Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PENGARUH FILSAFAT ADMINISTRASI TERHADAP


PERKEMBANGAN ILMU ADMINISTRASI

DISUSUN OLEH :

MARDIMAN UMASUGI

NIM : 024619267

EMAIL : mardimanumasugi@gmail.com

NO. HP : 081340428876

UPBJJ-UT : TERNATE

UNIVERSITAS TERBUKA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya
pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan yang dapat mempengaruhi
dan mengubah manusia dan dunianya yang berperan penting dalam
membentuk peradaban dan kebudayaan manusia. Semakin maju
pengetahuan semakin meningkat keinginan manusia, yang dapat
memperbudak manusia dan lebih mengerikan lagi yaitu dapat
mengancam keamanan dan kehidupan manusia.
Untuk mencermati perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi itulah maka perlu kehadiran filsafat ilmu untuk
mengembalikan arah ilmu pengetahuan dan teknologi kepada “rel” yang
sesungguhnya. Agar umat manusia tidak diancaman kecemasan.
Jika seseorang membaca suatu buku filsafat ilmu pengetahuan,
maka substansi yang ingin dipahami adalah apa pengertian ilmu
pengetahuan, atau secara sederhana apa yang dimaksud dengan hakikat
ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan suatu hal yang penting dalam
kehidupan manusia, tanpa kita sadari telah melakukan proses berfikir
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia itu sendiri,
karena manusia selalu ingin tahu dan mencari jawaban atas masalahnya.
Filsafat itu sendiri adalah sebagai kumpulan ilmu pengetahuan
tentang Tuhan, alam dan manusia. Descartes (1590 –1650). Pentingnya
filsafat dalam kehidupan manusia bertujuan untuk mengembalikan nilai
luhur suatu ilmu agar tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia
itu sendiri.
Kajian filsafat terdiri dari Ontologi, Epistemilogy, dan
Aksiology; Ontology merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat
ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas
yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun
metafisik (ma ba’da al-Thobi’ah) selain itu Ontology merupakan hakikat
ilmu itu sendiri dan apa hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari persepektif filsafat tentang
apa dan bagaimana yang ada.
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan
yang sekarang dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu
pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di
masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan
perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu
itu ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa
ilmu sudah tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya.
Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan
konsep pemerintahan dalam masyarakat yang pluralistis. Kenyataan
bahwa, masyarakat itu terdiri dari beberapa kelompok kepentingan
(interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki
pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu.

Itu sebabnya, kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan


menunjukkan pilihan terpenting untuk mempererat kehidupan, baik
dalam kehidupan organisasi kepemerintahan atau privat. Kebijakan harus
bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis
(political) yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan
akibat adanya kepentingan. Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku
dan dicirikan oleh perilaku yang konsisten serta berulang, baik dari yang
membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu).
Sedangkan kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian
pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-
keputusan yang tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat
pemerintah.
Alasan penulis mengambil judul “Perkembangan Filsafat
Administrasi, Manajemen dan Peran Sertanya Dalam Perumusan
Kebijakan Publik di Indonesia” karena adanya pertanyaan yang menjadi
teka teki berbagai refleksi filsafat dan sains, terutama di dalam ilmu-ilmu
sosial yaitu apa yang membuat suatu perubahan itu bisa berlangsung di
dalam masyarakat, terutama perubahan ke arah yang menurut masyarakat
tersebut, lebih baik? Inilah pertanyaan yang perlu diajukan, ketika kita
mendapati suatu keinginan, kenyataan dan kondisi yang berbeda-beda
dengan mengaitkan antara filsafat administrasi dengan proses pembuatan
kebijakan publik di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka
kami dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
a) Apakah yang dimaksud dengan filsafat administrasi?
b) Apakah yang dimaksud dengan filsafat manajemen?
c) Bagaimana perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu
ke waktu?
d) Apa peran serta filsafat administrasi dan manajemen dalam
perumusan kebijakan publik di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat
Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan
“Sophie”, “Philos” biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang,
atau cinta. “Sophia” dapat diartikan kebijaksanaan. Jadi “filsafat” berarti
cinta kepada kebijaksanaan. Menjadi “bijaksana berarti mendalami
hakekat sesuatu. Kata “philosopos” diciptakan untuk menekankan sesuatu
pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496 SM) dan plato (4286-328
SM) yang mengkritik para “sofis” yang berpendapat bahwa mereka tahu
jawaban atas semua pertanyaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam –
dalamnya, baik mengenai hakekat adanya sesuatu itu, fungsi, ciri – cirinya,
kegunaannya, masalah – masalahnya serta pemecahan – pemecahan
terhadap masalah masalah itu.

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan


cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses
penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan
dasar pemahaman tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk
menyimak empat titik pandang di dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut
:

a) Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan


dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang
penting.
b) Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan
predispositions dari para ilmuan. Pandangan ini cenderung
mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi.
c) Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori
tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan.
d) Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order
criteriology).

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :


a) Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang
menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah.
b) Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang
bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu,
yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara
mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988).

2. Filsafat Administrasi
Administrasi (dalam Sondang; 1991, 3), didefinisikan sebagai
“keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang
didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya”. Ada beberapa hal yang terkandung dalam
devinisi di atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses
yang diketahui hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua,
administrasi mempunyai unsur – unsur tertentu, yaitu: adanya dua manusia
atau lebih adanya tujuan yang hendak dicapai, adanya tugas atau tugas –
tugas yang harus dilaksanakan, adanya peralatan dan perlengkapan untuk
melaksanakan tugas – tugas itu kedalam golongan peralatan dan
perlengkapan termasuk pula waktu, tempat, peralatan, materi serta
perlengkapan lainnya. Ketiga, bahwa administrasi sebagai proses
kerjasama bukan merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama
– sama bukan merupakan hal yan baru peradaban manusia. Tegasnya,
administrasi sebagai “seni” merupakan suatu social phenomenon
(perwujudan, kejadian, dan gejala natural).

Administrasi sebagai proses. Suatu proses adalah suatu yang


permulaannya diketahui akan tetapi akhirnya tidak diketahui. Dengan
demikian proses administrasi adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan –
kegiatan tertentu yang dimulai sejak adanya dua orang yang bersepakat
untuk bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula.

Tentang unsur – unsur administrasi. Unsur – unsur (bagian – bagian


yang mutlak) dari Administrasi adalah: (1) Dua orang manusia atau lebih,
(2) Tujuan, (3) Tugas yang hendak dilaksanakan, (4) Peralatan dan
Perlengkapan. Mengenai unsur manusia, asumsi penulis ialah bahwa
seseorang tidak dapat “bekerja sama” dengan dirinya sendiri. Karena itu
harus ada orang lain yag secara sukarela atau dengan cara lain diajak turut
serta dalam proses kerjasama itu.

Sedikit tentang tujuan. Terlalu sering orang beranggapan bahwa


tujuan dari proses administrasi harus selalu ditentukan oleh orang – orang
yang bersangkutan langsung dengan proses itu. Hal ini menurut pendapat
penulis tidak benar. Tujuan yang hendak dicapai dapat ditentukan oleh
semua orang yang langsung terlibat dalam proses administrasi itu. Tujuan
dapat pula ditentukan oleh hanya sebagian dan mungkin hanya seseorang
dari mereka yang terlibat. Akan tetapi tidak mungkin juga apabila yang
menentukan tujuan adalah pihak luar.

Tugas dan pelaksanaannya. Berbicara mengenai tugas yang hendak


dilaksanakan, sering pula orang beranggapan bahwa proses administrasi
baru timbul apabila ada kerjasama. Tidak demikian halnya. Dengan
perkataan lain, kerjasama bukan merupakan unsur administrasi. Meskipun
demikian perlu ditekankan bahwa pencapaian tujuan akan lebih efisien dan
ekonomis apabila semua orang yang terlibat mau bekerjasama satu sama
lain. Akan tetapi kerjasama pun misalnya dalam hal dipaksakan, proses
administrasi dapat terjadi, karena dengan paksaan proses administrasi
dapat timbul. Kerjasama dalam administrasi dapat digolongkan kepada
dua golongan, yaitu kerjasama yang ikhlas dan sukarela (voluntary
cooperation) , dan kerjasama yang dipaksakan (compulsory atau
antagonistic cooperation).

Peralatan dan perlengkapan. Peralatan dan perlengkapan yang


diperlukan dalam suatu proses administrasi tergantung dari berbagai faktor
seperti: (1) jumlah orang yang terlibat dalam proses itu, (2) sifat tujuan
yang hendak dicapai, (3 ruang lingkup serta aneka ragamnya tugas yang
hendak dijalankan, dan (4) sifat kerjasama yang dapat diciptakan dan
dikembangkan. Barangkali secara “aksiomatis” dapat dikatakan bahwa
semakin sedikit jumlah orang yang terlibat, semakin sederhana tujuan
yang hendak dilaksanakan, semakin sederhana pula peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan.

2.1 Ontologi Ilmu Administrasi

A. Konsep Ontologi Administrasi


Ontologi dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa yunani ‘on’
berarti ada dan ‘ontos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti
pemikiran (dikutip oleh Suparlan suhartono : Lorens Bagus 2000).
Permasalahan utama dalam ontology ilmu adalah apa bangunan dasar
(fundamental structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan
sesuatu itu disebut ilmiah. (Muslih Muhamad:36:2004) Jadi ontology
adalah pemikiran tentang yang ada dan keberadaannya.
Ontologi merupakan bagian mendasar dari filsafat, baik secara subtansial
maupun ditinjau dari segi historisnya, karena kelahiran atau keberadaan
ontologi tidak lepas dari peran filsafat. Sebaliknya pula perkembangan
ontologi memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi berasal dari bahasa
yunani, yang terdiri atas dua kata, ontos artinya ada dan logos artinya ilmu.
Jadi secara etimologis, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
yang ada.

Pemikiran ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari


pembuktian, atau dengan kata lain penyelidikan yang dilakukan secara
sadar mendalam sampai kepada akar permasalahan yang sesungguhnya
dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja serta relatif fundamental
kandungan kebenarannya.

Kedudukan Ontologi Administrasi


Ontologi ilmu administrasi orientasi penyelidikannya adalah yang
berhhubungan dengan yang ada.

Metode Ontologi Administrasi


Ontologi ilmu administrasi bergerak antara dua sisi pandang, yaitu
pengalaman akan kenyataan konkret di satu pihak dan pengertian
“mengada” dari pernyataan abstrak. Dalam refleksi ontologi ilmu
administrasi kedua sisi pandang itu saling memperkuat dalam melakukan
suatu kegiatan penjelasan dalam konteks pembenaran pemaknaan
administrasi, baik sebagai ilmu maupun sebagai kegiatan, atau sebagai
lapangan pekerjaan manusia.

Potensi Ontologi administrasi


Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi
ilmu administrasi adalah pemikiran manusia terhadap isi dunia ini.

Normatif Ontologi Administrasi


Kebenaran hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara
transidental dan empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek
utama. Kebenaran adalah keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam
hal pemberian pengertian atau pemahaman terhadap ontologi ilmu
administrasi, dan kedua, kebaikan adalah keharmonisan dalm hal
penilaian dan pilihan nilau terhadap ontologi ilmu administrasi.

Kebenaran dan kebaikan, baik bermakna transidental maupun bermakna


empirikal, bukanlah sifat-sifat tambahan dan bilaporitas melainkan suatu
proses penghayatan dan pengalaman secara harmonis dalam stuktur
pemberian pengertian dan pemahaman, serta penilaian terhadap
kandungan ontologi ilmu administrasi sebagai salah satu ilmu sosial yang
menghendaki wawasan pemikiran secara universal.

B. Positivisme Administrasi
Banyak jenis aliran ontologi ilmu administrasi atau filsafat administrasi.
Diantaranya adalah aliran yang disebut dengan positivisme yang
memposisikan kajiannya adalah pemikiran atau tindakan positif, terutama
yang berkaitan tentang administrasi, baik dipandang sebagai ilmu maupun
dipandang sebagai profesi atau lapangan kerja. Aliran lain dalam kaitan
ontologi ilmu administrasi adalah rasionalisme, yaitu suatu aliran yang
mengutamakan pemikiran rasional di bidang administrasi, baik secara
keilmuan maupun secara keprofesionalannya.

C. Rasionalisme Administrasi
Rasio atau akal hanya dimiliki oleh manusia yang sempurna, melainkan
kecakapan yang dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang
dibutuhkan dan secara bebas pula untuk mengubah sesuatu berdasarkan
keinginan bagi manusia yang bersangkutan.Akal sesungguhnya berfungsi
untuk mengoperasionalkan otak dalam rangka mencari kebenaran, sesuai
dengan pemaknaan yang terkandung dalam materi ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.

Kekurangan yang paling menonjol dari studi-studi di bidang ilmu


administrasi adalah kegaagalan mereka untuk sampai kepada pemahaman
yang benar tentang pemikiran administrasi.

Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk


memperoleh pengetahuan dibidang administrasi. Skematis pemikiran
ontologi manusia yang beraliran rasionalisme di bidang ilmu administrasi
dapat digambarkan sebagai berikut.

2.2 Epistemologi Ilmu Administrasi

A. Kajian Epistemologi Administrasi


Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan
menetapkan kodrat atau skop jenis ilmu pengetahuan serta dasar
pembentukannya. Sasaran utama ilmu atau content epistemologi
sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana
sesuatu itu datang.

Pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia merupakan


kajian epistemologi dalam usaha pengayaan manusia dibidang ilmu
pengetahuan, antara lain ilmu administrasi, baik yang berkaitan tentang
etika, estetikanya, maupun cara atau prosedur memperolehnya.

Ilmu penegatahuan dibidang administrasi adalah suatu pernyataan


terhadap materi atau content, bentuk atau form, serta objek formal dan
materialnya, secara epistemologi, ilmu administrasi cenderung untuk
membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual
seseorang. Pemahaman intelektual seseorang pada ilmu administrasi
utamanya adalah logika sebagai pengetahuan yang mempelajari segenap
asaa, aturan, dan tata cara penalaran dari suatu objek yang dipikirkan
dengan benar.

B. Objektivisme Administrasi
Pemikiran dan argumentasi ilmuan administrasi berpangkal dari premis
hingga kesimpulan, tetapi ada perbedaan cara menghasilkan pangkal pikir
dari ilmuan yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan fokus pangkal, ada
yang mengawali dari pangkal pikir deduksi, induksi, dan ada pula memulai
dari abduksi.

Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan


adanya makna apriori (kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan
tidak relatif, sedangkan kebenaran realita yang telah mengalami perubahan
dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteriori.

Secara kronologis, perkembangan kecerdasan berfikir administrasi


berlangsung dalam tiga tahap.

1. Tahap sensasi (pengindraan)


2. Tahap perseptual (pemahaman)
3. Tahap konseptual (pengertian).

Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari


dua pandang.
Dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran
perhatian secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam
pemikiran manusia yang mempelajari ilmu administrasi.
Dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki
ruang lingkup kajian dengan metode yang jelas.
C. Skeptisisme Administrasi
Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan
utamanya diletakan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis
menjadi salah satu kajian filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri
kepada:

Pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun


sistematika pemikiran dantindakan administrasi;
Melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif
administrasi;
Menetukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan
aktivitas bidang administrasi;
Melakukan penyelidikan tentang kondisi akibat dari pengandaian atau
pernyataan yang diajukan berbagai pemikir ilmu lainnya;
Administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat
membantu melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang
dapat dilihat.
Manusia yang terjerumus kedalam keadaan menyedihkan dianggap
sebagai anomali epistemologi , yaitu keadaan manusia yang
mengkhawatirkan apakah tidak seutuhnya menyeleweng dari nilai-nilai
kebenaran administrasi itu sendiri.

Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh


seseorang akibat tidak terpenuhinya sesuatu yang diinginkan. Secara
epistemologi, dasar keraguan manuisa itu sesungguhnya berada dalam
keterbatasan karena memang manusia terbatas sebagaimana
keberadaannya.

2.3 Aksiologi Ilmu Administrasi

A. Konsep Aksiologi Administrasi


Landasan tataran aksiologi ilmu adminitrasi, yaitu bagaimana ilmu
administrasi digunakan sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan
manusia. Aksiologi ilmu administrasi merupakan salah satu bagian dari
filsafat ilmu, maka tidak heran begitu banyak pertanyaan yang dapat
dimunculkan karena memang filsafat mencari hakikat kandungan makna
yang mendalam.

Pemanfaatan pengetahuan di bidang ilmu administrasi merupakan faktor


penting dalam pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku
dalam beraktivitas, dan penetapan keputusan tindakan manusia.

Ada dua jenis pengaturan dan keteraturan dalam aksiologi ilmu


administrasi.

a. Pengaturan dan keteraturan berfikir secara rasional.


b. Pengaturan dan keteraturan dalam bertindak merealisasikan
kebahagiaan dan kesejahteraan kehidupan manusia.

Aksiologi ilmu administrasi adalah rangka pemanfaatan, atau dengan kata


lain, penerapan ilmu administrasi yang teratur dan produktif.

Tanda-tanda ilmuan administrasi di era moderalisasi deewasa ini dapat


dicatat sebagai berikut:
1. Tindakan Rasionalitas
2. Menonjolnya pemikiran yang berlawanan dengan sifat ilmiah
3. Otomatisasi semakin kuat
4. Sifat universal
5. Otonomi keilmuan

B. Kebenaran Ilmu Administrasi


Ada pandangan sebagian ilmuan administrasi yang menyebutkan bahwa
hanya sebagian kecil kebenaran administrasi yang dapat dilaksankan, dan
sebagian besar kebenaran diabaikan dalam praktik administrasi. Ruang
lingkup kebenaran ilmu administrasi.

Kebenaran Asal Mula, Dikatakan bahwa asal mula kebenaran ilmu


administrasi adalah dari pengetahuan yang telah dikompilasi dalam suatu
integrasi pemikiran manusia.
Kebenaran mengungkap.
Kebenaran memandang.
Kebenaran bentuk.
Kebenaran isi.
Kebenaran konsep, pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan
teknologi administrasi pada dunia profesional dengan dunia keilmuan
sangagt berbeda.
Kebenaran Teori, ilmu dan administrasi bersumber dari teori, kemudian
ilmu dan teknologi administrasi melahirkan teori. Skematis teori.

C. Metode Mencari Kebenaran


Dalam pencarian kebenaran keilmuan dewasa ini, metode yang paling
banyak digunakan adalah penelitian (research) dalam dunia sasarannya
terdiri atas dua jenis. Yaitu:
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diistilahkan
penelitian ilmiah (scientific research).
Penelitian untuk ketapan pelaksanaan sesuatu profesi.
Metode adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk
mencapai hasil, dengan mempertimbangkan risiko terkecil. Jadi metode
penelitian ilmu dan teknologi administrasi adalah suaut cara berfikir atau
bertindak untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan di bidang
administrasi, dengan mempertimbangkan manfaat seluruh sumber daya
yang dimiliki secara efisien dan efektif.

Secara umum, tujuan penelitian ilmu dan teknologi administrasi terdiri


dari tiga macam:

1. Bertujuan untuk menemukan teori baru dalam ilmu dan teknologi


administrasi.
2. Bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang dikandung teori-teori
dalam ilmu dan teknologi administrasi.
3. Bertujuan untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu dan teknologi
administrasi.

D. Paradigma Administrasi

Administrasi senantiasa dihadapkan pada berbagai bantahan dan wajib


memberikan penjelasan tentang nilai kebenaran, sesuai dengan prinsip-
prinsip umum empiris. Fokus utama ilmu administrasi adalah persoalan
tentang manusia, terutama yang berkaitan dengan pengaturan dan
keteraturan dalam rangka peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia itu sendiri.

Paradigma adalah suatu pandangan yang disepakati dari seluruh anggota


organisasi, jika paradigmanya organisasi. Paradigma administrasi
merupakan suatu teori dasar, yang juga sering diistilahkan ontologi,
dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran,
konsep, dan metodologi, serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.

Paradigma atau pandangan lama tentang ilmu dan teknologi administrasi


adalah nilai kebenaran yang mulai tergeser pemaknaannya dari persepsi
berbagai kalangan ilmu administrasi itu sendiri, dimana dalam kondisi
semacam itu para ilmuan saling mempertahankan pendapat dan pola
pikirnya serta menganggap bahwa pendapat atau pola pikirnya yang paling
benar.

Paradigma baru adalah suatu kondisi atau proses perkembangan ilmu dan
teknologi administrasi, di mana para ilmuan telah melahirkan kesepakatan
yang meneytujui pergeseran kebenaran lama menjadi kebnaran baru dari
makna ilmu dan teknologi administrasi.

Dalam perkenmbangan paradigma administrasi, sebagaimana


dikemukakan oleh Nicholas Henry, terbagi atas lima perkembangan
paradigma administrasi, yaitu:

1. Dikotonomi politik dan administrasi;


2. Prinsip-prinsip administrasi;
3. Administrasi negara sebagai ilmu politik;
4. Administrasi negara;
5. Administrasi negara sebagai administrasi negara.

Menurut Frederickson perkemabngan paradigma administrasi sebagai


berikut:
1. Birokrasi Klasik;
2. Birokrasi Neo Klasik;
3. Kelembagaan;
4. Hubungan kemanusiaan;
5. Pilihan publik;
6. Administrasi negara baru.

3. Filsafat Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa inggris “management” yang berasal dari
kata dasar “manage”. Definisi manage menurut kamus oxford adalah “to
be in charge or make decisions in a business or an organization”
(memimpin atau membuat keputusan di perusahaan atau organisasi). Dan
definisi management menurut kamus oxford adalah “the control and
making of decisions in a business or similar organization” (pengendalian
dan pembuatan keputusan di perusahaan atau organisasi sejenis).

Menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu
perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan
daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Filsafat manajemen menurut Frederick Winslow Taylor yaitu manajer


akan lebih banyak bertanggung iawab dalam perencanaan dan
pengendalian serta dalam menafsirkan kepandaian-kepandaian para
pekerja dan mesin-mesin menurut aturan-aturan hukum-hukum dan
formula-formula, sehingga dengan jalan demikian akan membantu
pekerja-pekerja melakukan pekerjaannya dengan biaya yang rendah bagi
majikan dan penghasilan yang lebih besar bagi buruh. Filsafat manajemen
adalah kumpulan pengetahuan dan kepercayaan yang memberikan dasar
atau basis yang luas untuk menentukan pemecahan terhadap masalah-
masalah manajer.

Manajemen diperlukan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan dapat


berjalan secara efektif dan efisien. Agar manajemen yang dilakukan
mengarah kepada kegiatan secara efektif dan efisien, maka manajemen
perlu dijelaskan berdasarkan fungsi – fungsinya atau dikenal sebagai
fungsi manajemen.

3.1 Ontologi Manajemen

Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika


itu pertama kali dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70
tahun sebelum Masehi. Artinya adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau kerangka penjelasan yang
menerobos melampaui pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau
kurang memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang
menyelidiki kakikat apa yang ada dibalik alam nyata. Jadi, metafisika
berati ilmu hakikat. Ontologi pun berarti ilmu hakikat.

Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu Manajemen adalah siapa


yang membutuhkan manajemen?. Pertanyaan ini sering dijawab
perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian tetapi tidak lengkap karena
manajemen juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi
dan dalam semua tipe organiasasi. Dalam pratik menajemen dibutuhkan
dimana saja orang-orang bekeja sama untuk mencapai suatu tujuan
bersama.

Dilain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan


menjadi anggota dari beberapa macam organisasi, seperti organisasi
sekolah, perkumpulan olah raga, kelompok musik, militer atau pun
organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini mempunyai persamaan
dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam beberapa hal,
seperti contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah dikelola
secara lebih formal dibanding kelompok musik atau rukun tetangga.
Persamaan ini tercermin pada fungsi-fungsi manejerial yang dijalankan.

3.2 Epistemologi Manajemen

Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun
1854 dalam bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut
sarjana tersebut ada dua cabang dalam filsafat, ialah: epistemologi dan
ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu nyang
dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya,
metodenya, dan validitasnya.

Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam


kaitannya dengan sejumlah disiplin ilmu yang bisa ”kerja sama” seperti:
pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-lain. Namun ruang lingkup itu
mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat lingkup yang
khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi
pada disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi
pengkajiannya. Di antara spesialisasi itu adalah :

a. Manajeman pendidikan
b. Manajeman sumberdaya manusia
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya
Semula epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang
mendasar mengenai pengetahuan (very possibility of knowledge). Apakah
pengetahuan yang paling murni dapat dicapai.

Permasalahan epistemologi di ilmu manajemen berkisar pada ihwal proses


yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu:
bagaimana prosedurnya, apa yang harus diperhatikan untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar, apakah yang disebut kebenaran dan apa saja
kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu.

Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut


di manajemen sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu
sendiri. Prosedur dengan pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku
untuk menelaah manajemen.

Cara pencarian kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan


melalui penelitian. Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia dalam
taraf keilmuannya. Penyaluran sampai taraf setinggi ini disertai oleh
keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala
yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian adalah
suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan
secara terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah
pertanyaan.

Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu :


pelaksanaannya yang metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang
logik dan koheren. Artinya dituntut adanya sistem dalam metode maupun
dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya adalah universalitas.
Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas. Setiap penelitian
ilmiah harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami
distorsi karena adanya berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian
ilmiah dijamin objektivitasya, tuntutan intersubjektivias perlu dipenuhi.

3.3 Aksiologi Manajemen

Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga
’mempunyai nilai’, dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran
Sebagai suatu istilah, aksiologi mempunyai arti sebagai teori tentang nilai
yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih. Teori ini
berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan
mengenai bentuk atau ide (ide tentang kebaikan).

Permasalahan aksiologi ilmu manajemen (1) sifat nilai, (2) tipe nilai, (3)
kriteria nilai, dan (4) status metafisika nilai. Masing-masing dicoba untuk
dijelaskan dengan ringkas sebagai berikut.

Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan
hasrat, kesenangan, kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, serta
persepsi mental yang erat sebagai pertalian antara sesuatu sebagai sarana
untuk menuju ke titik akhir atau menuju kepada tercapainya hasil yang
sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen berkecimpung tentunya
dilandasi dengan hasrat untuk mendapatkan kepuasan.

Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai intrinsik dan ada nilai
instrumental. Nilai intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat
pada diri sesuatu sebagai bobot martabat diri (prized for their own sake).
Yang tergolong ke dalam nilai instrinsik adalah kebaikan dari segi moral,
kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah nilai
penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik.
Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan manajemen sebagai
profesi. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan
manajemen sebagai profesi, kriteria-kriteria untuk menentukan sesuatu
sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:

1). Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum.


Adanya pendidikan kursus-kursusan program-program latihan formal
menunjukan bahwa ada pinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat
diandalkan
2). Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar
prestasi kerja tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa
atau agamanya
3). Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat,
dengan disiplin untuk mereka yang menjadi klienya.

Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional


melalui perkembangan yang mencolok program-program latihan
manajemen di Universitas-universitas ataupun lambaga-lembaga
manajemen swasta dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi
atau perusahaan.

4. Perkembangan Administrasi Dan Manajemen Dari Waktu Ke Waktu


4.1 Perkembangan Administrasi dan manajemen sebagai seni

Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi


menjadi tiga fase utama yaitu:

a) Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M


Bukti sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa pada fase pra-sejarah ini
administrasi dan manajemen sudah berkembang dengan baik. Karena
kebutuhan masyarakat yang dipuaskan melalui penerapan prinsip – prinsip
administrasi dan manajemen pun masih sangat sederhana, maka pada
umumnya sistem administrasi dan manajemen yang dipergunakan pun
masih sangat sederhana pula.

Ditinjau dari segi waktu dan tempat fase pra-sejarah ini dapat dibagi
pula menjadi beberapa bagian perkembangan, yaitu:

Peradaban Mesopotamia
Pada zaman ini telah dijalankan sebagian prinsip – prinsip administrasi dan
manajemen yang diketahui oleh manusia sekarang terutama di bidang
pemerintahan, perdagangan, komunikasi pengangkutan, dan bahkan
masyarakat Mesopotamia telah dipergunakan logam sebagai alat tukar
menukar yang sudah tentu sangat memperlancar jalannya perdagangan.

Peradaban Babilonia
Administrasi pemerintahan, perdagangan, perhubungan, dan
pengangkutan telah berkembang pula dengan baik pada zaman ini.
Peradaban Babilonia telah berhasil pula membina suatu sistem
administrasi di bidang teknologi. Terbukti dengan adanya taman
tergantung yang katanya sampai saat ini belum dapat ditandingi oleh
manusia modern.

Mesir Kuno
Pengetahuan yang berkembang pada zaman Mesir kuno tentang
administrasi dan manajemen lebih banyak dan juga terutama karena tulisan
Mesir kuno banyak ditemukan. Analisa dari peninggalan – peninggalan
Mesir kuno membuktikan bahwa di Mesir kuno aspek administrasi yang
sangat berkembang ialah di bidang pemerintahan, militer, perpajakan,
perhubungan, dan pertanian termasuk irigasi.

Tiongkok kuno
Yang paling menonjol dan sekaligus merupakan perubahan yang belum
pernah terjadi sebelumnya adalah masyarakat dan pemerintahan Tiongkok
telah berhasil menciptakan suatu sistem administrasi yang sangat baik
sehingga banyak prinsip – prinsip administrasi kepegawaian modern yang
di adopsi dari prinsip – prinsip kepegawaian Tiongkok kuno.

Romawi Kuno
Perkembangan administrasi dan manajemen pada zaman Romawi kuno
dapat dipelajari dari karya – karya ahli filsafat terkenal Cicero, terutama
dalam dua bukunya yang berjudul: (1) De officii (The office), dan (2) De
Legibus (The Law). Dalam kedua karya tersebut menjelaskan bahwa
pemerintah Romawi kuno untuk pertama kalinya berhasil memerintah
daerah yang sangat luas yang meliputi seluruh bagian dunia yang sekarang
dikenal dengan istilah “Systems approach”. Disamping departementalisasi
tugas – tugas pemerintahan itu, pemerintah Romawi kuno telah berhasil
pula mengembangkan administrasi militer, administrasi pajak, dan
administrasi perhubungan lebih dari zaman – zaman sebelumnya.

Yunani Kuno
Sumbangan terbesar dari Yunani kuno, meskipun tidak langsung dalam
ruang lingkup administrasi dan manajemen tapi sangat jelas sangat
mempengaruhi jalannya proses administrasi dan manajemen, adalah
pengembangan konsep demikrasi.

b) Fase sejarah yang berakhir pada tahun 1886


Berhubung dengan gelapnya sejarah dunia pada umumnya selama 15 abad
pertama sejarah dunia modern, bidang administrasi dan manajemen pun
juga mengalami kegelapan. Kemudian diketahui bahwa timbulnya gereja
Katholik Roma telah mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
teori administrasi dan manajemen di bidang sistematisasi dalam struktur
organisasi.

Perkembangan yang makin pesat dari sistem administrasi dan manajemen


zaman sejarah ini telah dimungkinkan pula oleh timbulnya revolusi
industri I di Inggris yang menyebabkan terjadinya perubahan radikal
dalam filsafat administrasi dan manajemen yang tadinya “job centered”
berubah menjadi filsafat yang “human centered”.

Charles Babbage pada awal abad 18 menulis sebuah buku yang berjudul
The Economy of Manufactures. Dalam buku itu Babbage menekankan
pentingnya efisiensi dalam usaha mencapai tujuan. Namun selama hampir
satu abad hasil karya ini terlupakan dan baru diselidiki kembali setelah
lahirnya “Gerakan Manajemen Ilmiah” (Scientific Management
Movement) yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor di Amerika
Serikat pada tahun 1886. Gerakan ini menandai dua hal sekaligus, yaitu:
(1) berakhirnya status administrasi dan manajemen sebagai seni semata –
mata, tetapi berdwistatus karena administrasi dan manajemen itu berstatus
pula sebagai ilmu pengetahuan, (2) berakhirnya Fase Sejarah dalam
perkembangan administrasi dan manajemen dan tibanya “Fase Modern”
yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih erlangsung hingga saat ini.

c) Fase modern yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih
berlangsung hingga sekarang ini.

Gerakan Manajemen Ilmiah tersebut lahir pada tahun 1886 karena pada
tahun itulah Frederick W. Taylor mulai mengadakan penyelidikan –
penyelidikan dalam rangka usahanya mempertinggi efisiensi perusahaan
dan meningkatkan produktiftas para pekerja. Taylor memperhatikan waktu
dan gerak – gerik kaum buruh yang tidak produktif. Hasil penyelidikan
yang dihasilkan Taylor itu kemudian dituliskannya dalam satu buku yang
berjudul The Principles of Scientific Management. Buku itu kemudian
diterbitkan pada tahun 1911.

Sementara Tayol sibuk dengan penyelidikan – penyelidikannya, di Prancis


terdapat pula ahli pertambangan yang bernama Henry Fayol yang mencari
sebab dari kegagalan pimpinan perusahaan mencapai tujuan perusahaan di
empat ia bekerja. Hasil pemikiran Fayol tersebut kemudian tertuang dalam
satu buku yang terbit pada tahun 1916 dan yang pada tahun 1930
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul General and
Industrial Management (Seharusnya: General dan Industrial
Administration). Teori – teori Fayol itu telahia terapkan sendiri saat ia
menjadi Administrator perusahaan dan ia memang berhasil
menyelamatkan perusahaan dari keruntuhan dan malah berhasil
mengembangkannya. Sorotan Fayol di dalam teorinya ialah golongan
pimpinan dari suatu organisasi.

Dengan Taylor yang menyoroti para pelaksana dan pimpinan tingkat


rendah dan Fayol yang menyoroti golongan pimpinan tingkat atas dari
suatu organisasi, hasil – hasil pemikiran kedua tokoh administrasi dan
manajemen itu telah saling mengisi dan saling melengkapi tanpa diketahui
satu sama lain. Karena itu Frederick Winslow Taylor diberi julukan
sebagai bapak “Gerakan Manajemen Ilmiah” dan Henry Fayol diberi
julukan bapak “Teori Administrasi Modern”.

4.2 Perkembangan Administrasi dan Manajemen sebagai Ilmu


Pengetahuan

Ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai “suatu obyek ilmiah yang


memiliki sekelompok prinsip, dalil dan rumus yang melalui percobaan –
percobaan yang sistematis dilakukan berulangkali telah teruji
kebenarannya, prinsip – prinsip, dalil – dalil, dan rumus – rumus mana
dapat diajarkan dan dipelajari”. Untuk secara universal diakui
sebagai ilmu pengetahuan sesuatu obyek ilmiah itu harus diperjuangkan
dan dikembangkan oleh para pencintanya dengan gigih. (dalam Sondang:
1991, 20).

Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu Administrasi, sejak


lahirnya hingga sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap,
yaitu:

Tahap Survival (1886 – 1930)


Dalam jangka waktu yang cukup panjang inilah para ahli yang
menspesialisasikan dirinya dalam bidang administrasi dan manajemen
memperjuangkan diakuinya Administrasi dan Manajemen sebagai salah
satu cabang ilmu pengetahuan.

Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 – 1945)


Tahap ini disebut tahap konsolidasi dan penyempurnaan karena dalam
jangka waktu inilah prinsip – prinsip, rumus – rumus, dan dalil – dalil Ilmu
Administrasi dan Manajemen lebih disempurnakan sehingga
kebenarannya tidak bisa lagi dibantah. Dalam jangka waktu ini pula gelar
– gelar kesarjanaan dalam Ilmu Administrasi Negara dan Niaga mulai
banyak diberikan oleh lembaga – lembaga pendidikan tinggi.

Tahap “Human Relations” (1945 – 1959)


Pada tahap “human relations” para ahli dan sarjana mulai beralih kepada
faktor manusia serta hubungan formal dan informal apa yang perlu
diciptakan, dibina dan dikembangkan antar manusia pada semua tingkatan
organisasi demi terlaksananya kegiatan – kegiatan yang harus
dilaksanakan dalam suasana yang intim dan harmonis.

Tahap Behaviouralisme (1959 hingga sekarang)


Penyelidikan tentang tindak – tanduk manusia dalam kehidupan
berorganisasi dan apa alasan – alasan manusia dalam kehidupan
berorganisasi dan apa alasan – alasan mengapa manusia itu bertindak
demikian. Jika tindak – tanduk itu merugikan organisassi, diselidiki pula
bagaimana caranya supaya tindakan yang merugikan organisasi itu dapat
dirubah menjadi tindakan yang menguntungkan organisasi. Jika
sebaliknya tindak – tanduk itu sudah menguntungkan organisasi, diselidiki
pula cara – cara yang dapat ditempuh untuk lebih meningkatkan kegiatan
yang demikian demi tercapainya tujuan organisasi dengan lebih efisien,
ekonomis, dan efektif.

5 Peran filsafat administrasi dan manajemen dalam perumusan


kebijakan publik di Indonesia

5.1 Inti landasan filosofis

Jika landasan peraturan yang digunakan memiliki nilai bijaksana yakni


memiliki nilai benar (logis), baik dan adil. Menemukan filosofis berarti
melakukan pengkajian secara mendalam untuk mencari dan menemukan
hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan dengan nalar, nalar sehat.
Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan
pikiran atau pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang
mewakili rakyat akan tetapi juga opini publik (suara rakyat) yang memiliki
porsi sama besarnya untuk mencerminkan (terwujud) dalam kebijakan-
kebijakan publik.

Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik


(public interest), sebagaimana menurut M. Osting yang dikutip oleh
Bambang Sunggono, dalam suatu negara demokrasi, negara dapat
dipandang sebagai agen atau penyalur gagasan sosial mengenai keadilan
kepada warganya dan mengungkapkan hasil gagasan sosial tersebut dalam
undang-undang atau peraturan-peraturan, sehingga masyarakat
mendapatkan ikut berproses ikut ambil bagian untuk mewarnai dan
memberi sumbangan dengan leluasa (1994, hal 11-12).

Dasar filosofis yang pertama dari Rancangan Peraturan Daerah adalah


pada pandangan hidup Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam
butir-butir Pancasila dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Nilai – nilai Pancasila ini dijabarkan
dalam hukum yang dapat menunjukan nilai – nilai keadilan, ketertiban dan
kesejahteraan. Rumus Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara
Indonesia dituangkan dalam pembukaan UUD Republik Indonesia .
Ditekankan dalam dasar Negara Indonesia, bahwa Indonesia adalah
Negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machstaat).

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat


didasarkan atas kekuasaan teretinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut
dalam suatu Negara. Jika Negara itu menganut paham kedaulatan rakyat,
maka sumber legetimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku
adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku
tidaknya suatu konstitusi. Hal ini yang disebut oleh para ahli sebagai
constituent power yang merupakan kewenangan yang berada diluar dan
sekaligus diatas system yang diaturnya. Karenaitu, di lingkungan Negara-
negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu
konstitusi.

Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahuli organ


pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian
constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum
(hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau
bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena kostitusi itu
sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-
bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundangan-undangan lainnya.
Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, agar peraturan-
peraturan yang tingkatnya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat
berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak oleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.

Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionallisme. Untuk tujuan


to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian
rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat
dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan
membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan
untuk merespons perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam
kehidupan umat manusia.

5.2 Filosofi Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan menunjukkan


pilihan terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan
organisasi kepemerintahan atau privat. Kebijakan harus bebas dari
konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis (political) yang
sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya
kepentingan. Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh
perilaku yang konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya
maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Sedangkan
kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang
kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang
tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah.

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep


pemerintahan dalam masyarakat yang pluralistis seperti Indonesia dan
Amerika Serikat dengan teori Brokerism, di antara penganut teori ini
David Easton dan Robert Dahl sangat membantu kita memahami
pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa masyarakat itu terdiri
dari beberapa kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah
“sebagai alat perekat” serta memiliki pegangan yang kuat dari semua unsur
kelompok kepentingan itu menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi.

Karena itu, partisipasi masyarakat wajib hukumnya dalam penyusunan


kebijakan pada sebuah negara demokrasi. Dalam konteks otonomi
daerahpun partisipasi masyarakat dijamin melalui Undang-Undang No 32/
2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 45 menyebutkan anggota
DPRD mempunyai kewenangan menyerap, menampung, menghimpun
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Kemudian pasal 139
menegaskan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan
daerah. Dijaminnya kebebasan masyarakat menyampaikan aspirasi dan
berpartisipasi dalam penyusunan seperti kebijakan publik di daerah, agar
kebijakan publik itu memenuhi rasa keadilan dan tidak menimbulkan
kontroversi di masyarakat. Itu sebabnya perumusan kebijakan publik itu
dimulai dari dan oleh rakyat, dan untuk rakyat terutama dalam sebuah
negara demokrasi.

5.3 Prinsip-prinsip Administrasi

Perlu juga disadari bahwa sebagai suatu disiplin, administrasi publik


memberikan berbagai prinsip-prinsip, metode, dan teknik yang rasional,
yang dapat dipelajari untuk mencapai tujuan. Hampir semua prinsip
tersebut berasal dari dunia bisnis karena itu tidal semua bisa digunakan.
Dan yang paling spesifik adalah bahwa cara-cara yang digunakkan
administrasi publik untuk mencapai tujuan memang dinilai dari segi
efisiensi dan efektivitas, namun tingkat tingkat itu tidak harus mencapai
titik optimum karena dunia administrasi publik tidak berorientasi pada
profit semata. Hal ini disebabkan adanya tuntutan bahwa administrasi
publik juga harus mempertimbangkan nilai lain seperti keadilan dan
tanggungjawab kepada publik atau democratic responsibility and
accountability.

Kegiatan administrasi publik bertujuan memenuhi kepentingan publik atau


secara akademik dikenal dengan istilah “public interest”. Banyaknya
kepentingan di dalam masyarakat (pribadi, kelompok, publik, politik,
jabatan, dll) dan yang seharusnya diperjuangkan oleh para administrator
publik adalah kepentingan publik. Ini berarti kepentingan publik tidak
harus berasal dari masyarakat secara langsung, tetapi dapat diusulkan
melalui wakil-wakilnya, atau pejabat publik yang ditunjuk untuk
memutuskannya. Untuk mengontrol kecenderungan negatif diperlukan
suatu mekanisme khusus seperti “good governence” dimana proses
pembuatan keputusan dilangsungkan secara demokratis dan masyarakat
memiliki akses untuk lebih berpartisipasi.

Sesungguhnya, jika ditelusuri kebijakan (policy) tidak sama dengan


kebijaksanaan (wisdom), maupun kebajikan (virtues). Kata policy secara
etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani (Greek), yang
berarti negara-kota. Kata policy masuk kedalam bahasa Inggris dengan arti
berurusan dengan masyarakat (public), tentu saja setiap perumusannya
harus melibatkan masyarakat terutama target grup (kelompok sasaran).

5.4 Prinsip Penyusunan Kebijakan Publik

Dalam bahasa Indonesia, kata kebijaksanaan diterjemahkan dari kata


policy mempunyai konotasi tersendiri. Kata tersebut mempunyai akar kata
bijaksana atau bijak yang dapat disamakan dengan wisdom, yang berasal
dari kata sifat wise dalam bahasa Inggris. Dengan pengertian ini, sifat
bijaksana dibedakan orang dari sekedar pinter (clever) atau cerdas (smart).
kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau
lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu,untuk
melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang
berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak prinsip
penyusunan kebijakan Publik:

a) Benar dalam prose, yaitu bahwa prosesnya harus transparan, dapat


dipertanggung jawabkan dan melibatkan pihak yang seharusnya terlibat
b) Benar secara isi: yaitu bahwa isi kebijakan; mengatur isu kebijakan
yang harus diatur atau fokus pada isu kebijakan; bukan merupakan
kompromi politik dan atau ekonomi; langsung pada masalah yang diatur;
tidak bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi atau setara dan
pasal-pasalnya sinkron
c) Benar secara poltik – etik, yaitu mengakomodasi para pihak yang
terkait secara langsung dengan kebijakan, menerapkan prinsip-prinsip
pokok dalam good governance dan memperhatikan kaidah-kaidah
moralitas dalam pembuatan kebijakan
d) Benar secara hukum; yaitu bahwa kebijakan ini benar-
benarmerupakan kaidah hukum, karenanya kebijakan publik bukan
merupakan himbauan, melainkan memberikan batas-batas aturan serta
mencantumkan sanksi yang tegas pagi pelanggaran atasnya, dan
memberikan keadilan dan kesamaan didepan hukum bagi publik
e) Benar secara manajemen; isi dari kebijakan bersifat sistematis, dapat
dilaksanakan, meskipun pelaksanaannya bukan oleh pemerintah, namun
pemerintah dapat mengendalikan secara efektif, dan mempunyai manfaat
dan impak yang terukur
f) Benar secara bahasa; yaitu bahwa setiap kebijakan publik diindonesia
harus menggunakan bahsa indonesia yang baik dan benar (sumber; publik
policy; Dr. Riant Nugroho)

Kebijakan publik merupakan bagian penting dalam studi administrasi


publik, karena dalam praktek kehidupan bernegara, administrator negara
tidak semata-mata merupakan pelaksana kebijakan publik, tetapi terlibat
dalam proses kebijakan publik. Untuk konteks Indonesia, keterlibatan
administrator sangat jelas. Administrator aktif menyiapkan rencana
undang-undang, dan dalam pembahasan rencana sampai pengesahannya,
peranan birokrasi sangat besar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan
“Sophie”, “Philos” biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau
cinta. “Sophia” dapat diartikan kebijaksanaan. Filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan
ilmiah itu sendiri.

Administrasi didefinisikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua


orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan,


pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi menjadi


tiga fase utama yaitu: Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M, Fase
sejarah yang berakhir pada tahun 1886, dan Fase modern yang dimulai pada
tahun 1886 dan yang masih berlangsung hingga sekarang ini. Ditinjau dari segi
waktu dan tempat fare pra-sejarah ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
perkembangan yaitu: Peradaban Mesopotamia, Peradaban Babilonia, Mesir
Kuno, Tiongkok kuno, Romawi Kuno, dan Yunani Kuno.

Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu Administrasi, sejak lahirnya


hingga sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap, yaitu: Tahap
Survival (1886 – 1930), Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 –
1945), Tahap “Human Relations” (1945 – 1959), Tahap Behaviouralisme
(1959 hingga sekarang).

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep


pemerintahan dalam masyarakat yang pluralistis seperti Indonesia dan
Amerika Serikat dengan teori Brokerism, di antara penganut teori ini David
Easton dan Robert Dahl sangat membantu kita memahami pluralisme. Teori
Brokerism beranggapan bahwa masyarakat itu terdiri dari beberapa kelompok
kepentingan (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta
memiliki pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu
menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi.

B. Saran
Untuk melihat dan mencontoh keberhasilan administrasi dan manajemen
pada zaman – zaman terdahulu, para pejabat negara baiknya membuat
kebijakan publik berdasar pada filosofi, prinsip – prinsip, dan asas – asas
pembuatan kebijakan publik yang telah ada atau yang berkembang pada
saat ini. Tidak dengan konsepnya sendiri karena ini menyangkup
kepentingan orang banyak. Para pejabat negara yang memiliki wewenang
dalam pembuatan kebijakan publik baiknya mengetahui filosofi dari
administrasi, manajemen, dan kebijakan publik.

Setelah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini, kami harapkan saran


dan kritik dari bapak dosen dan rekan-rekan sekalian demi kesempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca.
Aamiin
DAFTAR PUTAKA

Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, dan Logika


Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Siagian, Sondeng P. Prof.Dr. 1991. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung
Agung
Hadiwijono, Harun. 1988. Sari Sejarah Filsafat Yunani.Yogyakarta: Kanisius
Makmur, Prof.Dr. H. 2006. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara
Bakry, Noor Ms. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu.
Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Handoko, T, Hani, 2003, Manajemen : Edisi 2, Yogyakarta : BPFE –
Yogyakarta
Islamy, DR. M. Irfan. 2009, Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijakan Publik.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ali, Prof. Drs. H.M. Faried. 2006, Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo
Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai