Anda di halaman 1dari 16

71

Implikasi Perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Terhadap


Kewenangan Tata Kelola Pemanfaatan Energi dan Sumber Daya Mineral
Oleh Pemerintahan Daerah di Indonesia

Oleh
Rizky Setiawan1

Program Studi Ilmu Pemerintahan


Fakulas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Riau
Risky.ip@soc.uir.ac.id

Abstrak

Tulisan ini mencoba mengkaji kewenangan Pemerintahan Daerah pasca perubahan


Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004 ke Undang-undang
Nomor 23 tahun 2014. Penyusunan tulisan ini berdasarkan kajian Kepustakaan dan
Perundang-undangan. Salah satu poin penting dalam perubahan Undang-Undang
Pemerintahan Daerah berkaitan dengan kewenanganPemerintahan Daerah dalam
Tata Kelola Sumber Daya Mineral. Implikasi dari perubahan Undang-undang
Pemerintahan Daerah diantaranya berkurangnya kewenangan Pemerintah Daerah
Tinggkat II berkaitan Pemberian izin dan Pengawasan Pemanfaatan Energi dan
Sumber Daya Alam yang ada di kawasan Daerah Kabupaten/kota di Indonesia.
pengambilan kebijakan publik (public policy making). Energi dan Sumberdaya
mineral saat ini telah memainkan peran sangat penting dalam pembangunan
pereekonomian Indonesia, yang berfungsi sebagai salah satu tulang punggung
penerimaan Negara. Pengelolaannya Sumber Daya Alam perlu dilakukan secara
optimal, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta
berkeadilan agar dapat memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran
rakyat secara berkelanjutan.
Kata Kunci : Kebijakan, Kewenangan , Pemerintahan Daerah dan Tata Kelola

Abstract

This paper attempts to examine the authority of the Regional Government following
the amendment of the Regional Government Law Number 32 of 2004 to Law No.
23 of 2014. The compilation of this paper is based on a review of Library and
Legislation. One of the important points in the amendment of the Lawon Regional
Government relates to the authority of the Regional Government in the
Management of Mineral Resources. The implications of the amendments tothe
Law on Regional Government include the decreasing authority of the Government
of Tinggua II related to the granting of permits and supervision of the utilization of
energy and natural resources in the area of regencies / cities in Indonesia. public
policy making (public policy making). Energy and Mineral Resources have now
played a very important role in the development of the

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
72

Indonesian economy, which serves as one of the backbone of state revenue. The
management of Natural Resources needs to be done optimally, efficiently,
transparently, sustainably and environmentally sound, and equitable in order to gain
the greatest benefit for the people's sustainable prosperity.

Keywords: Policy, Authority, Local Government and Governance

Latar Belakang Mengingat minerba sebagai


Sejarah membuktikan bahwa kekayaan alam yang terkandung di
pengelolaan sumberdaya alam (SDA)
selalu menjadi bagian dari dalam bumi merupakan sumber daya
pembentukan dan perubahan alam yang tak terbarukan,
peraturan perundang-undangan atau pengelolaannya perlu dilakukan
kebijakan mengenai desentralisasi. secara optimal, efisien, transparan,
Hal tersebut terjadi sekalipun berkelanjutan dan berwawasan
sejumlah sektor sumberdaya alam lingkungan, serta berkeadilan agar
yang vital seperti energi dan dapat memperoleh manfaat sebesar-
sumberdaya mineral, kehutanan dan besar bagi kemakmuran rakyat secara
perikanan dan kelautan, tidak terkait berkelanjutan.
dengan pelayanan dasar atau bahkan Untuk memberikan landasan
urusan pemerintahan yang bersifat hukum bagi langkah-langkah
wajib. Penempatan pengelolaan SDA pembaruan dan penataan kembali
dalam kebijakan desentralisasi kegiatan pengelolaan dan
karena itu, tidak terlepas dari pengusahaan minerba, pada tanggal
12 Januari 2009 telah disahkan
kedudukan SDA sebagai sumberdaya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
yang mendatangkan kemampuan 2009 tentang Pertambangan Mineral
finansial negara untuk dan Batubara (UU Minerba). Ini
menyelenggarakan pelayanan dasar. merupakan salah satu upaya untuk
Sebagai produk politik, SDA menegaskan kembali upaya
dalam peraturan perundang- pengelolaan sumber daya alam oleh
undangan mengenai desentralisasi Pemerintah sekaligus pula
juga merupakan hasil dari kompromi menegaskan kembali keberadaan
dalam proses pengambilan kebijakan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang
publik (public policy making). Dasar Tahun 1945, yang menyatakan
Energi dan Sumberdaya mineral bahwa “bumi, dan air, dan kekayaan
sejak masa awal berdirinya Republik alam yang terkandung di dalamnya
Indonesia sampai dengan saat ini dikuasai oleh negara dan
telah memainkan peran sangat dipergunakan untuk sebesar-besar
penting dalam pembangunan kemakmuran rakyat”. Seiring
pereekonomian Indonesia, yang implementasinya, ternyata
berfungsi sebagai salah satu tulang keberlakuan UU Minerba masih
punggung penerimaan Negara. belum mampu menjawab beberapa
Prosentasi penerimaan negara dari permasalahan dan kebutuhan hukum
sektor ini masih sekitar 30% dari total di dalam pengelolaan minerba.
penerimaan bidang lainnya. Tercatat banyaknya kasus-kasus

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
73

seperti tumpang tindih dan jumlah dilimpahkan ke daerah. Kementerian


perizinan yang terlalu banyak serta Dalam Negeri menganggap UU No.
tidak terkontrol, sinkronisiasi 32/2004 menghadirkan
terhadap perundangundangan yang keseimbangan antara sentralisasi dan
terkait, pencemaran lingkungan desentralisasi. UU No. 23/2014 yang
hidup, izin penggunaan lahan,sampai diundangkan pada Oktober 2014,
kriminalisasi dan keluhanan dianggap sebagai penyempurna
masyarakat sekitar daerah proses sentralisasi yang sudah
pertambangan atas oprasional dimulai sejak UU No. 32/2004.
perusahaan pertambangan. Semua Dalam bidang pengelolaan SDA UU
kondisi tersebut telah direspon DPR 23/2014, menarik banyak urusan
RI dan Pemerintah Pusat dengan pemerintahan yang pernah
mencantumkan UU Minerba masuk dilimpahkan kepada kabupaten/kota
di dalam Program Legislasi Nasional lewat UU No. 23/2014 perubahan
Prioritas Tahun 2015 pada urutan kewenangan kabupaten/kota di
nomor 25. sektor kehutanan dan perikanan &
Proses pembuatan danmuatan kelautan, mengakibatkan titik berat
tiga undang-undang mengenai otonomi daerah di kabupaten/kota
pemerintahan daerah selama era menjadi hapus. Kementerian Dalam
reformasi dipengaruhi oleh latar Negeri beragumen bahwa sentralisasi
belakang sebagaimana digambarkan tersebut ditujukan untuk mencapai
di atas. UU No. 22/1999, yang pemerintahan yang efektif.
merupakan jawaban atas salah satu Kemunculan UU No. 23/2014
tunturan agenda reformasi, berisi (selanjutnya UU Pemda) dengan
desentralisasi yang dianggap paling corak sentralistiknya menyisakan
liberal di dunia.Besarnya skala urusan tanda tanya mengenai dampaknya
pemerintahan yang dilimpahkan ke terhadap undangundang di bidang
daerah menyebabkan UU tersebut sumberdaya alam seperti UU
dianggap mendekatkan Indonesia ke Kehutanan, UU Pengelolaan Wilayah
sistem pemerintahan federasi. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kementerian Dalam Negeri (UUPWP&PPK), UU Pertambangan
menganggap UU No. 22/1999 Mineral dan Batubara (UU
dominan dengan Pertambangan Minerba) dan UU
desentralisasi.1 Pada saat yang sama Perikanan.
desentralisasi di bidang pemberian Keempat UU tersebut
izin pemanfaatan hutan dan usaha dinamai sebagai UU Sektoral. Selain
pertambangan dianggap menjadi terhadap UU Sektoral, UU
penyebab banjir dan pencemaran air Perlindungan dan Pengelolaan
di sejumlah tempat di Sumatera, Lingkungan Hidup , juga menerima
Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan dampak dari pemberlakuan UU
Papua. Alasan-alasan di atas Pemda. Sejak tahun 1999, UU
kemudian melatari penggantian UU Sektoral dan UUPPLH telah
No. 22/1999 dengan No. 32/2004. UU menyesuaikan diri dengan UU No.
yang terakhir ini dianggap memulai 22/1999 dan No. 32/2004 dengan
proses menarik kembali urusan mengatur mengenai pembagian
pemerintahan yang sudah kewenangan. Pada saat yang sama,

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
74

kementerian-kementerian yang (smelter) hendaknya ditegaskan


melaksanakan undang-undang kembali, jika perlu diberikan sanksi
tersebut juga sudah menundukan diri yang lebih tegas. Hal ini dilakukan
pada peraturan pelaksana UU No. untuk memberi nilai nilai tambah
22/1999 dan No. 32/2004 yang disektor minerba, sehingga
mengatur mengenai pembagian pengaturan mengenai kewajiban
urusan pemerintahan antara pengolahan dan pemurnian yaitu
pemerintah pusat, pemerintahan semangat hilirisasi harus lebih
daerah provinsi dan pementahan diperkuat dan ditegaskan kembali
daerah kabupaten/kota. dalam perubahan UU Minerba.
Adapun beberapa substansi di Kedua, tindak lanjut Putusan
dalam UU Minerba yang harus Mahkamah Konstitusi (MK), dalam
menjadi fokus dan perhatian untuk sejarah keberlakuannya, UU Minerba
dilakukan penyempurnaan adalah, sudah beberapa kali dimohonkan
pertama, paradigma penyelenggaraan untuk diuji terhadap UUD NRI
minerba, kekayaan alam yang Tahun 1945 oleh beberapa pemohon.
melimpah ruang di bidang minerba Dari beberapa permohonan
belum mampu dilindungi oleh pengujian tersebut, tercatat 4 (empat)
regulasi yang sekarang ada. Potensi permohonan yang telah dikabulkan
penerimaan Negara dari sektor oleh MK baik itu secara sebagian
minerba ditengarai banyak yang atau secara keseluruhan.
bobol karena pola kerjasama dengan Walaupun Putusan MK
pihak asing yang tidak bersifat putusan yang menciptakan
menguntungkan, sehingga materi suatu keadaan hukum yang baru
muatan perubahan UU Minerbaharus (constitutief) dan juga menyatakan
lebih berpihak kepada usaha Negara suatu keadaan sebagai suatu keadaan
untuk mensejahterakan dan yang sah menurut hukum (declatoir),
mengutamakan kepentingan rakyat tetapi putusan MK bersifat negative
sebagaimana termaktub di dalam legislation, sehingga untuk itu setiap
Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. putusan MK seharusnya diresponoleh
Selain itu, beberap substansi di dalam Pemerintah dan DPR RI sebagai
UU Minerba khususnya terkaitdengan pembentuk UU (positive legislation).
kewajiban harus lebihdikedepankan. Untuk itu di dalam perubahan UU
Salah satunya mengenai Minerba nantinya, pasal-pasal yang
pengolahan dan pemurnian minerba, telah mendapat judicial review oleh
yang kerap diekploitasi perusahaan MK serta pasal-pasal terkait lainnya
asing untuk kemudian dieksport harus dirumuskan dan
dalam bentuk mentah keluar negeri, dikonstruksikan kembali di dalam
akibatnya nilai tambah yang perubahan UU Minerba, agar konsep
seharusnya dapat dinikmati oleh pengaturannya menjadi lebih bulat
Indonesia justru beralih ke luar dan mantap. Ketiga, sinkronisasi
negeri. Di dalam perubahan UU dengan Undang-Undang Nomor 23
Minerba nantinya, klausula mengenai Tahun 2014 tentang Pemerintahan
kewajiban untuk membangun Daerah (UU Pemda), dalam UU
instalasi pengolahan dan pemurniaan Pemda secara tegas dinyatakan,
bahwa terkait urusan pemerintahan

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
75

dibidang energi dan sumber daya paling pelik di dalam pengelolaan


mineral dibagi antara Pemerintah minerba. Kasus yang paling banyak
Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pasal ditemui terkait izin adalah tumpang
14 ayat (1)). Selain itu, walaupun tindihya izin di dalam satu wilayah
dalam urusan pemerintahan di bidang yang sama, dalam arti terhadap satu
batu bara tidak dicantumkan secara wilayah pertambangan terdapat
tegas di dalam batang tubuh UU, beberapa izin sehingga saling
tetapi bidang ini dimasukkan dalam tumpang tindih. Hal ini tentu saja
lampiran UU Pemda yangmerupakan sangat merugikan pihak investor dan
bagian tidak terpisahkan dari UU tidak menciptakan kepastian usaha.
(Pasal 15 ayat (1)). Sehingga Disisi lain, Pemerintah Pusat yang
penyelenggaran urusan pemerintahan seolah-olah lemah dan tidakmemiliki
di bidang minerba dibagi antara kewenangan untuk dapat menertibkan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah dan membatasi jumlah izin usaha
Proivnsi. Disisi lain pembagian pertambangan. Padahal usaha
kewenangan terkait penyelenggaraan pembatasan perizinan sangat
urusan diperlukan tidak saja untuk
pemerintahan dibidang minerba yang memudahkan kontrol dari
ada di UU Minerba masih dibagi Pemerintah Pusat maupunPemerintah
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah terhadappelaksanaan tahapan
Provinsi, dan Pemerintah usaha pertambangan, tetapi juga
Kabupaten/Kota. Sehingga dalam untuk meminimalisir dari kerusakan
perubahan UU Minerba kedepan hal lingkungan hidup sekaligus juga
ini menjadi salah satu poin krusial menyiapakan daerah pencadangan
yang menjadi agenda penting usaha pertambangan.
perubahan UU Minerba, agar terjadi Untuk itu didalam perubahan
sinkronisasi antara UU Minerba UU Minerba nantinya harus ada
dengan UU Pemda dan tidak saling materi-materi baru yang dapat
bertolak belakang, yaitu mengatur mencegah atau meminimalisir
penyelenggaraan urusan tumpang tindih/duplikasi terhadap
pemerintahan di bidang minerba izin usaha pertambangan juga
didalam perubahan UU Minerba memperkuat kontrol pengawasan dan
menjadi bidang pemerintahan yang pembinaan oleh Pemerintah Pusat
dipegang oleh Pemerintah Pusat dan dan Pemerintah Daerah. Kelima,
Pemerintah Provinsi, sementara kriminalisasi masyarakat sekitar
Pemerintah Kabupaten/Kota tidak daerah pertambangan, hal ini berawal
lagi memiliki kewenangan.Walaupun dari salah satu ketentuan dalam Pasal
begitu peran pemerintah daerah 162 UU Minerba, yang mengatur
kabupaten kota tetapdiberikan porsi pidana bagi setiap orang yang
yang proporsional terkait dengan merintangi atau mengganggu
pengawasan wilayah pertambangan kegiatan usaha pertambangan dengan
serta perizinan pertambangan dalam hanya merujuk kepada ketentuan
skala kecil/rakyat. Pasal 136 yang menyangkut
Keempat, izin. Terkait izin penyelesaian hak atas tanah. Padahal
merupakan salah satu masalah yang disisi lain pemicu dari tindakan

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
76

merintangi atau menghalangi yang masyarakat disekitar wilayah


dilakukan oleh masyarakat disekitar pertambangan. Keenam, kelestarian
area pertambangan tidak hanya lingkungan hidup, banyak pelaku
semata permasalahan hak atas tanah, kegiatan usaha pertambangan kurang
tetapi juga karena tidak adanya mengindahkan kaidah teknik
mekanisme pengaduan oleh pertambangan yang baik, terkait
masyarakat terkait aspirasi mereka dengan aspek konservasi cadangan,
yang tidak tertampung atau kesehatan dan keselamatan kerja, dan
tersalurkan melalui saluran yang ada, pengelolaan lingkungan. Walaupun
misalnya terhadap kasus-kasus didalam UU Minerba telah ada
pencemaran lingkungan atau ketentuan mengenai kewajiban
masyarakat tidak merasakanlangsung reklamasi dan kegiatan
manfaat dari adanyaperusahaan, disisi pascatambang, tetapi dalam
lain masyarakat merasa terganggu praktiknya masih ada wilayah
karena adanya potensi pemcemaran pertambangan atau kegiatan
atau kebisingan sebagai dampak dari pascatambang yang dibiarkan rusak
oprasionalperusahaan. tanpa ada usaha untukmengembalikan
Untuk itu di dalam perubahan fungsi lahan kekondisi semula.
UU Minerba nantinya perlu ada Hal ini terjadi karena
klausula khusus yang mengatur lemahnya pengawasan dan
pengecualian pengenaan sanksi pembinaan dari Pemerintah Pusat
pidana kepada masyarakat dalam hal maupaun Pemerintah Daerah dalam
kasus merintangi atau menghalangi melaksanakan ketentuan reklamasi
yang berkaitan dengan kasus dan kegiatan pasca tambang, selain itu
pencemaran lingkungan hidup. Hal kurangnnya keperdulian dan
ini akan sinkron pula dengan tanggungjawab pemilik izin
ketentuan di Pasal 66 Undang- pertambangan terhadap ketentuan
Undang Nomor 32 Tahun 2009 reklamasi dan kegiatan pasca
tentang Perlindungan dan tambang karena sebagian darimereka
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sudah menitipkan dana jaminan
menyatakan “Setiap orang yang reklamasi dan kegiatan pasca
memperjuangkan hak ataslingkungan tambang. Untuk itu di dalam
hidup yang baik dansehat tidak dapat perubahan UU Minerba kedepan
dituntut secara pidana maupun perlu diatur ketentuan mengenai
digugat secara perdata”. Selain itu, penekanan atau kewajibanan untuk
perlu juga ditambah ketentuan hak membiayai kerusakan lingkungan
untuk mengajukan evaluasi, yang muncul akibat proses
peninjauan, atau bahkan menolak penambangan, juga sanksi baik itu
oleh masyarakat disekitar wilayah yang bersifat administratif maupun
pertambangan atas pertambangan pidana terhadap pelanggaran
yang akan dibuka diwilayah mereka, ketentuan kewajiban relamasi dan
dalam hal keberadaan kegiatan kegiatan pasca tambang kepada
pertambangan tersebut nyatanyata pemilik izin. Harapan Dimasa yang
akan merugikan kepentingan Akan Datang UU Minerba
merupakan salah satu ujung tombak

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
77

bagi pengaturan dalam pengelolaan (UU Minerba), UU No. 31/2004


minerba di Indonesia, untuk itu tentang Perikanan sebagaimana telah
penyempurnaan UU Minerba tidak diubah oleh UU No. 45/2009 (UU
saja penting untuk dapat mengatur Perikanan). Dalam banyak hal, UU
dan mengelola potensi kekayaan tersebut masih memuat semangat
minerbanya, tetapi juga untuk mendesentralisasi urusan
memberikan landasan hukum bagi pengelolaan SDA sebagai bagian dari
upaya pembenahan, penertiban, kebijakan memberi otonomi kepada
maupun pengawasan sekaligus juga daerah untuk mengurus dan mengatur
pembinaan terhadap pengelolaan berdasarkan prakarsa sendiri.
minerba di Indonesia. Pemberlakuan UU Pemda yang
Melihat urgensi yang telah membawa semangat mengambil
diuraikan di atas terkait dengan kembali urusan pemerintahan yang
perubahan paradigma dalam pernah dilimpahkan kepada
pengelolaan, sinkronisasi dengan UU kabupaten kota, tentu saja membawa
Pemda terkait pembagian urusan pengaruh pada UU sektoral tersebut
kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan cara memintanya
dan Pemerintah Daerah dalam menyesuaikan diri. Pengaruh UU
pengawasan dan pembinaan Pemda terhadap UU sektoral dan
pengelolan minerba, serta hal lain UUPLH tidak hanya yang terkait
yang strategis menyangkut isu dengan jenis-jenis urusan
perizinan, lingkungan hidup, dan pemerintahan tetapi juga bentuk
kepentingan langsung masyarakat di organisasi pemerintahan daerah.
area pertambangan, nampaknya UU Bagian ini memaparkan
Minerba tidak hanya perlu dilakukan ketentuan mengenai desentralisasi
perubahan secara sebagai (parsial) bidang pengelolaan SDA
tetapi harus dilakukan perubahan sebagaimana diatur di dalam UU
secara menyeluruh (penggantian), sektoral, UUPLH dan UU Pemda
karena tidak saja substansi akan sendiri. Selain mendeskripsikan,
berubah lebih dari 50% tapi juga bagian ini juga membuat analisis
sudah menyangkut perubahan perbandingan antara UU Pemda
paradigma di dalam pengelolaannya. dengan UU Sektoral dan UU PPLH.
Tidak hanya sampai disitu, bagian ini
Pengaturan Desentralisasi dalam juga menggambarkan implementasi
Pengelolaan SDA UU Pemda sejauh ini sebagaimana
Sejumlah UU sektoral di bidangSDA tergambar surat edaran yang dibuat
dan UU PPLH dibuat sebelum UU No dan disebarluaskan oleh beberapa
23/2014 (UU Pemda) diberlakukan. kementerian.
UU sektoral dimaksud adalah UU No. Pertambangan Mineral dan
41/1999 (UU Kehutanan),UU Batubara
No.27/2007 tentang Pengelolaan Undang-Undang Pertambangan
Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil Minerba, terbit setelah 42 tahun sejak
sebagaimana telah diubah oleh UU pertama kali urusan pertambangan
No. 1/2014 (UU PWP&PPK), UU diatur dalam UU No.11 Tahun 1967
No. 4/2009 tentang Pertambangan tentang Pertambangan. Sama seperti
Mineral dan Batubara

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
78

UU PPLH, UU Pertabangan Minerba pertambangan harus dilaksanakan


cukup lambat melakukan dengan memperhatikan prinsip
penyesuaian dengan UU Pemda. lingkungan hidup, transparansi, dan
Sebagai pengganti dari UU partisipasi masyarakat. UU
Pertambangan No.11 Tahun 1997, Pertambangan Minerba, mengatur
UU Pertambangan Minerba pembagian kewenangan pemerintah,
menegaskan bahwa 1). Mineral dan pemerintah provinsi dan pemerintah
batubara sebagai sumber daya yang kabupaten/kota sebagai berikut:
tak terbarukan dikuasai oleh negara (Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8)
dan pengembangan serta Kewenangan Pemerintah
pendayagunaannya dilaksanakanoleh dalam pengelolaan pertambangan
Pemerintah dan pemerintah daerah mineral dan batubara, antara lain,
bersama dengan pelaku usaha; 2). adalah: a. penetapan kebijakan
Pemerintah selanjutnya nasional; b. pembuatan peraturan
memberikan kesempatan kepada perundang-undangan; c. penetapan
badan usaha yang berbadan hukum standar nasional, pedoman, dan
Indonesia, koperasi, perseorangan, kriteria; d. penetapan sistem
maupun masyarakat setempat untuk perizinan pertambangan mineral dan
melakukan pengusahaan mineral dan batubara nasional; e. penetapan WP
batubara berdasarkan izin, yang yang dilakukan setelah berkoordinasi
sejalan dengan otonomi daerah, dengan pemerintah daerah dan
diberikan oleh Pemerintah dan/atau berkonsultasi dengan Dewan
pemerintah daerah sesuai dengan Perwakilan Rakyat Republik
kewenangannya masing-masing; 3). Indonesia; f. pemberian IUP,
Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan, penyelesaian konflik
desentralisasi dan otonomi daerah, masyarakat, dan pengawasan usaha
pengelolaan pertambangan mineral pertambangan yang berada pada
dan batubara dilaksanakan lintas wilayah provinsi dan/atau
berdasarkan prinsip eksternalitas, wilayah laut lebih dari 12 (dua belas)
akuntabilitas, dan efisiensi yang mil dari garis pantai; g. pemberian
melibatkan Pemerintah dan IUP, pembinaan, penyelesaian
pemerintah daerah; 4). Usaha konflik masyarakat, dan pengawasan
pertambangan harus memberimanfaat usaha pertambangan yang lokasi
ekonomi dan sosial yang sebesar- penambangannya berada pada lintas
besar bagi kesejahteraan rakyat wilayah provinsi dan/atau wilayah
Indonesia; 5). laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari
Usaha pertambangan harus garis pantai; h. pemberian IUP,
dapat mempercepat pengembangan pembinaan, penyelesaian konflik
wilayah dan mendorong kegiatan masyarakat, dan pengawasan usaha
ekonomi masyarakat/pengusaha kecil pertambangan operasi produksi yang
dan menengah serta mendorong berdampak lingkungan langsung
tumbuhnya industri penunjang lintas provinsi dan/atau dalamwilayah
pertambangan; 6). Dalam rangka laut lebih dari 12 (dua belas)mil dari
terciptanya pembangunan garis pantai; i. pemberian IUPK
berkelanjutan, kegiatan usaha Eksplorasi dan IUPK Operasi
Produksi; j. pengevaluasian IUP

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
79

Operasi Produksi, yang dikeluarkan peraturan perundang-undangan


oleh pemerintah daerah, yang telah daerah; b. pemberian IUP,pembinaan,
menimbulkan kerusakan lingkungan penyelesaian konflik masyarakat dan
serta yang tidak menerapkan kaidah pengawasan usaha pertambangan
pertambangan yang baik; k.penetapan pada lintas wilayah kabupaten/kota
kebijakan produksi, pemasaran, dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil
pemanfaatan, dan konservasi; l. sampai dengan 12 (duabelas) mil; c.
penetapan kebijakan kerja sama, pemberian IUP, pembinaan,
kemitraan, dan pemberdayaan penyelesaian konflik masyarakat dan
masyarakat; m. perumusan dan pengawasan usaha pertambangan
penetapan penerimaan negara bukan operasi produksi yang kegiatannya
pajak dari hasil usaha pertambangan berada pada lintas wilayah
mineral dan batubara; n. pembinaan kabupaten/kota dan/atau wilayah laut
dan pengawasan 4 (empat) mil sampaidengan 12 (dua
penyelenggaraan belas) mil; d. pemberian IUP,
pengelolaan pertambangan mineral pembinaan, penyelesaian konflik
dan batubara yang dilaksanakan oleh masyarakat dan pengawasan usaha
pemerintah daerah; o. pembinaan dan pertambangan yang berdampak
pengawasan penyusunan peraturan lingkungan langsung lintas
daerah di bidang pertambangan; p. kabupaten/kota dan/atau wilayah laut
penginventarisasian, penyelidikan, 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua
dan penelitian serta eksplorasi dalam belas) mil; e. penginventarisasian,
rangka memperoleh data dan penyelidikan dan penelitian serta
informasi mineral dan batubara eksplorasi dalam rangka memperoleh
sebagai bahan penyusunan WUP dan data dan informasi mineral dan
WPN; q. pengelolaan informasi batubara sesuai dengan
geologi, informasi potensi sumber kewenangannya; f. pengelolaan
daya mineral dan batubara, serta informasi geologi, informasi potensi
informasi pertambangan pada tingkat sumber daya mineral dan batubara,
nasional; r. pembinaan dan serta informasi pertambangan pada
pengawasan terhadap reklamasi daerah/wilayah provinsi; g.
lahan pascatambang; s. penyusunan penyusunan neraca sumber daya
neraca sumber daya mineral dan mineral dan batubara pada
batubara tingkat nasional; t. daerah/wilayah provinsi; h.
pengembangan dan peningkatan nilai pengembangan dan peningkatan nilai
tambah kegiatan usaha tambah kegiatan usaha pertambangan
pertambangan; dan u. peningkatan di provinsi; i. pengembangan dan
kemampuan aparatur Pemerintah, peningkatan peran serta masyarakat
pemerintah provinsi, dan pemerintah dalam usaha pertambangan dengan
kabupaten/kota dalam memperhatikan kelestarian
penyelenggaraan pengelolaan usaha lingkungan; j. pengoordinasian
pertambangan. perizinan dan pengawasan
Kewenangan pemerintah penggunaan bahan peledak diwilayah
provinsi dalam pengelolaan tambang sesuai dengan
pertambangan mineral dan batubara, kewenangannya; k. penyampaian
antara lain, adalah: a. pembuatan informasi hasil inventarisasi,

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
80

penyelidikan umum, dan penelitian lingkungan; h. pengembangan dan


serta eksplorasi kepada Menteri dan peningkatan nilai tambah dan
bupati/walikota; l. penyampaian manfaat kegiatan usaha
informasi hasil produksi, penjualan pertambangan secara optimal; i.
dalam negeri, serta ekspor kepada penyampaian informasi hasil
Menteri dan bupati/walikota; m. inventarisasi, penyelidikan umum,
pembinaan dan pengawasan terhadap dan penelitian, serta eksplorasi dan
reklamasi lahan pascatambang; dan eksploitasi kepada Menteri dan
n. peningkatan kemampuan aparatur gubernur; j. penyampaian informasi
pemerintah provinsi dan pemerintah hasil produksi, penjualan dalam
kabupaten/kota dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri
penyelenggaraan pengelolaan usaha dan gubernur; k. pembinaan dan
pertambangan. pengawasan terhadap reklamasi
Kewenangan pemerintah lahan pascatambang; dan l.
kabupaten/kota dalam pengelolaan peningkatan kemampuan aparatur
pertambangan mineral dan batubara, pemerintah kabupaten/kota dalam
antara lain, adalah: a. pembuatan penyelenggaraan pengelolaan usaha
peraturan perundang-undangan pertambangan. (2) Kewenangan
daerah; b. pemberian IUP dan IPR, pemerintah kabupaten/kota
pembinaan, penyelesaian konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masyarakat, dan pengawasan usaha dilaksanakan sesuai dengan
pertambangan di wilayah ketentuan peraturan perundang-
kabupaten/kota dan/atau wilayah laut undangan.
sampai dengan 4 (empat) mil; c. Kewenangan yang cukup
pemberian IUP dan IPR, pembinaan, nyata bagi Pemerintah
penyelesaian konflik masyarakat dan Kabupaten/Kota dalam bidang
pengawasan usaha pertambangan Pertambangan Mineral dan Batubara
operasi produksi yang kegiatannya diwujudkan dalam bentuk antara lain:
berada di wilayah kabupaten/kota - kewenangan dalam penerbitan izin
dan/atau wilayah laut sampai dengan usaha pertambangan (IUP) dan izin
4 (empat) mil; d. usaha pertambangan rakyat (IUPR) -
penginventarisasian, penyelidikan membentuk struktur satuan kerja
dan penelitian, serta eksplorasi dalam perangkat daerah (dinas
rangka memperoleh data dan pertambangan) - menyusun peraturan
informasi mineral dan batubara; e. daerah (Perda) yang berhubungan
pengelolaan informasi geologi, dengan pertambangan.
informasi potensi mineral dan Sebagaimana dijelaskan pada
batubara, serta informasi bagian Pendahuluan, UU No.
pertambangan pada wilayah 23/2014 tentang Pemerintahan
kabupaten/kota; f. penyusunan Daerah (UU Pemda) bercorak
neraca sumber daya mineral dan sentralistik. Sekalipun Kementerian
batubara pada wilayah Dalam Negeri menyebut UU ini
kabupaten/kota; g. pengembangan memiliki tujuan menciptakan
dan pemberdayaan masyarakat penyelenggaraan pemerintahan yang
setempat dalam usaha pertambangan efektif, ketentuan dan penjelasan di
dengan memperhatikan kelestarian dalamnya menyiratkan kehendak

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
81

untuk memusatkan kembali seperti di sektor kelautan, pada sektor


penyelenggaraan pemerintahan. perikanan, kabupaten/kota masih
Untuk menjustifikasi memiliki kewenangansekalipun lebih
penyelenggaraan pemerintahan banyak untuk urusan pemberdayaan
sentralistk tersebut, UU ini nelayan kecil. Urusan lainnya adalah
membangun sejumlah argumen pengelolaan dan penyelanggaraan
mengenai asal-usul kekuasaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan
pemerintahan. UU ini berargumen menerbitkan izinperikanan budidaya.
bahwa dalam negara kesatuan, Kewenangan yang diberikan ke
pemerintah pusat lah yang pertama provinsi banyak menyangkut
kali mendapatkan kekuasaan perizinan selain pengawasan
pemerintahan. Kekuasaan tersebut sumberdaya perikanan. Untuk bidang
kemudian dibagibagi ke pemerintah energi dan sumberdaya mineral, UU
daerah. Pemda masih memberikan
Oleh karena itu pemerintah kewenangan kepada provinsi dan
daerah berada di bawah pembinaan kabupaten/kota sepanjang tidak
dan pengawasan pemerintah pusat mengenai minyak dan gas bumi.
dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan. Dikatakan juga bahwa Perbandingan Undang-undang
tanggungjawab akhir Pemerintahan Daerah dengan
penyelenggaraan pemerintahan ada Undang-undang Sektoral
pada pemerintah pusat sebagai Dengan diterbitkan pengganti
sumber asal kekuasaan UU 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan. UU Pemda secara Pemerintahan Daerah oleh UU 23
konsisten menampakan ekspresi Tahun 2014, pembagian urusan
sentralisme penyelenggaraan pemerintahan menjadi salah topik
pemerintahan ketika merumuskan penting dan menarik perhatian
ketentuan-ketentuan mengenai banyak pihak. Pembagian urusan
penyerahan kewenangan pemerintahan menjadi penting bagi
(desentralisasi). Secara umum, UU Pemerintah Kabupaten/Kota karena
Pemda menarik secara signifikan menyangkut kewenangan apa saja
kewenangan pengelolaan SDA dari yang masih dipegang dengan
kabupaten/kota. Dalam bidang terbitnya UU Pemda yang baru
kehutanan, hanya pengelolaan taman tersebut. Dalam suatu acara seminar
hutan raya yang masih tersisa di nasional di Bulan Maret 2015, di
daerah. Sebagian kewenangan ditarik Kalimantan Timur, dengan topik
ke pusat atau dilimpahkan ke bahasan adalah materi UU Pemda
provinsi. yang baru, mengundang banyak
Perubahan lebih drastisterjadi komentar utamanya dari Pemerintah
pada sektor kelautan. UUPemda tidak Kabupaten/Kota. Pokok
menyisakan satukewenangan pun argumentasinya, adalah bakal
kepada hilangnya sebagian bersar
kabupaten/kota untuk pengelolaan kewenangan pemerintah
sumberdaya laut. Desentralisasi kabupaten/kota khususnya pada
pengelolaan sumberdaya laut hanya bidang kehutanan, pertambangan dan
sampai di tingkat provinsi. Tidak

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
82

kelautan. Nada kekecewaan begitu target waktu, sejumlah Menteri


tampak dari komentar danpertanyaan mengeluarkan surat edaran yang
para wakil pemerintah ditujukan kepada pemerintah daerah.
kabupaten/kota. Khusus pada bidang Tujuannya untuk mengingatkan
kehutanan dan pertambangan, ketentuan-ketentuan dalam UU
implikasi penerapan UU 32 Tahun Pemda yang menginginkan Pemda
2014 akan menyebabkan hilangnya melakukan langkah-langkah
dinas kehutanan dan dinas persiapan, dan memberikan arahan
pertambangan. Sebab, tidak mengenai tindakan dan perubahan-
signifikan bagi Pemerintah perubahan yang perlu dilakukan
Kabupaten/Kota untuk membentuk dalam rangka menyambungkan
SKPD Kehutanan dan Pertambangan antara situasi/perbuatan yang sudah
jika wewenang atau hal yang diurus dilakukan sebelumnya dengan
hanya 1 (satu) urusan. Misalnya di ketentuan dalam UU Pemda.
bidang kehutanan, Pemerintah Bagian-bagian berikut akan
kabupaten/kota hanya berwenang memaparkan perbuatan administratif
mengurus Taman Hutan RayaPaparan oleh sejumlah kementerian
berikut membandingkan ketentuan (pemerintah pusat) dalam rangka
UU Pemda dengan beberapa UU melaksanakan UU Pemda dalam
sektoral (UU Kehutanan, UU bentuk membuat surat edaran.Sebagai
PWP&PPK, UU Pertambangan kementerian yang bertanggung jawab
Minerba, UU Perikanan) dan UU atas pelaksanaan UU Pemda,
PPLH terkait dengan desentralisasi Kementerian Dalam Nageri yang
pengelolan SDA. (Tahura), dalam hal ini diwakili oleh Menteri,
sedangkan di bidang energy dan membuat dan menyebarkan Surat
sumber daya mineral hanya mengurus Edaran yang ditujukan kepada
penerbitan izin pemanfaatan langsung Gubernur dan Bupati/Walikota se-
panas bumi dalam daerah Indonesia. Surat Edaran tersebut
kabupaten/kota. bertanggal 16 Januari 2015.2 Pada
intinya surat edaran tersebut
Implementasi Undang-undang mengatur mengenai 4 hal yaitu: (i)
Pemerintahan Daerah langkah-langkah yang perlu
UU Pemda menghendaki dilakukan dalam rangka penyerahan
perubahan penyelenggaraan penyelenggaraan urusan
pemerintahan di tingkat daerah. pemerintahan; (ii) bagaimana
Penyelenggaraan pemerintahan melaksanakan tindakan-tindakan
dengan pembagian kewenangan masa transisi; (iii) tindakan-tindakan
seperti yang diinginkan oleh UU sementara menunggu terbentuknya
Pemda, ditargetkan harus sudah perangkat di tingkat daerah yang
berjalan dua tahun setelah UU permanen. Tindakan-tindakan yang
tersebut diberlakukan. Masa waktu disarankan dilakukan untuk
dua tahun digunakan untuk penyerahan penyelenggaraan urusan
mempersiapkan pelaksanaan UU pemerintahan misalnya serah terima
Pemda secara penuh. Untuk personil, pendanaan, saran dan
memastikan persiapan tersebut prasarana serta dokumen (P3D) yang
berjalan dengan baik dan sesuai harus dituntaskan dalam dua tahun.

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
83

Surat edaran menyarankan untuk provinsi menurut UU Pemda. Hal


melakukan inventarisasi P3D menarik dari surat edaran tersebut
sebelum melakukan serah terima. bahwa peralihan penyelenggaraan
Saran lainnya agar Gubernur dan kewenangan tersebut secara otomatis
Bupati/Walikota melakukan terjadi dengan pemberlakuan UU
koordinasi diantara mereka termasuk Pemda. Salah satu contoh yang
koordinasi DPRD dan Kementerian disebutkan dalam surat edaran
relevan. Dalam rangka tersebut bahwa peralihan tersebut
menyelenggarakan urusan bersifat otomatis adalah pemberian
pemerintahan umum, surat edaran izin perhutanan sosial yaitu izin
memberi petunjuk agar usaha hutan kemasyarakatan, hak
Badan/Kantor Kesbangpol dan atau pengelolaan hutan desa dan izin
biro/bagian di sekretariat daerah yang usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-
membidangi urusan hutan tanaman rakyat. Surat edaran
pemerintahan menanganinya, tersebut menentukan bahwa bagi
sementara menunggu terbentuknya yang sudah ada penetapan areal oleh
instansi vertikal yang akan Menteri Lingkungan Hidup dan
membantu gubernur dan Kehutanan, izin diberikan oleh
bupati/walikota. Bupati dengan mempertimbangkan
Adapun saran untuk tahapan dan proses yang sudah
menyelenggarakan tugas dan dilakukan oleh Bupati/walikota.
wewenang Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat, surat edaran Analisis dampak Pemberlakuan
memberi petunjuk untuk Undang-undang Pemerintahan
menugaskan SKPD provinsi Daerah
menunggu terbentuknya perangkat Undang-undang emerintahan
Gubernur. Sekitar empat bulan Daerah baru berlaku kurang lebih
setelah surat edaran Menteri Dalam setahun, dampak pemberlakuan yang
Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dipaparkan dalam laporan ini belum
dan Kehutanan, membuat dan merupakan hal-hal yang konkrit
menyebarluaskan sebuah surat seperti penambahan jumlah UPTD
edaran yang ditujukan kepada provinsi atau penghapusan sauan
Gubernur, Bupati/walkota dan kepala kerja perangkat daerah tingkat
dinas yang membidangi urusan kabupaten/kota.
kehutanan provinsi dan Denganbaru melewati
kabupaten/kota.3 Dengan menyebut kurang lebih satu tahun, paparan
ulang sejumlah ketentuan dalam UU mengenai dampak lebih menunjuk
Pemda, surat edaran tersebut pada pandangan-pandangan terhadap
memperjelas implikasi pemberlakuan UU Pemda dan rencana-rencana
UU Pemda pada kewenangan mengimplementasikannya.Pandanga
penyelenggaraan izin dan pelayanan npandangan mencakup optimisme
publik. Kewenangan-kewenangan dan kekawatiran-kekawatiran
tersebut yang menurut peraturan mengenai kondisi dan hasil yang
perundangan sebelumnya (PP akan muncul.
38/2007) menjadi milik
kabupaten/kota, beralih kepada Organisasi perangkat daerah

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
84

Sekalipun mendapatkan berkeadilan agar dapat memperoleh


tambahan kewenangan yang banyak manfaat sebesar-besar bagi
dari pemberlakuan UU Pemda, kemakmuran rakyat secara
pemerintah provinsi di tempattertentu berkelanjutan.
kawatir dengan kemampuan mereka
dengan jumlah sumberdaya manusia Saran
yang terbatas. Dicontohkan 1. Perlunya Peninjauan ulangaturan
kemampuan untuk menangani berkaitan dengan pengurang
permohonan izin usaha kewenangan Pemerintah Daerah
pertambangan yang mencapai 700- Khusunya Pemerintah
an. Situasi yang sama juga Kabupaten Kota berkaitan
dibayangkan berpotensi terjadi untuk dengan Pemanfaatan Energi dan
penyelenggaraan perizinan di bidang Sumber DayaMineral.
kehutanan. Pemerintah diperkirakan 2. Pemerintah dalam hal ini sebagai
tidak akan bisa menyediakan Penyelengara dari Tata Kelola
pelayanan efektif akibat banyaknya Energi dan Sumber DayaMineral
jumlah permohonan apalagi harus harus dapat membuat dan
melakukan verifikasi lapangan ke mempercepat berkaitan dengan
tempat-tempat yang secara jarak jauh energi terbarukan sebagai
dari ibu kota provinsi. 4 Karena itu, pengganti Energi Sumber Daya
kehadiran Unit Pelaksana Teknis Mineral habis pakai
(UPT) Kementerian di daerah, 3. Pemerintah dalam pemanfaatan
dianggap akan bisa mengatasi Energi dan Sumber DayaMineral
kelemahan tersebut. harus bisa efektif, efesien,
transparan dan tepat sasaran bagi
Kesimpulan kemajuan bangsa dan
Implikasi dari perubahan kemakmuran masyarakat.
Undang-undang Pemerintahan
Daerah diantaranya berkurangnya Daftar Kepustakaan
kewenangan Pemerintah Daerah Bratakusumah, Supriady, Dedi dan
Tinggkat II berkaitan Pemberian izin Solihin, Dadang. 2001.
dan Pengawasan Pemanfaatan Energi Otonomi Penyelenggaraan
dan Sumber Daya Alam yang ada di Pemerintah Daerah. Jakarta:
kawasan Daerah Kabupaten/kota di Gramedia Pustaka Utama.
Indonesia. pengambilan kebijakan D. Siregar, Doli. 2002. Optimalisasi
publik (public policy making). Pemberdayaan Harta Kekayaan
Energi dan Sumberdaya mineral saat Negara. Jakarta: Gramedia
ini telah memainkan peran sangat Pustaka Utama. Islamy,
penting dalam pembangunan A.Irvan. 1994. Prinsip-prinsip
pereekonomian Indonesia, yang Perumusan Kebijakan Negara,
berfungsi sebagai salah satu tulang Jakarta: Bina Aksara. Edisi 2,
punggung penerimaan Negara. Cet. 1. Kaho, Josef Riwu, 1991.
Pengelolaannya Sumber Daya Alam Prospek Otonomi Daerah di
perlu dilakukan secara optimal, Negara RI. Jakarta: Rajawali
efisien, transparan, berkelanjutan dan Press.
berwawasan lingkungan, serta

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
85

Sabar, Eko Prihatin. 2009. Otonomi


Daerah dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Semarang:
Fakultas
A., Wedayanti, M. D., & Zainal,
Suharto, Edi. 2005. Membangun M. L. H. (2021). Analysis of
Masyarakat Memberdayakan Benefits, Discipline and
Rakyat.Bandung: Refika Leadership Style in improving
Aditama. Employee Performance of the
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Ministry of Religion in
Publik Teori & Proses . Pekanbaru, Indonesia.
Yogyakarta: Media Pressindo. Nasri, H., Nurman, N., Azwirman, A.,
Yasmi, Yardi. Dkk. 2005. Zainal, Z., & Riauan, I. (2022).
Kompleksitas Pengelolaan Implementation of collaboration
Sumber Daya Hutan di Era planning and budget performance
Otonomi Ekosistemik dalam information for special allocation
Daerah; Studi Kasus di fund in budget planning in the
Pengelolaan Sumberdaya regional development planning
Kabupaten Sintang 30 Alam di agency of Rokan Hilir
Daerah, Makalah disampaikan regency. International Journal of
dalam “Seminar Internasional Health Sciences (IJHS)
IV Dinamika Politik Lokal di Ecuador, 6(S4), 639-651.
Indonesia: Partisipasi dan
Demokrasi”, Salatiga, 14-18 Munir, A., Wahyudi, S., & Zainal, Z.
Juli 2003. Kalimantan Barat. (2020). Tinjauan Kriminologi
Terhadap Sensual Marketing Sebagai
Bogor: Inti Prima Karya.
Strategi Pemasaran Produk Yang
Diperankan Oleh Sales Promotion
di Keamatan, M. P. N. S., & Hulu, S. Girl Di Kota Pekanbaru. Wedana:
Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Jurnal Kajian Pemerintahan,
Pemerintah Nomor 45 Tahun Politik dan Birokrasi, 6(2), 21-35.
2007 Tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pengangkatan Subhayano, T., Yogia, M. A.,
Sekretaris Desa. Wedayanti, M. D., & Zainal, Z.
(2021). The Role of the Camat in
Ispik, A., Yogia, M. A., Wedayanti, Coordinating the Administration
M. D., & Zainal, Z. (2021). The of Peace and Order in Pangkalan
Influence of Discipline on Kerinci District Pelalawan
Performance of Employees Office Regency.
of the Ministry of
Religion. Pekanbaru City. Suwaryo, H. U., & Redjo, H. S. I.
(2018). Transformasi Hubungan
Subhayano, T., Yogia, M. A., Pemerintah Pusat Dan Pemerintah
Wedayanti, A. A. P. M. D., & Daerah Dalam Pemberian Izin
Zainal, M. L. H. (2021). Good Hutan Tanaman Industri Bagi
Governance in Maintaining Peace Swasta Di Provinsi Riau Tahun
and Order at Pangkalan Kerinci 2010-2015.
District. Pelalawan Regency.
Wicaksono, A. (2022, April).
Ispik, A., Yogia, M. A., Purwati, A.
JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN
VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018
86

Peatlands Restoration Policies in Journal (BIRCI-Journal), 2(1),


Indonesia: Success or Failure?. 254-262.
In IOP Conference Series: Earth Riauan, M. A., Sari, G. G., Aslinda,
and Environmental Science (Vol. C., & Qurniawati, E. F. (2018).
995, No. 1, p. 012068). IOP Konstruksi Makna
Publishing. Ketergantungan dalam Perilaku
Yogia, A. S. M. A., Rahman, Z. M. D. Merokok. Relasi Negara Industri
W. K., & Purwati, A. A. (2021). Dan Masyarakat Dalam Perspektif
Leadership of Tourism and Komunikasi, 171.
Culture Department in Riauan, M. A. I., & Shasrini, T.
Development of Cultural (2017). Dampak Komunikasi
Reserves at District Kuantan Terapeutik terhadap Citra
Singingi. Pelayanan Kesehatan (Studi
Zainal, Z., Rambey, R. R., & Rahman, Kasus di Rumah Sakit Umum
K. (2021). Governance of Daerah Arifin Achmad
Household Waste Management in Pekanbaru). Jurnal The
Pekanbaru City. MIMBAR: Messenger, 9(1), 31-43.
Jurnal Sosial dan Riauan, M. A. I. (2016). Figur Politik
Pembangunan, 37(2). Calon Walikota Pekanbaru
Halim, N. A., Rosidi, I., Haris, A., Septina Primawati Rusli dan
Yesicha, C., & Riauan, M. A. I. Erizal Muluk Pada Pemilukada
Media dan Politik. Kota Pekanbaru
2011. Medium, 4(2).
Riauan, M. A. I., Aziz, A., & Nurman,
N. (2020). Analisis Framing" Riauan, M. A. I. (2013). Penggunaan
Aksi Bela Islam" sebagai Dakwah Teknologi Komunikasi dalam
Islam di Riau Pos (A Framing Penerapan Good
Analysis of" Islam Defense Governance. Jurnal Kajian
Action" as Islamic Dakwah on Pemerintahan, 2(2), 102-107.
Riau Pos Newspaper). Jurnal Riauan, M. A. I. (2012). Studi
Dakwah Risalah, 31(1), 35-47. Komparatif Aktivitas Humas
Riauan, M. A. I., Qurniawati, E. F., Antara Pemerintah Provinsi Riau
Aslinda, C., & Aziz, A. (2020). dengan PT. Chevron Pacific
Konstruksi Realitas Pada Pesan Iindonesia. Medium, 1(1).
Politik Calon Walikota Pekanbaru Sari, G. G., Wirman, W., & Riauan, M.
di Riau Pos. ETTISAL: Journal of A. (2018). Pergeseran Makna
Communication, 5(1). Tradisi Bakar Tongkang Bagi
Riauan, M. A. I., Kholil, S., & Generasi Muda Tionghua di
Sikumbang, A. T. (2019). Islamic Kabupaten Rokan Hilir Provinsi
Symbols on Political Messages in Riau.
Newspapers in Riau (Study in
Regional Head Election
2017). Budapest International
Research and Critics Institute-

JURNAL KAJIAN PEMERINTAHAN


VOLUME IV NOMOR 1 MARET 2018

Anda mungkin juga menyukai