Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER

HUKUM UNIVERSITAS JAYABAYA


MATA KULIAH HUKUM LINGKUNGAN
DOSEN : Dr. UNTORO, S.H.,M.H.

Nama : Ari Hastuti


NPM : 2021010261058
Hari / Tanggal : Jum’at, 16 Juli 2022
Kelas : Eksekutif 2C

Soal:
1. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia salah satunya menggunakan
instrument hukum administrasi (penegakan hukum lingkungan
administrasi). Berikan penjelasan oleh saudara bahwa tujuan penegakan
hukum lingkungan administrasi bersifat preventif!

2. Apakah setiap izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang senantiasa sah menurut hukum? Berikan analisis saudara
dengan menggunakan teori hukum dan konsep hukum yang relevan!

3. Berdasarkan data sekunder diungkapkan bahwa pemanfaatan ruang


perairan pesisir rentan terhadap sengketa antar pemangku kepentingan
(stakeholder). Atas hal tersebut berikan analisis dan pemikiran saudara
dengan menggunakan teori hukum dan konsep hukum yang relevan!

Jawaban:

1. Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai


ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum
lingkungan yang berlaku secara umum dan individual, melalui
pengawasan dan penerapan sanksi administrasi, gugatan perdata, dan
pidana.
Penegakan hukum administrasi lingkungan bersifat preventif
(pengawasan) dan represif(sanksi administrasi) untuk menegakkan
peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum
lingkungan administrasi dapat diterapkan terhadap kegiatan yang
melanggar persyaratan perizinan dan peraturan perundang-undangan.
Penegakan hukum lingkungan administrasi bersifat preventif.
Penegakan hukum yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan
aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian
langsung yang menyangkut peristiwa konkrit. Instrumen bagi penegakan
hukum preventif meliputi penyuluhan, pemantauan dan penggunaan
kewenangan yang sifatnya pengawasan (pengambilan sampel,
penghentian mesin-mesin dan sebagainya). Dengan demikian, penegak
hukum yang utama adalah pejabat/aparat pemerintah yang berwenang
memberi izin dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Penegakan hukum administrasi lingkungan bersifat preventif yang
dilaksanakan melalui instrumen pengawasan dan perizinan.
Penegakan hukum administrasi seyogyanya mulai dioperasionalkan
semenjak suatu usaha atau kegiatan mulai memajukan izin usaha
(tindakan preventif). Dalam pengelolaan Lingkungan Hidup seyogyanya
lebih mendahulukan upaya pencegahan. Oleh karena itu harus
diperhatikan instrumen preventif sebelum diberikan izin atas suatu usaha
atau kegiatan, seperti:
 Setiap usaha atau kegiatan harus dilakukan sesuai dengan tata ruang
agar sesuai dan serasi dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
 Setiap usaha atau kegiatan wajib memperoleh izin lokasi.
 Wajib AMDAL, bagi usaha atau kegiatan yang diperkirakan
mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan.
 Persetujuan AMDAL, sebagai dasar menerbitkan izin melakukan
usaha atau kegiatan. bahwa instansi-instansi pemberi izin pada
umumnya tidak memiliki program pengawasan dan pemantauan yang
terencana dan terprogram dengan baik.
Aparat yang mengeluarkan izin yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup seperti izin usaha, izin tempat usaha berdasarkan
Ordonansi Gangguan, izin pembuangan limbah, izin mengenai
pengelolaan limbah B3 harus sekaligus berfungsi sebagai pembina dan
pengawas. Setiap izin yang dikeluarkan harus ditindaklanjuti dengan
kegiatan pembinaan, pemberian petunjuk dan teguran untuk senantiasa
mentaati persyaratan yang telah ditentukan. Pengawasan harus
dilakukan terhadap tingkat penaatan penanggungjawab usaha atau
kegiatan terhadap ketentuan perundang-undangan, hal ini perlu
dilakukan untuk mencegah secara dini terjadinya pelanggaran yang
berakibat tercemar atau rusaknya lingkungan.

2. Bahwa setiap izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan oleh pejabat


yang berwenang belum tentu senantiasa sah menurut hukum,
karena dianggap sah jika telah memenuhi ketentuan dan aturan
berlaku,
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 32 UU No. 26 Tahun
2007, bahwa: “Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Perizinan, merupakan perizinan yang terkait
dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan
ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan
kualitas ruang. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai
upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan
ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin
pemanfaatan ruang diatur dan dan diterbitkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena
keterbatasan ruang yang tersedia dalam suatu wilayah menjadi masalah
yang harus dihadapi maka dalam hal ini, masyarakat harus bijak dalam
menggunakan atau memanfaatkan ruang yang ada dan juga peran dari
pemerintah besar halnya dalam penataan ruang ini. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu instrumen dalam penggunaan ruang tersebut melalui
izin dalam pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun
yang tidak memiliki izin akan dikenai sanksi. Izin pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-
masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk:
 Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
 Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang;
 Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
Berdasarkan Teori Kepentingan menyatakan bahwa hak adalah
kepentingan yang terlindungi. Sedangkan kewajiban dalam pemanfaatan
tata ruang, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang sesuai dengan
izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, mematuhi
ketentuan yang di tetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangandinyatakan sebagai pemilik umum.
Terhadap perencanaan terhadap tata ruang yang merupakan salah satu
sebuah produk hukum dimana darisebuah hal dari kebijakan negara atau
dari pemerintah yang sesuai dengan wewenangnya. Maka itu dari suatu
dari sebuah produk hukum yang memiliki sebuah tujuan yang untuk
mengatur dan melindungi terhadap sebuah hak-hak dan kewajiban
terhadap pihak yang dalam penyediaan, peruntukan, penggunaan dan
kemanfaatan terhadap tata ruang dan juga terhadap sumber daya alam.

3. Berdasarkan data sekunder diungkapkan bahwa pemanfaatan ruang


perairan pesisir rentan terhadap sengketa antar pemangku
kepentingan (stakeholder).
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa
pengelolaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir
dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive
assessment), merencanakan tujuan clan sasaran, kemudian
merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna
mencapai pembangunan yang optimal clan berkelanjutan. Pengelolaan
tersebut dilakukan secara kontinyu clan dinamis dengan
mempertimbangkan aspek sosial-budaya-ekonomi clan aspirasi
masyarakat pengguna wilayah pesisir (stakeholders) serta konflik
kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.

Apabila dilihat dari kacamata ekonomi, pulau-pulau kecil dan


wilayah pesisir laut memiliki peran yang sangat strategis dalam
meningkatkan dan menggerakan roda perekonomian masyarakat serta
menopang pembangunan bangsa. Sebab, kekayaan sumberdaya alam
yang terkandung di dalamnya sangat melimpah, baik dari segi
sumberdaya hayati maupun non hayati. Akan tetapi, kekayaan tersebut
ternyata belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah,
dikarenakan adanya ego sektoral antar lembaga pemerintah.
Konflik lembaga yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir laut
dan pulau-pulau kecil ini muncul karena tumpang tindihnya peraturan
perundang-undangan dari tingkat pusat hingga daerah. Ditambah lagi,
masing-masing lembaga memiliki kepentingan berlandaskan pada dasar
hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah, berupa Undang-Undang (UU),
Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan
Manteri, maupun Peraturan Daerah (Perda). Adanya konflik kewenangan
antar lembaga ini justru malah mengakibatkan kerusakan lingkungan
pesisir laut dan pulau-pulau kecil. Hal ini disebabkan karena masing-
masing lembaga merasa berwenang untuk memanfaatkan dan
mengelola, namun akan saling menyalahkan ketika terjadi kerusakan.
Dengan kata lain, kerusakan lingkungan di wilayah pesisir laut dan
pulau-pulau kecil ini disebabkan oleh ketidakjelasan kewenangan antar
lembaga yang terkait di wilayah tersebut. Pemerintah merasa bahwa
keunikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan
berkembangnya konflik dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi
masyarakat pesisir dan pulau- pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar
dampak aktivitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah
pesisir dipertahankan untuk konservasi. Masyarakat perlu didorong untuk
mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah berhasil perlu
diberi insentif, tetapi yang merusak perlu diberi sanksi. Norma-norma
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun
dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian,
danpengawasan, dengan memperhatikan norma-norma yang diatur
dalam peraturan perundangundangan lainnya seperti Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Adapun norma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-


Pulau Kecil yang akan dimuat difokuskan pada norma hukum yang
belum diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan yang ada
atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah
diundangkan. Norma-norma itu akan memberikan peran kepada
Pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepentingan
baik kepentingan daerah, kepentingan nasional, maupun kepentingan
internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu. Sesuai
dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
hukum, pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
PulauPulau Kecil sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas,
tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dasar hukum itu
dilandasi oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Strategi untuk mengoptimalkan pengaturan pemangku kepentingan


dalam mewujudkan pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan
diperlukan melalui peningkatan kolaborasi dan kerja sama antara subyek
dan pemain yang memiliki tingkat kekuasaan dan kepentingan yang
tinggi terhadap kebijakan pengelolaan kawasan pesisir. Hal ini dapat
terwujud melalui peningkatan kerja sama dan kolaborasi yang efektif
antara pemerintah dan masyarakat dalam perwujudan kebijakan
pengelolaan kawasan pesisir berkelanjutan. Strategi pengelolaan
kawasan pesisir berkelanjutan harus melibatkan seluruh pemangku
kepentingan sehingga dapat melindungi sumber daya alam dan jasa
lingkungan, memperhatikan kualitas lingkungan, dan meningkatkan
pendapatan masyarakat pesisir. 

Anda mungkin juga menyukai