KELOMPOK 7
1903032 ABRANA
1903045 MUH RUSLI
1903057 AFTAR AKBAR
1903161 ST AISYAH
2003113 ALLIYAH DINDA ALIFAH
A. LATAR BELAKANG
yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk
menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas
wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau interaksi tersebut pada
dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat
dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu,
sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah
philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari
zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian
sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti
realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika,
secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti
pencari kebijaksanaan.
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu
itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap
awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam
perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak
semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh
menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir
tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus
persoalan filsafat.
B. Rumusan Masalah
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni
seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri
mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui
sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf
yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani.
Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus
Sudah Tidak tepat lagi diberikan pasa Strata Satu (S-1). Hal ini Materinya terlalu
filosofis, abstrak dan hipotesis sehingga kurang dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan praktis yang justru menjadi tujuan pendidikan Strata Satu dalam
hukum dengan metri tersebut di atas kurang mendukung sifat profesionalisme itu tadi.
ke Strata Dua (S-2) dan strata tiga (S-3) yang merupakan jenjang pendidikan kademis
hukum. Padangan ini ditentang oleh beberapa pakar filsafat hukum yang menganggap
bahwa mata kuliah filsafat hukum masih perlu diberikan pada tingkat strata satu.
Landasan teoritis perludiberikan sebagai bekal bagi para pakar hukum profesional
dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari di masyarakat sebab bagaimanapun
dalam pekerjaan tadi.dikemukakan oleh pakarnya sejak dulu hingga sekrang beberapa
“De rechtsphilosophie of wijsbegeerte van het recht is een weten chap, die
dengan pembaharuan”
Ahli hukum J. Van Kan (1983:13) memberikan pendapat defisi hukum adalah
proses pemerintahan, 8) sebagai sikap, atau perikelakuan yang teratur, dan 9) sebagai
jalinan nilai-nilai.
Namun, untuk menghindari perdebatan panjang yang belum tentu usai, penulis
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat yang ada, sebab,
asal muasal, dan hukumnya. Filsafat atau juga ilmu filsafat, sebagaimana
dikemukakan di awal tulisan ini, mempunyai beberapa cabang ilmu utama. Cabang
ilmu utama dari filsafat adalah ontologi, epistemologi, aksiologi, dan moral (etika).
asal (sumber) dari mana sajakah pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran
kebenaran pengetahuan yang telah diperoleh manusia itu, dan bagaimanakah susunan
pengetahuan yang sudah diperoleh manusia. Ilmu tentang nilai atau aksiologi adalah
bagian dari filsafat yang khusus membahas hakikat nilai yang berkaitan dengan
sesuatu. Kemudian, filsafat moral membahas nilai yang berkaitan dengan tingkah
laku manusia. Nilai di sini mencakup baik dan buruk serta benar dan salah. Dalam
penulisan ini, filsafat berfungsi sebagai metode atau sebagai cara berpikir secara
Filsafat hukum adalah cabang dari filsafat yaitu filsafat etika atau tingkah laku
yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum memiliki objek yaitu hukum yang
dibahas dan dikaji secara mendalam sampai pada inti atau hakikatnya. Pertanyaan
yang mungkin tidak dapat dijawab oleh cabang ilmu hukum lainnya merupakan tugas
hukum, maka harus terlebih dahulu mempelajari akan hukum itu sendiri. Seperti
pertanyaan, apakah hukum itu juga merupakan tugas dari filsafat hukum, karena
sampai saat ini belum ditemukan definisi dari hukum itu secara universal, karena
pendapat para ahli hukum berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri.
bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan
kepada ilmu hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi
masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum
positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan
hukumnya sendiri.
Pure science of law: berusaha menemukan unsur-unsur ilmu hukum murni berupa
faktor yang diakui kebenarannya secara universal, terlepas dari profesinya pandangan
sangat terbatas dkaitkan dengan kehadiran hukum itu, yang pada sesungguhnya
hukum sebagai produk dari pemikiran manusia yang berkaitan erat dengan
tujuannya.
Sudah Tidak tepat lagi diberikan pasa Strata Satu (S-1). Hal ini Materinya terlalu
filosofis, abstrak dan hipotesis sehingga kurang dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan praktis yang justru menjadi tujuan pendidikan Strata Satu dalam
hukum dengan metri tersebut di atas kurang mendukung sifat profesionalisme itu tadi.
ke Strata Dua (S-2) dan strata tiga (S-3) yang merupakan jenjang pendidikan kademis
hukum. Padangan ini ditentang oleh beberapa pakar filsafat hukum yang menganggap
bahwa mata kuliah filsafat hukum masih perlu diberikan pada tingkat strata satu.
Landasan teoritis perludiberikan sebagai bekal bagi para pakar hukum profesional
dalam pekerjaan tadi.dikemukakan oleh pakarnya sejak dulu hingga sekrang beberapa
“De rechtsphilosophie of wijsbegeerte van het recht is een weten chap, die
pembaharuan”
di lingkungan fakultas di Indonesia. Pada masa Hindia Belada dahulu. Istilah yang
dipergunakan di rechtshogeschool ialah wijsbegeerte van het recht. Istilah ini sam,a
dapat ia memberikan jawaban yang serba memuaskan, Karena ia tidak lain dari Pada
jawaban sepihak, karenamilmu pengetahuan hukum hanya melihat apa yang dapat
dilihat dengan pancaindra, bukan melihat dunia hukum yanh tidak dapat dilihat. Yang
kebiasaan hukum; kaidah hukum bukan termauk dunia kenyataan, dui “Sein”, dunia
alam (Natur), melainkan termasuk dunia yang lain dari dunia “sollen” dan “mogen”,
jadi termasuk dunia yang laindari dunia penyedik ilmu pengetahuan. Dimana Ilmu
tidak terhingga banyakaya, ilmu pengetahuan tidak memberi jawaban satupun juga
atas pertanyaan hukum tersebut. Segala pertanyaan hukum dapat merupakan objek
pertimbangan filsafat, sebagaimana juga socrates membuat hal-hal dari hidup sehari-
hari yang biasa sebagai titik pangkal dari pandangan-pandangan filsafatnya. Akan
tetapi, ahli filsafat hukum pada hakikatnya lebih suka mempelajari pertanyaan-
Apa yang dimaksud dengan itu merupakan pula suatu penilaian dalam
pandagan seorang penyidik yang memegang peranan yang penting. Keadaan waktu
permulaan dari segala kepandaian juridik dan justru karena itu adalah sukar.
memikirkan keadilan dan ketidak adilan, dan yang juga dipelajari oleh ahli-ahli pikir
Filsafat hukum berusaha membuat “Dunia etis yang mebjadi latar belakang
yang tidak dapat diraba oleh pancaindra”. Filsafat hukum menjadi suatu ilmu
mencari suatu “rechtsideal” yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “Etis”
Teori memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami
masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan
keragu-raguan dari para akademisi tentang tempat dari disiplin teori hukum dengan
filsafat hukum, ilmu hukum, hukum normatif dan hukum positif. Ada yang
menyamakan antara filsafat hukum dengan teori hukum. Menurut Imre Lakatos, teori
adalah hasil pemikiran yang tidak akan musnah dan hilang begitu saja ketika teori
sini berisi:
1. Memahkotai system
gejala
a. Hans Kelsen
Teori hokum adalah ilmu pengetahuan mnegenai hokum yang berlaku bukan
mengenai hokum yang seharusnya. Teori hukum yang dimaksud adalah teori
hukum murni, yang disebut teori hukum positif. Teori hukum murni,
objek penjelasan dari segala hal yang tidak bersangkut paut dengan hukum.
b. Friedman
Teori hokum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari esensi hokum yang
berkaitan antara filsafat hokum di satu sisi dan teori politik di sisi lain. disiplin
teori hukum tidak mendapatkan tempat sebagai ilmu yang mandiri, maka
disiplin teori hukum harus mendapatkan tempat di dalam disiplin ilmu hukum
secara mandiri
c. Ian Mc Leod
Teori hokum adalah suatu yang mengarah kepada analisis teoritik secara
d. John Finch
Teori hokum adalah studi yang meliputi karakteristik esensial pada hokum
dan kebiasaan yang sifatnya umum pada sutau system hokum yang bertujuan
tentang hokum.
Dari penjelasan di atas, Lili Rasjidi dan Ira Thania Rashidi mencoba
membedakan antara teori hukum dengan filsafat hukum. Teori hukum adalah ilmu
pengertian pokok seperti itu misalnya subjek hukum, perbuatan hukum, dan lain-lain
pokok ini sangat penting supaya dapat memahami sistem hukum pada umumnya
Selanjutnya Lili Rasjidi dan Ira Thania menjelaskan bahwa teori hukum
merefleksikan objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu hukum Terdapat dua
pandangan besar mengenai teori hukum yang bertolak belakang namun ada dalam
satu realitas, seperti ungkapan gambaran sebuah mata uang yang memiliki dua belah
pandangna bahwa hokum sebagai suatu sistem yang pada prinsipnya dapat diprediksi
dari pengetahuan yang akurat tentang kondis sistem itu sekarang, perilaku sistem
ditentukan oleh bagian-bagian yang terkecil dari sistem itu dan teori hukum mampu
(pengamat). Hal ini membawa kita kepada pandangan bahwa teori hukum itu
hukum bukanlah sebagai suatu sistem yang teratur tetap merupakan sebagai sesuatu
yang berkaitan dengan ketidakberatuan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa hukum
sangat dipengaruhi oleh [ersepsi orang (pengamat) dalam memaknai hukum tersebut.
Pandangan ini banyak dikemukakan oleh mereka yang beraliran sosiologis dan post-
Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif.
Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah
filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Teori
hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani maupun
Romawi. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan
yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. Para ahli fikir hukum terbesar
pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan
terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum
dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya
perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan penelitian hukum.
Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum.
Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran
para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya.
Teori hukum para ahli hukum modern seperti teori hukum para filosof ajaran
skolastik, didasarkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang
Masyarakat umum yang merasa dikurangi atau dilanggar haknya oleh pihak lain
bagi terjadinya sikap main hakim sendiri seperti vandalism. Memang ada kebutuhan
dipisahkan secara absolut. Hukum pada dasarnya adalah seperangkat aturan yang
didominasi oleh larangan bukan perintah untuk melakukan sebuah tindakan. Dalam
beberapa kasus pelaggaran hukum tidak selalu disertai oleh pelaggaran moralitas.
minimal yang didasarkan pada kebutuhan atas pengekangan semata. Lebih dari itu
dengan sanksi yag tegas dan nyata serta memaksa, maka moral atau moralitas setidak-
tidaknya merupakan usaha untuk membimbing tindakan seseorang dengan akal, yakni
untuk melakukan apa yang paling baik menurut akal seraya memberikan bobot yang
sama menyangkut kepentingan setiap invidu yang akan terkena oleh tindakan itu.
Disini perlu kita mengerti pelaku moral yang sadar yaitu seseorang yang
mempunyai keprihatinan, tanpa pandang bulu terhadap kepentingan setiap orang yang
terkena akibat dari yang ia lakukan, dia dengan hati-hati menggeser fakta dan
meneliti implikasi implikasinya, dia menerima prinsip prinsup tingkah laku hanya
Dari paparan tersebut belum terlalu jelas tentang hubungan hukum dengan
moralitas, dan adalah benar tidak gampang mejelaskan hubungan hukum dengan
Untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang hubungan hukum dan filsafat
hukum itu merupakan bagian tuntutan moral yang dialami manusia dalam
bentuk undang-undang maupun peraturan lainnya secara tertulis dan tidak tertulis
serta menjadi hukum positif harus berlandaskan moral yang sakral dan
Sementara itu menurut hans kelsen dalam bukunya “Teori Hukum Murni”
juga karena ilmu hukum tidak terpisahkan dari etika yakni karena tidak adanya
perbedaan yang jelas antara hukum dan moral. Kenyataannya memang antara
hukum dan moral terdapat hubungan yang erat yang tak terpisahkan.
norma moral yang menetapkan suatu perilaku bukan kepada individu melainkan
pada diri sendiri belum meluas pada kesadaran orang dalam hidup
bermasyarakat. Dalam konteks ini perilaku mejadi objek dalm norma moral atau
menopang kelangsugan hidup manusia. Perbedaan antara moral dan hukum tidak
terkait dengan perilaku yang diwajibkan kepada manusia oleh norma yang datang
dari tatanan sosial. Buuh diri boleh jadi dilarang tidak hanya oleh moral namun
juga oleh hukum, keberanian menolong orang yang dalam keadaan bahaya dan
kebaikan hidup dan keadilan dalam hidup bersama. Jika memahami hukum dan
moral bekerja pada tatanan sosial meuju kebaikan, kedamaian dan keadilan,
mendasar antara hukum dan moral adalah yang mana hukum merupakan tatanan
tertentu dengan meberikan tindakan paksa yang diorganisir secara sosial dan
adanya hubungan antara moral dan keadilan. Logikanya, tidak mungkin hukum
memunculkan relevansi khusus bagi keadilan dalam kritik hukum dan kritik
Prinsip keadilan tidak menjelaskan secara tuntas ide moralitas dan tidak
semua kritik hukum dibuat diatas pijakan moral atau dibuat atas nama keadilan.
Hukum bisa jadi dicela sebagai hal yang secara moral buruk hanya karena ia
yang diwajibkan secara moral. Dalam hubunga ini filsafat moral harus mampu
menjelaskan bahwa antara moral dan keadilan hukum memang tidak perlu
mampu mengelola masalah secara arif, bijaksana serta sesuai nilai kebenaran
prinsip prinsip keadilan apabila prosedur itu ditandai dan disemangati oleh
konsep yang tepat mengeai person moral. Konsep person moral inilah yang pada
akhirnya menentukan isi darim prinnsip pertama kedalam prisip yang lebih luas.
Selanjutnya Seluruh konsep yang tepat mengenai person moral harus menjadi
patokan bagi seluruh teori keadilan. Dengan medasarkan diri pada kemampuan
dipertanggung jawabkan demi keadilan dengan tidak berlari kepada seuatu yang
Dalam konteks berfikir tentang kaitan moral dan keadilan, Rawls nampaknya
Sementara itu John Stuart Mill (1806-1876) dari aliran utilitarisme juga
menekankan persyaratan moral sebagai hal yang esensial dan hakiki bagi
adalah bidang kehidupan manusi yang selalu tetap menik untuk dikaji, dimana
manusia diamati dari segi kebaikannya sebagai manusia, sedagkamn norma dan
moral adalah tolok ukur untuk menentukan benarsalahya sikap dan tindakan
manusia sebagai insan dan bukan sebagai pelaku peran tertentu. Dengan norma
moral kita betul-betul dinilai dan itu sebabnya penilaian moral selalu bebobot
Pada hukum atau orang yang telah dikenai kewajiban untuk berbuat
hukum, baik selaku penggerak hukum maupun sebjek hukum lainnya adalah inti yang
menggerakkan hukum. Hukum menuju pada keadilan, kebenaran dan nilai-nilai etik
yang lain sangat ditentukan oleh manusia yang menggerakkan sekaligus menegakkan
hukum denga kukuh sebagai bagian dari komponen struktur hukum. Telaah atas
moral para pelaku hukum mejadi penting setidaknya disebabkan oleh beberapa hal:
dapat merugikan hak orang lain. Pada saat yag sama hukum hayalah
kebebasan dengan akal pikiranya, akan tetapi kebebasan itu terikat pada
3. Ahklah para pengemban amanah hukum adalah hal yang mutlak. Ditangan
akhlak sebagai inti dari perilaku kebijakan yang akan menjalankan hukum
membersihkan jiwa dan hati sendiri. Dalam bab ini akan dicoba melihat titik
Dalam bab ii dicoba utuk memadukan konsep ilmu yang ada dalam akal dan
keyakinan yang ada dalam ruang hari, dimana kebenaran dapat diperoleh melaui dua
jalan yag terpadi yaitu akal dan hati. Konsep islam yag membangun
akal dan hati. Gerak kreasi Allah SWT tidak dapat dipahami oleh semata kekuatan
akal atau iman. Ia bukanlah pilihan fakultatif bagi indra manusia, melainkan kesatuan
oleh akan dan keyakinan keimanan yang melekat dalam hati sebagai suatu kekuatan
keimanan yang melekat dalam hati sebagai satu kekuatan pendorong untuk