Anda di halaman 1dari 6

Nama : Aditia Karsa Ginting

NPM : 18400066
NO.UAS 40-00210
Kelas : Reguler VII C Hukum Bisnis / Sore

UNIVERSITAS TAMA JAGAKARSA


UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Kapita Selekta Hukum Perdata


Semester : VII C Hukum Bisnis
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Januari 2022
Jam : 19.00 – 21.00 WIB
Dosen : A. Ester Tarigan,SH.,MH.

Soal dan Jawaban :

1. A. Jelaskan persoalan apa yang bisa terjadi dalam subjek hukum.

Jawab : Subjek Hukum :


Subjek Hukum Adalah Setiap Makhluk Hidup Yang Berwenang Untuk Memiliki, Memperoleh, dan Menggunakan
Hak Serta Kewajiban Dalam Lalu Lintas Hukum.

* siapakah subjek hukum tersebut :

- Manusia (orang/persoon);

- Badan usaha yang berbadan hukum (rechtpersoon);

Subekti mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan
melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai
kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga
menggugat di muka hakim.

Pada sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum
perdata telah lama diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in
judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort). Badan hukum mempunyai
kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada
bidang hukum harta kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme
pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Lebih lanjut dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum perdata terdiri dari beberapa jenis, diantaranya
perkumpulan, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”); Perseroan Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas); Koperasi
(Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian); dan Yayasan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2011 tentang Yayasan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004).

* Kapan sebagai subjek hukum :

sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika
diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian

B. Jelaskan cara penyelesaian persoalan dalam subjek hukum.

Jawab : cara penyelesaian persoalan dalam subjek hukum bisa dilakukan melalui Lembaga peradilan (litigasi) dan
di luar Lembaga Peradilan ( non litigasi ) penyelesaian persoalan subyek hukum diluar jalur peradilan dapat
dilakukan melalui mediasi atau arbitrase

2. A. Jelaskan persoalan apa yang bisa terjadi pada memorandum of undersatanding


(MOU).

Jawab : Memorandum of Understanding (“MoU”) atau yang dikenal juga dengan istilah Nota Kesepakatan, atau
pra-kontrak merupakan suatu perbuatan hukum dari salah satu pihak (subjek hukum) untuk menyatakan maksudnya
kepada pihak lainnya akan sesuatu yang ditawarkannya ataupun yang dimilikinya.

Dengan kata lain, MoU pada dasarnya merupakan perjanjian pendahuluan, yang mengatur dan memberikan
kesempatan kepada para pihak untuk mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum nantinya membuat
perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat para pihak.

MoU yang demikian telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
yang terdiri dari kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, mengenai suatu hal tertentu, dan sebab yang halal,
maka MoU tersebut mengikat para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya.

Konsekuensinya, jika salah satu pihak melanggar MoU tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan
secara perdata ke pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan pihak yang melanggar. Tapi, sebelum mengajukan
gugatan, si pihak yang dirugikan tersebut harus terlebih dahulu memberikan surat peringatan/somasi yang berisi
peringatan agar pihak tersebut memenuhi kewajibannya.

B. Jelaskan cara penyelesaian persoalan dalam MOU tersebut.

Jawab : PenyusunanMemorandum of Understanding (MoU) menjelaskan bahwa ada 2 pendapat berbeda


mengenai kekuatan mengikat MoU

- MoU memiliki kekuatan hukum mengikat sama halnya dengan perjanjian itu sendiri.
Meskipun secara khusus tidak ada pengaturan mengenai MoU, serta penyusunannya diserahkan kepada
para pihak, bukan berarti MoU tidak mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat, hingga memaksa
para pihak untuk menaatinya dan/atau melaksanakannya.
Adapun yang bisa dijadikan dasar hukum pendapat ini adalah ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
Dengan kata lain, jika MoU sudah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi masing-masing pihak dapat
disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa, sebatas pada
hal-hal pokok yang termuat dalam MoU.
- MoU tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga secara hukum tidak dapat dipaksakan kepada masing-
masing pihak.
MoU hanya sebuah perjanjian pendahuluan sebagai alat bukti awal adanya kesepakatan yang memuat hal-
hal pokok untuk melakukan perjanjian lebih lanjut. Meskipun mendasarkan pada KUH Perdata, kekuatan
mengikat yang berlaku pada MoU tetap hanya sebatas moral saja. Dengan kata lain, MoU
merupakan gentlemen agreement yang tidak memliki akibat hukum. Oleh karena itu, jika salah satu pihak
ternyata tidak menjalankan MoU, maka pihak lain tidak dapat memberlakukan sanksi kepada yang
bersangkutan.

Selain itu, saya berpendapat bahwa untuk menentukan apakah suatu MoU memiliki kekuatan hukum
mengikat atau tidak, harus dilihat terlebih dahulu isi perjanjiannya. Hal ini mengingat dalam praktiknya,
masih banyak pihak yang menganggap MoU sebagai perjanjian atau membuat dokumen perjanjian yang
diberi nama MoU, sehingga di dalamnya sudah diatur hak dan kewajiban para pihak.
Jika MoU yang demikian telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, yang terdiri dari kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, mengenai suatu hal tertentu, dan
sebab yang halal, maka MoU tersebut mengikat para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak
yang membuatnya.

Konsekuensinya, jika salah satu pihak melanggar MoU tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan
gugatan secara perdata ke pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan pihak yang melanggar. Tapi,
sebelum mengajukan gugatan, si pihak yang dirugikan tersebut harus terlebih dahulu memberikan surat
peringatan/somasi yang berisi peringatan agar pihak tersebut memenuhi kewajibannya.

3. A. Jelaskan persoalan apa yang bisa terjadi pada trust atau kepercayaan dalam hukum.

Jawab : mengenai penerapan asas kepercayaan dalam perjanjian antara pedagang dengan penyuplai barang di
Pasar A. Hampir semua pedagang di Pasar A dalam melakukan transaksi dengan penyuplai barang adalah dengan
kesepakatan dalam bentuk lisan dengan berlandaskan asas kepercayaan. Dalam hal kesepakatan lisan yang dibuat
antara pedagang Pasar A dengan penyuplai barang adalah berlandaskan pada asas kepercayaan, dimana akibat-
akibat hukum dapat dipertanggungjawabkan kepada para pihak sebagai akibat dari perbuatan mereka tersebut.

B. Jelaskan cara penyelesaian persoalan trust tersebut.

Jawab : dapat ditemukan bahwa, problematika yang sering terjadi dalam penerapan transaksi lisan antara
pedagang Pasar A dengan penyuplai barang adalah di antaranya seringnya nota yang dibuat tidak sesuai yang
diucapkan. Sering kali terjadi pencacatan yang berbeda antara pedagang dengan penyuplai barang, namun
penyelesaian tersebut adalah dengan komunikasi dan membenarkan pencatatan transaksi tersebut. Hal ini guna
menjaga asas saling percaya dengan penyetor atau penyuplai barang. Problematika lainnya yang sering terjadi
adalah apabila barang yang dititipkan rusak atau cacat, maka sesuai kesepakatan antara pedagang dan penyuplai
barang, dapat ditukar dengan barang dagangan lain yang tidak cacat. Sehingga proses bertransaksi secara lisan tetap
dengan memegang teguh asas itikad baik dan asas saling percaya sehingga menumbuhkan iklim berdagang yang
sehat meskipun dilakukan tanpa bukti atau tanpa nota tertulis.

4. A. Jelaskan persoalan apa yang bisa terjadi pada pilihan hukum kontrak internasional.

Jawab : Sebagai konsekuensi dari era globalisasi, hubungan hukum antar masyarakat dunia menjadi
terbuka dan mudah sekali, Kontrak Perdata Internasional merupakan salah satu hubungan hukum yang
digunakan untuk mempermudah kerjasama diantara mereka, namun terkadang kemudahan dalam
kerjasama tersebut seringkali mengalami hambatan apabila terjadi sengketa diantara mereka, misalkan
salah satu pihak tidak memenuhi janjinya (prestasinya).apabila salah satu pihak tidak merasa dirugikan
karena perbuatan pihak lainnya yang wanprestasi dapat menuntut kepada lembaga yang berwenang,
misalnya pengadilan. Penyelesaian sengketa kontrak perdata internasional melalui pengadilan seringkali
menimbulkan ketidak puasan bagi pihak yang dikalahkan sebab hakim dalam pengadilan harus
menentukan lex cause (hukum yang seharusnya berlaku) terlebih dahulu dan terkadang lex cause nya
tidak begitu familier bagi hakim atau bagi salah satu pihaknya, belum lagi adanya factor factor non
yuridis yang banyak mempengaruhi proses peradilan sehingga kondisi tersebut bias menghasilkan
putusan yang kurang memuaskan. Salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut para pihak dapat
membuat pilihan hukum (pilihan hukumnya atau pilihan forumnya) sehingga diharapkan dapat
memperoleh putusan dalam penyelesaian sengketa yang timbul dalam kontrak Perdata Internasional yang
memuaskan

B. Jelaskan cara penyelesaian persoalan pilihan hukum kontrak tersebut.

Jawab : fungsi pilihan hukum dalam sebuah kontrak Internasional antara lain: menjamin kepastian hukum dalam
penyelesaian sengketa, sebagai antisipasi para pihak jika terjadi sengketa dan diharapkan mewujudkan keadilan
dalam penyelesaian sengketa dalam kontrak.

Umumnya akan dipilih hukum dari salah satu pihak dalam kontrak. Penentuan hukum ini, dalam praktiknya,
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: pengetahuan para pihak terhadap hukum yang dipilih untuk berlaku
untuk kontrak mereka, lokasi aset para pihak, dan posisi tawar dari masing-masing pihak dalam kontrak. Selain itu,
kebiasaan dalam praktik juga memengaruhi pemilihan hukum yang berlaku dalam kontrak. Misalnya, hukum Inggris
adalah hukum yang hampir selalu akan dipilih untuk berlaku dalam kontrak-kontrak asuransi dan pengangkutan laut.

Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan terkait dengan kebebasan para pihak memilih hukum yang berlaku
untuk kontrak internasional yang mereka sepakati. Pertama, hukum yang dipilih tersebut tidak boleh melanggar
ketertiban umum (public order/public policy) sebagaimana dikenal dalam Hukum Perdata Internasional. Kedua,
hukum yang dipilih hanya berlaku untuk akibat-akibat dan pelaksanaan dari kontrak, bukan untuk syarat lahirnya
atau terciptanya kontrak.

Ketiga, hukum yang dipilih untuk berlaku dalam kontrak internasional tersebut adalah mengenai hukum materiil
saja, bukan hukum formil atau hukum acara. Ini artinya, jika terjadi sengketa terkait kontrak internasional tersebut,
hukum formil atau hukum acara untuk penyelesaian sengketa kontrak tersebut adalah tetap hukum acara dari negara
tempat sengketa tersebut diselesaikan. Hal ini dikenal dengan istilah hukum sang hakim atau lex fori. Namun
demikian, hukum materiil untuk penyelesaian sengketa kontrak tersebut adalah hukum yang telah dipilih para pihak
dalam kontrak.

Hal lain yang perlu diperhatikan juga terkait dengan topik Pilihan Hukum adalah meskipun keduanya sama-sama
didasari oleh semangat kebebasan berkontrak, Pilihan Hukum tidak sama dengan Pilihan Forum, atau yang dikenal
juga dengan sebutan Pilihan Yurisdiksi. Ini artinya, jika telah dipilih suatu hukum yang berlaku bagi kontrak oleh
para pihak, tidak serta-merta pengadilan atau forum dari negara yang hukumnya dipilih tersebut menjadi satu-
satunya forum yang berwenang untuk mengadili sengketa terkait kontrak. Begitu juga sebaliknya, jika telah dipilih
yurisdiksi suatu negara sebagai forum penyelesaian sengketa kontrak, tidak serta-merta hukum materiil dari negara
tersebut berlaku untuk kontrak.

5. A. Jelaskan persoalan apa yang bisa terjadi pada arbitrase.


Jawab : Abritase adalah penyelesaian masalah atau sengketa perdata di luar peradilan hukum. Sesuai yang
tertuang pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang berdasarkan pada
perjanjian arbitrase secara tertulis oleh para para pihak yang bersengketa.

Indonesia pernah melakukan penyelesaian arbitrase dengan pihak asing. Sengketa tersebut melibatkan 2 perusahaan
asing langsung yaitu Churchill Mining dan Planet Mining. Proses arbitrase diselesaikan secara internasional dan
dibantu oleh Investor state dispute settlement (ISDS) serta International Centre for Settlement of Investment
Disputes (ICSID).

Dilansir dari Kumparan, Churchill Mining dan Planet menggugat Pemerintah Indonesia di ICSID sebesar USD 2
miliar akibat serangkaian tindakan Pemerintah Indonesia yang mencabut Kuasa Pertambangan atau Izin Usaha
Pertambangan oleh Bupati Kutai Timur. Penggugat berpendapat bahwa Indonesia melanggar ketentuan P4M RI-
Inggris.

Dalam proses persidangan, terbukti bahwa Churchill Mining dan Planet Mining melakukan pemalsuan dokumen
perizinan, sehingga dapat dikatakan bahwa mereka menjalankan investasi ilegal. Indonesia memenangkan sengketa
ini Churchill Mining dan Planet Mining mendapatkan hukuman dengan membayar ganti rugi biaya perkara kepada
Indonesia sebesar USD 8,7 juta.

B. Jelaskan cara penyelesaian persoalan dalam arbitrase tersebut.

Jawab : a. Persoalan yang bisa terjadi pada arbitrase adalah pelaksanaan putusan arbitrase
b. cara penyelesaian persoalan dalam arbitrase dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui mekanisme arbitrase, dibutuhkan kesepakatan antara kedua pihak yang
bersengketa (yang dapat dilakukan sebelum maupun setelah terjadinya sengketa). Karena alasan ini, perjanjian
secara tertulis harus dilakukan oleh kedua pihak sebelum arbitrase. Di Indonesia terdapat beberapa badan khusus
yang memfasilitasi proses arbitrase, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Pasar
Modal Indonesia (BAPMI),

Bali International Arbitration and Mediation Centre (BIAMC), dsb. Pada prinsipnya masing-masing lembaga
arbitrase memiliki prosedur sendiri dalam mengatur mekanisme beracara di Arbitrase yang bersangkutan atau yang
dikenal dengan istilah “rule of arbitration” meskipun dalam praktek masing-masing lembaga Arbitrase membuka
diri untuk menggunakan prosedur lain yang disepakati para pihak. Secara Umum prosedur yang harus dilakukan
untuk permohonan proses arbitrase adalah sebagai berikut :

1. Pendaftaran Sebagai tahap awal, pemohon dapat mengajukan pendaftaran permohonan arbitrase oleh pihak yang
memulai proses arbitrase kepada Sekretariat Lembaga Arbitrase yang dipilih para pihak.

2. Permohonan Mengadakan Arbitrase (Request for Arbitration) Dalam mengajukan permohonan, pemohon harus
menyertakan beberapa informasi :

● Nama dan alamat para pihak

● Perjanjian arbitrase antara pihak yang bersengketa

● Fakta-fakta dan dasar hukum kasus arbitrase

● Rincian permasalahan
● Tuntutan atau nilai tuntutan

3. Dokumen Pemohon harus melampirkan salinan otentik yang terkait dengan sengketa yang bersangkutan dan
salinan otentik perjanjian arbitrase, dan dokumen lain yang relevan. Apabila ada dokumen yang akan menyusul,
pemohon harus konfirmasi mengenai dokumen susulan tersebut.

4. Penunjukan Arbiter

● Pemohon menunjuk seorang arbiter sebagai pihak ketiga yang neutral paling lambat 30 hari terhitung sejak
permohonan didaftarkan. Jika pemohon tidak dapat menunjuk arbiter, maka penunjukan mutlak telah diserahkan
kepada Lembaga Arbitrase yang dipilih.

● Ketua Lembaga Arbitrase berwenang atas permohonan untuk memperpanjang waktu penunjukan arbiter dengan
alasan-alasan yang sah tidak melebihi 14 (hari).

5. Biaya Arbitrase Permohonan mengadakan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran. Biaya
pendaftaran dibayarkan saat melakukan permohonan sebesar Rp 2.000.000,-. Sementara untuk biaya administrasi
lebih beragam tergantung besar tuntutan. Berikut daftar biaya administrasi sesuai dengan jenis tuntutan. Mengingat
besarnya biaya dalam proses arbitrase ditentukan berdasarkan nilai tuntutan, maka dalam praktek para pihak pada
umumnya hanya menuntut hal-hal yang dapat dibuktikan secara sah sebagai haknya, termasuk namun tidak terbatas
dengan memasukkan biaya advokat yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hanya saja terkait
gugatan immateriil dalam arbitrase pada prakteknya hampir tidak pernah digunakan karena gugatan immateriil sulit
untuk dibuktikan besarannya.

Anda mungkin juga menyukai