NIM : 2199016350
KELAS :C
1. Judul Jurnal : Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Terpadu Untuk Memperkuat
Perekonomian Lokal
Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 serta revisinya dalam Undang-
undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdampak luas kepada semakin
terbukanya peluang Daerah (khususnya Kabupaten dan Kota) untuk mengatur dan
mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat. Sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang tersebut, Kewenangan
Daerah yang dimaksud mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter dan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang meliputi eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan rehabilitasi SDA merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.
Kewenangan berupa mengeluarkan izin Pengelolaan SDA. Adanya kebijakan yang lebih
memberi kewenangan Daerah untuk mengelola SDA tersebut diharapkan berdampak pada
kemudahan perizinan dan menekan biaya perizinan yang tinggi, kelancaran investasi
masuk ke Daerah, keterlibatan langsung Pemerintah Daerah dalam pengelolaan SDA-nya,
tidak menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat.
Selain hal tersebut, kebijakan pengelolaan SDA juga dilakukan dengan tujuan untuk
lebih mengembangkan ekonomi kerakyatan berupa pembagian hasil bagi daerah-daerah
secara lebih proporsional, serta menciptakan keseimbangan untuk menunjang
pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, issue utama mengenai pengelolaan
SDA di Daerah adalah bagaimana melahirkan kebijakan pengelolaan SDA sehingga dapat
digunakan untuk memperkuat perekonomian suatu Daerah secara optimal.
Sumberdaya Alam (SDA) sebagai salah satu unsur yang menentukan perkembangan
ekonomi daerah. Struktur perekonomian daerah didominasi oleh SDA (pertanian,
pertambangan dan galian). Namun demikian, share terhadap pendapatan daerah masih
belum optimal. Upaya Pengelolaan SDA merupakan suatu keharusan. Hal ini mengingat
ketersediaan SDA terbatas.
Pengelolaan SDA Daerah memerlukan kebijakan yang bersifat konseptual, aspiratif,
dan aplikatif. Oleh karena itu, pengelolaan secara partisipatif dengan mempertimbangkan
penilaian secara menyeluruh dan terkoordinasi sesuai dengan kondisi dan peran masing-
masing pemangku kepentingan.
Link Jurnal :
https://www.academia.edu/download/33309714/pengelolaan_sumberdaya_alam_secara_te
rpadu.pdf
2. Judul Jurnal : Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Dampaknya Terhadap
Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia
Kegiatan pembangunan Indonesia yang selama ini menggunakan konsep pendekatan
pertumbuhan, telah membawa dampak buruk pada kuantitas dan kualitas SDA itu sendiri,
karena SDA dieksplorasi dan dieksploitasi untuk membiayai kegiatan pembangunan tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan. sebagaimana
diketahui, kaidah-kaidah tersebut merupakan upaya sistematis terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Kaidah-kaidah tersebut saat ini diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH) dan berbagai peraturan
perlaksanaannya. Secara normatif, UU-PPLH sudah lebih komprehensif dalam mengatur
kaidah-kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dibandingkan dengan
aturan-aturan sebelumnya, karena UU-PPLH merupakan penyempurnaan dari peraturan-
peraturan lingkungan sebelumnya, dan memasukan juga berbagai prinsip/asas terkait
lingkungan yang berkembang di tingkat internasional. Namun pada tataran implementasi,
banyak hal yang masih menjadi kendala khususnya dalam hal penegakan hukumnya. Hal
ini disebabkan begitu banyaknya perundangan-undangan di Indonesia baik pada tingkatan
yang sama yaitu undang-undang maupun pada tingkatan yang tatarannya lebih rendah dari
undang-undang, yang bersinggungan dan/atau tumpang tindih, baik secara langsung
maupun tidak, dengan aturan dalam hukum lingkungan itu sendiri. Selain dari peraturan
perundang-undangannya, permasalahan juga muncul dari sisi lembaga dan proses
implementasi peraturan perundang-undangan itu sendiri. Pada akhirnya permasalahan-
permasalahan tersebut menimbulkan konflik dan/atau sengketa, yang berujung pada
timbulnya kerugian pada masyarakat dan rusaknya kualitas SDA dan lingkungan itu
sendiri.
Kedepan, masalah-masalah lingkungan yang timbul akan semakin kompleks,
mengingat semakin terbatasnya ketersediaan SDA dan kualitas dari SDA itu sendiri yang
semakin menurun. Untuk itu, instrument-instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan sebagaimana yang tertera dalam Pasal 14 UU-PPLH, perlu
dioptimalkan. Selama ini instrumen pencegahan belum ditindaklanjuti dengan peraturan
pelaksanaan yang sistematis dalam satu sistem hukum lingkungan yang komprehensif dan
harmonis diantara berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait baik secara
horizontal maupun secara vertikal. Paling tidak, ke-12 instrumen pencegahan yang
terdapat dalam Pasal 14 UU-PPLH dimaksud harus menjadi alat utama dalam penegakan
hukum lingkungan, dan karenanya, pembuatan peraturan pelaksanaan dari ke-12
instrumen pencegahan menjadi tugas penting bagi pemerintah (termasuk Pemda) untuk
menjalankan penegakan hukum lingkungan berbasis penaatan hukum.