan terima kasih.

Malang, 8 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................................ 2
1.3 TUJUAN PENULISAN ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH KELAHIRAN AAUPB ........................................................................... 3
2.2 PERISTILAHAN, PENGERTIAN, DAN KEDUDUKAN AAUPB .................................... 4
2.3 FUNGSI DAN ARTI PENTING AAUPB ................................................................. 7
2.4 DASAR PENERAPAN AAUPB .............................................................................. 8
2.5 PEMBAGIAN DAN MACAM-MACAM AAUPB........................................................ 10
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN .................................................................................................. 21

3.2 SARAN............................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pergeseran konsepsi nachtwachtersstaat (negara peronda) ke konsepsi
welfare state membawa pergeseran pada peranan dan aktivitas pemerintah. Pada
konsepsi nachtwachtersstaat berlaku prinsip staatsonthouding, yaitu pembatasan
negara dan pemerintah dari keshidupan sosial ekonomi masyarakat. Pemerintah
bersifat pasif, hanya sebagai penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
Sementara pada konsepsi welfare state, pemerintah diberi kewajiban untuk
mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan umum), yang untuk itu kepada
pemerintah diberikan kewenangan untuk campur tangan (staatsbemoienis) dalam
segala lapangan kehidupan masyarakat. Artinya pemerintah dituntut untuk
bertindak aktif ditengah dinamika kehidupan masyarakat. Dan aktivitas
pemerintahan harus mendasarkan kepada peraturan perundangan sebagai
perwujudan dari asas legalitas, yang menjadi sendi utama negara hukum.1
Menurut Sjachran Basah2, pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya
terutama dalam mewujudkan tujuan-tujuan negara (atau mengupayakan
berstuurszorg) melalui pembangunan, tidak berarti pemerintah dapat bertindak
semena-mena, melainkan sikap tindak itu haruslah dipertanggungjawabkan.
Artinya, meskipun intervensi pemerintah dalam kehidupan warga negara
merupakan kemestian dalam konsepsi welfare state, akan tetapi
pertanggungjawaban setiap tindakan pemerintah juga merupakan kemestian dalam
negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Namun,
disatu sisi keaktifan pemerintah dalam mengupayakan kesejahteraan umum
haruslah senantiasa berdasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik
(AAUPB).
Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) merupakan pedoman-
pedoman yang bersifat umum yang mempunyai nilai hukum atau minimal
mempunyai nilai penentu (ikut menentukan) dalam suatu perbuatan pemerintahan.
Asas-asas yang dimaksud bersifat tidak tertulis atau dalam arti lain tidak diatur
tersendiri dalam suatu bentuk perundang-undangan. Biarpun sifatnya tidak tertulis,

1
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 229.
2
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 229.

1
asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut hidup dan menjiwai dalam setiap
bentuk perbuatan pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat/badan tata usaha
negara.3

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah kelahiran AAUPB?
2. Bagaimana keragaman penggunaan peristilahan, pengertian, serta kedudukan
AAUPB?
3. Apa fungsi dan arti penting AAUPB?
4. Apa dasar penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik?
5. Bagaimana pembagian dan AAUPB di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan sejarah kelahiran AAUPB.
2. Menjelaskan keragaman penggunaan peristilahan, pengertian, serta kedudukan
AAUPB.
3. Menjelaskan fungsi dan arti penting AAUPB.
4. Menjelaskan dasar penerapan AAUPB.
5. Menjelaskan pembagian dan AAUPB di Indonesia.

3
Effendi. Lutfi. 2004. Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Edisi pertama. Cetakan ketiga. Bayumedia. Malang.
Hlm 81.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kelahiran AAUPB


Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah
sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga
negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini pemerintah diberi wewenang
untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang campur
tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, tetapi
dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan
perundang-undangan dan berdasarkan pada inisiatif sendiri
melalui Freies Ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga
negara karena dengan Freies Ermessen muncul peluang terjadinya benturan
kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam bentuk onrechtmatig
overheidsdaad, detournement de pouvoir, maupun dalam bentuk willekeur , yang
merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang
mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara. 4

Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada


tahun 1946 Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy
yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentang
Verhoogde Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat
dari tindakan administrasi negara yang menyimpang.
Pada tahun 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil
penelitiannya tentang verhoogde rechtbescherming dalam bentuk “algemene
beginselen van behoorlijk bestuur“ atau asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Hasil penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah atau ada beberapa
hal yang menyebabkan perbedaan pendapat antara komisi de Monchy dengan
pemerintah, yang menyebabkan komisi ini dibubarkan pemerintah. Kemudian,
muncul komisi van de greenten, yang juga bentukan pemerintah dengan tugas yang
sama dengan de Monchy. Namun, komisi kedua ini juga mengalami nasib yang
sama, yaitu karena ada beberapa pendapat yang diperoleh dari hasil penelitiannya

4
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 230-232.

3
tidak disetujui oleh pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan tanpa membuahkan
hasil.
Agaknya pemerintah Belanda pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya
mewujudkan peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan
administrasi Negara. Terbukti dengan dibubarkannya dua panitia tersebut, ditambah
pula dengan munculnya keberatan dan kekhawatiran di kalangan pejabat dan para
pegawai pemerintahan di Nederland terhadap AAUPB karena dikhawatirkan asas-
asas ini akan digunakan sebagai ukuran atau dasar pengujian dalam menilai
kebijakankebijakan pemerintah. Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan
kekhawatiran para pejabat dan pegawai pemerintahan tersebut akhirnya hilang,
bahkan sekarang telah diterima dan dimuat dalam berbagai peraturan perundang-
undangan di Belanda.

2.2 Peristilahan, Pengertian, dan Kedudukan AAUPB

2.2.1 Peristilahan AAUPB

Keragaman penggunaan istilah AUPB di Indonesia tampak dari adanya


perbedaan penggunaan istilah tersebut dalam berbagai literatur dan peraturan
perundang-undangan. Sedikitnya terdapat empat istilah yang berbeda, namun
dimaksudkan memiliki makna yang sama dengan AUPB, yaitu istilah Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Layak (AUPL), Asas-asas Umum Penyelenggaraan
Negara(AUPN), Asas-asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPNB), Asas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (APPD), Principles of Good Governance,
Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik (APP), Asas Penyelenggaraan Kebijakan
dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (APKMASN).5

Di kalangan penulis HAN di Indonesia terdapat perbedaan penerjemahan


algemene beginselen van behoorlijk bestuur terutama menyangkut kata beginselen
dan behoorlijk. Kata beginselen ada yang menerjemahkan dengan prinsip-prinsip,
dasar-dasar, dan asas-asas.

Sedangkan kata behoorlijk diterjemahkan dengan yang sebaiknya,yang baik,


yang layak, dan yang patut. Dengan penerjemahan ini, algemen beginselen van
behoorlijk bestuur menjadi prinsip-prinsip atau dasar-dasar atau asas-asas umum

5
Pratiwi dan tim. 2016. Penjelasan Hukum Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). URL:
https://leip.or.id/wp-content/uploads/2016/05/Penjelasan-Hukum-Asas-Asas-Umum-Pemerintahan-yang-
Baik-Hukum-Administrasi-Negara.pdf. Hlm 31.

4
pemerintahan yang baik atau yang sebaiknya. Soehardjo menerjemahkan
beginselen dengan dasar-dasar, lalu ia menggunakan istilah dasar-dasar
pemerintahan yang baik. Menurutnya, sengaja dipilih kata dasar karena mempunyai
arti dekat atau terkait dengan peraturan atau ketentuan, sehingga secara langsung
dapat dihubungkan baik dalam penafsiran, pelaksanaan dan pengujian (toetsing)
peraturan hukumnya. Istilah dasar-dasar atau prinsip-prinsip juga digunakan oleh
Djenal Hoesen Koesoemahatmadja. Istilah yang paling banyak digunakan sebagai
penerjemahan dari beginselen adalah asas-asas. Adapun untuk kata behoorlijk,
yang menerjemahkan dengan yang baik adalah Indroharto, Amrah Muslimin, Paulus
E. Lotulung, Muchsan, dan lain-lain. Sedangkan dengan yang menerjemahkan
dengan yang layak adalah Ateng Syafrudin, Sjachran Basah, Philipus M. Hadjon,
Laica Marzuki, Bagir Manan, dan lain-lain. SF. Marbun dalam buku sebelumnya
menggunakan istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik, kemudian
menggunakan istilah “yang patut” dengan alasan bahwa pada kata patut di
dalamnya terkandung pengertian baik dan layak.

Dalam bahasa Belanda istilah "behoorlijk” berarti betamelijk dan passend,


yaitu baik, pantas, patut, cocok, sesuai, dan layak. Di samping itu, juga berarti
fatsoenlijk, betamelijk wijze, yakni sopan dan terhormat, tata cara yang pantas dan
sopan. Dengan mengacu kepada kata asal behoorlijk ini, yang semuanya
menunjukkan kata sifat dan berarti ada yang disifati, yaitu bestuur, maka
penerjemahan algemene beginselen van behoorlijk bestuur menjadi asas-asas
umum pemerintahan yang baik kiranya lebih sesuai dari segi kebahasaan.6

2.2.2 Pengertian AAUPB

Di dalam bahasa Belanda istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik


ini dikenal dengan istilah “Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur” atau sering
disingkat ABBB. Di dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah “Les Principaux
Generaux du Droit Coutumier Publique”. Di Negara Inggris, dikenal dengan sebutan
“The Principal of Natural Justice” atau “The General Principles of Good
Administration”. Di Negara Jerman sering disebut dengan istilah “Allgemeine
Grundsätze der Ordnungsgemäßen Verwaltung”. Asas-asas umum pemerintahan
yang baik (AAUPB) sering disebut pula sebagai prinsip-prinsip umum pemerintahan

6
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 232-233.

5
yang baik. Pada dasarnya asas-asas ini merupakan aturan hukum publik yang wajib
diikuti oleh pengadilan dalam menerapkan hukum positif. AAUPB ini merupakan
kategori khusus dari prinsip-prinsip hukum umum dan dianggap sebagai sumber
formal hukum dalam hukum administrasi, meskipun meskipun pada awalnya
merupakan bagian dari hukum yang tidak tertulis. Di dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya di bidang administrasi negara, alat administrasi negara wajib
berpedoman pada AAUPB di samping harus tunduk pada asas legalitas sebagai salah
satu asas penting dalam negara hukum.

Mengenai penyebutan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) di


Indonesia, sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan masih beraneka ragam. Namun demikian setelah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan secara formal istilah asas-asas umum pemerintahan itu disebut
dengan istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
bunyi ketentuan Pasal 1 Nomor 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan yang menyatakan bahwa “Asas-asas umum
pemerintahan yang baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang
digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat pemerintahan dalam
mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan”.7

Berdasarkan penelitiannya, Jazim Hamidi menemukan pengertian AAUPB


sebagai berikut :

1. AAUPB merupakan nilai nilai etik yang hidup dan berkembang dalam
lingkungan hukum administrasi Negara
2. AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi Pejabat Administrasi Negara dalam
menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam
menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud
penetapan/beschikking), dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak
penggugat.

7
Kusdarini. Eni. 2019. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Hukum Administrasi Negara. Edisi
pertama. UNY Press. Yogyakarta. URL e-book: http://staffnew.uny.ac.id/upload/131570328/lainlain/ASAS-
ASAS%20UMUM%20PEMERINTAHAN%20YANG%20BAIK%20%20HVS%2070gr%2016x23__20eks.pdf. Hlm 6-
7.

6
3. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis,
masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat.
4. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar
dalam berbagai peraturan hukum positif. Sebagian asas telah berubah
menjadi kaidah hukum tertulis, namun sifatnya tetap sebagai asas hukum.8

2.2.3 Kedudukan AAUPB dalam Sistem Hukum

Menurut Philipus M. Hadjon AAUPB harus dipandang sebagai norma-norma


hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun arti
yang tepat dari AAUPB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan
dengan teliti. Dapat dikatakan bahwa AAUPB adalah asas-asas hukum tidak tertulis,
dari mana untuk keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang
dapat diterapkan. Pada kenyataannya, AAUPB ini meskipun merupakan asas, namun
tidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, dan dalam
beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang secara
tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi tertentu. Apabila
asas-asas umum pemerintahan yang baik dimaknakan sebagai asas atau sendi
hukum , maka asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat dimaknakan sebagai
asas hukum yang digali dan ditemukan dari unsur susila, etika, kesopanan, dan
kepatutan berdasarkan norma yang berlaku. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
sebagian AAUPB masih merupakan asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi
norma hukum atau kaidah hukum.9

2.3 Fungsi dan Arti Penting AAUPB

Pada awal kemunculannya, AAUPB hanya dimaksudkan sebagai sarana


perlindungan hukum dan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan
perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintah. Fungsi asas-asas
umum pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah

8
Solechan. 2019. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Pelayanan Publik. Adminitrative Law &
Governance Journal. Volume 2 Issue 3. URL: file:///C:/Users/USER/Downloads/6521-19872-1-SM.pdf. Hlm
544-545.

9
Solechan. 2019. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Pelayanan Publik. Adminitrative Law &
Governance Journal. Volume 2 Issue 3. URL: file:///C:/Users/USER/Downloads/6521-19872-1-SM.pdf. Hlm
545-546.

7
sebagai pedoman atau penuntun bagi pemerintah atau pejabat administrasi negara
dalam rangka pemerintahan yang baik. Dalam hubungan ini, Muin Fahmal
mengemukakan bahwa asas umum pemerintahan yang layak sesungguhnya adalah
rambu-rambu bagi para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya.
Rambu-rambu tersebut diperlukan agar tindakan-tindakan tetap sesuai dengan
tujuan hukum yang sesungguhnya. 10

AAUPB dapat di ibaratkan sebagai rambu lalu lintas dan pedoman perjalanan
dalam rangka memperlancar hubungan pemerintahan yaitu antara pemerintah dan
yang diperintah atau warga masyarakat. AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar
penilaian dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukum tidak tertulis
bagi tindakan pemerintah. Dalam perkembangannya, AAUPB memiliki arti penting
dan fungsi sebagai berikut :

1. Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan


penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-
undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus
membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara
mempergunakan freies ermessen/ melakukan kebijakan yang jauh
menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian,
administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan onrechtmatige
daad, detournement de pouvoir, abus de droit, dan ultravires.
2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat
dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebut dalam pasal 53
UU No. 5 Tahun 1986.
3. Bagi Hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan
membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau Pejabat TUN.
4. Kecuali itu, AAUPB juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang
suatu Undang-Undang.11

2.4 Dasar Penerapan AAUPB

10
Solechan. 2019. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Pelayanan Publik. Adminitrative Law &
Governance Journal. Volume 2 Issue 3. URL: file:///C:/Users/USER/Downloads/6521-19872-1-SM.pdf. Hlm
546.

11
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok.
Hlm 238-239.

8
Pada waktu pembahasan RUU peradilan tata usaha negara ada gagasan
yang disampaikan kepada komisi III. DPR-RI agar asas-asas umum pemerintahan
yang baik dipakai sebagai alasan untuk mengajukan gugatan. Namun, gagasan
tersebut, yang disampaikan oleh tim FH-UNAIR ternyata, tidak muncul dalam
rumusan pasal 53 ayat 2 UU, No 5 Tahun 1986. Akan tetapi, menjelang ditetapkanya
UU No. 5 Tahun 1986 ikatan alumni IIAP-LAN bekerja sama dengan MENPAN,
lembaga administrasi negera dan departemen kehakiman mengadakan lokakarya
14 Juli 1990 disepakati bahwa asas-asas umum pemerintahan yang baik digunakan
untuk menilai keputusan tata usaha negara yang digugat.
Adapun sebagai dasar hukum kewenangan hakim PTUN unutk menerapkan
asas-asas umum pemerintahan yang baik terhadap keputusan tata usaha negara
yang digugat ialah ketentuan pasal 14 jo. Pasal 27 UU No. 14 Tahun 197 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
Pasal 14. UU. No. 14 Tahun 1970 :
“Pengadilan tidak boleh menolak unutk memeriksa dan mengadili sesuatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan pasal 14 ini dalam
hukum dikenal hukum dikenal dengan asas “lus curia novit”.
Pasal 27 ayat 1 UU. No.14 Tahun 1970 :
“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Dalam derap peradilan tata usaha negara dewasa ini, penerapan asas-asas
umum pemerintahan yang baik oleh hakim peradilan tata usaha negara dijabarkan
dalam petunjuk pelaksanaan Mahkamah Agung tertanggal 24 Maret 1992 No.
052/Td. TUN/III/1992, yang antara lain berisi dalam hal hakim mempertimbangkan
adanya asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai alasan pembatalan
penetapan, maka hal tersebut tidak perlu dimasukkan dalam dictum putusannya,
melainkan cukup dalam pertimbangan putusan dengan menyebutkan asas mana
dari asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut dilanggar.
Dengan dasar petunjuk pelaksanaan tersebut bagi hakim berarti asas-asas
umum pemerintahan yang baik diterapkan secara tidak langsung sebagai salah satu
dasar penilaian. Di sisi lain bagi penyelenggara pemerintahan asas-asas umum

9
pemerintahan yang baik diakui sebagai salah satu unsur terpenuhinya suatu
keputusan yang sah.12

2.5 Pembagian dan Macam-macam AAUPB

2.5.1 Pembagian AAUPB


Berkenaan dengan keputusan (beschikking), AAUPB terbagi dalam dua
bagian, yaitu asas yang bersifat formal atau procedural dan asas yang bersifat
material atau substansial. Menurut P. Nicolai, ”Een onderscheid tussen procedurele
en materiele beginselen van behoorlijik bestuur is relevant voor de
rechtsbescherming” (perbedaan antara asas-asas yang bersifat prosedural dan
material, AAUPB ini penting untuk perlindungan hukum). Asas yang bersifat formal
berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan
keputusan, atau asas-asas yang berkaitan dengan cara-cara pengambilan
keputusan seperti asas kecermatan, yang menuntut pemerintah untuk mengambil
keputusan dengan persiapan yang cermat, dan asas permainan yang layak (fair
play-beginsel). Menurut Indoharto, asas-asas yang bersifat formal, yaitu asas-asas
yang penting artinya dalam rangka mempersiapkan susunan dan motivasi dari suatu
beschikking. Jadi menyangkut segi lahiriah dari beschikking itu, yang meliputi asas-
asas yang berkaitan dengan proses persiapan dan proses pembentukan keputusan,
dan asas-asas yang berkaitan dengan pertimbangan (motivering) serta susunan
keputusan. Asas-asas yang bersifat material tampak pada isi dari keputusan
pemerintah. Termasuk kelompok asas yang bersifat material atau substansial ini
adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan sewenang-wenang
(willekeur), larangan penyalahgunaan kewenangan (detournament de pouvivoir).13

2.5.2 AAUPB di Indonesia


Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia belum diakui secara
yuridis formal. Ketika pembahasan rancangan undangan-undang RUU peradilan tata
usaha negara (RUU PTUN) di Dewan Perwakilan Rakyat, Fraksi ABRI mengusulkan
agar asas-asas tersebut dimasukkan sebagai salah satu alasan gugatan terhadap
keputusan badan/pejabat tata usaha negara. Tetapi, usulan ini tidak diterima oleh

12
Effendi. Lutfi. 2004. Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Edisi pertama. Cetakan ketiga. Bayumedia.
Malang. Hlm 82-84.
13
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 243-244.

10
pemerintah dengan alasan yang dikemukakan Ismail Saleh, selaku Menteri
Kehakiman waktu itu yang mewakili pemerintah.
Tidak dicantumkannya AAUPB dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara bukan berarti eksistensinya tidak diakui sama
sekali, karena ternyata seperti yang terjadi di Belanda-AAUPB ini diterapkan dalam
praktik peradilan, terutama pada PTUN. Kalupun AAUPB ini tidak diakomodir dalam
undang-undang PTUN, tetapi sebenarnya asas-asas ini dapat digunakan dalam
praktik peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam Pasal 14 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Taun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Keakiman,
yang berbunyi : “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili
sesuatu perkara yang diajukan dengandalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Kemudian dalam Pasal 27
ayat (1) UU No.14/1970 ditegaskan: “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat ”. Dengan ketentuan pasal ini, maka asas-asas ini memiliki peluang
untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik Indonesia, asas-asas
ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu undang-undang, yaitu UU Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Dengan format yang berbeda dengan AAUPB dari negeri
Belanda, dalam Pasal 3 UU Nomor 28 Tahun 1999 disebutkan beberapa asas umum
penyelenggaran negara, yaitu sebagai berikut :14
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
2. Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggara negara.
3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraaan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

14
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 240-242.

11
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.15
Asas-asas yang tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tersebut pada
awalnya ditujukan untuk para penyelenggara negara secara keseluruhan, berbeda
dengan asas-asas dalam AAUPB yang sejak semula hanya ditujukan pada
pemerintah dalam arti sempit, sesuai dengan istilah “bestuur” pada algemene
beginselen van behoorlijk bestuur, bukan regering atau overheid, yang mengandung
arti pemerintah dalam arti luas. Seiring dengan perjalanan waktu, asas-asas dalam
UU Nomor 28 Tahun 1999 tersebut diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan dalam proses peradilan di PTUN.
Di Indonesia, pemikiran tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik
secara populer pertama kali disajikan dalam buku Prof. Koentjoro Purbopranoto
yang berjudul “Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan
Administrasi Negara” dengan mengetengahkan 13 asas sebagai berikut16:
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security)
Asas kepastian hukum mempunyai dua aspek, yang satu lebih
bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material
terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas
kepastian hukum menghalangi badan pemerintahan untuk menarik kembali
suatu keputusan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan.

15
Effendi. Lutfi. 2004. Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Edisi pertama. Cetakan ketiga. Bayumedia.
Malang. Hlm 85.

16
Effendi. Lutfi. 2004. Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Edisi pertama. Cetakan ketiga. Bayumedia.
Malang. Hlm 84.

12
Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah
diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun
keputusan itu salah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang
dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali. Adapun aspek
yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa
ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-
ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang
jelas. Asas kepastian hukum memberi hak kepada yang berkepentingan
untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki dari padanya. Unsur
ini memegang peran misalnya pada pemberian kuasa surat-surat perintah
secara tepat dan tidak mungkin adanya berbagai tafsiran yang dituju harus
dapat terlihat, kewajiban-kewajiban apa yang dibebankan kepadanya.17
2. Asas keseimbangan (principle of proportionality)
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman
jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki
pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi
pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga
memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring
dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum.
Artinya terhadap pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan oleh
orang yang berbeda akan dikenakan sanksi yang sama, sesuai dengan
kriteria yang ada. Di Indonesia asas keseimbangan ini terdapat contoh dalam
hukum positif yang berisi kriteria pelanggaran dan penerapan sanksinya
yaitu sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 PP No. 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai.18
3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality)
Asas ini menghendaki agar badan pemerintah mengambil tindakan
yang sama (dalam arti yang bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya
sama. Meskipun demikian, agaknya sukar ditemukan adanya kesamaan
mutlak dalam dua atau lebih kasus, oleh karena itu menurut Philipus M.
Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanan. Bila
pemerintah dihadapkan pada tugas baru yang dalam rangka itu harus

17
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 245-246.
18
Rumokoy. N. 2010. Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan
Kekuasaan Pemerintahan. Vol. XVIII. URL: http://repo.unsrat.ac.id/52/1/Hal_86_-_95.pdf. Hlm 87.

13
mengambil banyak sekali KTUN, maka pemerintah memerlukan
aturanaturan atau pedoman-pedoman. Bila pemerintah sendiri menyusun
aturanaturan (pedoman-pedoman) itu untuk memberi arah pada
pelaksanaan wewenang bebasnya, maka itu disebut aturan-aturan
kebijaksanaan. Jadi tujuan aturan-aturan kebijaksanaan ialah menunjukkan
perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas persamaan yang berlaku
bagi setiap orang.19
4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness)
Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum
mengambil keputusan, meneliti semua fakta yang relevan dan memuaskan
pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Bila fakta-
fakta penting kurang teliti, itu berarti tidak cermat. Asas kecermatan
membawa serta, bahwa badan pemerintah tidak boleh dengan mudah
menyimpangi nasehat yang diberikan apalagi bila dalam panitia penasihat
itu duduk ahli-ahli dalam bidang tertentu. Penyimpangan memang
dibolehkan, tetapi mengharuskan pemberian alasan yang tepat dan
kecermatan yang tinggi. Di bawah ini ada beberapa putusan PTUN yang
berkaitan dengan alasan asas kecermatan. 20

a. Putusan PTUN Medan No. 70/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan para


penggugat terhadap surat pembebasan tugas oleh Kepala Kantor Urusan
Agama. Dalam fundamentum petendinya disebutkan; “bahwa tergugat tidak
meneliti dengan seksama tentang rekayasah pengaduan jemaah Masjid B
dan tidak meneliti tentang hasil pengaduan tersebut”. PTUN menyimpulkan
bahwa dihubungkan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik,
khususnya asas kecermatan maka jelas surat keputusan tergugat telah
menyimpang dari asas tersebut.
b. Putusan PTUN Medan No. 65/1992/PTUN- Medan mengenai gugatan
seorang purnawirawan ABRI melawan Kepala kantor Badan Pertanahan
Kabupaten. Penggugat mendalilkan bahwa tanpa sepengetahuan
penggugat, tergugat mengeluarkan sertifikat atas nama AWN, padahal
tanah itu milik penggugat. PTUN mempertimbangkan bahwa tergugat telah
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan asas kecermatan dan

19
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 247-248.
20
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 248-250.

14
kurang hati-hati. c. Putusan PTUN Palembang No. 16/PTUN/G/PLG/1991
mengenai gugatan seorang pegawai Universitas Bengkulu terhadap Rektor
yang memutasikan dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu.
Tindakan Rektor dipersalahkan karena dalam keputusannya melanggar asas
kecermatan formal.21
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation)
Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan
pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai
dasar ini harus benar dan jelas, sehingga pihak administrable memperolah
pengertian yang cukup jelas atas keputusan yang ditujukan kepadanya. Asas
pemberian hal ini dapat dibedakan dalam tiga sub varian berikut ini:
a. Syarat bahwa suatu ketetapan harus diberi alasan
Pemerintah harus dapat memberikan alasan mengapa ia telah
mengambil suatu ketetapan tertentu. Yang berkepentingan berhak
mengetahui alasan-alasannya. Bila suatu ketetapan merugikan satu
orang atau lebih yang berkepentingan, pemerintah yang baik
mensyaratkan bahwa pemberian alasan sedapat mungkin segera
diumumkan atau diberitahukan bersama-sama dengan ketetapan. Agar
perlindungan hukum administrasi dapat berfungsi dengan baik, hak
memperoleh alasan-alasan dari suatu ketetapan ini penting sekali. Sebab
yang berkepentingan tidak dapat menyusun argumentasi yang baik
dalam permohonan banding atau surat keberatannya, bila ia tidak
mengetahui dasar-dasar apa yang akan dipakai untuk ketetapan yang
merugikan dirinya. Juga bagi hakim tersedianya dasar-dasar ini
merupakan keharusan, karena sukar untuk menilai isi dari ketetapan
yang diambil, tanpa memiliki argumentasi.
b. Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh
Fakta yang menjadi titik tolak dari ketetapan harus benar. Bila ternyata
bahwa fakta-fakta pokok berbeda dari apa yang dikemukakan atau
diterima oleh badan pemerintah, maka dasar fakta yang teguh dari
alasanalasan tidak ada. Dalam hal ini biasanya terdapat cacat dalam
kecermatan.
c. Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung

21
Rumokoy. N. 2010. Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan
Kekuasaan Pemerintahan. Vol. XVIII. URL: http://repo.unsrat.ac.id/52/1/Hal_86_-_95.pdf.

15
Pemberian alasan di samping harus masuk akal juga secara keseluruhan
harus sesuai dan memiliki kekuatan yang menyakinkan. Karena pada
umumnya hampir semua yang cacat dalam suatu ketetapan dapat
dikembalikan pada cacat dalam pemberian alasan. Begitu pula
keadaankeadaan interprestasi Undang-undang yang keliru kadang kala
dikembalikan pada cacat dalam pemberian alasan dari pada
bertentangan dengan suatu peraturan yang keliru atau suatu aturan
kebijaksanaan, mengarah pada kesimpulan adanya pemberian alasan
yang cacat.22
6. Asas tidak mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of
competence)
Kewenangan pemerintah secara umum mencakup tiga hal;
Kewenangan dari segi material, kewenangan dari segi wilayah, dan
kewenangan dari segi waktu. Seorang pejabat pemerintah memiliki
wewenang yang sudah ditentukan dalam aturan perudang-undagan baik
dari segi material, wilayah maupun waktu. Aspek-aspek wewenang ini tidak
dapat di jalankan melebihi apa yang sudah ditentukan dalam peraturan yang
berlaku. Artinya asas tidak mencampuradukan kewenangan ini menghendaki
agar pejabat pemerintah tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan
lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau
menggunakan wewenang yang melampaui batas.23
7. Asas permainan yang layak (principle of fair play)
Asas ini penting dalam peradilan administrasi negara karena terdapat
perbedaan kedudukan antara pihak penggugat dengan tergugat. Pejabat
selaku pihak tergugat secara politis memiliki kedudukan lebih tinggi
dibanding dengan kedudukan penggugat. Selaku pihak yang memiliki
kedudukan yang lebih tinggi, tergugat akan lebih sukar mengakui kekeliruan
atau kesalahan yang dilakukannya karena hal ini berkaitan dengan
kredibilitas dan harga diri dari pejabat negara yang bersangkutan.
Instansi yang mengeluarkan keputusan tidak boleh
menghalanghalangi seseorang yang berkepentingan untuk memperoleh
keputusan yang akan menguntungkan baginya. Bila seorang yang terkena

22
Rumokoy. N. 2010. Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan
Kekuasaan Pemerintahan. Vol. XVIII. URL: http://repo.unsrat.ac.id/52/1/Hal_86_-_95.pdf. Hlm 90-91.
23
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok. Hlm 252-253.

16
keputusan itu mengajukan banding administratif, kemudian instansi yang
mengeluarkan keputusan itu berusaha menekan atau mempengaruhi
instansi banding, maka putusannya dapat dibatalkan karena bertentangan
dengan asas fair play.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan negara hukum
demokratis, keberadaan asas keterbukaan tidak lagi diabaikan. Asas
keterbukaan ini mempunyai fungsi-fungsi penting, yaitu : pertama, fungsi
partisipasi; keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk ikut serta dalam
proses pemerintahan secara mandiri; kedua, fungsi pertanggungjawaban
umum dan pengawasan keterbukaan; pada satu sisi sebagai alat bagi
penguasa untuk memberi pertanggungjawaban di muka umum, pada sisi
lain sebagai alat bagi warga untuk mengawasi penguasa; ketiga, fungsi
kepastian hukum; keputusan-keputusan penguasa tertentu yang
menyangkut kedudukan hukum para warga demi kepentingan kepastian
hukum harus dapat diketahui, jadi harus terbuka; keempat, fungsi hak
dasar; keterbukaan dapat mengajukan penggunaan hak-hak dasar seperti
hak pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan hak untuk berkumpul dan
berbicara. Meskipun asas keterbukaan ini demikian penting, seiring dengan
perkembangan dan tuntutan demokratisasi, namun belum mendapat kajian
serius dalam berbagai literatur hukum administrasi negara, yang banyak
tercantum adalah asas fair play atau asas permainan yang layak. 24

Melalui keterangan dan contoh kasus tampak bahwa asas ini


menuntut pada pejabat administrasi agar selalu di samping mematuhi
aturan-aturan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku juga dituntut untuk bersikap jujur dan terbuka terhadap segala
aspek yang berkaitan dengan hak-hak warga negara.
8. Asas keadilan dan kewajaran (principle of reasonable or prohibition of
arbitrariness)
Asas ini menghendaki setiap tindakan badan atau pejabat
administrasi negara selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran.
Asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang dan
selaras dengan hak setiap orang. Karena itu, setiap pejabat pemerintah
dalam melakukan tindakannya harus selalu memperhatikan aspek keadilan

24
Rumokoy. N. 2010. Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan
Kekuasaan Pemerintahan. Vol. XVIII. URL: http://repo.unsrat.ac.id/52/1/Hal_86_-_95.pdf. Hlm 91.

17
ini. Sedangkan asas kewajaran menekan agar aktifitas pemerintah
memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, baik itu berkaitan
dengan agama, moral, adat istiadat, maupun nilai-nilai lainnya
9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle of
meeting raised expectation)
Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi negara. Oleh karena
itu aparat pemerintah harus memperhatikan asas ini sehingga jika suatu
harapan sudah berlanjut diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik
kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah. Menurut
Indroharto : asas ini muncul karena dua sebab.
Pertama, harapan-harapan dapat terjadi dengan perundang-
undangan, perundang-undangan semu, dengan garis tetap keputusan-
keputusan yang sama tapi detik itu tetap secara konsisten dilakukan
penguasa, penerangan dan penjelasan-penjelasan yang telah diberikan oleh
penguasa yang bersangkutan, kesanggupan-kesanggupan yang
dikeluarkan, beschikking yang sebelumnya dikeluarkan, suatu perjanjian
yang telah dibuat, atau dengan perbuatan-perbuatan faktual penguasa,
dengan membiarkan keadaan ilegal berjalan beberapa waktu;
Kedua, syarat diposisi, atas dasar kepercayaan yang ditimbulkan itu
seorang telah berbuat sesuatu yang kalau kepercayaan itu tidak ditimbulkan
pada dirinya, ia akan berbuat demikian. Contohnya ia mengira gajinya mesti
naik sekian bulan depan karena sudah diberi tahu oleh atasannya, karenanya
ia mengadakan pengeluaran-pengeluaran yang tidak akan ia lakukan kalau
ia tidak ditimbulkan kepercayaan itu pada dirinya. Setelah ia mengadakan
pegeluaran ekstra, tentunya ia menderita kerugian yang disebabkan oleh
kepercayaan yang ditimbulkan tersebut.25
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing
the concequences of an annuled decision)
Di Indonesia ketentuan asas ini terdapat pada pasal 9 ayat (1) UU
No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi; Seorang yang ditangkap, ditahan,
dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak

25
Rumokoy. N. 2010. Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan
Kekuasaan Pemerintahan. Vol. XVIII. URL: http://repo.unsrat.ac.id/52/1/Hal_86_-_95.pdf. Hlm 92.

18
menuntut gati kerugian dan rehabilitasi”. pengertian rehabilitasi terdapat
dalam pasal 1 butir 23 KUHP yaitu, hak seorang untuk mendapatkan
pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya yang diberikan pada tingkat penyelidikan, penuntutan ataupun
peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan Undangundang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam
Undang-undang ini. Dalam kaitanya dengan pegawai negeri, menjelaskan
pasal 21 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986 disebabkan bahwa rehabilitasi
pemulihan hak penggugat di kemampuan kedudukan, harkat dan
martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum ada
keputusan yang disengketakan. Di pemulihan hak tersebut termasuk juga
hak-hak yang ditimbulkan oleh kemampuan kedudukan dan harkat sebagai
pegawai negeri.
11. Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi (principle of
protecting the personal may of life)
Bagi bangsa Indonesia tentunya asas ini harus pula dikaitkan dengan
sistem keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat, atau sebagaimana disebutkan Kuntjoro Purbopranoto, asas
tersebut harus disesuaikan dengan pokok-pokok Pancasila dan UUD 1945.
Benar bahwa pandangan hidup seseorang merupakan hak asasi yang harus
dihormati dan dilindungi, akan tetapi penggunaan hak itu sendiri akan
berhadapan dengan norma dan sistem keyakinan yang diakui dan dijunjung
tinggi. Artinya pandangan hidup seseorang itu tidak dapat digunakan
manakala bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.
12. Asas kebijaksanaan (sapientia)
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya diberi kebebasan untuk menerapkan kebijakannya tanpa harus
terpaku pada peraturan perundang-undangan formal. Karena peraturan
perundang-undangan formal atau hukum tertulis selalu membawa cacat
bawaan yang berupa tidak fleksibel dan tidak dapat menampung semua
persoalan serta cepat ketinggalan zaman, sementara perkembangan
masyarakat bergerak dengan cepat, tetapi juga dituntut untuk
berpandangan luas dan jauh serta mampu memperhitungkan akibat-akibat
yang muncul dari tindakannya tersebut.

19
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service)
Pada dasarnya pemerintah dalam menjalankan berbagai kegiatan
harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (asas
legalitas), akan tetapi karena ada kekurangan asas legalitas seperti tersebut
di atas, pemerintah dapat bertindak atas dasar kebijaksanaan untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Penyelenggaraan kepentingan
umum dapat berwujud hal-hal sebagai berikut :
a. Memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai kepentingan
negara. Contohnya tugas pertahanan dan keamanan.
b. Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama dari
warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri.
contohnya persediaan sandang pangan, perumahan, kesejahteraan, dan
lain-lain.
c. Memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat
diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan
negara. Contohnya pendidikan dan pengajaran, kesehatan dan lain-lain.
d. Memelihara kepentingan dari warga negara perseorangan yang tidak
seluruhnya dapat dilaksanakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk
bantuan nagara. Adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan
perseorangan tersebut. contohnya pemeliharaan fakir miskin, anak
yatim, anak cacat, dan lain-lain.
e. Memelihara ketertiban dan keamanan, dan kemakmuran setempat.
Contohnya peraturan lalu lintas, pembangunan, perumahan dan lain-
lain.26

26
HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo Persada.
Depok.
Hlm 260-264.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dianutnya konsep negara kesejahteraan (welfare state) menjadikan


pemerintah sebagai penanggung jawab kesejahteraan masyarakat. Dalam
mewujudkan kesejahteraan tersebut pemerintah sebagai penanggung jawab
kesejahteraan masyarakat harus memenuhi tujuan yang hendak dicapai tanpa
membeda-bedakan. Dalam pelaksanaan tanggung jawab tersebut pemerintah
hendaknya menjadikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) sebagai
pedoman dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, masyarakat juga dapat
menggunakan AAUPB sebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum
(verhoogde rechtsbescherming) bagi warga dari tindakan pemerintah dan bagi
masyarakat sebagai pencari keadilan, asas-asas umum pemerintahan yang baik
(AAUPB) dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) yang dapat diterapkan
dalam penyelenggaraa negara berdasarkan Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 antara
lain: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan
umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas
akuntabilitas. Oleh karena AAUPB merupakan konsep terbuka dan lahir dari proses
sejarah, terdapat rumusan yang beragam mengenai asas-asas tersebut. Salah
satunya adalah rumusan Koentjoro Purbopranoto yang merumuskan bahwa macam-
macam AAUPB adalah sebagai berikut: asas kepastian hukum, asas keseimbangan,
asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas bertindak cermat, asas motivasi
untuk setiap keputusan, asas tidak mencampuradukkan kewenangan, asas
permainan yang layak, asas keadilan dan kewajaran, asas kepercayaan dan
menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat suatu keputusan
yang batal, asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi, asas
kebijaksanaan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum.
Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, akan tetapi dalam praktek
peradilan terutama pada PTUN asas-asas ini telah diterapkan, sebagaimana terlihat
pada sebagian putusan PTUN. Sebenarnya asas-asas ini dapat digunakan dalam

21
praktek peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1)
UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok kehakiman: “Pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa
dan mengadili”. Dengan ketentuan pasal ini maka asas-asas ini memiliki peluang
untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.

3.2 Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan
nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang
pembahasan makalah diatas.

22
DAFTAR PUSAKA

Effendi. Lutfi. 2004. Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Edisi pertama. Cetakan ketiga.
Bayumedia. Malang.

HR. Ridwan. 2018. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Cetakan ke-15. PT RajaGrafindo
Persada. Depok.

Kusdarini. Eni. 2019. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Hukum Administrasi
Negara. Edisi pertama. UNY Press. Yogyakarta. URL e-book:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131570328/lainlain/ASAS-
ASAS%20UMUM%20PEMERINTAHAN%20YANG%20BAIK%20%20HVS%2070gr%
2016x23__20eks.pdf. Diakses tanggal 3 Juni 2021.

Pratiwi dan tim. 2016. Penjelasan Hukum Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AUPB). URL: https://leip.or.id/wp-content/uploads/2016/05/Penjelasan-Hukum-
Asas-Asas-Umum-Pemerintahan-yang-Baik-Hukum-Administrasi-Negara.pdf.
Diakses tanggal 4 Juni 2021.

Rumokoy. N. 2010. Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam
Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan. Vol. XVIII. URL:
http://repo.unsrat.ac.id/52/1/Hal_86_-_95.pdf. Diakses pada tangal 4 Juni 2021.

Solechan. 2019. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam Pelayanan Publik.
Adminitrative Law & Governance Journal. Volume 2 Issue 3. URL:
file:///C:/Users/USER/Downloads/6521-19872-1-SM.pdf. Diakses tanggal 3 Juni
2021.

23

Anda mungkin juga menyukai