Abstrak
Fokus bahasan pada tulisan ini terutama pada apakah desentralisasi telah
mengadopsi aspirasi masyarakat paling bawah, dan apakah desentralisasi
merupakan ancaman bagi eksistensi mereka atau merupakan peluang untuk
perbaikan kehidupan mereka. Studi kasus melalui studi literatur dilakukan
terhadap masyarakat adat Cerekang di Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi
Selatan. Berdasarkan beberapa literatur, pemanfaatan sumber daya alam di
Kabupaten Luwu Timur telah mengabaikan aspirasi masyarakat sekitar dan
kelestarian lingkungan. Hal ini menimbulkan dampak lanjutan berupa perubahan
pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat adat, seperti terjadinya
pergeseran pola pikir, perubahan orientasi ekonomi dan melemahnya
kelembagaan adat.. Akibatnya, desentralisasi dirasakan tidak memberikan harapan
tetapi menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan masyarakat adat Cerekang
dengan hutan adatnya. Ke depan, pemerintah Kabupaten Luwu Timur perlu
menyiapkan kebijakan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih berimbang dan
transparan dengan banyak menampung aspirasi masyarakat.
Abstract
4.170 ha). Penurunan luas rawa perikanan laut, dan Rp. 20,93 miliar
alami dan mangrove ini disertai oleh merupakan nilai pilihan untuk
peningkatan luas tambak (54%), pelestarian keanekaragaman hayati
kolam (202%) dan sawah (86%).
Demikian pula dengan hutan
mangrove primer, yang berkurang
hampir setengahnya (dari 15.835 ha
menjadi 9.885 ha). (dan yang rusak
meningkat 60% . Berdasarkan peta
penutupan lahan terbaru (2003),
hutan mangrove primer di Luwu
Dari data yang telah
Timur hanya tinggal 2,34 ha,
dipaparkan di atas tampak ada
sedangkan mangrove sekunder
korelasi yang jelas antara
10.164 ha.
implementasi desentralisasi dengan
Sejak tahun 1997, Proyek kelestarian sumber daya alam,
Rehabilitasi dan Pengelolaan khususnya hutan. Dikeluarkannya
Mangrove di Sulawesi telah UndangUndang No. 22 Tahun 1999
menyarankan agar pembukaan tentang desentralisasi yang diikuti
tambak di kawasan mangrove Luwu oleh berdirinya kabupatenkabupaten
Timur perlu dihentikan sambil baru dengan segala kebijakan
menunggu solusi pengelolaan pemerintahnya tampaknya
kawasan yang dapat disepakati melahirkan suatu kecenderungan
semua pihak, termasuk masyarakat politik pengejaran PAD dengan dalih
setempat. Alasannya kawasan untuk mensejahterakan rakyat dan
mangrove di Luwu Timur memiliki menjaga kelangsungan
arti yang sangat penting dan pembangunan.
berdasarkan perhitungan ekonomi
Politik pengejaran PAD yang
kawasan mangrove ini memiliki nilai
menjadi isu sentral (mungkin) di
ekonomi total Rp. 293.967 miliar,
seluruh kabupaten di Indonesia telah
dimana Rp. 355,91 miliar merupakan
membuat pemerintah daerah menjadi
nilai terpakai langsung untuk
8
dimiliki oleh masyarakat dari luar, di yang paling cepat dan meluas yang
regional yang muncul sejak jatuhnya sejak awal 1970-an (Delay et.al,
pemerintahan Suharto yang 1995; Devas, 1997; Rohdehwold,
sentralistik dan otoriter. Walaupun 1995), namun elemen-elemen
besar dan beragam, Indonesia pada utamanya tidak pernah terlaksana.
waktu itu memiliki sistem Dipicu oleh krismon dan pergolakan
administrasi dan fiskal yang sangat politik yang timbul setelah itu,
terpusat. Dalam fiskal 1999, Indonesia sekarang mengambil
misalnya, pemerintah pusat langkah raksasa dalam desentralisasi
mengumpulkan 94 persen dari politik dan fiskal. Pemerintah
pendapatan pemerintah secara umum merespon kepada permintaan akan
dan sekitar 60 persen dari desentralisasi yang semakin keras
pengeluaran daerah dibiayai oleh ketika DPR dengan cepat menyetujui
transfer dari pusat. Sistem ini dua undang-undang di bulan April
memperlemah hubungan antara 1999 dengan menetapkan tanggal 1
permintaan lokal dan pengambilan Januari 2001 sebagai mulai
keputusan dalam hal pelayanan dilaksanakannya desentralisasi yang
publik lokal, mengurangi drastis, yang bisa dikatakan sebagai
akuntabilitas lokal, dan membuat “big bang” (“ledakan keras”).
alokasi yang bersifat ad hoc dari
Deforestasi
sumberdaya fiskal di seluruh daerah.
Kondisi Hutan di Sulawesi
Di masa lalu, ketidakpuasan
merupakan salah satu yang memiliki
timbul akibat pengendalian
banyak flora dan fauna endemik
pemerintah pusat terhadap
yang hidup di dalam hutan
penghasilan dari sumber daya alam
Indonesia. Ekosistem hutan yang
di daerah serta kurang sensitifnya
baik mampu menyediakan jasa
pemerintah terhadap perbedaan
lingkungan untuk ekosistem yang
antardaerah; ketidakpuasan ini
ada disekitarnya (Turner dkk. 2007).
kemudian memunculkan permintaan
Penurunan fungsi hutan menjadi
yang kuat akan pembagian
ancaman bagi sebuah ekosistem.
kekuasaan. Berbagai proposal untuk
desentralisasi fiskal telah dibuat
11
pendapatan dari hutan serta akses hutan nipah dan mangrove secara
terhadap hutan dan hasil hutan ekstensif. Keluhan perajin atap nipah
Administration and
Development, 17(3): 251-68.