Anda di halaman 1dari 11

Nama : Al Hilal

NPP : 32.0004
Kelas : J-1
Tugas Essay
A. Body Of Knowlede
Secara formal, Kybernologi adalah bangunan pengetahuan (body-of-knowledge)
hasil rekonstruksi buah pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan
Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia pada sudutpandang kemanusiaan, tidak pada
sudutpandang kekuasaan, dan pengaitannya dengan sudutpandang lain yang berbeda,
misalnya sudutpandang kekuasaan Bestuurskunde (Belanda besturen) yang kemudian
berkembang menjadi Bestuurswetenschap dan Bestuurswetenschappen, di negeri asalnya
yaitu Belanda, didefinisikan sebagai “. . . . . ilmu pengetahuan yang bertujuan memimpin
hidupbersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-besarnya, tanpa merugikan
orang lain secara tidak sah,” demikian van de Spiegel sebagaimana dikutip oleh G. A.
Van Poelje dalam bukunya Algemene Inleiding tot de Bestuurskunde (1953).
Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005. Body-of-knowledge (BOK)
Kybernologi dengan sisi Ontologi, Epistemologi, dan Axiologi, terdapat dalam Garis-
Garis Besar Program Pembelajaran Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009. 5 Istilah
methodology terdiri dari methodos dan logos. Methodos berasal dari meta dan hodos.
Meta berarti beyond, “di luar sana,” yang belum diketahui (unknown), sedangkan hodos
berarti jalan, cara, atau alat. Jadi metodologi adalah jalan (cara, alat) yang ada (known)
yang perlu ditempuh (digunakan) oleh seseorang (knower) untuk mengetahui (knowing)
sesuatu yang belum diketahui. Knowing menghasilkan pengetahuan (knowledge).
Menurut Fred N. Kerlinger dalam Bab I Foundations of Behavioral Research
(1973), ada empat cara (methods of) knowing, yaitu the method of tenacity, the method of
authority, the method of intuition (a priori method), dan the method of science. Dilihat
dari sudut the method of science, Metodologi Ilmu adalah metodologi yang didasarkan
pada hipotesis-dasar berbunyi: “There are real things, whose characters are entirely
independent of our opinion about them.” Bagian sesuatu yang belum diketahui yang bisa
diketahui disebut sesuatu yang dapat diketahui (knowable), sedangkan bagian yang
selebihnya meliputi bagian yang belum diketahui dan bagian yang tidak dapat diketahui
(unknowable). Hubungan antara bagian yang diketahui dengan bagian yang tidak
diketahui itu ialah, semakin diketahui, semakin tidak diketahui.
Metodologi meliputi tiga komponen, yaitu Metodologi Penelitian, Metodologi
Ilmu, dan Metodologi Pengajaran. Walaupun masih dapat diperdebatkan, Metodologi
Penelitian terdiri dari Metodologi Penelitian Kualitatif dan Metodologi Penelitian
Kuantitatif. Setiap disiplin ilmu memiliki metodologinya sendiri. Jadi ada Metodologi
Ilmu Politik, Metodologi Ilmu Sosial, dan Metodologi Ilmu Hukum, dan seterusnya. Ilmu
Pemerintahan memiliki Metodologi Ilmu Pemerintahan. Metodologi Pengajaran
menyangkut dua hal pokok, Didaktik Pengajaran tentang bahan-ajar, dan Metodik
Pengajaran tentang cara-ajar.
Metodologi meliputi Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi
Pengajaran, dengan ruang lingkup masingmasing. Metodologi Penelitian (Research)
mempelajari bagaimana menemukan pengetahuan dari hasil pengamatan terhadap fakta
melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Metodologi Ilmu mempelajari bagaimana
mengonstruksi (merekonstruksi) pengetahuan menjadi bangunan pengetahuan (body-
ofknowledge, BOK), dan memfungsikannya sehingga BOK yang bersangkuitan
berkualitas ilmu (science). Metodologi Pengajaran mempelajari bagaimana
mengusahakan ilmupengetahuan (scientific enterprise) sehingga bermanfaat membangun
hidup-bersama manusia dalam damai sejahtera. Hubungan antar tiga metosdologi itu
Bahan baku BOK Dapat berupa data. Data berasal dari kata datum (tunggal) dan
data (jamak), dari dare, a thing given, individual fact. Fact adalah the quality of existing,
or of being real. Factum, facere, to do. Fakta adalah kualitas keberadaan sesuatu,
misalnya fenomena, kejadian, peristiwa, atau keadaan. Data berfungsi sebagai:
1. Bahan baku dan juga sebagai bahan bangunan. Tanah liat adalah bahan baku
pembuatan batubata, sementara batubata merupakan bahan bangunan.
2. Bahan baku untuk diolah menjadi informasi. Salah satu bentuk informasi adalah
masalah pemikiran. Masalah pemikiran adalah sesuatu yang mendorong atau
membuat orang berfikir, yaitu keingintahuan (curiosity).
3. Jawaban faktual terhadap masalah pemikiran, terutama pemikiran berpendekatan
kualitatif
4. Bahan mentah pengujian empirik terhadap hipotesis
5. Alat untuk memaparkan suatu hal secara deskriptif
6. Alat pendukung permasalahan pemikiran (dari dalamnya dimunculkan masalah
pemikiran)
7. Temuan penelitian
8. Bahan mentah untuk analisis statistic

B. Objek Materia
Objek ilmu dapat dibedakan menjadi dua macam yakni objek materia dan objek
forma. Menurut Poedjawijatna (1975:18) bahwa “Objek materia adalah objek yang
disoroti sebuah ilmu baik berupa gejala alam dan atau gejala sosial, sedangkan objek
forma adalah sudut pandangan penyorotan”.
Satu ilmu dengan ilmu lainnya mungkin memiliki objek materia yang sama, tetapi
harus memiliki objek forma yang berbeda. Lahirnya ilmu-ilmu baru justru karena adanya
sudut pandang yang berbeda terhadap objek yang sama. Sebagai contoh, ilmu negara,
ilmu politik, ilmu administrasi negara, ilmu pemerintahan adalah rumpun ilmu yang
memiliki objek materia sama yakni negara. Tetapi masing-masing ilmu memiliki objek
forma yang berbeda. Objek forma ilmu negara lebih menyoroti bentuk, jenis dan susunan
negara, objek forma ilmu politik lebih menyoroti proses pembentukan kekuasaan dalam
suatu negara. Objek forma ilmu administrasi negara atau Methodologi Ilmu Pemerintahan
yang sekarang diberi istilah ilmu administrasi publik (sebagai terjemahan dari public
administration) lebih banyak menyoroti administrasi dalam arti sempit (ketatausahaan),
organisasi, manajemen, kepemimpinan hingga ke tataran HR (hubungan
antarmanusia/human relations) dalam suatu negara. Sedangkan objek forma ilmu
pemerintahan lebih menyoroti hubungan antara yang memerintah (pemerintah) dan yang
diperintah (rakyat) dalam konteks kewenangan dan pelayanan publik. Penjelasan lebih
lanjut mengenai ilmu pemerintahan akan dikemukakan pada bab selanjutnya.
Ilmu yang memiliki objek materia sama dikelompokkan dalam satu rumpun.
Antara ilmu yang satu dengan lainnya dapat saling meminjam teori, konsep, variabel
maupun metodologi. Ilmu atau cabang ilmu yang baru tumbuh biasanya lebih banyak
meminjam teori, konsep, variabel maupun metodologi dari ilmu lain yang sudah mapan,
sampai ilmu atau cabang ilmu tersebut mencapai tahap kedewasaannya. Ilmu yang
dewasa akan memiliki konsep, teori, hukum dan metodologi yang spesifik dibanding ilmu
lainnya.
Pinjam meminjam teori atau konsep antar bidang ilmu akan dapat memunculkan
berbagai cabang ilmu baru. Sebagai contoh ilmu manajemen pemerintahan sebagai
sebuah ilmu atau cabang ilmu baru merupakan perpaduan antara ilmu manajemen dengan
ilmu pemerintahan. Begitu pula dengan ilmu pariwisata sebagai ilmu baru merupakan
perpaduan antara ilmu ekonomi, sosiologi, antropologi serta ilmu pemasaran
Sebagai sebuah bidang perhatian manusia yang sangat dinamis, ilmu berkembang
karena munculnya berbagai paradigma baru yang digunakan untuk memahami gejala dan
peristiwa yang diamatinya. Begitu pula dengan ilmu pemerintahan. Meskipun objek
materia dan objek formanya tidak berubah, tetapi dalam memandang dan menganalisis
gejala dan peristiwa telah muncul berbagai paradigma baru. Di Negara sedang
berkembang seperti Indonesia, peranan pemerintah sangat dominan yakni sebagai motor
penggerak bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Masyarakat lebih
banyak diposisikan sebagai objek dari pelaksanaan kekuasaan pemerintahan. Dalam
paradigma baru yang dinamakan good governance, terjadi perubahan kedudukan dan
peran pemerintah sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) dalam suatu
negara. Pada paradigma lama, pemerintah – yang memerintah- berkedudukan pada posisi
hierarki dengan rakyat – yang diperintah. Pada paradigma good governance, kedudukan
dan posisi pemerintahan adalah hierarki dengan pemangku kepentingan lainnya seperti
sektor swasta dan sektor masyarakat. Perubahan paradigma tersebut tentunya perlu diikuti
dengan perubahan sikap dan perilaku secara konkret dalam pelaksanaannya.
Pandangan kelompok pertama mengatakan bahwa ilmu itu harus bebas nilai dan
objektif, sehingga dapat diperoleh kebenaran yang objektif. Pandangan ini terutama
didukung oleh ilmuwan eksakta dan pengetahuan alam.
Pandangan kelompok kedua mengatakan bahwa ilmu tidak bebas nilai dan tidak
boleh menjadi bebas nilai. Pandangan kedua didukung oleh ilmuwan sosial, yang
beranggapan bahwa objek materia ilmu sosial adalah manusia yang justru pembuat nilai.
Nilai-nilai yang paling berpengaruh pada universalitas ilmu adalah ideologi dan
etika. Melalui ideologi, ilmu dan ilmuwan dimanfaatkan untuk mengabdi pada
kepentingan kekuasaan seperti pada masa Hitler di Jerman, Etika menggunakan Kekuatan
Nalar Contoh : Keberhasilan proses kloning pada sapi dan babi yang akan dicobakan pada
manusia. maupun masa Orde Baru di Indonesia. Kebenaran ilmu kemudian menjadi
sangat subjektif, karena tergantung pada penilaian penguasa. Para ilmuwan sering kali
dibuat tidak berkutik karena dipasung kreativitas dan kebebasannya. Hal tersebut pada
gilirannya akan membuat ilmu mengalami kemunduran dan akhirnya mati.
Ilmu-ilmu yang banyak disalahgunakan oleh penguasa di Indonesia misalnya ilmu
sejarah (kasus Supersemar), ilmu politik (posisi Dwi Fungsi ABRI dalam konteks
politik), ilmu komunikasi (kasus pers yang seharusnya bebas dibiaskan menjadi pers yang
bebas dan bertanggung jawab kepada pemerintah sebagai konsep pers yang demokratis),
ilmu ekonomi seperti contoh penggunaan istilah bantuan lunak dari pemerintah yang
sebenarnya adalah pinjaman, bantuan luar negeri yang tidak lain adalah hutang kepada
negara lain. Selain ideologi, etika juga memberi pengaruh yang kuat pada universalitas
ilmu. Bahkan Van Peursen (1985:5) mengatakan bahwa etika mulai pada saat ilmu
berhenti. Artinya, setelah ilmu memberikan jawaban yang objektif mengenai berbagai
permasalahan alam dan sosial, penerapannya akan sangat tergantung pada etika, sebab
etika lebih banyak berbicara baik dan buruk, bukan berbicara tentang benar dan salah. Hal
ini lebih banyak berkaitan dengan aksiologi atau nilai kegunaan sebuah ilmu.
C. Body of Knowledge (BOK)
Secara formal, Kybernologi adalah bangunan pengetahuan (body-of-knowledge)
hasil rekonstruksi buah pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan
Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia pada sudutpandang kemanusiaan, tidak pada
sudutpandang kekuasaan, dan pengaitannya dengan sudutpandang lain yang berbeda,
misalnya sudutpandang kekuasaan Bestuurskunde (Belanda besturen) yang kemudian
berkembang menjadi Bestuurswetenschap dan Bestuurswetenschappen, di negeri asalnya
yaitu Belanda, didefinisikan sebagai “. . . . . ilmupengetahuan yang bertujuan memimpin
hidupbersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-besarnya, tanpa merugikan
orang lain secara tidak sah,” demikian van de Spiegel sebagaimana dikutip oleh G. A.
Van Poelje dalam bukunya Algemene Inleiding tot de Bestuurskunde (1953).
Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005. Body-of-knowledge (BOK)
Kybernologi dengan sisi Ontologi, Epistemologi, dan Axiologi, terdapat dalam Garis-
Garis Besar Program Pembelajaran Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009. 5 Istilah
methodology terdiri dari methodos dan logos. Methodos berasal dari meta dan hodos.
Meta berarti beyond, “di luar sana,” yang belum diketahui (unknown), sedangkan hodos
berarti jalan, cara, atau alat. Jadi metodologi adalah jalan (cara, alat) yang ada (known)
yang perlu ditempuh (digunakan) oleh seseorang (knower) untuk mengetahui (knowing)
sesuatu yang belum diketahui. Knowing menghasilkan pengetahuan (knowledge).
Menurut Fred N. Kerlinger dalam Bab I Foundations of Behavioral Research (1973), ada
empat cara (methods of) knowing, yaitu the method of tenacity, the method of authority,
the method of intuition (a priori method), dan the method of science. Dilihat dari sudut
the method of science, Metodologi Ilmu adalah metodologi yang didasarkan pada
hipotesis-dasar berbunyi: “There are real things, whose characters are entirely
independent of our opinion about them.” Bagian sesuatu yang belum diketahui yang bisa
diketahui disebut sesuatu yang dapat diketahui (knowable), sedangkan bagian yang
selebihnya meliputi bagian yang belum diketahui dan bagian yang tidak dapat diketahui
(unknowable). Hubungan antara bagian yang diketahui dengan bagian yang tidak
diketahui itu ialah, semakin diketahui, semakin tidak diketahui.
Metodologi meliputi tiga komponen, yaitu Metodologi Penelitian, Metodologi
Ilmu, dan Metodologi Pengajaran. Walaupun masih dapat diperdebatkan, Metodologi
Penelitian terdiri dari Metodologi Penelitian Kualitatif dan Metodologi Penelitian
Kuantitatif. Setiap disiplin ilmu memiliki metodologinya sendiri. Jadi ada Metodologi
Ilmu Politik, Metodologi Ilmu Sosial, dan Metodologi Ilmu Hukum, dan seterusnya. Ilmu
Pemerintahan memiliki Metodologi Ilmu Pemerintahan. Metodologi Pengajaran
menyangkut dua hal pokok, Didaktik Pengajaran tentang bahan-ajar, dan Metodik
Pengajaran tentang cara-ajar.
Metodologi meliputi Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi
Pengajaran, dengan ruang lingkup masingmasing. Metodologi Penelitian (Research)
mempelajari bagaimana menemukan pengetahuan dari hasil pengamatan terhadap fakta
melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Metodologi Ilmu mempelajari bagaimana
mengonstruksi (merekonstruksi) pengetahuan menjadi bangunan pengetahuan (body-
ofknowledge, BOK), dan memfungsikannya sehingga BOK yang bersangkuitan
berkualitas ilmu (science). Metodologi Pengajaran mempelajari bagaimana
mengusahakan ilmupengetahuan (scientific enterprise) sehingga bermanfaat membangun
hidup-bersama manusia dalam damai sejahtera. Hubungan antar tiga metosdologi itu
Bahan baku BOK Dapat berupa data. Data berasal dari kata datum (tunggal) dan
data (jamak), dari dare, a thing given, individual fact. Fact adalah the quality of existing,
or of being real. Factum, facere, to do. Fakta adalah kualitas keberadaan sesuatu,
misalnya fenomena, kejadian, peristiwa, atau keadaan. Data berfungsi sebagai:
1. Bahan baku dan juga sebagai bahan bangunan. Tanah liat adalah bahan baku
pembuatan batubata, sementara batubata merupakan bahan bangunan.
2. Bahan baku untuk diolah menjadi informasi. Salah satu bentuk informasi adalah
masalah pemikiran. Masalah pemikiran adalah sesuatu yang mendorong atau
membuat orang berfikir, yaitu keingintahuan (curiosity).
3. Jawaban faktual terhadap masalah pemikiran, terutama pemikiran berpendekatan
kualitatif
4. Bahan mentah pengujian empirik terhadap hipotesis
5. Alat untuk memaparkan suatu hal secara deskriptif
6. Alat pendukung permasalahan pemikiran (dari dalamnya dimunculkan masalah
pemikiran)
7. Temuan penelitian
8. Bahan mentah untuk analisis statistic

D. State of The Art


Dewasa ini ilmu pemerintahan berjuang keras untuk menjadi ilmu yang mandiri.
Awal pertumbuhan ilmu pemerintahan didominasi oleh hasil studi dari ilmu-ilmu sosial
lain yang meneliti gejala-gejala pemerintahan terutama ilmu politik karena yang dalam
kenyataannya pemerintahan suatu negara itu memang merupakan bagian esensial dari
suatu sistem politik. Untuk mencapai tujuan yang berbeda dari tujuan ilmu-ilmu sosial
lainnya, ilmu pemerintahan menetapkan persyaratan-persyaratan sendiri. Ilmu
pemerintahan harus mempunyai kemampuan sebanyak mungkin untuk menjembatani
fakta-fakta di satu pihak dengan nilai-nilai di pihak lain dengan mempergunakan
kontruksi-kontruksi yang praktis seperti telaahan-telaahan ilmu pemerintahan versi lama
ataupun versi modern yang sedang dipakai saat ini. Apalagi yang ingin diteliti oleh ilmu
pemerintahan itu adalah gejala-gejala pemerintahan pada segenap aspeknya.
Gejala-gejala yang timbul dan menyangkut state of the art ilmu pemerintahan,
akan penulis kemukakan sebagai berikut. Pekerjaan memerintah yang menjadi sasaran
studi dari ilmu pemerintahan merupakan pekerjaan dengan ciri utama adalah memberikan
arah, menetapkan nilai, mengatur, dan membuat keputusan. Sasaran studi ilmu
pemerintahan itu tidak meliputi pekerjaan memerintah yang dilaksanakan di semua jenis
kehidupan sosial melainkan jenis kehidupan sosial yang mempunyai sifat khusus, yaitu
kehidupan sosial yang oleh Aristoteles dikategorikan sebagai politik, menurut pengertian
sekarang berarti negara dan bagian-bagiannya. Dengan demikian pemerintah dan
pemerintahan umum merupakan bagian dari kehidupan sosial. Perumusann pendapat dari
U. Rosenthal dan H.A. Brasz bahwa dalam ilmu pemerintahan ada dua cara yang
dipergunakan yaitu pendekatan fungsional yang mempelajari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan, dan pendekatan struktural yang menelaah lembaga-lembaga dan orang-
orang yang melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Pendekatan pertama menghasilkan
pemahaman tentang memerintah, sedangkan pendekatan kedua menghasilkan pemahaman
tentang pemerintah.
Ilmu pemerintahan yang berciri modern pertama kali lahir di Rusia dan Australia
pada abad ke tujuhbelas. Ilmu tersebut dikenal dengan nama Kameralwissenschaften.
Landasannya adalah pemikiran bahwa terdapat sekelompok ilmu yang dipandang
langsung berkaitan dengan pelaksanaan fungsi para pejabat pemerintah. Sekelompok ilmu
tersebut perlu diidentifikasi dan diajarkan di universitas-universitas. Misalnya, dalam
masa pemerintahan raja Frederik Willem I (1713-1740), mata kuliah kameralistik
diajarkan di Universitas Frankfurt dan Universitas Halle.
Jika dilihat dari ukuran-ukuran keilmuan yang modern, tentu saja kameralistis itu
belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan baik secara empiris maupun
secara metodologis. Namun, sebagai suatu sistem pemikiran dan sebagai suatu metode
untuk mendidik mereka yang ingin bekerja di lingkungan birokrasi, secara berangsur-
angsur dan hampir sepenuhnya kameralistis digantikan oleh studi di bidang hukum pada
akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan belas.
Semenjak akhir abad kedelapan belas, kameralisme tidak lagi berkembang di
Eropa. Rekrutmen untuk kantor-kantor pemerintah mempergunakan sistem spoil, dengan
mekanisme rotation of office yang segera dilakukan setelah suatu partai menang dalam
pemilihan umum. Spoils system tersebut ternyata menimbulkan berbagai ekses, terutama
banyak sekali orang yang sesungguhnya tidak mempunyai kecakapan namun diangkat
untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Dengan tersusunnya Undang-Undang
Pendleton pada tahun 1883 merupakan awal lahirnya merit sistem. Sistem merit itu
merupakan langkah ke arah moral reform. Inggris memandang pengetahuan-pengetahuan
humanities sebagai pengetahuan-pengetahuan yang paling diperlukan bagi kelas
administratifnya. Kelas administratif di Inggris terdiri atas para gentlemen yang
pengetahuannya bersifat generalis. Mereka seringkali pula di klarifikasikan sebagai
profesional amateurs. Berbeda dengan Inggris, persyaratan bagi kelas administratif
Belanda sifatnya lebih pragmatis. Mereka bukan sekadar professional amateurs,
melainkan professional generalists.
Gejala pemerintahan dan permasalahan pemerintahan pada umumnya bersifat
multisegi. Oleh karena itu, telaahan dan upaya pemecahan masalahnya memerlukan
tinjauan yang bersifat multisegi akan tetapi harus tetap bersifat rasional. Segi-segi
tersebut adalah : Segi historis dan tradisi, segi manusia sebagai makhluk kejiwaan, segi
administrasi, segi politik, dll. Kemampuan seperti tu dimungkin karena ilmu
pemerintahan merupakan ilmu yang berwatak interdisiplin namun mempunyai disiplin
sendiri. Artinya, bahan-bahannya yang mungkin meliputi bagian-bagian yang penting dari
ilmu pemerintahan berkaitan dengan disiplin ilmu-ilmu yang lain. Ilmu pemerintahan
yang otonom menuntut perubahan cara pendekatan, yaitu menambahkan suatu common
ground pada sifat interdisiplin tsb. Setelah disesuaikan dan diintegrasikan berdasarkan
common ground tsb, sumbangan dari disiplin ilmu-ilmu lain sebagai hasil spesialisasi dari
ilmu-ilmu tsb yang meneliti gejala-gejala pemerintahan umum disebut ilmu-ilmu
pemerintahan.
Ilmu pemerintahan terapan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ilmu
pemerintahan terapan ortodoks dan ilmu pemerintahan modern. Selain itu, ilmu
pemerintahan terapan juga melakukan penelitian empiris sendiri agar ilmu terapannya
dapat dilandaskan pada pengetahuan yang melampaui dunia pengalamannya sendiri yang
terbatas. Menurut J.S. van de Gevel dan PJ. Van de Goor, dalam taksonomi ilmu
pengetahuan pada dewasa ini terdapat ilmu kenegaraan yang terdiri atas ilmu-ilmu
pemerintahan, sejarah politik, filsafat politik, ilmu hukum tata negara, ilmu politik, dan
ajaran hubungan internasional. Ilmu pemerintahan merupakan ilmu dalam arti stelsel
pemikiran yang sistematis, jadi bukan merupakan susunan dalil-dalil yang menguasai
gejala-gejala pemerintahan bukan pula keteraturan “hukum-hukum” yang berhasil
diidentifikasikan dari gejala-gejala yang diteliti. Identitas ilmu pemerintahan terletak pada
fungsinya.
Sifat ilmu pemerintahan juga sangat terarah kepada terapan sehingga
bestuurskunde merupakan bagian yang terpenting. Dari analisa sejarah ilmu pemerintahan
yang diwarnai perdebatan seru untuk menjadi pemenang dalam perebutan pandangan
sistem diatas, penulis menyarankan saringlah setiap sistem asing yang kita impor sesuai
konstitusi kita, letakkanlah di atas hangatnya api kritisisme, dan uapkan gas-gasnya yang
asing. Dengan demikian, kita akan dapat menjaga diri agar tidak terjerumus dalam
arbitrariness dan class spirit. Pegawai negeri (civil service) itu secara politik bersifat
netral dan selalu siap melaksanakan perintah dari setiap political master pilhan rakyat
yang berdaulat.
E. Hubungan Filsafat dengan Metodologi Ilmu
“Every science begins as philosophy and ends as art, it arises in hypothesis and
flows into achievement. Philosophy is a hypothetical interpretation of the unknown (as in
metaphysics), or of the inexactly known (as in ethics or political philosophy); it is the
front trench in the siege of truth. Science is the captured territory; and behind it are those
secure regions in which knowledge and art build our imperfect and marvelous world,”
demikian Will Durant dalam The Story of Philosophy (1956).
Filsafat Ilmu meliputi tiga hal. Pertama Ontologi (ontologia, cabang Metafisika;
Metafisika sendiri mempelajari the nature of existence), yaitu sistem pemikiran tentang
hakikat sesuatu objek pengetahuan. Hakikat lainnya terlihat pada Bab VIII berjudul
Perhubungan Sebabakibat. Dalam bab itu STA berpendapat segala sesuatu serbahubung,
khususnya hubungan kausal.
Pada suatu saat suatu hal merupakan akibat dari sesuatu, pada saat lain hal yang
sama menjadi sebab terjadinya sesuatu yang lain pula. Kedua, Epistemologi (epistēmē,
pengetahuan). Epistemologi di sini meliputi apa yang oleh M. J. Langeveld dalam
Menuju Ke Pemikiran Filsafat (1957) disebut Logika (Bab IV) dan Teori Pengetahuan
(Bab V). Ia memasukkan Metodologi dalam Logika.
Epistemologi adalah sistem pemikiran tentang “tau,” “mungkin tau,” “tidak tau,”
dan “bagaimana mengetahui sesuatu.” Kebenaran sebagai carian Epistemologi dibahas
oleh Langeveld dalam Bab III bukunya. Ketiga, Axiologi (dari áxio, bernilai, berharga)
yaitu Teori Nilai meliputi Etika, Estetika, Kepercayaan, dan sebagainya (Bab VII
Langeveld).
Oleh sebab itu, sementara Epistemologi membentuk faktor “tau,” Epistemologi
membangun kekuatan “mau” dan “mampu” dalam diri manusia. Hubungan antara tiga
liputan Filsafat Ilmu tersebut. Hla tersebut juga menunjukkan bahwa Metodologi meliputi
Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi Pengajaran, dengan ruang
lingkup masingmasing. Metodologi Penelitian (Research) mempelajari bagaimana
menemukan pengetahuan dari hasil pengamatan terhadap fakta melalui pendekatan
kualitatif dan kuantitatif, Metodologi Ilmu mempelajari bagaimana mengonstruksi
(merekonstruksi) pengetahuan menjadi bangunan pengetahuan (body-ofknowledge,
BOK), dan memfungsikannya sehingga BOK yang bersangkuitan berkualitas ilmu
(science). Metodologi Pengajaran mempelajari bagaimana

 Paradigma Ilmu Pemerintahan


1. Sebagai nama lembaga (institut, jurusan, badan dsb)
2. Sebagai judul buku atau laporan penelitian
3. Sebagai nama projek penelitian atau sasaran kajian
4. Sebagai nama kurikulum (misalnya Pengantar Ilmu Pemerintahan)
5. Sebagai nama disiplin atau cabang ilmu (Ilmu Pemerintahan)
6. Sebagai nama profesi atau kompetensi (mis: Guru Besar Ilmu Pemerintahan,
pengamat pemerintahan, konsultan sosial bidang Ilmu Pemerintahan)
7. Sebagai scientific enterprise

 Pendekatan-pendekatan dalam Analisa pemerintahan


1. Pendekatan Instutional
2. Pendekatan Perilaku
3. Pendekatan Sistem
 Pendekatan Ilmu Pemerintahan Menurut Paradigmanya
• Tahun 1950-an, IP dianggap ilmunya para pejabat pemerintahan yang
digunakan sebagai alat untuk menjadikan manusia yang diperintah sebagai
bawahan pemerintahan
• Tahun 1990-an, terjadi reformasi dari IP (Ilmu Pemerintahan) menjadi IPM
(Ilmu Pemerintahan Modern). IP menjadi ilmunya manusia yang diperintah,
sebagai instrumen untuk memperjuangkan dan melindungi hak-haknya
terhadap pemerintahan yang totaliter dan berperikemanusiaan yang rendah
• Terus berkembang sampai sekarang dalam membentuk dirinya, sehingga
memberi peluang bagi penggunaan berbagai pendekatan.

 Pendekatan Baru
• Metadisiplin, untuk menjawab berbagai bahasan dari berbagai ilmu
pengetahuan lainnya
• Interdisiplin, pendekatan yang menggunakan berbagai teori/konsep dalam
suatu rumpun besar ilmu pengetahuan
• Antardisiplin, menggunakan teori/konsep dari berbagai disiplin ilmu
pengetahuan yang tak selalu serumpun, secara multi/lintas disiplin

 TEORI PEMERINTAHAN
Teori hanya bisa diciptakan melalui intuisi dan renungan mendalam. Dalam
proses ini kita mula-mula hanya melakukan abstraksi pikiran dan berusaha membuat
“gambar” yang sejelas mungkin dalam pikiran kita dan berusaha menarik sebanyak
mungkin kesimpulan atau konsekuensi dari “gambar” yang kita buat itu. Sementara
kita sedang dalam proses membuat “gambar” itu kita tidak berpikir tentang kaitan
empiris antara gambar itu dengan dunia nyata. Baru sesudah gambar itu cukup jelas,
kita mengujinya dengan fakta empiris. David dan Chava nachmias menggambarkan
strategi “teori dahulu, penellitian kemudian“ dalam tahap – tahap berikut:
1. Perumusan teori atau model yang eksplisit
2. Suatu proposisi yang muncul dari teori atau model untuk diteliti secara empiris
3. Pembuatan rancangan penelitian untuk menguji proposisi itu
4. Kalau proposisi yang dideduksi dari teori itu tidak didukung oleh data empiris, maka
teori atau penelitian (seperti didesain penelitian, pengukuran, dsb.) harus diubah, dan
kita harus kembali ke tahap ke-2
5. Kalau proposisi tidak ditolak, kita cari proposisi lain untuk diuji atau kita coba
perbaiki teori

Sebaliknya, Robert Merton, penganut aliran “penelitian dahulu baru teori”,


menyatakan bahwa ppenelitian empiris tidak hanya berrfungsi pasif yaitu menguji
teori. Peneliti melakukan fungsi aktif yang membantu pengembangan teori. Peneliti
bisa mengusulkan masalah-masalah baru untuk diteorikan, mendorong perumusan
teori atau perubahan teori yang ada, memperjelas teori dan menguji teori.
Strategi “penelitian dahulu teori kemudian” ini, menurut David dan Chava Nachmias
terdiri dari tahap-tahap seperti berikut:
1. Penelaahan suatu fenomena untuk menggambarkan atau mengidentifikasikan sifat-
sifat atau atribut-atributnya
2. Pengukuran sifat-sifat itu dalam berbagai situasi
3. Analisa terhadap data yang terkumpul untuk menentukan apakah ada pola variasi
yang sistematis di dalamnya
4. Kalau dalam data itu ditemukan ada pola yang sistematis, maka teori bisa dibentuk
Sampai sekarang pedebatan “induktif – deduktif” ini belum selesai. Namun
perbedaan kedua strategi itu sebenarnya tidak tegas dalam praktek nyata. Kedua
strategi itu sebenarnya sama-sama bertujuan menciptakan teori dan menganggap teori
sebagai perwujudan dari kemajuan ilmu. Juga semua proses mencari pengetahuan
mengharuskan kita untuk membuat asumsi-asumsi (axioms) dan hipotesa (theorems)
tentang sifat kenyataan sosial. Perbedaan itu hanyalah tentanng di mana letak asumsi-
asumsi teoritis itu dalam proses penelitian. Dalam suatu strategi penelitian,
hiposkripsinya hanya implisit dan baru menjadi nyata sesudah analisa data, sedang
dalam strategi lain, hipotesa itu ditegaskan sejak awal. Jadi sebenarnya tidak ada ilmu
politik/ pemerintahan yang sepenuhnya induktif, yang ada adalah teorisasi yang
eksplisit atau tidak eksplisit

Karena itu seharusnya kita memandang teori dan penelitian sebagai dua hal yang
selalu berkaitan. Sebagaimana disebutkan di atas, teori jelas sanggan diperlukan
dalam melakukan penelitian, sebab tanpa tuntutan teori (atau konseptualisasi)
penelitian akan berjalan tanpa arah. Juga pengamatan empiris perlu disusun agar bisa
menjadi teori, dan penyusunan itu pasti memerlukan suatu perspektif teori.
 Pendekatan Saintifik Dalam Ilmu Pemerintahan
Menurut standar baku (The standard View)/metodologi tujuan ilmu
pengetahuan adalah untuk mengembangkan penjelasan penjelasan tentang dunia
empirik atau dunia yang dapat diketahui oleh pengalaman atau observasi.
Menurut McGaw dan Watson, sains/ilmu pengetahuan merupakan metode
analisa yang obyektif, logis dan sistematis untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan
meramalkan fenomena yang bisa diamati.
Berdasarkan definisi ini, kita ketahui adanya ciri-ciri pokok sains, yaitu:
1. Sains adalah suatu metode analisa, sains adalah suatu
Vitas dan proses, semua sains memiliki kesamaan metode analisa, yaitu
kesamaan dalam aturan logika dan pembuktian
2. Tujuan akhir sains adalah deskripsi, eksplanasi dan prediksi.Misalnya
ilmuwan pemerintahan berusaha menggambarkan, menjelaskan dan
meramalkan berbagai fenomena seperti: pemilu, pilkada, tingkah laku pemilih,
proses pembuatan kebijakan publik, suksesi, budaya politik dsb.
a. a.Deskripsi adalah upaya untuk menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana,
kapan atau berapa. Jadi merupakan upaya melaporkan apa yang terjadi.
Ilmuwan pemerintahan mungkin akan mengajukan pertanyaan: Kapan suksesi
dapat terjadi ? Kapan otonomi daerah dapat diwujudkan secara optimal dan
dapat diraskan oleh masyarakat? Kapan reformasi birokrasi dan pelayan
publik akan terjadi?
b. Eksplanasi berusaha menjawab pertanyaan “mengapa”, mengapa korupsi
terjadi? Mengapa konflik Kepala Daerah dengan DPRD sering terjadi?
Mengapa kualitas pelayanan publik cenderung rendah? Dsb. Menjawab
pertanyaan “mengapa” adalah inti kegiatan saintifik.
c. Prediksi mencoba menjawab pertanyaan tentang “apa yang akan terjadi” di
masa depan. Ilmuwan pemerintahan misalnya tertarik meramalkan kondisi
atau keadaan yang bisa menimbulkan perubahan sistem pemerintahan, bentuk
negara atau bentuk pemerintahan dan sebagainya di masa depan.
Fenomena yang bisa diamati adalah sasaran deskripsi, eksplanasi dan prediksi,
yaitu obyek yang bisa diamati secara saintifik. Karena itu kegiatan penelitian saintifik
tidak menangani topik-topik yang supernatural dan metafisik.
3. Sains bersifat obyektif, logis dan sistematis.
a. Obyektif berarti bahwa pernyataan saintifik harus bisa diuji secara terbuka
oleh ilmuwan lain, atau dengan istilah lain “intersubjectivetestability”.
Pernyataan yang didasarkan pada pengetahuan yang hanya mungkin diketahui
oleh orang tertentu saja-_seperti ahli kebatinan atau resi, dan tidak bisa diuji
oleh orang berpendidikan biasa_ bukanlah pernyataan saintifik.
b. Logis berarti bahwa sains diatur oleh aturan penalaran tertentu,misalnya
penarikan kesimpulan deduktif dan induktif.
c. Sistematis berarti bahwa sains merupakan sekumpulan keajegan yang secara
logika terorganisasi, saling bertaut dan utuh serta terbuka untuk diubah atau
bahkan ditolak oleh bukti-bukti baru.

 Asumsi-asumsi Sains
Di atas kita telah sepakat menganut definisi sains sebagai metode analisa.
Setiap metode pencarian pengetahuan didasarkan pada seperangkat asumsi atau
keyakinan yang _demi berlangsungnya komunikasi dan penelitian_ tidak bisa
diperdebatkan kebenaran atau kesalahannya dan harus diterima apa adanya (untuk
sementara). Menurut MCGaw dan Watson terdapat sembilan asumsi pokok atau
postulat sains:

1. Semua perilaku sudah ditentukan secara alamiah


2. Manusia adalah bagian dari dunia alamiah
3. Alam bersifat teratur dan ajeg
4. Alam berubah dengan lamban
5. Semua fenomena yang bisa diamati pada akhirnya akan bisa diketahui
6. Tidak ada hal yang dengan sendirinya benar
7. Kebenaran adalah relatif
8. Kita memahami dunia melalui indra
9. Persepsi, ingatan dan penalaran kita bisa dipercaya.

Sumber :
Review State of The Art Ilmu Pemerintahan .(2011). http://rintikpena.blogspot.com.
http://rintikpena.blogspot.com/2011/09/review-state-of-art-ilmu-pemerintahan.html
Taliziduhu Ndraha, Kybernolog.2009. Kybernologi dan Metodologi: Metodologi Ilmu
Pemerintahan.Jakarta.2010

Anda mungkin juga menyukai