Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Administrasi Negara adalah disiplin ilmu dan praktik yang berkaitan dengan
pengorganisasian, pelaksanaan, dan manajemen kebijakan dan program pemerintah. Ini
mencakup struktur organisasi pemerintahan, pelaksanaan kebijakan, manajemen sumber
daya, dan pelayanan publik. Hukum administrasi melibatkan aspek-aspek hukum, seperti
perlindungan hukum terhadap tindakan administratif yang salah. Administrasi negara juga
menekankan transparansi, akuntabilitas, dan upaya inovasi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan kinerja pemerintahan. Perannya sentral dalam memastikan pemerintahan
berjalan efisien, efektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi serta supremasi hukum.
Kata "administrasi" berasal dari bahasa Latin, yaitu "ad" yang berarti "ke arah" atau
"menuju," dan "ministrare" yang berarti "melayani" atau "menjalankan tugas." Dengan
demikian, administrasi mengacu pada tindakan atau proses menjalankan tugas dan
memberikan pelayanan.
Kata "negara" berasal dari bahasa Latin juga, yaitu "status" yang berarti "keadaan"
atau "kedudukan." Secara historis, "status" ini kemudian berkembang menjadi "stare" yang
berarti "berdiri." Dengan perkembangan lebih lanjut, "status" mengacu pada entitas politik
yang memiliki kedaulatan dan berdiri sebagai entitas hukum dan politik. Dengan demikian,
"negara" merujuk pada suatu entitas politik yang memiliki kedaulatan dan struktur
pemerintahan.
Definisi Admistrasi dari berbagai sarjana :
1. Luther Gulik
Administration has to do with getting things done, with the
accomplishment of defined objectives. (administrasi bertalian dengan
pelaksanaan penyelesaian pekerjaan untuk mencapai tujuan – tujuan yang
diinginkan).
2. John M. Pfiffner
Administrasi dapat didefinisikan sebagai pengorganisasian dan pengarahan
sumber – sumber tenaga kerja dan materi untuk mencapai tujuan akhir
yang dikehendaki.
3. Leonard D. White
Administrasi adalah proses umum dari semua usaha manusia, baik publik
atau privat, sipil atau militer, besar atau kecil.
4. William H Newman
Administrasi adalah membimbing, memimpin, dan mengontrol usaha –
usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan Bersama.
5. Dwight Waldo
Administrasi adalah bentuk daya Upaya manusia yang kooperativ, yang
mempunyai Tingkat rasionalitas yang tinggi.
6. Prof. S.P. Siagian
Administasi adalah keseluruhan proses kerja sama dua orang atau lebih
yang didasarkan atas rasionalitas yang telah ditentukan.
Kesimpulan dari pandangan berbagai sarjana mengenai administrasi adalah sebagai
berikut: Administrasi dapat dipahami sebagai kolaborasi untuk menyelesaikan pekerjaan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses ini melibatkan pengorganisasian dan
pengarahan sumber daya manusia dan materi, serta memerlukan kerja sama, tingkat
rasionalitas yang tinggi, dan kontrol yang efektif. Administrasi dianggap sebagai disiplin
yang bersifat universal, berperan dalam berbagai konteks, termasuk sektor publik atau privat,
sipil atau militer. Peran pemimpin administratif sangat penting dalam membimbing,
memimpin, dan mengontrol kelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Dengan
demikian, administrasi juga didefinisikan sebagai usaha kooperatif manusia, dengan dasar
kerja sama yang didasarkan pada rasionalitas yang telah ditentukan. Secara keseluruhan,
konsep administrasi mencakup aspek praktis, organisasional, dan manusiawi, dengan fokus
pada upaya bersama, manajemen sumber daya, dan pencapaian tujuan secara efektif.
Secara umum Hukum Administrasi Negara atau juga dikenal dengan istilah
bestuursrecht dan administratiefrecht, merupakan cabang hukum yang mengatur hubungan
antara pemerintah dengan warga negara dan antar organisasi di dalam pemerintahan.
Pengertian Hukum Administrasi Negara dalam arti klasik yaitu pada awal mula
kemunculannya abad ke-19 HAN diartikan sebagai peraturan-peraturan yang dikeluarkan
oleh penguasa atau pemerintah dengan tujuan untuk menciptakan berlakunya tata tertib dalam
masyarakat (negara).
Sementara itu pengertian Hukum Administrasi Negara dalam arti modern adalah
hukum yang memberikan petunjuk kepada warga masyarakat dan sejumlah intruksi kepada
aparat pemerintah atau penguasa dalam menjalankan tugas-tugasnya, lebih-lebih yang
membatasi kebebasan dan hak milik warga masyarakat harus berdasarkan undang-undang.
Selain itu terdapat juga pengertian-pengertian lain Hukum Administrasi Negara
menurut para ahli yaitu sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie mendefinisikan Hukum Administrasi negara sebagai ilmu
yang mempelajari peraturan dan perundangan yang berlaku dalam hubungan antara
pemerintah dengan masyarakat dan antara lembaga pemerintah yang satu dengan yang
lain.
2. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan bahwa Hukum Administrasi
Negara adalah bagian dari hukum yang mengatur cara dan proses pelaksanaan
kekuasaan pemerintah.
3. Prof. Dr. Soeroso M.Pd.,SH mendefinisikan Hukum Administrasi Negara merupakan
hukum yang mengatur tata laksana organisasi pemerintah dan penerapannya dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
4. Prof. Mr. R. Abdoel Kadir mendefinisikan Hukum Administrasi Negara sebagai ilmu
yang mempelajari hukum yang mengatur tata laksana pemerintahan dan pelaksanaan
pelayanan umum.
5. Prof. Achmad Ali mendefinisikan Hukum Administrasi Negara sebagai hukum yang
mengatur cara pembentukan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
6. Brian Jones dan Katharine mendefinisikan konsepsi hukum administrasi adalah “studi
tentang peraturan dan prosedur yang di satu sisi berfungsi untuk meningkatkan
praktik administrasi yang baik di lembaga-lembaga Pemerintah, dan di sisi lain
menyediakan mekanisme ganti rugi, baik secara yudisial atau lainnya, ketika keluhan
muncul sebagai akibat dari keputusan atau tindakan Pemerintah” .
Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan Bahasa Belanda Rechtsubjet atau law of
subject (Inggris). Secara umum Rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban
yaitu manusia dan badan hukum.
Subyek hukum memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting di dalam bidang
hukum, khusus hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut yang dapat mempunyai
wewenang hukum. Menurut ketentuan hukum, dikenal dua macam subyek hukum yaitu
manusia dan Badan Hukum.
Subjek hukum administrasi negara melibatkan pemerintah, pegawai, warganegara,
pihak ketiga, individu atau entitas yang terdampak, dan masyarakat umum. Mereka memiliki
hak terhadap layanan publik yang baik, keadilan dalam tindakan administratif, dan peran
dalam pengambilan keputusan. Sebagai imbalan, subjek ini juga diharapkan mematuhi aturan
dan bekerjasama dengan pemerintah. Keseluruhannya, subjek hukum administrasi negara
menjadi dasar hukum yang seimbang untuk interaksi antara individu, entitas, dan pemerintah
dalam domain administratif.
Menurut Philipus M. Hadjon Obyek hukum administrasi adalah kekuasaan
pemerintahan (bestuur; verwaltung). Sedangkan konsep pemerintahan (bestuur; verwaltung)
dibedakan dalam dua makna, yaitu materiil dan formil. Dalam makna materiil konsep
pemerintahan sering dirumuskan secara negatif yaitu kekuasaan negara yang tidak termasuk
kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisil (Tatigkeit des states die nicht Gesetzbung oder
justiz ist). Dalam makna formal diartikan sebagai bentuk tertentu tindak pemerintahan (een
bepaalde vorm van overheidsoptreden).
Menurut Philipus M. Hadjon, dengan studi perbandingan, terdapat tiga pendekatan
utama dalam hukum administrasi, yaitu :
1. Pendekatan terhadap kekuasaan pemerintahan
2. Pendekatan Hak Asasi Manusia
3. Pendekatan fungsionaris
Objek hukum administrasi negara mencakup keputusan, tindakan, kontrak, tanggung
jawab negara, dan aspek proses administratif. Ini membentuk dasar hukum yang mengatur
interaksi pemerintah dengan warganegara dan pihak terkait, menjamin pelaksanaan kebijakan
dan layanan publik dengan tetap mematuhi norma dan prinsip hukum administrasi negara.
Fungsi Hukum Administrasi menurut Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif,
fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain.
Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat
dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah
untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan
instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Sejarah perkembangan hukum administrasi negara di Indonesia melibatkan berbagai
tahapan penting yang mencakup perubahan kebijakan, regulasi, dan penyesuaian sistem
hukum. Berikut adalah ringkasan dari perkembangan tersebut:
1. Era Kolonial (Abad ke-19 hingga awal abad ke-20):
 Indonesia berada di bawah kekuasaan Belanda pada masa kolonial. Hukum
administrasi negara di Indonesia dipengaruhi secara substansial oleh hukum
kolonial Belanda, yang menetapkan landasan hukum untuk administrasi
pemerintahan kolonial.
2. Era Kemerdekaan (1945):
 Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia memulai
pembentukan hukum administrasi negara yang berdasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Periode ini ditandai dengan pembentukan
regulasi baru yang mencerminkan semangat kemerdekaan dan keadilan.
3. Awal Masa Republik Indonesia (1945-1959):
 Periode ini mencakup usaha penataan dan pengembangan sistem administrasi
negara. Beberapa undang-undang dibentuk, dan prinsip-prinsip dasar hukum
administrasi negara mulai diterapkan sebagai dasar bagi negara yang baru
merdeka.
4. Era Pembangunan (1960-an hingga 1990-an):
 Dalam konteks pembangunan nasional, pemerintah Indonesia merumuskan
kebijakan dan regulasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan sosial.
Pembentukan kementerian dan lembaga-lembaga pemerintahan menjadi
langkah strategis dalam mencapai tujuan pembangunan.
5. Reformasi (1998-sekarang):
 Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar dalam hukum
administrasi negara di Indonesia. Revisi undang-undang, seperti UU Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional, mencerminkan usaha untuk meningkatkan
tata kelola pemerintahan dan tanggapan terhadap tuntutan masyarakat.

1. Era Kolonial (Abad ke-19 hingga awal abad ke-20):


Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda,
sehingga pembahasan mengenai Hukum Administrasi Negara di Indonesia tak
dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan Hukum Administrasi Negara di
Belanda. Perkembangan di Belanda sendiri dipengaruhi oleh dua faktor utama:
 Perluasan Tugas Pemerintah
Perkembangan ini terjadi seiring perluasan tugas pemerintah atau penguasa,
yang terjadi secara bertahap. Faktor pendorongnya adalah revolusi industri.
Sebelumnya, negara hanya berperan sebagai penjaga malam (nachtwakerstaat),
yang hanya mengurusi tata tertib dan keamanan. Namun, revolusi industri
mengubah paradigma ini, membuat pemerintah terlibat dalam mengatur
kebutuhan masyarakat.
o Revolusi Industri
Revolusi industri menggantikan tenaga manusia dengan mesin,
menyebabkan masalah pengangguran dan dampak sosial yang serius.
Pemerintah dihadapkan pada tantangan baru, seperti masalah pangan, papan,
dan kesehatan masyarakat. Hal ini mendorong pemerintah untuk terlibat lebih
aktif dalam menangani masalah sosial, menjadikan evolusi dari negara hukum
penjaga malam menjadi negara hukum sosial.
Dengan permasalahan tersebut sebagai latar belakang, tipe negara yang
sebelumnya hanya berfungsi sebagai penjaga malam berkembang menjadi
negara yang aktif terlibat dalam mengatasi masalah sosial, menciptakan
landasan bagi perkembangan tipe negara hukum sosial di Belanda.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda peranan administrasi negara
masih sangat terbatas, terutama sebagai alat untuk menjaga keamanan dan
ketertiban hukum bagi usaha pengumpulan sumber daya dari bumi Indonesia
(saat itu disebut sebagai Hindia Belanda) untuk kepentingan pemerintah dan
rakyat Belanda. Mulai tahun 1920an ruang lingkup administrasi negara
pemerintahan kolonial mengalami sedikit perubahan karena pengaruh
kebijaksanaan etika oleh pemerintah Belanda yang merasa mempunyai
kewajiban moral untuk memberi pelayanan warga pribumi sebagai imbalan
terhadap ekspolitasi sumber daya Indonesia oleh Belanda selama lebih dari
300 tahun.
Pelayanan masyarakat oleh pemerintah kolonial ini sangat terbatas
jenisnya dan penduduk pribumi yang memperoleh akses adalah sangat terbatas
jumlahnya terutama pada kelompok elit seperti keluarga bangsawan dan
pengawal pemerintah kolonial Belanda. Kebijaksanaan ini didorong oleh
kepentingan Ekonomi Negeri Belanda yang memerlukan tenaga kerja bagi
perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda, serta dengan perhitungan bahwa
perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi berarti perluasan pasar hasil ekspor
hasil industri Belanda.
Pengaruh konsep negara kesejahteraan di Indonesia dapat dilihat sejak
zaman Hindia Belanda pada tahun 1870, Hukum Administrasi Negara juga
telah ada. Hindia Belanda saat itu hanya mempunyai 4 departemen, yaitu :
departemen dalam negeri, departemen penajaran, departemen pekerjaan
umum, dan depertemen keuangan. Menurut Bintarto Tjokromidjojo, sebelum
tahun 1945 ketika bangsa Indonesia hidup dalam penjajahan, bangsa Indonesia
tidak diberi kesempatan untuk ikut serta dalam Administrasi Negara. Pada
masa penyusunan naskah UUD 1945 Muhammad Hatta mengembangkan
konsep negara kesejahteraan dengan istilah negara pengurus untuk
merumuskan pasal 33 UUD 1945, yaitu : tentang demokrasi ekonomi.
2. Era Kemerdekaan (1945):
Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia memasuki
fase pembentukan hukum administrasi negara yang berakar pada prinsip-prinsip
Pancasila sebagai dasar ideologi negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi fundamental. Periode ini menjadi momen penting dalam sejarah
administrasi negara Indonesia karena mencerminkan upaya untuk memperkuat
landasan hukum yang sesuai dengan semangat kemerdekaan dan keadilan
nasional.
Pembentukan peraturan baru dalam hukum administrasi negara pada masa
ini bertujuan untuk menciptakan sistem administrasi pemerintahan yang adil,
transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sekaligus
menghapuskan warisan sistem administrasi kolonial Belanda yang mungkin tidak
lagi relevan dengan semangat kemerdekaan. Prinsip-prinsip Pancasila memainkan
peran kunci dalam proses ini, menunjukkan komitmen untuk membentuk tatanan
administratif yang menghargai nilai-nilai keadilan, persamaan, dan kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Era kemerdekaan menjadi landasan penting untuk perkembangan lebih
lanjut dalam membangun fondasi hukum administrasi negara, mencakup nilai-
nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan partisipasi masyarakat.
3. Awal Masa Republik Indonesia (1945-1959):
Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah usaha-
usaha pengembangan-pengembangan administrasi negara karena dipengaruhi oleh
semakin besarnya peranan pemerintah dalam kehidupan masyarakat Indonesia
seiring dengan timbulnya permintaan bagi perbaikan disegala sektor kehidupan
sesuai dengan harapan terhadap negara Indonesia yang sudah merdeka.
Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan spoils
system seperti faktor nepotisme dan patronage seperti hubungan keluarga, suku,
daerah dan sebagainya. Dilain pihak, mulai disadari perlunya peningkatan
efisiensi administrasi pemerintah, kemudian berkembang usaha-usaha
perencanaan program di sektor tertentu dan akhirnya menjurus kearah
perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial. Administrasi negara yang ada
pada waktu itu dirasakan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional karena terkait oleh berbagai ketentuan perundangan yang berlaku, yang
mendisain administrasi negara hanya untuk kegiatan rutin pelayanan Masyarakat.
Perkembangan administrasi negara Indonesia selanjutnya mengarah kepada
pembedaan antara administrasi negara yang mengurus kegiatan rutin pelayanan
masyarakat dengan administrasi pembangunan yang mengurus proyek-proyek
pembangunan terutama pembangunan fisik. Prioritas pembiayaan ditekankan pada
administrasi pembangunan. Sedangkan kegiatan administrasi negara yang bersifat
rutin kurang mendapat perhatian.
4. Era Pembangunan (1960-an hingga 1990-an):
Pada masa Orde Lama (Sukarno), upaya penataan sistem administrasi
dilakukan dengan menerapkan model birokrasi monocratique untuk membangun
persatuan dan kesatuan berdasarkan ideologi demokrasi terpimpin. Sukarno
melaksanakan kebijakan yang dikenal sebagai retooling kabinet, di mana ia
mengganti pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit Presiden Nomor 6
tahun 1960, Sukarno melakukan perombakan sistem pemerintahan daerah dengan
fokus pada efisiensi dan peningkatan kontrol pusat terhadap daerah.
Orde Baru dimulai setelah berhasilnya penumpasan G.30.S/PKI pada 1
Oktober 1965. Orde Baru menjadi suatu tatanan hidup dengan semangat positif
untuk melayani kepentingan rakyat, dengan tujuan mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur, baik secara material maupun
spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Orde Baru berkomitmen untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, serta
melakukan 'koreksi total' terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.
Model birokrasi monocratique dalam administrasi diteruskan oleh Suharto.
Pada awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru melakukan reformasi
administrasi untuk menciptakan birokrasi yang responsif, efisien, dan apolitis.
Langkah ini melibatkan larangan pegawai negeri berpolitik dan kewajiban mereka
untuk mendukung partai pemerintah. Suharto juga mengeluarkan dua kebijakan
penting, yakni Keputusan Presiden Nomor 44 dan Nomor 45 tahun 1975, yang
mengatur tugas pokok dan fungsi Departemen dan LPND. Kedua kebijakan ini
menetapkan standar organisasi Departemen dan menjadi dasar hukum
pembentukan instansi vertikal di daerah. Selain itu, UU Nomor 5 tahun 1974
tentang Pemerintahan di Daerah juga diterbitkan, mengatur struktur pemerintahan
daerah secara hirarkis, dengan pembagian tingkat I dan tingkat II. Kepala daerah
diberi jabatan rangkap sebagai Kepala Daerah otonom dan wakil pemerintah
pusat, sebagai langkah untuk menciptakan efisiensi dan memperkuat kontrol pusat
terhadap daerah.
Hukum administrasi telah mengalami perkembangan seiring Pemerintah mulai
mengatur masyarakat dan menggunakan sarana hukum, seperti menetapkan
larangan atau menerbitkan sistem perizinan. Dalam konteks ini, hukum
administrasi, bahkan dalam bentuk awalnya, dianggap kuno karena Pemerintah
telah lama bertanggung jawab atas penataan dan pengelolaan masyarakat.
Hukum administrasi dalam bentuk tersebut seringkali disebut sebagai "hukum
administrasi luar biasa," yaitu hukum administrasi dalam bentuk peraturan
perundang-undangan tertentu, termasuk ketentuan pelaksanaan tambahan dan, jika
perlu, yurisprudensi terbatas dalam bidang tertentu yang menjadi urusan
Pemerintah. Pada pertengahan abad ke-20, sudah terlihat contoh-contoh hukum
administrasi dalam bentuk aturan-aturan berdasarkan undang-undang, yang
digunakan untuk mengatasi rintangan, melindungi monumen, mempromosikan
pembangunan perumahan berkualitas, meningkatkan keselamatan dalam
ketenagakerjaan, dan sebagainya. Akibatnya, muncul berbagai macam hukum
administrasi yang perlu disesuaikan dengan tugas-tugas yang diemban oleh
Pemerintah.
Sebagai lawan istilah "hukum administrasi luar biasa," kita mengenal istilah
"hukum administrasi umum." Seiring meningkatnya peran pemerintah dalam
berbagai bidang sosial, dan dengan semakin sulitnya hukum administrasi khusus
pada bidang-bidang tersebut, muncul kebutuhan untuk memahami unsur-unsur
bersama dari hukum administrasi khusus tersebut dan hubungannya satu sama
lain. Oleh karena itu, di berbagai urusan pemerintah, seperti dalam pemberian
izin, muncul pertanyaan apakah izin tersebut dapat "ditarik kembali." Penelitian
terhadap unsur-unsur bersama dari berbagai bagian khusus hukum administrasi
melahirkan konsep "hukum administrasi umum": suatu kumpulan unsur umum
yang terkait dengan aspek-aspek hukum publik dan tindakan pemerintah.
Perkembangan hukum administrasi umum dapat dianggap masih baru dalam
banyak negara. Secara umum, dapat dikatakan bahwa perkembangan hukum
administrasi umum sebagai bagian dari ilmu hukum baru mulai muncul sejak
Perang Dunia Kedua. Perkembangan ini bergerak dalam tiga tahap secara
berturut-turut, dengan penambahan faktor-faktor yang memperluas cakupannya
pada setiap tahapnya.
Pada awalnya, perkembangan hukum administrasi umum hanya terjadi di
dalam lingkup ilmu pengetahuan itu sendiri. Buku-buku diterbitkan untuk
menjelaskan bentuk-bentuk hukum bersama, dan dalam konteks ini, teori-teori
mulai terbentuk. Namun, perkembangan ilmiah tersebut tidak cukup untuk
membuat hukum administrasi umum berkembang dengan pesat. Meskipun telah
muncul buku-buku awal mengenai hukum pemerintahan umum.
Perkembangan yang kedua yang signifikan dimulai dengan pengenalan
peradilan administrasi negara. Saat undang-undang memberikan hak banding
kepada hakim administrasi negara terhadap keputusan-keputusan yang didasarkan
pada berbagai undang-undang, terbentuklah suatu interpretasi bersama atas unsur-
unsur serupa dalam undang-undang tersebut melalui yurisprudensi. Dengan
adanya interpretasi ini, muncullah suatu pola norma-norma bersama yang berlaku
untuk pelaksanaan semua jenis tindakan dari instansi pemerintahan. Tanpa
peradilan administrasi negara yang mencakup semuanya, perkembangan hukum
pemerintahan umum akan tetap terbatas. Pengenalan peradilan administrasi negara
memberikan dorongan besar terhadap pembentukan teori dalam bidang hukum
pemerintahan umum.
Perkembangan yang ketiga terjadi ketika pembuat undang-undang
memutuskan untuk menyelaraskan tindakan-tindakan pemerintah melalui
"pembuatan undang-undang umum," yaitu aturan-aturan yang berlaku secara
umum untuk pelaksanaan wewenang tertentu, independen dari undang-undang
dasar yang mendasarinya. Dengan demikian, di berbagai negara, ada perundang-
undangan umum yang mengatur berbagai aspek, seperti memasuki rumah,
menyusun keputusan, memberikan alasan keputusan, prosedur surat-menyurat
keluhan, dan banyak lagi, yang berlaku bersamaan dengan semua bagian khusus
dari hukum administrasi. Untungnya, semua warganegara dapat mengetahui
norma-norma mana yang berlaku dan siapa pegawai serta alat pemerintahan yang
terlibat.
Perkembangan perundang-undangan umum memungkinkan pembangunan
hukum administrasi umum secara mantap. Perundang-undangan selanjutnya akan
membantu dalam pembentukan aturan-aturan dan yurisprudensi. Ilmu
pengetahuan dapat lebih fokus pada perundang-undangan umum tersebut.
Lapangan hukum administrasi khusus merujuk pada peraturan hukum yang
berkaitan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan pemerintah, seperti
contohnya hukum tata ruang dan hukum perizinan bangunan. Sebaliknya, hukum
administrasi umum mengacu pada peraturan hukum yang tidak terbatas pada
bidang tertentu dari kebijaksanaan pemerintah, seperti contoh : algemene
beginselen van behoorlijk bestuur (asas-asas umum pemerintahan yang baik),
undang-undang peradilan tata usaha negara.
5. Reformasi (1998-sekarang):
Reformasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah perubahan secara
drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu
masyarakat atau negara. Jika lihat dari pandangan hukum, reformasi diartikan
sebagai perubahan secara drastis untuk perbaikan dalam bidang hukum dalam
suatu masyarakat atau negara.
Sedarmayanti (2009), mengatakan bahwa reformasi merupakan proses upaya
sistematis, terpadu, komprehensif, ditujukan untuk merealisasikan tata
pemerintahan yang baik (Good Governance). Widjaja (2011), mengatakan bahwa
reformasi adalah suatu usaha yang dimaksud agar praktik-praktik politik,
pemerintah, ekonomi, dan sosial budaya yang dianggap oleh masyarakat tidak
sesuai dan tidak selaras dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi masyarakat
diubah atau ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan lebih selaras (sosio-
reformasi). Di sisi lain Prasojo (2003), mengatakan bahwa reformasi merujuk
pada upaya yang dikehendaki (intended change), dalam suatu kerangka kerja yang
jelas dan terarah, oleh karena itu persyaratan keberhasilan reformasi adalah
eksistensi peta jalan (road map), menuju suatu kondisi, status, dan tujuan yang
ditetapkan sejak awal beserta indikator keberhasilannya.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan
pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998. Kebijakan ini
merubah penyelenggara pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat
menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan
pemerintahan pusat ke pemerintah daerah (terkecuali politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang
lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan
keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik
diharapkan akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada. Kebijakan ini
dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik dalam maupun luar
negeri. Sejak dilaksanakannya kedua undang-undang tersebut, yang berlaku
efektif mulai 1 Januari 2001, masih ditemukan berbagai kendala, antara lain :
1. Belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan
daerah.
2. Berbedanya persepsi pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah.
3. Rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah.
4. Belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan
efisien.
5. Terbatasnya dan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah.
6. Terbatasnya kapasitas keuangan daerah.
7. Belum sesuainya pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah)
dengan tujuannya.
Berbagai kendala tersebut akan diperbaiki melalui revitalisasi proses
desentralisasi dan otonomi daerah, yang telah dimulai dengan merevisi kedua
undang-undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Setiap undang-undang atau kebijakan
pemerintah yang dikeluarkan atau ditetapkan mengenai otonomi dan desentralisasi
erat kaitannya atau dipengaruhi sistem politik, sistem pemerintahan atau suasana
politik atau keinginan kekuatan elit pada suatu waktu. Makna
otonomi/desentralisasi dalam UU Nomor 22/1999 di mana iklim politik
pemerintahan bernuansa demokratik, menjadi lebih tegas dan sesuai aslinya :
kebebasan, kemerdekaan diri atau pembubaran kekuatan dari UU No. 2/1974.
Periode Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 di Indonesia menghasilkan
perubahan mendasar dalam hukum administrasi negara. Beberapa revisi undang-
undang dilakukan untuk mencapai transformasi signifikan dalam tata kelola
pemerintahan dan memberikan tanggapan terhadap tuntutan masyarakat yang
berkembang. Dua undang-undang utama yang mencerminkan perubahan tersebut
adalah:
1. UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase:
 Undang-undang ini menitikberatkan pada upaya memperbaiki sistem
arbitrase di Indonesia sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan konvensional. Revisi undang-undang ini bertujuan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses arbitrase, memberikan
kepastian hukum, serta mendukung perkembangan iklim investasi di
Indonesia.
2. UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional:
 Undang-undang ini menegaskan fokus pada pembangunan nasional
dan menyusun kerangka kerja untuk merumuskan serta melaksanakan
program pembangunan. Terdapat penekanan pada penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, transparansi, dan partisipasi masyarakat
dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan nasional.
Undang-undang ini mencerminkan komitmen untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Revisi undang-undang ini memberikan dasar hukum untuk perubahan dalam
tata kelola pemerintahan, memenuhi harapan masyarakat akan sistem yang lebih
transparan, partisipatif, dan adil dalam berbagai aspek kehidupan nasional.
Di era abad ke-21, fokus utama pemerintah Indonesia adalah memperkuat tata
kelola pemerintahan secara menyeluruh. Upaya ini mencakup langkah-langkah
konkret untuk meningkatkan efektivitas dan demokrasi dalam administrasi negara.
Transparansi menjadi aspek utama yang ditekankan, dengan pemerintah
berkomitmen untuk memastikan akses mudah masyarakat terhadap informasi
publik, membina kepercayaan melalui pelaksanaan kebijakan yang terbuka, dan
penggunaan anggaran yang transparan.
Akuntabilitas pemerintah menjadi sorotan penting dalam upaya penguatan tata
kelola. Melalui evaluasi kinerja dan pertanggungjawaban rutin, pemerintah
menegaskan komitmennya untuk menjaga agar setiap tindakan sesuai dengan
standar dan tujuan yang telah ditetapkan.
Partisipasi aktif masyarakat dianggap sebagai elemen kunci dalam proses
pengambilan keputusan. Pemerintah berusaha untuk mendorong kontribusi
masyarakat dalam merumuskan kebijakan, dengan tujuan menghasilkan keputusan
yang mencerminkan keragaman kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Transformasi digital menjadi aspek krusial dalam langkah penguatan tata
kelola. Pemerintah menggunakan teknologi informasi untuk memodernisasi
layanan publik dan administrasi, dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi,
mengurangi birokrasi, dan memberikan layanan yang lebih cepat dan terjangkau.
Pemberantasan korupsi menjadi fokus serius dalam usaha penguatan tata
kelola pemerintahan. Pemerintah mendirikan lembaga dan merumuskan regulasi
khusus untuk menciptakan lingkungan yang bersih, akuntabel, dan bebas dari
praktik korupsi dalam pelaksanaan tugas pemerintahan.
Semua langkah ini bukan hanya sebagai tanggapan terhadap perubahan zaman,
melainkan sebagai upaya konkret untuk memenuhi harapan masyarakat terhadap
pemerintahan yang lebih baik, responsif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Keseluruhan agenda penguatan tata kelola pemerintahan ini menjadi
bagian integral dari proses reformasi menuju negara yang lebih maju dan
demokratis.

DAFTAR PUSTAKA
 Hadjon, Philipus M. (2011). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Gadjah Mada University Press.
 Asshiddiqie, J. (2006). Pengantar Ilmu hukum Tata Negara. Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi RI.
 Rusli, H. B. (n.d.). Konsep Dan Latar belakang Reformasi Administrasi -
Perpustakaan ut.
https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/DAPU6103-M1.pdf
 Brojonegoro, S. (n.d.). Reformasi Administrasi Publik - Universitas lampung.
http://repository.lppm.unila.ac.id/24376/1/REFORMASI
%20ADMINISTRASI%20PUBLIK.pdf
 Tjokromidjojo, Bintarto.1965. Perkembangan Ilmu Administrasi Negara.
Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional R.I.
 Thoha, Miftah. 2005. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara.
Jakarta: Raja grafindo Persada.
 Saiful Anwar dan Marzuki Lubis. 2004. Sendi-Sendi Hukum Administrasi
Negara. Medan: Gelora Madani Press.
 Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
 Lesmana, D. H. (2023, November 25). Pengertian Han Dan Sejarah
perkembangannya. kumparan.
https://kumparan.com/dede-hilman-lesmana/pengertian-han-dan-sejarah-
perkembangannya-21e8F4pR8gP/2
 Manggala, Okta W. (n.d.). Hukum Administrasi Negara - Perkembangan
hukum administrasi Negara Disusun Oleh : Okta Wisnu. Studocu.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-pamulang/hukum-
administrasi-negara/hukum-administrasi-negara/70461264

NAMA : ELANG MAULANA ISHAQ


NIM : 23040704461
KELAS : 2023 F

Anda mungkin juga menyukai