Anda di halaman 1dari 6

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

KEWENANGAN PERIZINAN DALAM KTUN: TINJAUAN PENGENDALIAN


PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT TERKAIT KELESTARIAN
LINGKUNGAN HIDUP

Disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester yang diampu oleh :

Prof. Dr. I.Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M.

Oleh : Muhammad Zainuddin Akbar(E0021301)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

TAHUN 2022
PENDAHULUAN

Sebuah lingkungan yang baik, tentu memiliki tingkat keteraturan yang baik pula,
terutama dalam hal penataan segala komponen di dalamnya terkait apa yang perlu dan
tidak perlu diadakan, yang mana Jika banyak komponen yang tidak diperlukan tetap
memaksa ada, tentu selain bisa menyebabkan in efisien di lingkungan tersebut, juga
dapat menyebabkan dampak negatif bagi keberlangsungan hidup di dalamnya. Begitu
pula dalam kehidupan dalam suatu negara, diperlukan suatu pengaturan terkait apa yang
perlu ada dan yang tidak perlu ada. Di negara kita sendiri pengaturan demikian
termasuk ke dalam Keputusan Tata Usaha Negara(KTUN), tepatnya yang berkaitan
dengan urusan perijinan sehingga urusan perijinan ini adalah wewenang pejabat
administratif.. Pengertian dari perijinan sendiri banyak telah dikemukakan oleh para ahli
Hukum Administrasi Negara(HAN), tapi pada tulisan kali ini kita akan merujuk pada
pengertian secara yuridis yang tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang
di dalamnya dijelaskan “perijinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau
pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk ijin maupun tanda daftar usaha”.1

Dalam mengeluarkan perizinan, unsur-unsur dalam yang harus di masukan


antara lain; berkaitan dengan pihak terkait, objek yang diatur, pengesahan, pihak yang
mengeluarkan, jangka waktu, dan alasan dikeluarkan izin. Selain itu agar suatu
perizinan dapat jelas mengatur, ia harus memiliki beberapa kriteria yang antara lain;
harus bersifat konkrit yaitu menyasar pada objek yang nyata dan tidak abstrak, bersifat
individual yaitu jelas mengenai siapa yang diberikan izin, dan bersifat final yaitu
seseorang yang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai
dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu.2

PEMBAHASAN
1
Sushanty, Vera Rimbawani. 2020. Buku ajar Hukum Perijinan. UBHARA Press. Surabaya. Hal 2
2
Hestanto. 2020. Unsur-Unsur Dalam Perizinan. Unsur-unsur dalam Perizinan | hestanto personal
website. Diakses pada 18 April 2022
Perizinan seperti yang sudah disinggung di atas, berfungsi untuk mengatur dan
menertibkan segala macam tindakan/kegiatan yang kemungkinan dapat menganggu
kepentingan masyarakat. Maka karena itu perizinan ini lingkup objeknya bersifat multi
dimensi yang antara lain seperti; pariwisata, perdagangan, perindustrian, perumahan,
pertanahan, pertanian, pertambangan serta perhubungan. Dalam perizinannya pula
ditetapkan pertimbangan kelayakan dari kajian lingkungan hidup terutama yang bersifat
operasional.3 Ini merupakan salah satu poin penting dari perizinan, di mana segala
macam unsur yang ada dalam sebuah lingkungan harus diatur sedemikian rupa agar
munculnya keselarasan antara manusia dan lingkungan hidup baik lingkungan hidup
fisik maupun sosial budaya.4

Di Indonesia sendiri perihal urusan administrasi secara keseluruhan menganut


asas desentralisasi dan asas otonomi daerah sehingga kewenangan pemerintah pusat
mengenai urusan rumah tangga daerah sudah banyak dilimpahkan kepada daerah
masing- masing, di mana hal ini bertujuan selain untuk meningkat pemaksimalan
potensi sumber daya agar mendorong perkembangan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat, juga terkait pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup agar lebih dapat di
tangani oleh pihak-pihak terkait yang terdampak langsung di wilayah masing-masing.
Secara yuridis ini diperlihat dalam pasal 22 huruf k UU Nomer 32 Tahun 2004 yang
sesuai pula dengan pasal 10 dan pasal 11 UU No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan
bahwa pengelolaan lingkungan hidup di wilayahnya menjadi urusan wajib
Pemerintahan Daerah. Secara keseluruhan usaha ini memang ditunjukan untuk
mendukung konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang tidak hanya
sekedar terkait keuntungan sebagian kecil pihak dan bersifat sementara saja, namun
lebih ke arah keuntungannya secara menyeluruh bagi semua pihak yang ada di wilayah
tersebut dan yang terpenting bersifat berkelanjutan atau berprospek pada dampak yang
akan ditimbulkan jauh-jauh hari berikutnya. Maka dari definisi tersebut tentu perihal

3
Utama, I Made Arya. 2008. Hukum Lingkungan: Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan.
Pustaka Sutra.
4
Ibid. Hal 4
kelestarian lingkungan hidup menjadi faktor yang sangat krusial dalam konsep
pembangunan berkelanjutan.

Pada awal pelaksanaan muncul beberapa masalah. Salah satunya adanya motif
Pemerintah Daerah dalam memaksimalkan pendapatan dengan meningkatkan jumlah
investor yang masuk, yang implikasinya adalah dipermudahnya segala macam izin yang
diperlukan agar para investor merasa nyaman dan mau menanamkan modalnya. Dan
sayangnya lagi hal ini sering kali masih didasari pada perhitungan jangka pendek
dengan prioritas keuntungan semata tanpa memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
hidup. Hal lain yang menjadi masalah adalah masih kurangnya kepastian hukum
maupun keseragaman dari dalam aparat berwenang dalam memberikan perizinan, atau
dapat dikatakan terjadi fokus pada masing-masing instansi terkait saja sehingga
kepentingan yang dipertimbangkan tidak dilakukan secara holistik melainkan hanya
secara sektoral saja.5 Hal ini dapat dilihat dari beragam macam jenis instansi yang
antara lain; seperti bidang pengairan, bidang pertambangan, bidang kehutanan, bidang
perindustrian, bidang penataan ruang, bidang pertanahan, bidang pengolahan limbah
B3, bidang pengendalian pencemaran dan atau kerusakan laut, bidang perikanan, bidang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.6 dengan prosedur dan pejabat
berwenang yang berbeda-beda. Bahkan saking banyaknya, perihal perizinan di
Indonesia dijuluki sebagai een vergunningen land (Negara perizinan) oleh Waller and
waller.7

Selanjutnya, dalam undang-undang terkait pelestarian lingkungan hidup yaitu,


UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH) ada usaha untuk melakukan penggabungan jenis-jenis perizinan lingkungan
yang ada meskipun sebetulnya secara teknisnya masih dibiarkan bersifat sektoral.
Dalam UUPLH diperkenalkan izin lingkungan, yaitu izin yang diberikan kepada mereka
yang melakukan usaha di mana diwajibkan adanya amdal atau UKL-UPL agar dapat
5
Ibid. hal 8
6
Lestari, Sulistyani Eka. Djanggih, Hardianto. 2019. Urgensi Hukum Perizinan Dan Penegakannya Sebagai
Sarana Pencegahan Pemcemaran Lingkungan Hidup. Jurnal Masalah-Masalah Hukum. 48(2). Hal 147-163
7
Efendi, a. (2016). Instrumen hukum lingkungan sebagai sarana pencegahan pencemaran
lingkungan. Jurnal supremasi, 6(1), 3.
memperoleh izin usaha/kegiatan. Namun dalam usaha penggabungan itu, ternyata di
dalam UUPLH masih menyebutkan beberapa jenis izin lain yaitu; Izin pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup yang menjadi wewenang menteri, Izin pengolahan
limbah B3 yang menjadi wewenang menteri, gubernur, dan bupati/walikota, dan Izin
dumping limbah ke media lingkungan hidup yang menjadi wewenang menteri,
gubernur, bupati/walikota.

PENUTUP

Dengan demikian untuk masalah perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan


lingkungan hidup pada awalnya tidak dilaksanakan secara terintegrasi yang akibatnya
berbagai macam perizinan berjalan dengan mekanisme dan prosedur masing-masing
dan tidak saling terkait. Lalu setelah diterbitkannya UUPPLH terdapat usaha untuk
melakukan integrasi dalam perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan
hidup, yaitu yang disebut izin lingkungan di mana izin ini mewajibkan mereka yang
akan berkegiatan/mendirikan usaha terutama yang berdampak pada lingkungan untuk
disertai amdal atau UKL-UPL agar dapat memperoleh izin usaha.
DAFTAR PUSTAKA.

Sushanty, Vera Rimbawani. 2020. Buku ajar Hukum Perijinan. UBHARA Press.
Surabaya.

Utama, I Made Arya. 2008. Hukum Lingkungan: Sistem Hukum Perizinan Berwawasan
Lingkungan. Pustaka Sutra.

Lestari, Sulistyani Eka. Djanggih, Hardianto. 2019. Urgensi Hukum Perizinan Dan
Penegakannya Sebagai Sarana Pencegahan Pemcemaran Lingkungan Hidup.
Jurnal Masalah-Masalah Hukum. 48(2). Hal 147-163
Efendi, a. (2016). Instrumen hukum lingkungan sebagai sarana pencegahan pencemaran
lingkungan. Jurnal supremasi, 6(1), 3.

Hestanto. 2020. Unsur-Unsur Dalam Perizinan. Unsur-unsur dalam Perizinan | hestanto


personal website. Diakses pada 18 April 2022

Anda mungkin juga menyukai