Anda di halaman 1dari 62

RINGKASAN

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM PERSPEKTIF PELAYANAN PUBLIK

OLEH : PROF. DR. H. MUH JUFRI DEWA S.H., M. S.

KELOMPOK 4:

1. KHUSNUL FATIMA (S1A118098)


2. IYANDI (S1A118106)
3. RESA AMALIA RUSDI (S1A118113)
4. DITA DIAN LESTARI (S1A118128)
5. SUFIATI (S1A118157)
6. RUT KLARA OKTAVIA (S1A118175)
7. WA ODE SITI NURVIAN (S1A118180)

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
BAB I PENDAHULUAN

A. Peristilahan

Dalam kepustakaan berbahasa asing menggunakan istilah administrative law (Inggris),


administratief rechts atau bestuursrecht (Belanda), verwaltungsrecht (Jerman), dan droit
administratif (Perancis) dimana hanya ada perbedaan istilah saja, namum objek kajiannya tetap
sama.

Menurut Philipus M. Hadjon dari semua istilah-istilah berbahasa asing tidak tampak
atribusi negara atau sejenisnya seperti istilah kita administrasi negara. Kepustakaan bahasa
Belanda mengartikan administrasi dalam istilah administratief recht dengan administrare dan
bestuuren. Bestuuren mengandung arti fungsional dan institusional/ struktural. Fungsional
bestuur berarti fungsional pemerintahan sedangkan institusional/ struktur bestuur berarti
keseluruhan organ pemerintah. Lingkungan bestuur adalah lingkungan di luar lingkungan
regelgiving (pembentukan peraturan) dan rechtspraak (peradilan), atau lazim yang disebut
dengan istilah hukum administrasi negara dalam arti sempit.

Selanjutnya, istilah administrasi berasal daru bahasa Latin dari kata ad dan ministare
yang berarti membantu, melayani atau memenuhi. Menurut Balai Pembinaan Administrasi
(BPA), administrasi merupakan segenap proses penyelenggaraan atau penataan tugas-tugas
pokok sesuatu usaha kerja sama sekelompok orang dalam mencapai tujuan bersama.

Cakupan kegiatan administrasi sangat luas, yaitu keseluruhan proses mulai dari
menentukan bentuk dan tujuan organisasi, cara mencapai tujuan, siapa yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan pencapaian tujuan pengendalian proses pelaksanaan, sampai bagaimana
mendayagunakan instrumen atau sumber yang terbatas.

B. Pengertian Administrasi Negara Dan Hukum Administrasi Negara


1. Pengertian Administrasi Negara

Administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan
dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan secara bersama orang dan material
melalui koordinasi dan kerja sama. Menurut The Liang Gie, administrasi adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan
tertentu sehingga dengan demikian ilmu administrasi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari proses, kegiatan, dan dinamika kerja sama manusia.
Berikut tiga unsur administrasi, antara lain:

a) Kegiatan melibatkan dua orang atau lebih;


b) Kegiatan dilakukan secara bersama-sama; dan
c) Ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Menurut Pradjudi Atmosudirdjo administrasi negara adalah sebagai berikut:

a) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan atau sebagai institusi politik (kenegaraan)
dimana aparatur negara di kepalai dan digerakkan oleh pemerintah guna
menyelenggarakan undang-undang serta kebijaksanaan dan kehendak-kehendak
pemerintah;
b) Administrasi negara sebagai fungsi atau sebagai aktivitas melayani pemerintah yakni
sebagai kegiatan pemerintah operasional. Administrasi sebagai fungsi hukum adalah
penyelenggaraan daripada undang-undang atau pelaksanaan daripada ketentuan-
ketentuan undang-undang secara konkret, final dan individual.
c) Administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggara undang-undang. Administrasi
negara sebagai proses teknis terdapat tata usaha. Dimana tata usaha adalah salah satu
sistem informasi dan merupakan esensi daripada pekerjaan kantor dan sebagai fungsi atau
aktivitas.

C.S.T. Kansil mengemukakan tiga arti administrasi negara, yaitu:

a) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah, atau instansi publik (kenegaraan) meliputi
organ yang berada dibawah pemerintah, mulai dari Presiden, Menteri (termasuk Sekjen,
Dirjen, Irjen) Gubernur, Bupati/Walikota dan lainnya, pokoknya semua org yang
menjalankan administrasi negara;
b) Sebagai fungsi atau aktivitas yaitu sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara; dan
c) Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang atau menjalankan undang-undang

Utrecht, administrasi negara adalah gabungan jabatan-jabatan (aparat/alat) administrasi yang


di bawah pimpinan pemerintah (Presiden dan Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan
pemerintah (tugas pemerintah) yang tidak diserahkan pada badan perundang-undangan dan
kehakiman.
Tujuan administrasi negara sama dengan tujuan dasa Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yaitu tercapainya kesejahteraan rakyat (masyarakat) dan keadilan sosial. Maka dari itu, dalam
penyelenggaraan administrasi yang baik diperlukan:

a) Social participation (ikut sertanya rakyat dalam kegiatan administrasi negara);


b) Social responsibility (pertanggung jawaban administrator);
c) Social support (dukungan dari rakyat pada administrasi negara); dan
d) Social control (pengawasan dari rakyat kepada kegiatan administrasi negara).

2. Pengertian hukum administrasi negara (HAN)

Menurut J. Oppenheim, hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum


yang harus diperhatikan oleh alat perlengkapan negara dan pemerintah jika menjalankan
kekuasaannya. Sedangkan menurut H.J. Romijin hukum administrasi negara adalah keseluruhan
aturan-aturan hukum yang mengatur dalam keadaan bergerak.

Menurut Logemann, hukum administrasi negara adalah seperangkat dari norma-norma yang
menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat
adminitrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Pengertian ini hampir sama dengan
apa yang dikemukakan oleh E. Utrecht, namun ada tiga ciri hukum administrasi yang
membedakan dengan hukum lainnya, yaitu:

a) Menguji hubungan hukum istimewa;


b) Adanya pejabat administrasi negara; dan
c) Melakukan tugas yang khusus.

Pendapat lain dikemukakan De La Bassecour Caan, bahwa hukum administrasi negara


ialah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab jika negara berfungsi (bereaksi)
maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungannya antara tiap-tiap warga negara dengan
pemerintahnya. Prajudji Atmosudirdjo mendefinisikan kerja hukum administrasi negara adalah
sebagai hukum yang secara khas mengenai seluk-beluk daripada administrasi negara, dan terdiri
atas dua tingkatan, yakni hukum administrasi negara hetoronom dan hukum administrasi negara
otonom.

Hukum administrasi heteronom yang bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah
hukum yang mengatur seluk-beluk organisasi dan fungsi administrasi negara dan tidak boleh
dilawan atau dilanggar atau diubah oleh administrasi negara. Sedangkan hukum administrasi
negara otonom adalah hukum operasional yang diciptakan oleh pemerintah dan administrasi
negara sendiri, dan oleh sebab itu dapat diubah oleh pemerintah dan administrasi negara setiap
waktu diperlukan, dengan tidak melanggar asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas
kepentingan umum.
C. Perkembangan Hukum Administrasi Negara (HAN)
1. Kedudukan hukum administrasi negara dalam ilmu hukum

Dalam ilmu hukum, kedudukan hukum administrasi negara merupakan bagian dari
hukum publik karena tujuannya melindungi kepentingan umum. Sebelum abad ke-19 hukum
administrasi negara kedudukannya dalam ilmu hukum masih merupakan bagian dari hukum tata
negara dalam arti luas; sedangkan hukum privat terdiri atas hukum perdata dan hukum dagang.

Namun setelah abad ke-19 kedudukan hukum administrasi negara (HAN) dalam ilmu
hukum tidak lagi merupakan bagian dari hukum tata negara tetapi sudah merupakan bagian dari
hukum publik yang berdiri terpisah (terpisah dari hukum tata negara). Berikut yang
melatarbelakangi perkembangan kedudukan HAN menjadi cabang ilmu pengetahuan hukum’;
yaitu:

a) Timbulnya negara-negara sejahtera (welfare state) di dunia setelah Abad ke-19 yang
membawa akibat bertambah luasnya lapangan administrasi negara; dan
b) Bertambah luasnya lapangan administrasi negara maka bertambah banyak pula
peraturan-peraturan administrasi yang harus dibuat sebagai dasar untuk segala
tindakan-tindakan administrasi negara dalam menjalankan tugas kesejahteraan umum
dari administrasi negara.

Dalam konsepsi welfare state, tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan
terhadap masyarakat (publik), baik berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun
berdasarkan pemberian freues ermessen, atau kewenangan bebas (discresionare power) kepada
pejabat administrasi negara. Atas dasar inilah penerapan fungsi hukum administrasi negara
(HAN) dalam konsepsi welfare state merupakan salah satu alternatif bagi penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih dalam pelayanan publik.

2. Kedudukan hukum administrasi negara dalam sistem hukum nasional

Sistem hukum nasional dimaksud adalah keseluruhan hukum secara sistematik yang
berlaku di indonesia. Secara sistematik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan yang unsur-
unsur, sub-subsistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling memengaruhi, serta saling
memperkuat atau memperlemah; antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Untuk itu, kedudukan hukum administrasi negara dalam sistem hukum nasional,
merupakan subsistem dari sistem hukum nasional. Hal itu karena hukum administrasi negara
hanya mengatur sebagian dari lapangan pekerjaan administrasi negara. Menurut J.M. Baron de
Gerando, bahwa objek hukum administrasi negara adalah peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan timbal balik antara pemerintah dengan rakyat, sedangkan lapangan pekerjaan
administrasi negara lainnya di atur oleh hukum tata negara, hukum pajak, hukum kepegawaian,
hukum lingkungan, hukum internasional, dan hukum perdata (perbuatan pemerintah yang
bersifat hukum privat).

D. Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Pengetahuan Lain


1. Hubungan hukum administrasi negara dengan ilmu administrasi negara

Cabang ilmu pengetahuan ini mengkaji dari segi organisasi, dari segi fungsional (fungsi-
tugas: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan sumber-sumber usaha, staffing, manajemen,
tata usaha, koordinasi dan pengendalian), dari segi tata penyelenggaraan.

Ilmu administrasi negara memandang undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP),


dan peraturan lainnya sebagai bentuk-bentuk perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan atau
kehendak-kehendak negara yang harus dijunjung tinggi atau diselenggarakan; sedangkan ilmu
hukum memandang Undang-Undang Dasar (UUD), undang-undang (UU), dan peraturan
pemerintah (PP) sebagai sumber hukum atau dengan kata lain sebagai hukum. Pandangan
terhadap peraturan perundang-undangan tersebut (UU, PP, dan peraturan lain) sebagai bentuk
perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan atau kehendak-kehendak negara tersebut adalah seiring
dan sejalan dengan makin meluasnya campur tangan pemerintah secara langsung ke dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dengan demikian, hubungan antara hukum administrasi negara dengan ilmu administrasi
negara secara operasional, dimana hukum administrasi negara dijadikan instrumen untuk
terselenggaranya pemerintahan yang baik oleh aparatur negara (pejabat administrasi).
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dimaksud adalah penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan oleh aparatur (administrasi) negara, baik dalam lapangan pengaturan maupun di
dalam lapangan pelayanan publik harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
mendasarinya atau dengan kata lain berdasarkan pada asas legalitas

2. Hubungan hukum administrasi negara dengan ilmu tata pemerintahan

dalam ilmu pemerintahan, yang terpenting adalah:

a) Keuangan negara
b) Hukum administrasi negara
c) Sosiologi pemerintahan, dan
d) Politik pemerintahan.

Dalam ilmu pemerintahan terdapat dua macam pendekatan, yakni:


a) Pendekatan empiris yang bertujuan untuk menelaah pengaruh yang nyata dari
pemerintahan umum, dan
b) Pendekatan normatif yang bertujuan untuk menelaah putusan-putusan normatif.

Selanjutnya, hukum administrasi negara hanya merupakan salah satu dari keseluruhan ilmu-ilmu
pemerintahan, yaitu bagian yang membahas aturan-aturan yang tertulis dan yang tidak tertulis
dari pemerintahan umum. Dalam hubungannya dengan ilmu pemerintahan secara operasional
dimana pemerintah dalam melakukan aktivitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan
(perbuatan), yakni tindakan atau perbuatan biasa dan tindakan atau perbuatan hukum.

Dalam hukum administrasi negara, setiap tindakan atau negara hukum (Indonesia) terdapat
prinsip wetmatigheid van bestuur atau asal legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya
dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah
keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya.

Menurut Iskatrinah, asas legalitas adalah upaya mewujudkan duet integral secara harmonis
antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis
selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif.

3. Hubungan hukum administrasi dengan hukum tata negara

Hubungan hukum administrasi negara dengan hukum tata negara dari segi historis mempunyai
hubungan yang sangat erat, yaitu sebelum abad ke-19, hukum administrasi negara menyatu
dengan hukum tata negara dan pada abad ke-19 hukum administrasi negara berdiri sendiri.

Hubungan antara hukum administrasi negara dengan hukum tata negara, terdapat dua golongan
pendapat yakni:

a) Golongan yang berpendapat bahwa antara hukum administrasi negara dan hukum tata
negara terdapat perbedaan secara prinsipil (asasi), karena kedua cabang ilmu pengetahuan
hukum tersebut dapat dibagi secara tajam baik sistematika maupun isinya. Namun,
terdapat hubungan antara keduanya. Penganut pendapat golongan pertama antara lain:
Oppen Heim, Van Vollen Hoven, Romeign, Donner, Logemaan, Stelina, dan Prajudi
Atmosudirdjo.
 Oppen Heim; terdapat hubungan antara Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi. Jika tugas pokok Hukum Tata Negara membentuk alat-alat
perlengkapan negara serta memberikan wewenang kepadanya, baik pada tingkat
tinggi maupun pada tingkat rendah, maka Hukum Administrasi Negara
melaksanakan wewenang (aturan-aturan) alat-alat perlengkapan negara yang telah
ditetapkan oleh Hukum Tata Negara, baik pada tingkat tinggi maupun tingkat rendah.
 Van Vollen Hoven; hubungan hukum tata negara dengan hukum administrasi
negara yaitu bahwa badan-badan (lembaga) kenegaraan memperoleh kewenangannya
dari hukum tata negara, dan dalam melaksanakan kewenangan badan-badan
(lembaga) kenegaraan haruslah berdasarkan pada hukum administrasi negara.
 Romeign; hubungan antara hukum tata negara dan hukum administrasi negara, yaitu
hukum tata negara meletakkan dasar-dasar negara (seperti UUD, UU dan lainnya),
kemudian hukum administrasi negara melaksanakan secara teknis peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.
 Donner; hukum tata negara menetapkan tugas, lalu hukum administrasi negara
melaksanakan tugas itu yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara.
 Logemann; hukum tata negara merupakan suatu ajaran tentang kompetensi,
sedangkan hukum administrasi negara adalah ajaran tentang perhubungan hukum
istimewa. Penyelidikan tentang sifat, bentuk, akibat dari segala perbuatan hukum
adalah tugas hukum administrasi negara. Hukum tata negara mengajarkan jabatan-
jabatan mana yang berwenang menjalankannya.
 Pradjudi Atmosudirdjo; terdapat hubungan yang erat antara hukum tata negara
dengan hukum administrasi negara. Hukum tata negara adalah hukum mengenai
konstitusi dari pada negara secara keseluruhan, sedangkan hukum administrasi
negara adalah yang khusus hanya kepada administrasinya saja.
b) Golongan yang terdapat berpendapat bahwa antara hukum tata negara dan hukum
administrasi negara tidak ada perbedaan prinsip, dan terdapat hubungan antara keduanya.
Penganut dari pandangan ini antara lain: Kranenburg, Prins, C.W. van der Pot, dan
W.G.Vegting.
 Kranenburg; tidak ada perbedaan prinsipil antara hukum tata negara dan hukum
administrasi negara, bedanya hanya terjadi dalam praktik dalam rangka tercapainya
suatu kemanfaatan saja.
 Prins; hubungan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara
adalah hubungan yang bersifat dari dasar ke teknis dalam penyelenggaraan negara
dan pemerintahan.
 Van der Pot; hukum tata negara dengan hukum administrasi negara penyelidikannya
sama, yang berbeda hanya cara pendekatannya. Pendekatan hukum tata negara untuk
mengetahui organisasi negara serta badan lainnya, sedangkan hukum administrasi
negara menghendaki bagaimana caranya negara serta organ-organ melakukan
tugasnya
BAB II SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Pengertian sumber hukum

Sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum

1.Sumber dari mana kita mengenal hukum

2. Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan hukum dan ditentukan aturan
hukum

3. Dalam TAP MPR RI nomor 3/mpr/2000 tentang sumber hukum dan urutan aturan perundang-
undangan

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang memuat ketentuan-ketentuan hukum yang dapat dijadikan
dasar pembentukan pelaksanaan dan penerapan hukum secara kontrak

1. alasan hukum. Berupa keputusan penguasa yang berwenang memberikan keputusan tersebut

2.tempat. Ditemukannya peraturan-peraturan hukum yang berlaku

3. Segala hal yang dapat mempengaruhi kepada penguasa di dalam menentukan hukumnya

B. Sumber Hukum Administrasi Negara

1. Sumber material Hukum Administrasi Negara

Sumber material hukum adalah sumber yang menentukan isi hukum.

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia mengandung arti bahwa setiap
peraturan perundang-undangan yang dirumuskan dan ditetapkan isinya bersumber dari nilai-nilai
Pancasila ada beberapa alasan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam arti material

1. Pancasila merupakan isi dari sumber hukum

2. titik Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan falsafah negara

3. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat diberlakukan serta segala sesuatu
peraturan perundang-undangan atau hukum apapun yang bertentangan dengan an jiwa Pancasila harus
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.titik sumber formal Hukum Administrasi Negara

Sumber formal hukum adalah sumber hukum yang ditemukan dan digali dalam peraturan perundang-
undangan

Menurut philipus titik M. Hadi John sumber hukum dalam arti formal diperhitungkan terutama bentuk
tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh instansi pemerintah yang berwenang

Sumber formal Hukum Administrasi Negara dimaksud sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 TAP
MPR nomor 3/mpr/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan Jo
pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan

Jika diurutkan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan SBB

a.UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia TAP MPR RI

c.Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang

d.Peraturan pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Keputusan Presiden

g.Peraturan daerah

C. Hakikat dan fungsi Hukum Administrasi negara

1. hakikat Hukum Administrasi Negara

hakikat Hukum Administrasi Negara adalah

A. Mengatur hubungan-hubungan antar alat-alat pemerintahan dengan individu atau disebut hubungan
eksternal

B. Memberikan perlindungan kepada warga negaranya atau masyarakat dari tindakan sewenang-
wenang aparatur pemerintahan atau negara.
Hukum administrasi negara bertujuan untuk menjamin adanya administrasi yang bonafide artinya yang
tertib sopan berlaku adil dan objektif jujur efisien dan titik sehingga keputusan administrasi yang
dikeluarkan pejabat administrasi dapat diproses atau dilawan oleh masyarakat yang bersangkutan
bilamana pendapatnya mengandung kekurangan kesalahan atau kekeliruan.

2. Fungsi Hukum Administrasi Negara

Secara spesifik fungsi hukum administrasi negara oleh philipus. M. Ha Joon mencakup tiga yakni fungsi
normatif fungsi instrumental dan fungsi jaminan ketiga fungsi ini saling berkaitan

A. Fungsi normatif Hukum Administrasi Negara

Untuk menentukan norma hukum administrasi negara kita harus menelaah dan belacak melalui
serangkaian peraturan perundang-undangan artinya peraturan hukum yang harus diterapkan tidak
begitu saja kita temukan dalam undang-undang tetapi dalam kombinasi aturan-aturan dan keputusan
keputusan pejabat administrasi negara yang satu dengan yang lain saling berkaitan

B. Fungsi instrumental Hukum Administrasi

Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen hukum seperti peraturan
keputusan peraturan kebijaksanaan dan sebagainya

Di dalam pembuatan keputusan hukum administrasi negara menentukan syarat material dan syarat
formal

1. Syarat-syarat material

a. alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang

b. keputusan tidak boleh Mengandung kekurangan-kekurangan hukum seperti penipuan paksaan


sogokan kesesatan dan kekeliruan

c.Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatannya juga harus
memperhatikan prosedur membuat keputusan

d. Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

2 syarat-syarat formal

a. syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya keputusan dan hubungan
dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi baru

b. Harus diberi bentuk yang telah dibentuk kan

c. Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan itu dipenuhi

d. Jangka waktu yang harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya
diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
C.fungsi jaminan hukum administrasi negara

Menurut Sjachran Basah perlindungan terhadap warga masyarakat diberikan bila manasik sikap
tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadap nya. Adapun perhitungan terhadap
administrasi negara itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindakannya dengan baik dan benar menurut
hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
BAB III

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM

MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK

A. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Adanya kewenangan bagi administrasi negara (pemerintah)untuk bertindak secara bebas


dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, maka ada kemungkinan
administrasi negara (pemerintah) melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan yang
berlaku sehingga menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Untuk itu, upaya peningkatan
perlindungan hukum bagi warga masyarakat diperlukan asas-asas umum pemerintahan yang baik
(algemene beginselen van behoorlijk bestuur atau the general principles of good administration)
dalamn penyelenggaraan pemerintahan.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam pembahasan ini, dikaji dari beberapa
sudut pandang baik menurut para ahli maupun sudut pandang peraturan perundang-undangan,
dengan kajian sebagai berikut.

1. Komisi de Monchy

a. Asas Kepastian Hukum (Principles of Legal Security)

Asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan
suatu keputusan pejabat administrasi negara.' Artinya, pemerintah di dalam menjalankan
wewenangnya haruslah sesuai dengan aturan-aturan hukum yang telah ditetap- kannya.
Pemerintah harus menghormati hak-hak seseorang yang telah diperoleh dari pemerintah dan
tidak boleh ditarik kembali. Pemerintah harus konsekuen atas keputusan-nya demi terciptanya
suatu kepastian hukum. Sebagai contoh, 1zin yang telah diberikan kepada seseoraing untuk
membangun supermarket tidak boleh ditarik kemba kendatipun lokasi supermarket itu diperlukan
untuk kegiataln lain.

b. Asas Keseimbangan (Principles of Proportionality)


Asas ini menghendaki proporsi yang wajar dalam pe hukuman (sanksi) terhadap pegawai
yang melakukan kesajatuhan Artinya, ada keseimbangan antara pemberian sanksi terhadap
kesalahan seseorang Pegawai, janganlah hukuman bagi se ng Suatu berlebihan dibandingkan
dengan kesalahannya.

c. Asas Kesamaan (Principle of Equality)

Asas ini menghendaki adanya kesamaan di hadapan hokum dan pemerintahan dan wajib
menjujung hukum dan pemerintahan, tanpa kecuali. Artinya, pemerintah dalam menghadapi
kasus/fakta yang sama, pemerintahan harus bertindak yang sama tidak ada perbedaan, tidak ada
pilih kasih dan lain sebagainya.

d. Asas Bertindak Cermat (Principle of Carefulness)

Asas ini menghendaki agar administrasi negara senantiasa bertindak secara hati-hati agar
tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Misalnya, kewajiban pemerintah memberi
tanda peringatan terhadap jalan yang sedang diperbaiki, jalan longsor, jalan berlubang dan
lainnya; agar keadaan ini bisa diketahui oleh pemakai jalan; sehingga tidak menimbulkan korban
bagi warga masyarakat pengguna jalan.

e. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan (Principle of Motivation)

Asas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusan Pejabat administrasi negara
(pemerintan) bersandar pada alasan atau motivasi yang cukup yang sifatnya benar, adil dan jelas.
Artinya, Setiap keputusan pemerintah harus mempunyai motivasi (alasan) yang benar, adil dan
jelas.

f. Asas Jangan Mencampur Adukan Kewenangan (Principle Non Misuse of Conmpetence)

Asas ini menghendaki agar dalam mengambil keputusa. pejabat administrasi negara
(pemerintah) tidak menggunaka kewenangan atas kekuasaan di luar maksud pemberian
kewenang atau kekuasaan itu. Artinya, pemerintah jangan menggunakan kewenangan untuk
tujuan yang lain, selain tujuarn yang sudah ditetapkan untuk kewenangarn itu.

g. Asas Permainan yang Layak (Principle of Fair Play)


Artinya, pemerintah harus memberi kan kesempatan yang layak kepada warga
masyarakat untuk mencari kebenaran dan keadilan. Misalnya; memberi hak banding terhadap
keputusan pemerintah yang tidak diterima individu melalui PT Tata Usaha Negara (PT TUN).

h. Asas Keadilan atau Kewajaran (Principle of Reasonable or Prohibition of Arbitrariness)

Asas ini menghendaki agar dalam melakukan tindakan pemerintahan tidak berlaku
sewenang-wenang atau berlaku tidak layak. Artinya, pemerintah tidak boleh bertindak
sewenang-wenang atau menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya untuk
kepentingan pribadinya. Jika pemerintah melakukan tindakan sewenang-wenang dan tidak layak
maka keputusan yang berkaitan dengan tindakannya dapat dibatalkan.

i. Asas Menanggapi Pengharapan yang Wajar (Principle of Meeting Raised Expectation)

Asas ini menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-harapan


yang wajarbagi yang berkepentingan. Artinya, tindakan pemerintah yang dapat menimbulkan
secercah harapan bagi pegawai negeri sipil yang berprestasi dalam kinerjanya, untuk
memperoleh penghargaan dari pemerintah atau atasannya. Contoh, seorang pegawai negeri yang
memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas, dapat atau wajar untuk berharap mendapatkan
kompensasi biaya pembelian bahan bakar (bensin) dan lainnya.

j. Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal

Asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka akibat dari
keputusan yang dibatalkan itu dihilangkan, sehingga yang bersangkutan (terkena putusan) harus
diberikan ganti kerugian atau rehabilitasi. Misalnya, suatu instansi

k. Asas Perlindungan atas Pandangan Hidup Pribadi (Principle of Protecting the Personal Way
of Life)

Asas ini menghendaki setiap pegawai negeri diberi kebebasan atau hak untuk mengatur
kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan (cara) hidup yang dianutnya. Penerapan asas ini
harus dikenakan pada pembatasan dari garis-garis moral Pancasila yang merupakan falsafah
hidup bangsa. Dengan demikian, pandangan hidup itu dalam pelaksanaannya harus dberikan
batasan moral sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang religius.
l. Asas Kebijaksanaan (Principle of Wisdom - Sapientia)

Asas ini menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya pemerintah diberi kebebasan
untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi.

m. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum (Principle of Public Service)

Asas ini menghendaki agar dalam menyelenggarakan tugasnya pemerintah selalu


mengutamakan kepentingan umum. Dalam hal ini, bahwa Indonesia adalah negara hukum yang
dinamis (Negara kesejahteraan) yang menuntut segenap aparat pemerintahnya melakukan
kegiatan-kegiatan yang menuju pada penyelenggaraan kepentingan umum.

2. Menurut Para Ahli

Istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda, algemene beginselen van behoorlijk bestuur. Pengertian behoorlijk, bukanlah "baik",
melainkan "sebaiknya" atau "sepatutnya'", dengan demikian terjemahannya menjadi asas-asas
umum pemerintahan yang "sebaiknya". Ada juga ahli yang mengganti kata "baik" dengan
"layak", sehingga menjadi "asas-asas umum pemeritahan yang layak" G.J. Wiarda, yang pertama
kali mengemukakan bahwa unsur unsur behoorlijkheid meliputi lima asas, yaitu:

a. asas fair play (het beginselen van fair play),

b. asas kecermatan (zorgvuldigheid),

c.asas sasaran yang tepat (ziverhea van oogmerk),

d. asas keseimbangan (ovenwichtighend),

e. Asas kepastian hukum (rechtszekenheid).

Adapun dalam Yurisprudensi AROB (Peradilan Admi Belanda), asas umum pemerintahan yang
baik, meliputi:

a. asas pertimbangan (motiveringsbeginsel),

b. asas kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel)


c. asas kepastian hukum (rechtszekenheidsbeginsel),

d. asas kepercayaan atau asas menanggapi harapan yang telah ditimbulkan (verrouwensbeginsel
of beginsel van opgewekte Derwachtingen),strasi

e. asas persamaan (gelijkheidsbeginsel),

f. asas keseimbangan (ovenwichtigheidsbeginsel),

g. asas kewenangan (behoegheidsbeginsel),

h. asas fair play (beginsel van fair play),

i. larangan detournenment de pouvoir (het verbod detornement de pouvor),dan larangan


bertindak sewenang-wenang (het verbod van willekeur)

3. Menurut UU Nomor 28 Tahun 1999 jo. UU Nomor 32 Tahun 2004

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang


Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa asas
umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

UU Nomor 32 Ta hukum32 1ahun 2004 tentang pemerintah daerah, terdiri atas:

a. Asas Kepastian Hukum,

b. Asas Tertib Penyelenggara Negara/Pemerintahan,

c. Asas Kepentingan Umum,

d. Asas Keterbukaan,

e. Asas Proporsionalitas,

f. Asas Profesionalitas,

g. Asas Akuntabilitas,
h. Asas Efisiensi, dan

i. Asas Efektivitas.

Selanjutrnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merumuskan ada


14 indikator (prinsip) tata laksana pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab beserta
maknanya, sebagai berikut.10

1. Wawasan ke depan (visionary).

2. Keterbukaan dan transparansi (openness and transparency).

3. Partisipasi masyarakat (participation).

4. Tanggung gugat (accountability).

5. Supremasi hukum (rule of law).

6. Demokrasi (democracy).

7. Profesionalisme dan kompetensi (professionalisme and conmpetency).

8. Daya tanggap (resposiviness).

10.Desentralisasi (decentralization).

11.Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (prite sector and civil society
pernersiip).

12. komitmen pada pengurangan kesenjanagan (commitment to reduce inequality)

13. komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental)

14. kmitmen pasar yang fair (commitment to fair market)

Tata pemerintahan yang Prinsip-prinsip Good Governance seperti telah diuraikan hanya
bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga melibatkan kepentingan publik. Lembaga
dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Pemerintah, berupa:
a. menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang st

b. membuat peraturan yang efektit dan berkeadilan

c.menyediakan public service yang erektif dan accountable,

d. melindungi lingkungan hidup

e. menegakkan HAM,

f. mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan public

2. Sektor swasta, berupa:

a. menjalankan industri,

b. menciptakan lapangan kerja,

c. menyediakan insentif bagi karyawan,

d. meningkatkan standar hidup masyarakat,

e. memelihara lingkungan hidup,

f. menaati peraturan,

g. transter ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat,

h. menyediakan kredit bagi pengembangan UKM,

3. Masyarakat madani, berupa:

a. menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi,

b. mempengaruhi kebijakan publik,

c. sebagai sarana cheks and balances pemerintahan,

d. mengawasi penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintaya

e. engembangkan SDM, dan


f. sarana berkomukasi antaranggota masyarakat.

B. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik dalam Pelayanan Publik

1. Konsep Pemerintahan yang Baik

Istilah good governance maupun goverianice hingga saat ini belum ada istilah baku
dalam bahasa Indonesia, ada yang menerjemah tata pemerintahan dan ada pula yang
menerjemahkan kepemerintahan. Dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) digunakan istilah pemerintahan yang baik dalam konteks
mewujud kan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. Dari sudut pandang hukum
administrasi negara, konsep gooa governance berkaitan dengan aktivitas pelaksanaan fungsi
untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Good Governance berkenaan dengan
penyelenggaraan tiga tugas dasar pemerintah, yaitu:

1) Menjamin keamanan setiap orang dan masyarakat (to guarantee the security of all
persons and society it self),
2) Mengelola suatu struktur yang efektif untuk sektor publik, sector swasta dan masyarakat
(to mange an effective framework for the public sector, the private sector and civil
society),
3) Memajukan sasaran ekonomi, sosial dan bidang lainnya sesuai dengan kehendak rakyat
(to promote economic, socil and other aims in accordance with the wisches of the
population)

Good governance berhubungan erat dengan hak-hak asasi manusia. Kajian Hukum
administrasi negara menunjukkan bahwa hukum administrasi negara berfungsi melindungi hak-
hak asasi berkenaan dengan penggunanaan kekuasaan memerintah dan berkenaan dengan
perilaku aparat dalam melaksanakan pelayanan publik (masyarakat). Penggunaan kekuasaan
pemerintahan bertumpu atas asas legalitas (rechtmatighetd). Jadi secara konseptual dapat
dipahami bahwa good governance menunjukkan suatu proses penyelenggaraan manajemen
pemerintahan yang demokrasi, efisien, dan pemerintahan yang bebas dan bersih dari korupsi,
kolusi,suap,dan gratifikasi.

Konsep good governance pada hakikatnya didukung oleh kaki yakni;


konsep good governance pada yakni:"

1) Tata pemerintahan di bidang politik dimaksudkan proses pembuatan keputusan untuk


tormulasi kebijaka Penyusunannya baik yang dilakukan oleh birokrasi n birokrasi
bersama politisi. Partisipasi masyarakat dalam proses ini tidak hanya pada tataran
implementasi, melainkan mulai tormulasi, implementasi, sampai evaluası,
2) Tata pemerintahan di bidarng ekonomi, meliputi proses pembuatan keputusan untuk
mempasilitas1 aktivitas ekonon di dalam negeri dan interaksi di antara para
penyelenggara ekonomi. Sektor pemerintahan diharapkan tidak terlampau banyak campur
dan terjun langsung pada sektor ekonomi karena bisa menimbulkan distorsi mekanisme
pasar,
3) Tata pemerintahan di bidang administrasi adalah berisi implementasi kebijakan yang
telah diputuskan oleh institusi politik.

Hubungan ketiga komponen tersebut akan dapat sinergis apabila masing-masing memahami
posisi dan tugasnya. Permasalahannya adalah kesenjangan pada ketiga komponen itu sangat
tinggi, Maka pemerintah harus melakukan upaya pemberdayaan menuju kemandirian melalui
suatu sistem pelayanan publik yang optimal.

2. Pemerintahan yang Baik dalam Perspektif Pelayanan Publik Pelayanan publik (public service)
adalah produk yang dihasil Ikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Dalam hubungan pemer
dengan masyara kat, semakin maju suatu masyarakat meningkat pula kesadaran akan haknya,
maka pelayanan Pemerintah makin menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh
pemeritah.

Secara umum hambatan Sitem perizinan di Indonesia, khususnya di daerah setelah


dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah:

1) Belum adanya sistem perizinan yang baku, integratif, dan komprehensit,

2) Banyak berbagai instansi yang mengeluarkan izin,

3)Tersebarnya peraturan tentang perizinan dalam berbagai peraturan perundang-undangan,


4) Diadakannya suatu izin hanya didasarkan semata-mata kepada tujuan pemasukan bagi
pendapatan daerah (peningkatan pendapatan asli daerah).

Pelayanan publik administratif meliputi:

a) Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan dalam mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga
kehormatan, martabat, dan harta benda.
b) Tindakan administratif oleh instansi non-pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian
dengan penerima pelayanan (Pasal 5 ayat (7) UU Nomor 25 Tahun 2009).

Pelayanan administratif dimaksud adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk


dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Misalnya; status kewarganegaraan, sertitikat
kompetensı, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-
dokumen tersebut mencakup antara lain: Kartu tanda penduduk (KTP), Akte pernikahan, Akte
kelahiran, Akte kematian, Buku pemilikan kendaraan bermotor (BPKB), Surat izin mengemudi
(ZIM), Surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK), Izin mendirikan bangunan (IMB),
Paspor, dan Sertifikat kepemilikan/ penguasaan tanah.

Untuk itu, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh
penyelenggara negara. Dalam hal ini negara didirikan oleh masyarakat (rakyat atau publik)
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Secara teoretis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat.
Untuk mencapai kepuasan dimaksud dituntut kualitas pelayanan prima yang tecermin dari:

1) Transparansi,
2) Akuntabilitas,
3) Kondisional,
4) Partisipatif,
5) Kesamaan hak,
6) Keseimbangan hak dan kewajiban,
Kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup merupakan indikator utama
terjaminnya kualitas pelayanan publik yang baik.Pada era reformasi sekarang ini, perningkatan
pelayanan pubik menjadi kebutuhan yang mendesak agar kesejahteraan masyarakat semakin
meningkat dan kebutuhan semakin terpenuhi. Namun, pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri
dan ditutup-tutupi lagi bahwa pelayanan publik masih relatif rendah (belum maksimal) Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena pelayanan publik adalah potret yang masih
menyedihkan", Hasil penelitian dari Governance Asessment Survey menunjukkan, bahwa akses
masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, permodalan, masih rendah.

Kualitas pelayanan terhadap ketiga bidang tersebut, baik mernyangkut prosedur maupun
biaya masih dirasakan belum memuaskan. Pada saat yang sama, anggaran yang dikelola
pemerintah daerah lebih banyak digunakan untuk kepentirngan lembagabirokrasi dan lembaga
kedewanan daripada yang dialokasikan untuk kepentingan publik. Lebih memprihatinkan lagi
ketika masyarakat berurusan untuk mendapatkan pelayanan (1im) yang maksimal, memberikan
uang ekstra lebih menjadi kebiasaan umum sebagai upaya mempermudah proses perizinan.

Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas pelayanan, diperlukan


penegakan hukum secara konsisten. Dalam hal ini UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dilaksanakan secara konsisten, tanpa diskriminatif terhadap setiap warga masyarakat yang
berkepentingan dengan pelayanan public.
BAB IV

PERBUATAN PEMERINTAH

A. Pengertian Perbuatan Pemerintah

Istilah perbuatan pemerintah merupakan terjemahan dari istilah bestuurhandeling


( Belanda ). Diantara para ahali ada yang menerjemahkan dengan istilah perbuatan dan
adapula yang menggunakan dengan istilah tindakan, bahkan ada yang menggunakan
keduanya istilah “ perbuatan atau tindakan ”. jika dilihat dari kamus umum belanda –
indonesia kerangka s. Wojowasito, istilah haendeling, berarti perbuatan atau tindakan.

Perbuatan atau tindakan pemerintah adalah tiap – tiap tindakan atau perbuatan dari
sesuatu alat administrasi negara ( berstuur organ ) yang mencakup juga perbuatan atau hal –
hal yang berada diluar lapangan hukum tata pemerintahan, seperti keamanan, peradilan, dan
lain – lain dengan maksud menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi.
Atau dengan kata lain pemerintah adalah perbuatan yang dilakukan oleh pejabat tata usaha
negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan.

Perbuatan pemerintahan memiliki beberapa unsur , yaitu :

a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai


penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan ( bestuur organe ) dengan
prakarsa dan tanggung jawab sendiri;
b. Perbuatan tersebut dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagaisarana untuk menimbulkan akibat hukum
dibidang hukum administrasi;
d. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan
negara dan rakyat.

Menurut Bagir Manan, kewenangan pemerintah untuk membentuk peraturan


perundang – undangan karena beberapa alasan berikut.” Pertama , paham pembagian
kekuasaan menekankan pada perbedaan fungsi dari pada pemisahan organ, karena itu fungsi
pembentukan peraturan tidak harus terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
Kedua, dalam negara kesejahteraan pemerintah membutuhkan instrumen hukum untuk
menyelenggarakan kesejahteraan umum. Ketiga , untuk menunjang perubahan masyarakat
yang cepat, mendorong administrasi negara berperan lebih besar dalam pembentukan
peraturan perundang undangan.

B. Jenis – jenis perbuatan pemerintah


Perbuatan – perbuatan penyelenggara pemerintah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Feitelijke handelingen ( perbuatan non – yuridis ) yaitu perbuatan pemerintah yang
tidak berakibat hukum atau sering juga disebut perbuatan pemerintah yang didasarkan
pada fakta – fakta saja, seperti perbuatan pemerintah untuk meresmikan proyek
pembangunan irigasi
2. Rechts handelingen ( perbuatan yuridis ) yaitu perbuatan pemerintah yang berakibat
hukum.

Perbuatan dalam hukum administrasi negaara yang penting adalah perbuatan yang
dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan atau negara yang berakibat hukum atau atau
lazim disebut perbuatan hukum pemerintah. Perbuatan hukum pemerintah dalam
menyelenggarakan pemerintahan digolongkan kedalam dua golongan perbuatan hukum,
yaitu; ( 1 ) perbuatan pemerintah yang bersifat hukum privat, dan ( 2 ) perbuatan pemerintah
yang bersifat hukum publik.

C. Sumber – sumber kewenangan perbuatan pemerintah

Dalam keputusan hukum administrasi negara, ada dua cara untuk memperoleh
wewenang pemerintah yaitu : Atribusi dan delegasi, kadang – kadang juga mandat,
ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang.

Berdasarkan hal tersebut, secara umum kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah
yang bersumber pada tiga hal, yaitu :

1. Atribusi
Atribusi adalah pemberian kewenangan oleh pembuatan undang – undang sendiri
kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang baru sama sekali.
Menrut indoharto legislator yang berkompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu
dibedakan antara:
Pertama , yang berkedudukan sebagai origilan legislator , dinegara indonesia
pada tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konsistusi ( konstituante ) dan DPR
bersama – sama pemerintah sebagai yang melihrkan suatu undang – undang dan ditingkat
daerah adalah DPRD dan pemerintah daerah yang melahirkan peraturan daerah.
kedua yang bertindak sebagai delegated legislator: seperti presiden yang
berdasarkan pada suatu ketentuan undang – undang mengeluarkan peraturan pemerintah
kepada badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tertentu.
2. Delegasi
Delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunayai oleh organ yang dipunyai
oleh organ pemerintahan kepada organ yang lain. Dalam delegasi mengandung suatu
penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk selanjutnya menjadi
kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan oleh sipemberi delegasi selanjutnya
menjadi tanggung jawab penerima wewenang.
Dalam pemberian atau pelimpahan wewenang ada persyaratan – persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu :
1. Delegasi harus definitif, artinya delegan tidak lagi menggunakan sendiri
wewenang yang telah dilimpahkan ( diserahkan ) itu;
2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan,
artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan itu dalam peraturan
perundang – undangan;
3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian
tidak diperkenankan adanya delegasi.
4. Kewajiban memberikan ketenangan ( penjelasan ), artinya delegans
berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut;
5. Peraturan kebijakan ( beleidsregeelen ), artinya delegans berwenang
memberikan intruksi ( petunjuk ) tentang penggunaan wewenang tersebut
3. Mandat
Mandat tidak demikian hal dengan atribusi dan delegasi. Pada mandat tidak
terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimbahan wewenang dari badan atau
pejabat tata usaha negara yang satu kepada yang lain. Dengan kata lain pejabat yang
menerima mandat ( mandataris ) bertindak untuk dan atas nama pemberian mandat
( mandans ).

D. Tolak ukur keabsahan perbuatan pemerintah dan keputusan tata usaha negara
1. Keabsahan perbuatan pemerintah dan keputusan tata usaha negara
Keabsahan adalah terjemahan dari istilah belanda rechtmatigheid ( van bestuur ).
Regmatigheid merupakan sinonim dari legalitas atau legality. Keabsahan dari ruang
lingkupnya mmeliputi : ( 1 ) wewenang, ( 2 ) prosedur, dan ( 3 ) substansi. Ketiga hal
tersebut ( wewenang, prosedur dan substansi ) harus berdasarkan peraturan perundang
undangan ( asas legalitas ), karena peraturan perundang – undanganan tersebut sudah
ditentutakn tujuan diberikannya wewenang kepada pejabat administrasi, bagaimana
prosedur untuk mencapai suatu tujuan serta menyangkut tentang substansinya.
Butir ( 1 ) dan ( 2 ) merupakan landasan dari legalitas formal, atas dasar legalitas
formal lahirlah asas presumtion iustae causa. Asa dasar itulah ketentuan Pasal 67 ayat
( 1 ) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, ( telah dua kali
diubah ), disebutkan “ Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya
keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang digugat” .
2. tolak ukur keabsahan
Istilah toetsingsgronden ( Belanda ) secara harfia brarti dasar pengujian. Dalam
UU 5 Tahun 1986, yang telah diubah dengan UU Nomor 55 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua asas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
istilah yang digunakan dalam Pasal 53 ayat ( 2 ) adalah, “ alasan menggugat “ . istilah ini
( alasan menggugat ) lebih dilihat dari sudut pandang penggugat dengan istilah
toestsingsgronden lebih dilihat dari sudut hakim dalam menilai keabsahan suatu
Keputusan Tata Usaha Negara. Baik dari sudut pandang baik dari sudut pandang
penggugat , maupun dari sudut pandang hakim, kedudukan masalahnya bertumpu pada
ada tidaknya cacat yuridis dalam perbuatan pemerintah.
Sikap perbuatan dan perbuatan hakim pada dasarnya tidak terlepas dari standar
wewenang hakim itu sendiri. Oleh Philipus M. Hadjon, standar umum wewenang berupa
Norma Umum Hukum Administrasi yang diindonesia dapat ditelusuri, khusunya tentang
penggunaaan wewenang aparat negara; yaitu: ( 1 ) tersirat dalam Pasal 53 Ayat ( 2 ) UU
Nomor 9 Tahun 2004 ats perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986, ( 2 ) tersirat dalam Pasal
1365 KUH Perdata melalui Yuris Prudensi; ( 3 ) Yuris Prudensi peradilan tata usaha
Negara ( PTUN ).
Berdasarkan penelusuran Philipus M. Hadjon, menyimpulkan ada 5 norma umum
penggunaan wewenang, yaitu :
1. penggunaan wewenang harus berdasarkan peraturan Perundang – Undangan ( asas
wetmatigheid ) ;
2. larangan menyalahgunakan wewenang ;
3. larangan bertindak sewenang – wenang ;
4. wajib bertindak sesuai dengan norma – norma kepatutan;
5. wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan yang
dilakukan.

Norma – norma tersebut, jika dikaitkan dengan norma khusus merupakan standar
keabsahan ( rechtmatigheid ) dari suatu tindakan, misalnya keputusan hakim. Norma –
norma tersebut harus menjadi dasar penilaian ( toetsingsgronden ) hakim tentang
keabsahan keputusan yang diambil

E. Keputusan Tata Usaha Negara


1. Keputusan tata usaha negara menurut UU Nomor 5 Tahun 1986
Keputusan tata usaha negara ( KTUN ) merupakan dasar lahirnya sengketa tata
usaha negara. Keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara, yang berisi tindakan hukum tata
usaha negara berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yang bersifat
konket, individual dan vinal, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata ( Pasal 1 angka 9 UU Nomor 51 Tahun 2009 ).
Pengertian keputusan tata usaha negara dalam pasal 1 angka 9 tersebut,
mengandung unsur – unsur utama, sebagai berikut:
1. Penetapan tertulis;
2. Oleh badan atau pejabat tata uusaha negara;
3. Tindakan hukum tata usaha negara ;
4. Konkret, individual, dan fainal;
5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Pilithus M. Hadjon membandingkan dengan Belanda, yakni dalam kepustakaan


belanda lebih populer menggunakan istilah beestuur dari pada istilah uitvoereende macht.
Dalam kaitannya dengan KTUN, disamping keputusan pelaksanaan ( executive decision
atau gebonden beschikking ) juga ada keputusan bebas ( discretionary atau vrije
beschikking ) kepustakaan belanda menggambarkan kegiatan atau lapangan besturen
adalah seluruh lapangan kegiatan negara setelah dikurangi reglgeving dan rechtreak.

Berdasarkan pandangan tersebut, pengertian tata usaha negara diartikan sebagai


urusan pemerinta ( Pasal 1 angka 7 UU Nomor 51 Tahun2009 ) , maka urusan
pemerintahan itu tidak hanya meliputi kegiatan yang bersifat eksekutif saja. Munfkin
konsep belanda tersebut dapat digunakan untuk merumuskan pengertian urusan
pemerintahan itu secara tepat. Hal ini menjadi sangat penting artinya apabila kita kaitkan
dengan toetsingsgronden

2. Macam – macam keputusan tata usaha negara ( beeschaikking )

Macam – macam KTUN yang pengertiannya dikembangkan oleh para ahli


( sarjana ) seperti E. Utrecht, menggunakan istilah ketetapan, bukan penetapan seperti
Pradjudi Admosudirdjo. Menurut E. Utrecht ketetapan dapat dibedakan :

a. Ketetapan positif dan ketetapan negatif, ketetapan positif menimbulkan hak dan atau
kewajiban bagi yang dikenai ketetapan. Ketapan negatif tidak menimbulkan
perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan negatif dapat berbentuk:
pernyataan tidak berkuasa ( onbevoegd verklaring ), pernyataan tidak diterima
( neitontvankelijk vierklaring ) atau suatu penulakan ( afwijzing );
b. Ketetapan deklaratour vesus ketetapan konstitutif, ketetapan deklaratoir hanya
menyatakan bahwa hukumannya demikian ( rechts vastellende berschikking );
Ketetapan konstitutif adalah membuat hukum ( rechtscheppend )
c. Ketetapan kilat dan ketetapan yang tetap, oleh Prings, ada 4 macam ketapan kilat.
1. Ketetapan yang bermaksud merubah redaksi ( teks ), ketetapan lama;
2. Suatu ketetapan yang negatif, yaitu ketapan yang hanya mengandung suatu
keputusan untuk tidak berbuat sesuatu dan tidak ada halangan untuk masi
melakukan tindakan
3. Penarikan atau pembatalan suatu ketetapan, yaitu ketetapan yang tidak
memberikan suatu hasil yang positif dan tidak menolak pengambilan sesuatu
keputusan
4. Suatu pernyataan pelaksanaan ( de uitvverbaarverklarin)
5. Ketatapan yang berisi ( a ) dispensasi ( b ) isin ( c ) lisensi ( d ) konsensi

Menutut Prajudi Atmosudirdjo, KTUN yang disebutnya sebagai penetapan itu


dapat dibagi dua, yaitu penetapan positif dan penetapan negatif.

Oleh karena itu, pemberian kosesi haruslah dengan kewaspadaan,


kebijaksanaan dan perhitungan yang sematang – matangnya.

Penetapan negatif merupakan penetapan yang hanya berlaku sekali saja


( eenmaalig ) sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi.

Pembagian dan urraian Prajudi Admosudirdjo tentang penepan ( beschikking )


sebagaimana telah diuraikan tersebut oleh . Triwulan tutiK, memberi catatan terhadap
pendapat Prajudi Admosudirdjo sebagai berikut.

1. Beschikking
2. Izin atau vergunning
3. Lisensi

Selanjutnya, dalam keputusan hukum administrasi ( negara ) berbahasa


belanda, antara lain dalam buku B. De Goede Beeld van het Nederlands Bestuurrecht
terdapat pengelompokkan beschikking atas
1. Keputusan pejabat tata usaha negara ( KUTN ) yang menguntungkan versus yang
memberi beban
2. Keputusan pejabat tata usaha negara ( KUTN ) terikat versus keputusan pejabat
tata usaha negara

Selanjutnya, perbedaan ketetapan dengan keputusan dari istilah italik


beschikking oleh prins. Prins dalam bukunya inleiding in het adminstrantiefrecht fan
indonesie membagi ketetapan dalam beberapa golongan, sebagai berikut.

Pertama, ketetapan – ketetapan yang menguntungkan dan ketetapan –


ketetapan lainnya ( gunstig en an deer beschikkingen ). Kedua, ketetapan – ketetapan
deklaratur dan konstitutif ( declaratoiete nn conscitutieve beshcikking ). Ketiga,
ketapan – ketetapan kilat dan tetap. Ketetapan yang kilat adalah ketetapan yang
berlaku berakibat pada suatu saat pendek saja, yakni saat ditetapkannya. Keempat,
dispensasi, isin, risensi, dan konsesi.
BAB V

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM

PROSEPEKTIF PELAYANAN PUBLIK

A. Pengertian Pelayanan Publik

Pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, karena pelayanan tidak


dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Secara faktual (empiris) pelayanan publik
yang dilakukan oleh aparat pemerintah pemerintah selama ini masih menampilkan ciri-
ciri yang berbelit-belit,lambat, mahal serta melelahkan.

Menurut ilmu kencana, pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu produk secara fisik. H.Juniarso Ridwan dan
Achmad Sodik Sudrajat, pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi
kebutuhan masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik


adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayan publik. Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara
negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasrkan UU untuk kegiatatn
pelayanan public, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk pelayanan
publik (pasal 1 angka 2 UU No 25 tahun 2009).

Selanjutnya dalam ketetapan mentri perdayagunaan aparatur negara nomor


63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengertian pelayanan publik
tersebut baik secara terminologi (para ahli) maupun secara normatif (perundangan-
undangan), dapat dikemukakan bahwa pelayanan piblik adlah kegiatan yang dilakukan
oleh aparat pemerintah (birokrasi) terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat atas
pelayan barang, pelayanan jasa, dan pelayanan administratif.

Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan bentuk/jenis barang yang


digunakan oleh publik (masyarakat). Atau lazim juga disebut dengan istilah barang
publik, yaitu barang yag ketersediaannya merupakan hasil dari badan usaha milik negara
dan/atau badan usaha milik daerah yang mendapat pelimpahan tugas untuk
menyelenggarakan penyimpangan publik.

Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik. Atau disebut pula dengan istilah jasa publik, yaitu jasa yang
dihasilkan oleh badan usaha milik negara dan atau badan usaha milik daerah yang
mendapat pelimpahan tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik.

Pelayanan administratif adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk


dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Atau lazim juga disebut tindakan
administrative pemerintah berupa pelayanan pemberian dokumen oleh pemerintah, antara
lain yang dimulai dari seseorang yang lahir memperoleh akta kelahiran hingga meninggal
dan memperoleh akta kematian, termasuk segala hal ikhwal yang diperlukan oleh
penduduk dalam menjalani kehidupannya.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan


masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang
tercermin dari:

1. Transparansi yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti.
2. Akuntabilitas yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas.
4. Partisipatis yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi kebutuhan dan
harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari
aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban yaitu pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Pengukuran mengenai kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara


pelayanan yang diharapkan (ekspeted service) dengan pelayanan yang diterima
(perceived sevice). Menurut Zeithml-Parasuraman-Bery, pengukuran kualitas pelayanan
publik didasarkan pada indicator-indikator berikut.
1. Tangible artinya kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, ruang
tunggu, dan lainnya.
2. Reliability yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya.
3. Responsiveness yakni kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan
secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
4. Assurance yakni kemampuan dan keramahan secara sopan santun pegawai dalam
meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan konsumen.
5. Empathy yakni sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap
konsumen.

Pemerintah telah merumuskan suatu kebijakan melalui keputusan Menpan Nomor


25/KEP/M.PAN/2/2004, dengan menyusun 14 indikator standar penilaian indeks
kepuasan masyarakat yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah untuk menilai
kinerja pelayanan publik di instansiya yang meliputi:
1. Prosedur pelayanan
2. Persyaratan pelayanan
3. Kejelasan petugas pelayanan
4. Kedisiplinan petugas pelayanan
5. Tanggungjawab petugas pelayanan
6. Kemampuan petugas pelayanan
7. Kecepatan pelayanan
8. Keadilan mendapatkan pelayanan
9. Kesopanan dan keramahan petugas
10. Kewajaran biaya pelayanan
11. Kepastian biaya pelayanan
12. Kepastian jadwal pelayanan
13. Kenyamanan lingkungan
14. Keamanan pelayanan

B. Penyelenggara Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
hak sipil setiap warga masyarakat atas barang, jasa, dan administratif; harus berasaskan pada :

1. Kepentingan umum
2. Kepastian hukum
3. Kesamaan hak
4. Keseimbangan hak dan kewajiban
5. Keprofesionalan
6. Partisipatif
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif
8. Keterbukaan
9. Akuntabilitas
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan
11. Ketetapan waktu
12. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan
Selain berdasarkan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik tersebut perlu
juga memperhatikan dan menerapkan pedoman-pedoman (prinsip-prinsip) sebagai
berikut.

1. Prinsip pelayanan publik


Prinsip pelayanan public pada dasarnya, mencakup:
a. Kesederhanaan, yaitu proses pelayanan publik tidak berbelit-beli, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan
b. Kejelasan memuat tentang:
1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan public
2) Unit/kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan menyelesaikan
keseluruhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan public
3) Kepastian waktu, dimana dalam pelaksanaan pelayanan public dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan
4) Akurasi, dimana produk pelayanan public diterima dengan benar, tepat
dan sah
5) Keamanan, proses dan produk pelayanan public memberikan rasa
aman dan kepastian hukum
6) Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan public atau
pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan public
7) Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan
prasarana kerja, pelaratan kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termaksut penyediaaan sarana teknologi kominikasi dan informatika
8) Kemudahan akses, yaitu diaman atempat dan lokasi serta sarana
pelayanan yg memadai yang mudah dijangkau masyarakat dan dapat
memanfaatkan berbagai komunikasi dan informatika
9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan dimana pemberi pelayanan
harus bersikap disiplin, soapan dan santun ramah serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas
10) Kenyamanan yaitu lingkungan pelayan yang tertib, teratur disediakan
ruang tunggu yang nyaman bersih, rapi linhkungan yang indah dan
sehat serta dilingkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti
toilet,tempat Ibadan dan lainnya.

2. Standar Pelayanan Publik

Standar pelayanan adalah ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaran pelayanan yang
wajib ditaati oleh pemberi dan/atau penerima pelayanan. Adapun standar pelayanan meliputi:

a. Prosedur pelayanan adalah prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi


dan penerima pelayanan termaksut pengaduan
b. Waktu penyelesaian yaitu waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan sampai
pengaduan
c. Biaya pelayanan, yaitu biaya atau tarif pelayanan termaksut rincian yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan
d. Produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan
e. Sarana dan prasarana, yaitu penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai oleh penyelenggaraan pelayanan public
f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian,keterampilan, sikap, dan perilaku yang
dibutuhkan.

3. Pola penyelengaraan pelayanan publik

Pola penyelenggaraan pelayanan public pada hakikatnya,mencakup:

a. Fungsional,yaitu pola pelayanan public yang diberikan oleh penyelenggara


pelayanan, sesuai dengan tugas dan kewenangannya
b. Terpusat, yaitu pola pelayanan public diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewengan dari
penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan
c. Terpadu, mencakup:
1) Terpadu satu atap
2) Terpadu satu pintu
d. Gugus tugas, yaitu petugas pelayanan public secara perorangan atau dalam
bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi
pemberi pelayanan tertentu.

4. Biaya Pelayanan Publik

Dalam penetapam biaya pelayanan public perlu memperhatikan hal-hal seperti:

a. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat


b. Nilai atau harga yang berlaku atas barang dan/atau jasa
c. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan public yang memerlukan
tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan
d. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan mamperhatikan prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

5. Tingkat Kepuasan Masyarakat

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan public sebagaimana diatur
dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional, maka ditetapkan
atau disusun indeks keputusan masyarakat sebagai tolak ukur dalam penilaian tingkat kualitas
pelayanan. Adapun unsur indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan


tahapan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan,
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya)
d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
e. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan
f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat

Dengan demikian, salah satu bentuk perbuatan pemerintah dibidang hukum administrasi
negara dalam pelayanan publik yang dominan adalah pemberian izin.

C. Konsep Hukum Perizinan

1. Pengertian Izin

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan lararangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit). Pandangan
Spelt dan Ten Berge , dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan
sesuatu kecuali diizinkan oleh pemerintah.

Menurut Van Der Pot, izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya
perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan. Sedangkan menurut
Prajudi Atmosudirdjo, izin (verguning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada
suatu larangan oleh undang-undang. Selain pengertian izin yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut, ada pengertian izin yang termuat dalam peraturan mentri dalam negeri nomor 20 tahun
2008 tentang pedoman organisasi dfan tata kerja unit pelayanan perizinan terpadu didaerah.
Dalam peraturan tersebut izin diberi pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti
legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha
atau kegiatan tertentu. Pengertian izin tersebut merupakan adanya penekanan pada izin tertulis,
yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut izin tidak termasuk yang diberikan secara
lisan. Dengan kata lain izin ditetapkan oleh pejabat tata usaha Negara, sehingga dilihat dari
penempatannya maka izin adalah instrument mengendalikan dan alat pemerintah untuk mencapai
apa yang menjadi sasarannya.

Pengertian izin yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat dikemukakan bahwa izin
adalah suatu instrument hokum administrasi Negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha
Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya guna mencegah dan
mengendalikan dampak pembuatan seorang individu atau badan hukum dengan menaati
persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian izin.

Untuk dikatakan izin harus ada keputusan yang konstitutif dari aparatur yang
berwewenang menerbitkan izin. Suatu izin yang diberikan pemerintah memiliki maksud untuk
menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar setiap kegiatan sesuai dengan peruntukannya.
Disisi lain tujuan dari perizinan bagi pemerintah seringkali dihubungkan dengan pendapatan asli
daerah (PAD), karena pendapatan merupakan suatu hal yang penting dalam kerangka
mewujudkan otonomi daerah. Izin yang dimaksud untuk menciptakan suatu kegiatan yang
positif terhadap aktivitas pembangunan. Suatu izin yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan
maksud untuk memberikan keadaan yang tertib dan aman sehingga tujuannya sesuai dengan
yang menjadi peruntukannya.

2. Pengertian Dispensasi

Dispensasi adalah kepusan administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari
kekuasaan suatu peraturan yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan
yang menolak perbuatan itu. Menurut Spelt dan Ten Berge, dispensasi (Pelepasan, Pembebasan)
merupakan kekecualian yang sungguh-sungguh, yakni merupakan kekecualian atas larangan
sebagai aturan umum. Pemberian perkenan berhubungan erat dengan keadaan khusus peristiwa.
Van Der Pot, dispensasi merupakan keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu
perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Prajudi Atmosudirjo,
dispensasi adalah suatu penetapan yang bersifat deklaratoir, yang menyatakan bahwa suatu
ketentuan undang-undang memang tidak berlaku bagi khusus sebagimana diajukan oleh seorang
pemohon. Warga yang mengajukan permintaan dispensasi harus mengajukan bukti alasan-alasan
nyata dan sah, bahwa dia berhak untuk memperoleh dispensasi sebagaimana ditetapkan oleh
undang-undang.

Degan demikian, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya


secara formal tidak diizinkan, jadi dispensasi hal yang khusus.

3. Pengertian Lisensi Dan Konsensi

Prajudi Atmosudirdjo, Lisensi adalah suatu pengertian khas Indonesia yang di Negara
Belanda tidak ada. Istilah tersebut dari license, yang berarti dalam bahasa Belanda vergunning.
Istilah lisensi banyak dipergunakan dapat tahun-tahun 50-an pada waktu perdagangan masih
terkait kepada system devisa ketat, sehingga setiap importer memerlukan license dari kantor
urusan impor yang berkerjasama dengan kantor urusan devisa, yakni lembaga alat-alat
pembayaran luar negeri (LAAPLN) untuk dapat mengimpor barang atau jasa.

Selanjutnya, konsensi adalah suatu penetapan administrasi Negara yang secara yuridis
sangat kompleks oleh karena merupakan seperangkat (set) dispensasi-dispensasi, izin-izin,
lisensi-lisensi, disertai dengan pemberian semacam “wewenang pemerintahan” terbatas kepada
konsesionaris. Hal serupa dapat dikemukakan bahwa konsesi merupakan suatu izin sehubungan
dengan pekerjaan besar berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi tugas
pemerintah, namun oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada pemegang izin
yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual, atau bentuk kombinasi
atau lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat
tertentu.

4. Rekomendasi

Rekomendasi merupakan pertimbangan yang diberikan oleh badan atau pejabat yang
berwewenang untuk digunakan dalam pemberian izin pada suatu bidang tertentu. Rekomendasi
merupakan instrument yang cukup penting dalam soal perizinan, karena rekomendasi diberikan
oleh badan atau pejabat yang mempunyai kompetisi dan kapasitas khusus dibidang tertentu,
bahkan didasarkan pada keahlian dalam suatu disiplin tertentu. Sebagai contoh, berdasarkan
ketentuan pasal 44 peraturan mentri pertanian nomor 26/permentan/OT.140/2/2007 tentang
oedoman perizinan usaha perkebunan telah ditetapkan pemberian izin usaha budi daya
perkebunan dan/atau izin usaha industry pengolahan hasil pertkebunan dalam rangka penanaman
modal.

Agak berbeda dengan izin , rekomendasi merupakan sesuatu yang tidak langsung
mempunyai daya ikut. Artinya instansi yang berwewenang menerbitkan izin dapat menggunakan
rekomendasi sebagai acuan atau referensi, tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi pejabat atau
instansi yang berwewenang mnerbitkan untuk menggunakan pertimbangan lain.

5. Aspek Hukum Pada Izin

Pada umumnya system izin terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar
perkecualian (izin), dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.

a. Larangan
Larangan dan wewenang suatu organ pemerintah dilakukan dengan memberikan izin dan
harus ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini sebagai konsekuensi dari
atas legalitas dalam rangka hukum demokratis. Dalam hal ini pemerintah (kekuasaan eksekutif)
hanya memiliki wewenang-wewenang yang dengan tegas diberikan kepadanya dalam undang-
undang dasar tahun 1945 dan undang-undang lain.
b. Persetujuan Yang Merupakan Dasar Kekecualian (Izin)

Izin muncul jika norma larangan umum dikaitkan dengan norma umum yang
memberikan kepada suatu organ pemerintah wewenang untuk menggantikan larangan itu dengan
persetujuan dalam suatu bentuk tertentu. Keputusan yang memberikan izin adalah suatu
keputusan tata usaha Negara. Keputusan ini adalah keputusan sepihak dari suatu organ
pemerintah yang diberikan atas dasar wewenang ketatanegaraan atau ketatausahaan untuk
menciptakan suatu keadaan yang kongkret dan individu sehingga suatu hubungan hubungan
hukum menetapkannya secara mengikat, membebaskannya, atau dalam kondisi tertentu suatu
permohonan itu ditolak.

c. Ketentuan-ketentuan Yang Berhubungan Dengan Izin


Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat yang menjadi dasar bagi organ pemerintah
dalam pemberian izin. Dalam banyak hal secara fakta, izin dikaitkan dengan syarat-syarat
berhubungan erat dengan fungsi system perizinan sebagai salah satu instrument penguasa.

Pemerintah sebagai pihak yang berkuasa memiliki kewenangan untyuk memaksa warga
masyarakat. Demikian pula pemerintah dapat melarang suatu hal supaya tidak dilakukan oleh
warga masyrakat. Suatu larangan tidak dilakukan tanpa alasan yang jelas dan tanpa pijakan yang
tegas. Untuk adanya larangan harus ada kewenangan terlebih dahulu bagi organ pemerintah.
Kalau tidak ada kewenangan yang jelas dan tegas mengenai hal ini, organ pemerintah tidak dapat
melarang warga masyarakat. Dalam kaitan itu berlakulah asas bahwa “untuk adanya suatu
larangan mesti adanya suatu peraturan yang tegas dan jelas, yang isinya melarang melakukan
sesuatu”. Bila tidak ada peraturan, bukan berarti lalu dapat ditafsirkan tidak boleh (dilarang)
dilakukan sesuatu. Oleh karena itu, mutlak bagi sebuah larangan ada peraturannya terlebih
dahulu.

Selain larangan dan izin, dalam kaitan dengan izin juga seringkali ada ketentuan-
ketentuan dan persyaratan. Ketentuan ini dapat menyangkut hal yang harus dipenuhi dan
diindahkan oleh pemohon sebelum dikeluarkan izin ; dapat pula menyangkut hal-hal yang mesti
dipenuhi setelah izin itu diterbitkan. Ketentuan-ketentuan ini seringkali terjadi, seperti klausula
mengatakan, “mau tidak mau harus diindahkan oleh permohonan izin”.

Ketentuan dalam perizinan juga dapat digunakan untuk memberikan pijakan bagi
aparatur pemerintah yang berwewenang dalam menangani perizinan. Dalam hal-hal tertentu,
procedural perizinan sudah ditentukan secara jelas, dengan demikian, mau tidak mau aparatur
pemerintah yang berwewenang akan menaatinya, sebab apabila ketentuan mengenai prosedur
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak dipenuhi, maka dapat
membawa konsekuensi hukum tertentu.

D. Perizinan sebagai instrumen hukum perbuatan pemerintah

Kebijakan pemerintah untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat tidak dapat terhindarkan
bahkan tidak berhenti pada suatu tahap melainkan melalui serangkaian kebijakan. Pemerintah
melakukan pengendalian terhadap kegiatan masyarakat dengan menggunakan instrumen
perizinan yang mana itu tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut spelt
dan ten berge, motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa keinginan mengarahkan
(mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu, mencegah bahaya bagi lingkungan, keinginan
melindungi objek objek tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit dan mengarahkan
dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas.

1. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu

Pemerintah dapat menggunakan instrumen izin untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas


tertentu yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat misalnya pada izin
mendirikan bangunan (IMB). Yang mana untuk dapat memperoleh ini seorang pemohon harus
mengajukan permohonan terlebih dahulu dengan memenuhi berbagai persyaratan tertentu
kemudian instansi yang akan menangani permohonan tersebut akan melihat berbagai persyaratan
yang ada misalnya mengenai gambar yang memuat potongan bangunan bahan konstruksi dan
sebagainya.

Melalui izin maka pemerintah mengarahkan aktivitas membangun dengan


menyesuaikannya dengan rencana pemerintah misalnya pada kawasan yang oleh pemerintah
direncanakan untuk pemukiman tentu tidak diperbolehkan di kalau ada anggota masyarakat yang
memohon izin untuk mendirikan bangunan dan untuk keperluan industri. Begitupun sebaliknya
pada kawasan yang direncanakan oleh pemerintah untuk pusat perkantoran maka tidak
diperkenankan jikalau ada aku mohon izin yang akan mendirikan rumah tinggal di kawasan
tersebut.

Dengan demikian apa yang dilakukan oleh warga akan dikendalikan dan diarahkan
melalui stelsel perizinan ke arah yang dikehendaki oleh pemerintah. Sekalipun tanah yang akan
dibangun tersebut merupakan tanah milik warga yang bersangkutan secara sah, bukan berarti hal
tersebut mereka dapat menggunakan tanah dengan sesuka hati mereka. Dan jikalau warga
tersebut tidak mau menaati apa yang ditentukan oleh pemerintah, mereka tidak diberi izin, dan
bila mereka tetap memaksakan membangun maka warga tersebut dapat dilakukan penertiban dan
penindakan. Jenis izin lainnya adalah izin bagi pedagang kaki lima (PKL), mereka diberi izin
untuk melakukan kegiatan jual beli di lokasi yang telah ditentukan dalam hal ini pedagang yang
dapat diberikan izin adalah mereka yang mau melakukan usaha di lokasi tersebut. Hal tersebut
dilakukan oleh pemerintah agar kawasan terjaga ketertibannya dan mudah dipantau sekaligus
memudahkan konsumen mencari barang yang dibutuhkan yakni dijual oleh para pedagang
tersebut.

2. Mencegah bahaya terhadap lingkungan

Menurut ketentuan pasal 67 UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) ditentukan bahwa "setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup". Berdasarkan pasal tersebut bahwasanya merupakan kewajiban
setiap orang tanpa terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat yang mencerminkan
harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kewajiban ini mengandung makna bahwa
setiap orang turut berperan serta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya: peran
serta masyarakat dalam pembuatan amdal suatu usaha dan kegiatan; melakukan pengawasan;
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan titik, dan penyampaian informasi dan
atau laporan.

Sebelum sebuah kegiatan atau usaha dilakukan dan diperkirakan mempunyai dampak
lingkungan misalnya: seorang pelaku usaha dan atau kegiatan diwajibkan terlebih dahulu
melakukan studi kelayakan dari sisi lingkungannya olehnya itu hal tersebut dapat dilihat apabila
kegiatan usaha tersebut telah memenuhi persyaratan amdal. Amdal bukan instrumen izin, tetapi
merupakan sebuah studi yang menghasilkan rekomendasi yang mesti dipenuhi sebelum pelaku
usaha mengajukan permohonan izin usaha. Olahan limbah yang juga merupakan salah satu
contoh izin yang bertujuan mencegah bahaya terhadap lingkungan.

Demikian pula izin yang diberikan kepada pemegang hak pengusahaan hutan ( HPH )
dan hak pengambilan hasil hutan ( HPHH). Dengan izin tersebut diharapkan kelestarian
lingkungan tidak terancam sehingga kepentingan masyarakat luas untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang sehat dan baik serta berkualitas tetap terpenuhi.

3. Keinginan Melindungi Objek-Objek Tertentu

Pemerintah mempunyai kepentingan agar objek objek tertentu yang berguna bagi
masyarakat tetap terjaga dan terlindungi titik olehnya itu objek tersebut perlu mendapatkan
perlindungan sebab berbagai alasan misalnya alasan sejarah benda tersebut sangat diperlukan
untuk keperluan pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Contoh: izin pengelolaan peninggalan
kepurbakalaan, yaitu izin pengelolaan situs sejarah tertentu berupa peninggalan sejarah yang
menggambarkan perkembangan budaya dan peradaban manusia pada suatu waktu tertentu, yang
memang patut mendapatkan perlindungan.

Oleh karena itu, pemerintah memandang bahwa terhadap benda tersebut perlu dikelola,
dipelihara dan sekaligus dilindungi agar kelestariannya terjaga.

4. Membagi benda-benda yang sedikit

Kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sumber daya yang jumlahnya sangat terbatas
titik apabila ada warga masyarakat yang membutuhkan hal tersebut maka kesempatan yang ada
pun terbatas. Pemerintah memandang hal yang demikian perlu ditanggapi secara tepat. Hal
tersebut agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dalam jangka panjang.
5. Mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas

Pemberian izin dapat ditujukan untuk pengarahan dengan menyeleksi orang dan aktivitas-
aktivitas tertentu yang dilakukan oleh warga masyarakat. Hal dimaksud, contohnya surat izin
mengemudi (SIM) , yang mana untuk memperoleh sim seseorang harus melalui serangkaian
proses pengujian, baik ujian teori, ujian praktik, termasuk kir dokter. Setelah lolos dari pengujian
tersebut yang bersangkutan baru dapat diberikan sim hal tersebut, serupa berlaku bagi brevet
nahkoda kapal dan berefek terbang bagi pilot pesawat terbang. Pengujian pengujian tersebut
diperlukan agar setelah diberikan izin yang dimohon, pemegang izin tidak menggunakan haknya
secara sembarangan tanpa tanggung jawab.

Izin lain yang termasuk dalam kategori untuk mengarahkan aktivitas dengan menyeleksi
orang atau kegiatan adalah izin di bidang keimigrasian. Seseorang yang akan masuk ke wilayah
republik indonesia tidak begitu saja dapat dengan leluasa masuk ke negeri ini, kecuali kalau yang
bersangkutan telah diberi izin titik tersebut didapatkan apabila orang tersebut memenuhi syarat
tertentu misalnya tidak bermusuhan dengan indonesia, tidak merugikan indonesia, dan
memberikan manfaat bagi indonesia. Demikian halnya juga orang indonesia yang akan
berpergian ke luar indonesia harus diseleksi terlebih dahulu.

6. Tujuan tertentu lainnya

Izin untuk tujuan lain dari yang telah diuraikan adalah izin yang dapat diberikan di
lingkungan pegawai negeri sipil. Seorang pegawai negeri sipil berhak mendapatkan cuti,
misalnya cuti tahunan. Untuk menggunakan hak tersebut perlu adanya izin.

E. Perizinan sebagai upaya peningkatan pelayanan publik

Birokrasi perizinan merupakan salah satu kendala bagi dunia usaha di indonesia sebab
praktik di lapangan menunjukkan proses perizinan belum memiliki kejelasan prosedur sehingga
menimbulkan kesan tidak transparan, ketidakmenentuan waktu, dan biaya tinggi.

Perizinan merupakan suatu manifestasi yang meliputi aspek-aspek tersebut dan dengan
demikian perizinan merupakan wujud pelayanan publik yang sangat menonjol dalam tata
pemerintahan titik dalam hubungan antara pemerintah dengan warga masyarakat seringkali
perizinan menjadi indikator untuk menilai apakah suatu organisasi pemerintahan sudah mencapai
kondisi good governance atau belum. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemerintah membuat
suatu kebijakan mengenai model perizinan melalui peraturan menteri dalam negeri nomor 24
tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu.
Tujuan kebijaksanaan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
serta dapat memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan
publik, dan hal yang paling penting dalam kebijakan tersebut adalah terwujudnya pelayanan
publik yang cepat, murah mudah, transparan, pasti dan terjangkau.

Konsep pelayanan terpadu satu pintu merupakan salah satu kegiatan penyelenggaraan
perizinan dan non perizinan dimana proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai
ke pada tahap penerbitan dokumen izin dilakukan secara terpadu dalam satu tempat, dengan
menganut prinsip-prinsip seperti: kesederhanaan, transparansi, akuntabilitas, menjamin kepastian
biaya, waktu serta adanya kejelasan prosedur.

Adapun perbedaan antara model pelayanan satu pintu dengan model pelayanan satu atap,
berikut akan digambarkan mengenai sistem pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu.

Aspek Pelayanan terpadu satu pintu Pelayanan terpadu satu atap


Wewenang dan Wewenang dan penandatanganan berada Wewenang dan
penandatanganan di satu pihak kecuali jika PTSP juga penandatanganan masih
melayani administrasi kependudukan, berada di banyak pihak
maka penandatanganan tetap dilakukan (beberapa SKPD)
oleh lembaga Catatan Sipil
Koordinasi Koordinasi lebih mudah dan dilakukan Koordinasi dalam hal
oleh kepala PTSP. Kepala PTSP juga pelayanan kemungkinan
berperan sebagai ketua tim tinjauan dapat dilakukan oleh kepala
lapangan dan mengkoordinasi SKPD PTSA tetapi untuk
teknis lainnya. koordinasi proses perizinan
tidak mudah dilakukan
karena kewenangan dan
penandatanganan masih
berada di banyak pihak
Mekanisme dan Mekanisme dan prosedur akan lebih Mekanisme dan prosedur
prosedur mudah disederhanakan karena sulit disederhanakan karena
pelayanan koordinasi berada ditangan PTSP kemungkinan masih ada ego
perizinan sektoral di banyak SKPD

Pengawasan Pengawasan menjadi tanggung jawab Pengawasan menjadi


bersama antara lembaga PTSP tanggung jawab SKPD teknis

Standar pelayanan SPM relatif akan mudah dilakukan SPM relatif sulit dilakukan
minimal karena kewenangan mengkoordinasi dan sebab membutuhkan
mengawasi pelaksanaan pelayanan kemampuan koordinasi yang
berada ditangan satu pihak sangat tinggi karena
kewenangannya proses
perizinan lebih banyak
berada di SKPD teknis
Lokasi dan model Lokasi pelayanan umum berada dalam Lokasi pelayanan umumnya
pelayanan satu tempat atau terpusat tetapi dapat berada dalam satu tempat
dilebur lakukan sesuai Inovasi dan atau terpusat tetapi dapat
kondisi daerah masing-masing, misalnya dilakukan sesuai Inovasi dan
membuka cabang di berbagai lokasi kondisi daerah masing-
berkeliling yang menjemput berkas di masing
berbagai Kecamatan.
Kelembagaan Sebaiknya berbentuk kantor atau dinas, PTSA biasanya hanya
karena dibutuhkan kemampuan dimaksudkan untuk
mengoordinasikan SKPD yang lebih mendekatkan pelayanan ke
tinggi eselonnya masyarakat sehingga bentuk
kelembagaan sangat
bergantung kepada kondisi
dan situasi daerah

Target PAD Jika berbentuk kantor target PHD tetap Target PAD berada di SKPD
berada di tangan SKPD teknis dan jika teknis
berbentuk dinas target PAD berada di
lembaga PTSP
Status Staf yang bertugas akan menjadi Staf yang bertugas statusnya
kepegawaian pegawai tetap lembaga PTSP dapat tetap sebagai pegawai
SKPD teknis

F. Sistem pelayanan terpadu satu pintu

1. Model pelayanan

Salah satu dari tindakan pemerintah dalam hal penciptaan pelayanan yang optimal adalah
dengan dikeluarkannya suatu kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Adapun yang menjadi alasan pemerintah melaksanakan adalah PTSP:

1. Perizinan merupakan pelayanan pemerintah yang tidak dapat digantikan oleh pihak swasta
2. Perizinan adalah entry point kegiatan usaha
3. Perizinan adalah persyaratan bagi akses terhadap modal
4. Perizinan adalah fungsi awal untuk melakukan kontrol dalam pembinaan
5. Perizinan menghasilkan pendapatan asli daerah dan dapat menambah objek pajak
6. Pelayanan perizinan merupakan salah satu cermin kualitas pelayanan pemerintah kepada
masyarakatnya.
Dilaksanakannya sistem PTSP maka telah terjadi perubahan paradigma dalam
penyelenggaraan pelayanan publik hal ini dapat dilihat dalam penyelenggaraannya, sebagai
berikut.

1. Tujuan hakiki adalah peningkatan kualitas pelayanan ( lebih baik, lebih murah dan
lebih cepat)
2. Reinventing government proses transformasi sektor publik ini didasari prinsip-prinsip:

 Pemerintah pengatur dan pengendali, bukan pelaksana;


 Pemerintah mendorong iklim kompetisi dalam memberikan pelayanan;
 Sebaiknya lebih berorientasi pada hasil;
 Melayani masyarakat secara optimal, bukan masyarakat melayani birokrasi;
 Melimpahkan tugasnya kepada partisipasi masyarakat dan kerja tim;
 Berorientasi kepada pasar, mengurangi hambatan birokrasi, dan meningkatkan
daya saing.
3. Banishing bureaucracy ( memangkas birokrasi ) dengan ditetapkan 5 strategi:

 Strategi inti, pendekatan pada kejelasan tujuan, peran dan arahan;


 Strategi konsekuensi, pendekatan pada penilaian kinerja;
 Strategi pelanggaran, pendekatan pada pilihan pelanggan, kompetensi dan kualitas;
 Strategi kekuatan, pendekatan pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat;
 Strategi kultur, pendekatan pada nilai, kebiasaan, visi dan nurani.

2. Asas dan prinsip-prinsip pelayanan publik

Dalam pelaksanaannya memiliki asas-asas, seperti:

 Transparan, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses semua pihak dan disediakan
secara memadai serta mudah dimengerti;
 Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan;
 Partisipatif, yaitu mendorong peran masyarakat dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan mereka;
 Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi;
 Efektif, yaitu pelayanan perizinan dilakukan berdasarkan tata urutan dan hanya
melibatkan personel yang telah ditetapkan;
 Efisien, yaitu proses pelayanan perizinan tidak melibatkan tahapan yang panjang dan
personil yang melebihi beban serta volume kerja yang berkonsekuensi pada biaya;
 Keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan
perizinan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
 Profesional, yaitu pemrosesan perizinan melibatkan kalian yang dilakukan, baik untuk
validasi administrasi, verifikasi lapangan, pengukuran dan penilaian kelayakan yang
masing-masing prosesnya dilakukan berdasarkan tata urutan dan prosedur yang telah
ditetapkan.
Selanjutnya, prinsip-prinsip pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) adalah:

1. Kesederhanaan, yaitu prosedur dilaksanakan secara mudah, cepat, mudah dipahami dan
dilaksanakan;
2. Kejelasan dan kepastian dalam hal:
 Prosedur atau tata cara pelayanan;
 Persyaratan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif;
 Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;
 Rincian biaya atau tarif pelayanan, termasuk tata cara pembayaran yang dibebankan
kepada pemohon sebagai balas jasa dan pemrosesan perizinan dimaksud.
3. Kepastian waktu, yaitu pemprosesan permohonan perizinan dan nonperizinan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan tanpa memperhatikan skala usaha
pemohon
4. Kepastian hukum yang meliputi:
 Persyaratan, pemprosesan, dalam pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan;
 Setiap dokumen perizinan dan dokumen nonperizinan lainnya memberikan jaminan
legalitas usaha dan kewenangan untuk mengelola sumber-sumber daya secara
bertanggung jawab sesuai dengan peruntukan izin tersebut;
 Setiap dokumen perizinan dan nonperizinan memberikan jaminan rasa aman bagi
pemegangnya.
5. Kemudahan akses, ditunjukkan dengan:
 Ketersediaan sumber dan media informasi yang dapat langsung dicapai oleh
masyarakat baik berupa website sambungan telepon atau media informasi lainnya;
 Layanan yang responsif oleh aparat;
 Bagi daerah yang memiliki wilayah yang luas dapat membentuk kantor cabang di
tingkat kecamatan atau di tingkat desa;
 Kantor cabang atau keagenan melayani fungsi informasi, pendaftaran dan penyerahan
izin yang diproses oleh PTSP.
 Guna memudahkan dalam pembayaran, di tingkat kecamatan dan ditempatkan kantor
kas lembaga perbankan;
 Layanan operasi kantor cabang di tingkat kecamatan atau tingkat desa dibebankan
kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
6. Kenyamanan
7. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu pemahaman bahwa penyelenggaraan PTSP
memiliki manfaat, yaitu:
 Meningkatkan kualitas pelayanan publik;
 Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan
publik;
 Meningkatkan iklim investasi, baik yang berskala kecil menengah maupun besar;
dan
 Memberikan kepastian hukum dan jaminan.
Secara khusus pelayanan terpadu satu pintu juga didesain untuk memberikan manfaat
manfaat bagi perbaikan iklim usaha dan tata pemerintahan, sebagai berikut

1. Manfaat terhadap iklim usaha, perbaikan iklim usaha dapat ditandai dengan
meningkatnya jumlah pelaku usaha;
2. Manfaat bagi tata pemerintahan melalui pelaksanaan PTSP kerja birokrasi menjadi
lebih efisien dan efektif sehingga beban administrasi pemerintah daerah secara
keseluruhan akan menjadi berkurang. Selain itu secara tidak langsung kemudahan
pelayanan perizinan juga berdampak terhadap peningkatan pendapatan daerah.
BAB VI

PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

A. Pemerintah Sebagai Objek Pengawasan

Secara umum dapat diuraikan bahwa pengawasan berasal dari kata “awas” berarti antara
lain “penjagaan”. Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu administrasi, yaitu sebagai salah satu
unsur dalam kegiatan pengelolaan. Muchsan, pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu
pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada
pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan Prajudi Atmosudirdjo, memandang bahwa pengawasan
adalah proses kegiatan yang membandandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau
diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan. Hasil
pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan atau ketidak cocokan
dan apakah sebab-sebabnya.

Tanpa mengurangi arti dan makna pengertian pengawasan yang dikemukakan para ahli
tersebut, dapat dikemukakan bahwa pengawasan adalah proses kegiatan pemantauan, evaluasi,
dan membandingkan apa yang direncanakan (progam) dengan apa yng dicapai (dayaguna,
hasilguna, dan tepat guna terhadap pelaksanaan rencana kegiatan).

Pengawasan (control) terhadap pemerintah, menurut Paulus Effendi Lotulung adalah


upaya untuk menghindari terjadinya kekeliruan-kekeliruan baik disengaja maupum tidak
disengaja, sebagai usaha preventif atau juga untuk memperbaikinya apabila sudah terjadi
kekeliruan itu, sebagai usaha represif. Dalam kaitannya dengan pemerintah sebagai objek
pengawasan dari segi hukum administrasi negara, karena pemerintah sebagai penyelenggara
pemerintahan, dan pembangunan berwenang mengeluarkan berbagai macam ketentuan atau
pengaturan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Organisasi penyelenggara pelayanan
publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga indevenden
yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum
lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik). Karena itu, pengawasan merupakan hal yang penting dan
utama yang betujuan untuk mencegah secara dini terjadinya maladministrasi. Dalam Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pengawasan penyelenggaraan
pelayanan publik diatur dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1), (2), dan (3).

B. Pengawasan Internal Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pelaksanaan pengawasan secara internal dalam penyelenggaraan pelayanan publik


dilaksanakan oleh: atasan langsung pada setiap unit satuan kerja atau satuan organisasi atau
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pada setiap institusi, korporasi, lembaga independen
untuk kegiatan pelayanan publik.

1. Pengawasan oleh Atasan Langsung

Kinerja pelayanan publik pemerintah masih belum sesuai dengan harapan masayarakat.
Hal ini disebabkan antara lain: (a) tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan; (b)
buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik, yang ditandai dengan tingkat
ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (rule driven) dan petunjuk pimpinan dalam
melakukan tugas pelayanan; dan (c) budaya aparatur yang masih kurang disiplin dan sering
melanggar aturan.

Untuk mengatasi masalah pelayanan publik yang lebih baik yang dapat memenuhi
harapan masyarakat akan pelayanan yang prima, maka salah satu kebijakan yang dilakukan
dengan melaksanakan pengawasan melekat diseluruh unit satuan kerja pemerintah (pengawasan
atasan langsung pada tiap unit satuan kerja atau satuan kerja perangkat daerah).

Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989, Pengawasan melekat adalah serangkaian
kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus-menerus, dilakukan atasan langsung
terhadap bawahannya, secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peratuan perundang-
undangan yang berlaku. Menurut Hadari Nawawi, pengawasan melekat adalah proses
pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna
oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap sumber-sumber kerja untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan atau kekurangan-kekurangannya, agar dapat diperbaiki atau disarankan untuk
diperbaiki oleh pimpinan yang berwenang pada jenjang yang lebih tinggi, demi tercapainya
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa tujuan pengawasan melekat (atasan


langsung) pada hakikatnya adalah untuk mencegah secara dini terjadinya masalah
penyalahgunaan wewenang, pemungutan biaya yang tidak procedural, proses pelayanan yang
berbelit-belit, tidak disiplinnya petugas pemberi pelayanan publik terhadap pihak yang penerima
pelayanan, dan praktik maladministrasi lainnya.

2. Pengawasan oleh Pengawas Fungsional

Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah


yang tugas pokoknya melakukan pengawasan baik di pusat maupun di daerah. Menurut Pasal 4
ayat (4) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan, Pelaksanaan pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional
dilakukan oleh:

a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, selanjutnya disingkat BPKP, yang bertugas:

1. Merumuskan rencana dan program pelaksanaan pengawasan bagi seluruh aparat


pengawasan pemerintah pusat dan daerah;
2. Melakukan sendiri pengawasan dan pemeriksaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

b. Inspektorat Jenderal Departemen (Kementerian), Aparat Pengawas Lembaga Pemerintah Non-


Departemen (Non-Kementerian)/ Instansi Pemerintah lain yang melakukan pengawasan terhadap
kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan dalam lingkungan Departemen (Kementerian)/
Lembaga Pemerintah Non-Departemen (Non-Kementerian)/ Instansi Pemerintah
yangbersangkutan;

c. Inspektorat Wilayah Provinsi yang melakukan pengawasan umum atas jalannya pemerintahan
daerah provinsi, baik yang bersifat rutin maupun pembangunan;

d. Inspektorat wilayah Kabupaten/Kota yang melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan


daerah Kabupaten/Kota, dan pemerintahan Desa/Kelurahan di Kabupaten/Kota yang
bersangkutan, baik yang bersifat rutin maupun pembangunan.
Dalam pelaksanaan pengawasan fungsional ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
pengawasan dapat terlaksana secara cepat dan tepat. Persayaratan yang dimaksud yaitu:

Pertama, aparat pengawas fungsional dalam melakukan tugas memantau, memeriksa, dan
mengevaluasi tidak terpengaruh oleh orang yang dinilai, sehingga hasilnya benar-benar objektif.

Kedua, aparat pengawas fungsional harus menyampaikan hasil pengawasannya kepada


setiap pejabat, terutama kepada pimpinan tertinggi secara cepat. Hasil pengawasan yang
terlambat disampaikan akan diiringi kelambanan pula dalam menetapkan tindak lanjutnya. Jika
hasil pengawasan itu menyentuh keselamatan kekayaan/keuangan negara, keterlambatan
mengambil tindaklanjut berarti memungkinkan kerugian negara menjadi semakin besar. Untuk
itu, pimpinan tertinggi harus secepatnya menetapkan tindaklanjut, yang hanya mungkin
dilakukan apabila aparat pengawas dapat menyampaikan hasil pengawasannya secara cepat pula.

Ketiga, aparat pengawas fungsional harus diberi wewenang yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya. Sebaiknya, pihak yang dipantau, diperiksa, dan dinilai harus mampu
menerima wewenang tersebut sebagai satu kewajaran. Sehubungan dengan hal itu, pengawasan
fungsional tidak boleh pula menggunakan wewenangnya secara tidak bertanggungjawab atau
sewenang-wenangnya. Demikian pula pihak yang dievaluasi tidak boleh menanggapi
pengawasan sebagai kegiatan yang menakutkan dan merugikan.

Keempat, ruang lingkup pengawasan harus memadai sesuai dengan kebutuhan pimpinan
tertinggi. Untuk itu, para aparat pengawasan fungsional harus berusaha mempelajari segala aspek
yang berhubungan dengan bidang kerja lingkungan organisasi/unit kerja yang akan dinilainya.
Disamping itu, para aparatur pengawasan fungsional harus memahami secara jelas tentang
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkenaan dengan jenis
pekerjaan dan lingkungan akan dinilai. Dengan kata lain aparatur pengawasan fungsional harus
mengetahui dan memahami secara baik tolok ukur keberhasilan yang akan dievaluasinya, baik
berupa standar keberhasilan yang bersifat fisik maupun yang berbentuk non fisik.

Kelima, berdasarkan persyaratan tersebut seperti diatas, berarti organisasi aparat


pengawasan itu harus:

1. Terlepas atau tidak mempunyai hubungan kerja dengan organisasi/unit kerja yang dinilai,
2. Berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada pimpinan tertinggi,
3. Pengkat dan tingkatan (eselon) jabatan pimpinan Aparat Pengawasan Fungsional harus
cukup memadai, yang harus diisi oleh personil yang memenuhi persyaratan
profesionalisme sebagai pengawas dan kepribadian yang dapat diandalkan untuk dapat
menjalankan tugasnya secara objektif.

Dari uraian-uraian di atas, jelas bahwa pengawasan fungsional harus selalu dilakukan
secara formal. Di samping itu prosesnya terikat pada waktu yang berlangsung dalam waktu yang
relatif singkat. Dengan demikian, pengawasan fungsional tidak semua dapat diwujudkan untuk
menjangkau semua aparatur pemerintah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, sampai ke
desa-desa. Oleh karena itu, pengawasan fungsional saja, beum mencukupi dalam upaya
mewujudkan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, yang mengharuskan setiap atasan
untuk berusaha menjalankan fungsi pengawasan melekat yang menjadi tugas pokok manajemen
yang diembannya. Apabila pimpinan/atasan telah mampu melaksanakan fungsi pengawasan
melekat, maka pengawasan fungsional akan berfungsi sebagai penunjang. Dan hasil pengawasan
fungsional dapat dimanfaatkan oleh setiap pimpinan/atasan, baik untuk melakukan pembinaan
dan bimbingan maupun penentuan tindak lanjut jika tedapat kekeliruan, kesalahan, dan
penyalahgunaan wewenang.

Ruang lingkup pengawasan fungsional meliputi sebagai berikut:

a) Kegiatan umum pemerintahan (termasuk pelayanan publik);


b) Pelaksanaan rencana pembangunan (di bidang pelayanan publik);
c) Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan serta kekayaan negara (yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik);
d) Kegiatan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah (yang ditugasi
melakukan pelayanan publik);
e) Kegiatan aparatur pemerintahan di bidang yang mencakup kelembagaan,
kepegawaian dan ketatalaksanaan (pelayanan publik).

Dengan demikian berarti antara Pengawasan fungsional dan Pengawasan melekat bukan
saja terdapat hubungan satu dengan yang lain, tetapi juga harus saling menunjang, saling
mengisi dan saling melengkapi. Berfungsinya secara efektif dan efisien kedua pengawasan yang
saling menunjang itu, pada giliran terakhir akan dapat membantu terwujudnya aparatur
pemerintah yang bersih dan berwibawa.

C. Pengawasan Eksternal Penyelenggaraan Pelayanan Publik

1. Pengawasan Oleh Masyarakat

Pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik adalah pengawasan


yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang
penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pengawasan
masyarakat dilakukan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat, kelompok, media massa dan
lembaga swadaya masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap pelayanan publik.
Selanjutnya, informasi dari masyarakat harus diteliti dan berdasarkan hasil yang diperoleh
pimpinan unit kerja/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dapat mengambil langkah-langkah
untuk menjadikan aparaturnya lebih efektif, efisien, bersih, dan berwibawa dalam melaksanakan
tugas-tugas pelayanan publik.

Pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah


satu bentuk pengawasan eksternal, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 UU Nomor 25
tahun 2009, di mana masyarakat berhak antara lain:

a) Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan,


b) Mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan,
c) Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila
pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan, dan
d) Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayan dan/atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman.

Apabila masyarakat atau stakeholders merasa haknya untuk mendapatkan pelayanan


yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan tidak terpenuhi, masyarakat berhak
untuk menyampaikan pengaduan, laporan, dan/atau gugatan. Dalam perspektif hukum,
pengaduan dilakukan terhadap penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau
melanggar larangan dan pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan.

Dalam ketentuan Pasal 42 UU Nomor 25 Tahun 2009, pengaduan diajukan oleh setiap
orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa mewakilinya dan disampaikan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan. Pengaduan disampaikan
secara tertulis memuat; nama dan alamat lengkap (dalam keadaan tertentu dapat dirahasiakan),
uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian material atau
immaterial yang diderita, permintaan penyelesaian yang diajukan (dapat memasukkan tuntutan
ganti kerugian), tempat, waktu penyampaian dan tandatangan. Pengaduan tersebut disertai
dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya. Penyelenggaraan pelayanan publik wajib
menerima, merespon dan memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik
yang diselenggarakannya. Pemeriksaan tersebut wajib berpedoman pada prinsip independen,
nondiskriminasi, tidak memihak dan tidak memungut biaya.

2. Pengawasan oleh Ombudsman

Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi


penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan usaha milik negara, Badan usaha milik
daerah dan dan Badan hukum milik negara serta Badan swasta atau perorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan daerah (Pasal 1 angka 1
UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia).

Pada tahun 2000, Presiden menetapkan suatu kebijakan berupa upaya untuk mewujudkan
reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan dengan membentuk Komisi Ombudsman
Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Komisi Ombudsman ini bertujuan
membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta meningkatkan perlindungan hak masyarakat
agar memperoleh pelayanan publik, keadilan, dan kesejahteraan (Penjelasan Umum UU Nomor
37 Tahun 2008). Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, wewenang Komisi Ombudsman
Nasional, dibentuklah UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan
kepada instansi yang dilaporkan dan penanganannya sering dilakukan oleh pejabat yang
dilaporkan sehingga masyarakat tidak memperoleh perlindungan yang memadai.

Pasal 6, Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayan publik yang


diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah
termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan Badan hukum milik negara serta
Badan swasta atau perorang yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Pasal 7, Ombudsman bertugas:

a) Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan


publik;
b) Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
c) Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman;
d) Membangun jaringan kerja, dan lain sebagainya.

Salah satu tugas Ombudsman adalah memeriksa laporan atas dugaan maladministrasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Maladministrasi yang dimaksud adalah perilaku atau
perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain
dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan yang menimbulakn kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan orang
perorangan (Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2008).

Selanjutnya, wewenang Ombudsman sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat


(1). Dalam melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan 7,
Ombudsman berwenang:

a) Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor, atau pihak lain
yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b) Memeriksa keputusan, surat-menyurat atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun
terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan;
c) Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi
manapun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor;
d) Melakukan pemaggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
laporan;
e) Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f) Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi atau
membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g) Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.

Dalam melaksanakan wewenang Ombudsman tersebut, berupa antara lain memeriksa


laporan tidak hanya mengutamakan kewenangan yang bersifat memaksa, misalnya pemanggilan,
namun dituntut pula untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar
penyelenggara negara dan pemerintahan mempunyai kesadaran sendiri dapat menyelesaikan
laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

3. Pengawasan oleh Legislatif

Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga Perwakilan


Rakyat baik di pusat maupun di daerah. Atau disebut dengan istilah pengawasan representatif.
Lembaga perwakilan rakyat dimaksud adalah DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.
Dalam Pasal 20A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR memiliki fungsi, antara
lain “fungsi pengawasan”.

Selanjutnya, dalam Pasal 69, Pasal 70 dan Pasal 71 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD, DPRD, pada intinya bahwa “fungsi pengawasan DPR dilaksanakan malalui
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan ABPN”. Dalam hal ini pengawasan terhadap
pelaksanaan suatu Undang-Undang termasuk UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik; demikian pula pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara yang bersumber dari
APBN, yang membiayai penyelenggaraan pelayanan publik, yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan. Merupakan kewenangan DPR untuk melakukan
pengawasan pelaksanaan penggunaan anggaran tersebut.

Tujuan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik oleh legislatif adalah untuk


menjamin agar penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparat pemerintah (unit satuan kerja atau
satuan kerja perangkat daerah) berjalan efektif dan efisien sesuai dengan rencana (strategis) dan
peraturan perundang-undangan yang mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai