Anda di halaman 1dari 23

Makalah: Perkembangan Filsafat Administrasi,

Manajemen dan Peran Sertanya Dalam Perumusan


Kebijakan Publik di Indonesia

diposting oleh rizky-nola-fisip12 pada 22 May 2013


di Umum - 0 komentar

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1.    LATAR BELAKANG

            Perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai
ilmu pengetahuan yang dapat mempengaruhi dan mengubah manusia dan dunianya yang
berperan penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia. Semakin maju
pengetahuan semakin meningkat keinginan manusia, yang dapat memperbudak manusia dan
lebih mengerikan lagi yaitu dapat mengancam keamanan dan kehidupan manusia. Untuk
mencermati perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi itulah maka perlu kehadiran
filsafat ilmu untuk mengembalikan arah ilmu pengetahuan dan teknologi  kepada “rel” yang
sesungguhnya. Agar umat manusia tidak diancaman kecemasan.

Jika seseorang membaca suatu buku filsafat ilmu pengetahuan, maka substansi yang ingin
dipahami adalah apa pengertian ilmu pengetahuan, atau secara sederhana apa yang dimaksud
dengan hakikat ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan suatu hal yang penting dalam
kehidupan manusia, tanpa kita sadari telah melakukan proses berfikir dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi manusia itu sendiri, karena manusia selalu ingin tahu dan
mencari jawaban atas masalahnya. Filsafat itu sendiri adalah sebagai kumpulan ilmu
pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia. Descartes (1590 –1650). Pentingnya filsafat
dalam kehidupan manusia bertujuan untuk mengembalikan nilai luhur suatu ilmu agar tidak
menjadi boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Kajian filsafat terdiri dari Ontologi, Epistemilogy, dan Aksiology; Ontology merupakan salah
satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang
hakikat realitas yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun metafisik
(ma ba’da al-Thobi’ah) selain itu Ontology merupakan hakikat ilmu itu sendiri dan apa
hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah tidak terlepas
dari persepektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang ada.

Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang dikenal orang
berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai
satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan
perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai
dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh sebelum para
pemikir Yunani mengenalnya.

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam


masyarakat yang pluralistis. Kenyataan bahwa, masyarakat itu terdiri dari beberapa kelompok
kepentingan (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki pegangan
yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu.

Itu sebabnya, kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan menunjukkan pilihan
terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan
atau privat. Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis
(political) yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya
kepentingan. Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang
konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang
terkena kebijakan itu). Sedangkan kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian
pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang tidak
bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah.

Alasan penulis mengambil judul “Perkembangan Filsafat Administrasi, Manajemen dan


Peran Sertanya Dalam Perumusan Kebijakan Publik di Indonesia” karena adanya pertanyaan
yang menjadi teka teki berbagai refleksi filsafat dan sains, terutama di dalam ilmu-ilmu sosial
yaitu apa yang membuat suatu perubahan itu bisa berlangsung di dalam masyarakat, terutama
perubahan ke arah yang menurut masyarakat tersebut, lebih baik? Inilah pertanyaan yang
perlu diajukan, ketika kita mendapati suatu keinginan, kenyataan dan kondisi yang berbeda-
beda dengan mengaitkan antara filsafat administrasi dengan proses pembuatan kebijakan
publik di Indonesia.

1. 2.    RUMUSAN MASALAH

Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat
mengambil perumusan masalah sebagai berikut:

a)    Apakah yang dimaksud dengan filsafat administrasi?

b)   Apakah yang dimaksud dengan filsafat manajemen?

c)    Bagaimana perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu ke waktu?

d)   Apa peran serta filsafat administrasi dan manajemen dalam perumusan kebijakan publik
di Indonesia?

1. 3.    TUJUAN PENULISAN

a)      Untuk mengetahui filsafat administrasi

b)      Untuk mengetahui ontologi, epistemologi, dan aksiologi administrasi


c)      Untuk mengetahui filsafat manajemen

d)     Untuk mengetahui ontologi, epistemologi, dan aksiologi manajemen

e)      Untuk mengetahui perkembangan administrasi dan manajemen dari waktu ke waktu

f)       Untuk mengetahui hubungan filsafat administrasi dan manajemen dengan perumusan
keijakan publik

g)      Mengajarkan mahasiswa cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah

BAB II

PEMBAHASAN

1. 1.    Filsafat

Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan “Sophie”, “Philos”
biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. “Sophia” dapat diartikan
kebijaksanaan. Jadi “filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan. Menjadi “bijaksana berarti
mendalami hakekat sesuatu. Kata “philosopos” diciptakan untuk menekankan sesuatu
pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496 SM) dan plato (4286-328 SM) yang
mengkritik para “sofis” yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban atas semua
pertanyaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui
tentang sesuatu dengan sedalam – dalamnya, baik mengenai hakekat adanya sesuatu itu,
fungsi, ciri – cirinya, kegunaannya, masalah – masalahnya serta pemecahan – pemecahan
terhadap masalah masalah itu.

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman
tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam filsafat
ilmu, yaitu sebagai berikut :

a)      Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa
pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting.

b)      Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para
ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi.
c)      Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu
dianalisis dan diklasifikasikan.

d)     Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology).

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

a)      Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan
ke luar dari kegiatan ilmiah.

b)      Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan
hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan
ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988).

1. 2.      Filsafat Administrasi

            Administrasi (dalam Sondang; 1991, 3), didefinisikan sebagai “keseluruhan proses
kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Ada beberapa hal yang
terkandung dalam devinisi di atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses
yang diketahui hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua, administrasi
mempunyai unsur – unsur tertentu, yaitu: adanya dua manusia atau lebih adanya tujuan yang
hendak dicapai, adanya tugas atau tugas – tugas yang harus dilaksanakan, adanya peralatan
dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas – tugas itu kedalam golongan peralatan dan
perlengkapan termasuk pula waktu, tempat, peralatan, materi serta perlengkapan lainnya.
Ketiga, bahwa administrasi sebagai proses kerjasama bukan merupakan hal yang baru karena
ia telah timbul bersama – sama bukan merupakan hal yan baru peradaban manusia. Tegasnya,
administrasi sebagai “seni” merupakan suatu social phenomenon (perwujudan, kejadian, dan
gejala natural).

            Administrasi sebagai proses. Suatu proses adalah suatu yang permulaannya diketahui
akan tetapi akhirnya tidak diketahui. Dengan demikian proses administrasi adalah suatu
proses pelaksanaan kegiatan – kegiatan tertentu yang dimulai sejak adanya dua orang yang
bersepakat untuk bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula.

            Tentang unsur – unsur administrasi. Unsur – unsur (bagian – bagian yang mutlak) dari
Administrasi adalah: (1) Dua orang manusia atau lebih, (2) Tujuan, (3) Tugas yang hendak
dilaksanakan, (4) Peralatan dan Perlengkapan. Mengenai unsur manusia, asumsi penulis ialah
bahwa seseorang tidak dapat “bekerja sama” dengan dirinya sendiri. Karena itu harus ada
orang lain yag secara sukarela atau dengan cara lain diajak turut serta dalam proses kerjasama
itu.

            Sedikit tentang tujuan. Terlalu sering orang beranggapan bahwa tujuan dari proses
administrasi harus selalu ditentukan oleh orang – orang yang bersangkutan langsung dengan
proses itu. Hal ini menurut pendapat penulis tidak benar. Tujuan yang hendak dicapai dapat
ditentukan oleh semua orang yang langsung terlibat dalam proses administrasi itu. Tujuan
dapat pula ditentukan oleh hanya sebagian dan mungkin hanya seseorang dari mereka yang
terlibat. Akan tetapi tidak mungkin juga apabila yang menentukan tujuan adalah pihak luar.

            Tugas dan pelaksanaannya. Berbicara mengenai tugas yang hendak dilaksanakan,
sering pula orang beranggapan bahwa proses administrasi baru timbul apabila ada kerjasama.
Tidak demikian halnya. Dengan perkataan lain, kerjasama bukan merupakan unsur
administrasi. Meskipun demikian perlu ditekankan bahwa pencapaian tujuan akan lebih
efisien dan ekonomis apabila semua orang yang terlibat mau bekerjasama satu sama lain.
Akan tetapi kerjasama pun misalnya dalam hal dipaksakan, proses administrasi dapat terjadi,
karena dengan paksaan proses administrasi dapat timbul. Kerjasama dalam administrasi dapat
digolongkan kepada dua golongan, yaitu kerjasama yang ikhlas dan sukarela (voluntary
cooperation) , dan kerjasama yang dipaksakan (compulsory atau antagonistic cooperation).

            Peralatan dan perlengkapan. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu
proses administrasi tergantung dari berbagai faktor seperti: (1) jumlah orang yang terlibat
dalam proses itu, (2) sifat tujuan yang hendak dicapai, (3 ruang lingkup serta aneka ragamnya
tugas yang hendak dijalankan, dan (4) sifat kerjasama yang dapat diciptakan dan
dikembangkan. Barangkali secara “aksiomatis” dapat dikatakan bahwa semakin sedikit
jumlah orang yang terlibat, semakin sederhana tujuan yang hendak dilaksanakan, semakin
sederhana pula peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.

2.1  Ontologi Ilmu Administrasi

1. A.     Konsep Ontologi Administrasi

Ontologi dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa yunani ‘on’ berarti ada dan
‘ontos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti pemikiran (dikutip oleh Suparlan
suhartono : Lorens Bagus 2000). Permasalahan utama dalam ontology ilmu adalah apa
bangunan dasar (fundamental structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan sesuatu
itu disebut ilmiah. (Muslih Muhamad:36:2004) Jadi ontology adalah pemikiran tentang yang
ada dan keberadaannya.

Ontologi merupakan bagian mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun ditinjau
dari segi historisnya, karena kelahiran atau keberadaan ontologi tidak lepas dari peran filsafat.
Sebaliknya pula perkembangan ontologi memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi berasal
dari bahasa yunani, yang terdiri atas dua kata, ontos artinya ada dan logos artinya ilmu. Jadi
secara etimologis, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang yang ada.

Pemikiran ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari pembuktian, atau dengan
kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar mendalam sampai kepada akar
permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja serta relatif
fundamental kandungan kebenarannya.

 Kedudukan Ontologi Administrasi

Ontologi ilmu administrasi orientasi penyelidikannya adalah yang berhhubungan dengan


yang ada.

 Metode Ontologi Administrasi


Ontologi ilmu administrasi bergerak antara dua sisi pandang, yaitu pengalaman akan
kenyataan konkret di satu pihak dan pengertian “mengada” dari pernyataan abstrak. Dalam
refleksi ontologi ilmu administrasi kedua sisi pandang itu saling memperkuat dalam
melakukan suatu kegiatan penjelasan dalam konteks pembenaran pemaknaan administrasi,
baik sebagai ilmu maupun sebagai kegiatan, atau sebagai lapangan pekerjaan manusia. 

 Potensi Ontologi administrasi

Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu  administrasi adalah
pemikiran manusia terhadap isi dunia ini.

 Normatif Ontologi Administrasi

Kebenaran hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara transidental dan


empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama. Kebenaran adalah
keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau pemahaman
terhadap ontologi ilmu administrasi, dan kedua,  kebaikan adalah  keharmonisan dalm hal
penilaian dan pilihan nilau terhadap ontologi ilmu administrasi.

Kebenaran dan kebaikan, baik bermakna transidental maupun bermakna empirikal, bukanlah
sifat-sifat tambahan dan bilaporitas melainkan suatu proses penghayatan dan pengalaman
secara harmonis dalam stuktur pemberian pengertian dan pemahaman, serta penilaian
terhadap kandungan ontologi ilmu administrasi sebagai salah satu ilmu sosial yang
menghendaki wawasan pemikiran secara universal.

1. B.     Positivisme Administrasi

Banyak jenis aliran ontologi ilmu administrasi atau filsafat administrasi. Diantaranya adalah
aliran yang disebut dengan positivisme yang memposisikan kajiannya adalah pemikiran atau
tindakan positif, terutama yang berkaitan tentang administrasi, baik dipandang sebagai ilmu
maupun dipandang sebagai profesi atau lapangan kerja. Aliran lain dalam kaitan ontologi
ilmu administrasi adalah rasionalisme, yaitu suatu aliran yang mengutamakan pemikiran
rasional di bidang administrasi, baik secara keilmuan maupun secara keprofesionalannya.

1. C.    Rasionalisme Administrasi

Rasio atau akal hanya dimiliki oleh manusia yang sempurna, melainkan kecakapan yang
dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang dibutuhkan dan secara bebas pula untuk
mengubah sesuatu berdasarkan keinginan bagi manusia yang bersangkutan.Akal
sesungguhnya berfungsi untuk mengoperasionalkan otak dalam rangka mencari kebenaran,
sesuai dengan pemaknaan yang terkandung dalam materi ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.

Kekurangan yang paling menonjol dari studi-studi di bidang ilmu administrasi adalah
kegaagalan mereka untuk sampai kepada pemahaman yang benar tentang pemikiran
administrasi.

Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh


pengetahuan dibidang administrasi. Skematis pemikiran ontologi manusia yang beraliran
rasionalisme di bidang ilmu administrasi dapat digambarkan sebagai berikut.
 

2.2  Epistemologi Ilmu Administrasi

1. A.    Kajian  Epistemologi Administrasi

Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan kodrat
atau skop jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Sasaran utama ilmu atau
content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana
sesuatu itu datang.

Pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia merupakan kajian epistemologi


dalam usaha pengayaan manusia dibidang ilmu pengetahuan, antara lain ilmu administrasi,
baik yang berkaitan tentang etika, estetikanya, maupun cara atau prosedur memperolehnya.

Ilmu penegatahuan dibidang administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau
content, bentuk atau form, serta objek formal dan materialnya, secara epistemologi, ilmu
administrasi cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman
intelektual seseorang. Pemahaman intelektual seseorang pada ilmu administrasi utamanya
adalah logika sebagai pengetahuan yang mempelajari segenap asaa, aturan, dan tata cara
penalaran dari suatu objek yang dipikirkan dengan benar.

1. B.     Objektivisme Administrasi

Pemikiran dan argumentasi ilmuan administrasi berpangkal dari premis hingga kesimpulan,
tetapi ada perbedaan cara menghasilkan pangkal pikir dari ilmuan yang satu dengan yang
lainnya. Perbedaan fokus pangkal, ada yang mengawali dari pangkal pikir deduksi, induksi,
dan ada pula memulai dari abduksi.

Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori
(kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan tidak relatif, sedangkan kebenaran realita
yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat
aposteriori.

Secara kronologis, perkembangan kecerdasan berfikir administrasi berlangsung dalam tiga


tahap.

1.      Tahap sensasi (pengindraan)

2.      Tahap perseptual (pemahaman)

3.      Tahap konseptual (pengertian).

Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari dua pandang.

1. Dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian
secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang
mempelajari ilmu administrasi.
2. Dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki ruang
lingkup kajian dengan metode yang jelas.
3. C.    Skeptisisme Administrasi

Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamanya
diletakan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian
filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada:

1. Pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika


pemikiran dantindakan administrasi;
2. Melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi;
3. Menetukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas
bidang administrasi;
4. Melakukan penyelidikan tentang kondisi akibat dari pengandaian atau pernyataan
yang diajukan berbagai pemikir ilmu lainnya;
5. Administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu
melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat.

Manusia yang terjerumus kedalam keadaan menyedihkan dianggap sebagai anomali


epistemologi , yaitu keadaan manusia yang mengkhawatirkan apakah tidak seutuhnya
menyeleweng dari nilai-nilai kebenaran administrasi itu sendiri.

Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak
terpenuhinya sesuatu yang diinginkan.  Secara epistemologi, dasar keraguan manuisa itu
sesungguhnya berada dalam keterbatasan karena memang manusia terbatas sebagaimana
keberadaannya.

2.3  Aksiologi Ilmu Administrasi

1. A.       Konsep Aksiologi Administrasi

Landasan tataran aksiologi ilmu adminitrasi, yaitu bagaimana ilmu administrasi digunakan
sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Aksiologi ilmu administrasi
merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu, maka tidak heran begitu banyak pertanyaan
yang dapat dimunculkan karena memang filsafat mencari hakikat kandungan makna yang
mendalam.

Pemanfaatan pengetahuan di bidang ilmu administrasi merupakan faktor penting dalam


pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku dalam beraktivitas, dan penetapan
keputusan tindakan manusia.

Ada dua jenis pengaturan dan keteraturan dalam aksiologi ilmu administrasi.

a.  Pengaturan dan keteraturan berfikir secara rasional.

b.  Pengaturan dan keteraturan dalam bertindak merealisasikan kebahagiaan dan


kesejahteraan kehidupan manusia.

Aksiologi ilmu administrasi adalah rangka pemanfaatan, atau dengan kata lain, penerapan
ilmu administrasi yang  teratur dan produktif.
Tanda-tanda ilmuan administrasi di era moderalisasi deewasa ini dapat dicatat sebagai
berikut:

1.   Tindakan Rasionalitas

2.   Menonjolnya pemikiran yang  berlawanan dengan sifat ilmiah

3.   Otomatisasi semakin kuat

4.   Sifat universal

5.   Otonomi keilmuan

1. B.       Kebenaran Ilmu Administrasi

Ada pandangan sebagian ilmuan administrasi yang menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil
kebenaran  administrasi yang dapat dilaksankan, dan sebagian besar kebenaran diabaikan
dalam praktik administrasi. Ruang lingkup kebenaran ilmu administrasi.

1. Kebenaran Asal Mula, Dikatakan bahwa asal mula kebenaran ilmu administrasi
adalah dari pengetahuan yang telah dikompilasi dalam suatu integrasi pemikiran
manusia.
2. Kebenaran mengungkap.
3. Kebenaran memandang.
4. Kebenaran bentuk.
5. Kebenaran isi.
6. Kebenaran konsep, pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan teknologi
administrasi pada dunia profesional dengan dunia keilmuan sangagt berbeda.
7. Kebenaran Teori, ilmu dan administrasi bersumber dari teori, kemudian ilmu dan
teknologi administrasi melahirkan teori. Skematis teori.
8. C.       Metode Mencari Kebenaran

Dalam pencarian kebenaran keilmuan dewasa ini, metode yang paling banyak digunakan
adalah penelitian (research) dalam dunia sasarannya terdiri atas dua jenis. Yaitu:

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diistilahkan penelitian


ilmiah (scientific research).
2. Penelitian untuk ketapan pelaksanaan sesuatu profesi.

Metode adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil, dengan
mempertimbangkan risiko terkecil. Jadi metode penelitian ilmu dan teknologi administrasi
adalah suaut cara berfikir atau bertindak untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan di
bidang administrasi, dengan mempertimbangkan manfaat seluruh sumber daya yang dimiliki
secara efisien dan efektif.

Secara umum, tujuan penelitian ilmu dan teknologi administrasi terdiri dari tiga macam:

1.   Bertujuan untuk menemukan teori baru dalam ilmu dan teknologi administrasi.
2.   Bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang dikandung teori-teori dalam ilmu dan
teknologi administrasi.

3.   Bertujuan untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu dan teknologi administrasi.

D.  Paradigma Administrasi

Administrasi senantiasa dihadapkan pada berbagai bantahan dan wajib memberikan


penjelasan tentang nilai kebenaran, sesuai dengan prinsip-prinsip umum empiris. Fokus
utama ilmu administrasi adalah persoalan tentang manusia, terutama yang berkaitan dengan
pengaturan dan keteraturan dalam rangka peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia itu sendiri.

Paradigma adalah suatu pandangan yang disepakati dari seluruh anggota organisasi, jika
paradigmanya organisasi. Paradigma administrasi merupakan suatu teori dasar, yang juga
sering diistilahkan ontologi, dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai
kebenaran, konsep, dan metodologi, serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.

Paradigma atau pandangan lama tentang ilmu dan teknologi administrasi adalah nilai
kebenaran yang mulai tergeser pemaknaannya dari persepsi berbagai kalangan ilmu
administrasi itu sendiri, dimana dalam kondisi semacam itu para ilmuan saling
mempertahankan pendapat dan pola pikirnya serta menganggap bahwa pendapat atau pola
pikirnya yang paling benar.

Paradigma baru adalah suatu kondisi atau proses perkembangan ilmu dan teknologi
administrasi, di mana para ilmuan telah melahirkan kesepakatan yang meneytujui pergeseran
kebenaran lama menjadi kebnaran baru dari makna ilmu dan teknologi administrasi.

Dalam perkenmbangan paradigma administrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Nicholas


Henry, terbagi atas lima perkembangan paradigma administrasi, yaitu:

1.   Dikotonomi politik dan administrasi;

2.   Prinsip-prinsip administrasi;

3.   Administrasi negara sebagai ilmu politik;

4.   Administrasi negara;

5.   Administrasi negara sebagai administrasi negara.

Menurut Frederickson perkemabngan paradigma administrasi sebagai berikut:

1.   Birokrasi Klasik;

2.   Birokrasi Neo Klasik;

3.   Kelembagaan;
4.   Hubungan kemanusiaan;

5.   Pilihan publik;

6.   Administrasi negara baru.

1. 3.    Filsafat Manajemen

Manajemen berasal dari bahasa inggris “management” yang berasal dari kata dasar
“manage”. Definisi manage menurut kamus oxford adalah “to be in charge or make decisions
in a business or an organization” (memimpin atau membuat keputusan di perusahaan atau
organisasi). Dan definisi management menurut kamus oxford adalah “the control and making
of decisions in a business or similar organization” (pengendalian dan pembuatan keputusan di
perusahaan atau organisasi sejenis).

Menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Filsafat manajemen menurut Frederick Winslow Taylor yaitu manajer akan lebih banyak
bertanggung iawab dalam perencanaan dan pengendalian serta dalam menafsirkan
kepandaian-kepandaian para pekerja dan mesin-mesin menurut aturan-aturan hukum-hukum
dan formula-formula, sehingga dengan jalan demikian akan membantu pekerja-pekerja
melakukan pekerjaannya dengan biaya yang rendah bagi majikan dan penghasilan yang lebih
besar bagi buruh. Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan kepercayaan yang
memberikan dasar atau basis yang luas untuk menentukan pemecahan terhadap masalah-
masalah manajer.

Manajemen diperlukan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif
dan efisien. Agar manajemen yang dilakukan mengarah kepada kegiatan secara efektif dan
efisien, maka manajemen perlu dijelaskan berdasarkan fungsi – fungsinya atau dikenal
sebagai fungsi manajemen.

3.1 Ontologi Manajemen

Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika itu pertama kali
dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum Masehi. Artinya adalah
segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau kerangka
penjelasan yang menerobos melampaui pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau
kurang memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki kakikat apa
yang ada dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berati ilmu hakikat. Ontologi pun berarti ilmu
hakikat.

Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu Manajemen adalah siapa yang membutuhkan
manajemen?. Pertanyaan ini sering dijawab perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian
tetapi tidak lengkap karena manajemen juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang
diorganisasi dan dalam semua tipe organiasasi. Dalam pratik menajemen dibutuhkan dimana
saja orang-orang bekeja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Dilain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi anggota dari
beberapa macam organisasi, seperti organisasi sekolah, perkumpulan olah raga, kelompok
musik, militer atau pun organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini mempunyai
persamaan dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam beberapa hal, seperti
contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah dikelola secara lebih formal
dibanding kelompok musik atau rukun tetangga. Persamaan ini tercermin pada fungsi-fungsi
manejerial yang dijalankan.

3.2 Epistemologi Manajemen

Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 dalam
bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut sarjana tersebut ada dua cabang
dalam filsafat, ialah: epistemologi dan ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani
episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu nyang
dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya, dan
validitasnya.

Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam kaitannya dengan sejumlah
disiplin ilmu yang bisa ”kerja sama” seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-lain.
Namun ruang lingkup itu mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat
lingkup yang khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada
disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya. Di
antara spesialisasi itu adalah :

a. Manajeman pendidikan

b. Manajeman sumberdaya manusia

c. Manajemen keuangan

d. Manajemen personalia

e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya

Semula epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang mendasar mengenai


pengetahuan (very possibility of knowledge). Apakah pengetahuan yang paling murni dapat
dicapai.

Permasalahan epistemologi di ilmu manajemen berkisar pada ihwal proses yang


memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa
yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut
kebenaran dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu.

Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut di manajemen sudah


sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri. Prosedur dengan pendekatan
metode ilmiah adalah prosedur baku untuk menelaah manajemen.
Cara pencarian kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian.
Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuannya. Penyaluran
sampai taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan
bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian adalah
suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan
sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan.

Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu : pelaksanaannya yang metodis
harus mencapai suatu keseluruhan yang logik dan koheren. Artinya dituntut adanya sistem
dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya adalah
universalitas. Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas. Setiap penelitian ilmiah
harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya
berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian ilmiah dijamin objektivitasya, tuntutan
intersubjektivias perlu dipenuhi.

3.3 Aksiologi Manajemen

Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga ’mempunyai nilai’,
dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran Sebagai suatu istilah, aksiologi mempunyai
arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih.
Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan mengenai
bentuk atau ide (ide tentang kebaikan).

Permasalahan aksiologi ilmu manajemen (1) sifat nilai, (2) tipe nilai, (3) kriteria nilai, dan
(4) status metafisika nilai. Masing-masing dicoba untuk dijelaskan dengan ringkas sebagai
berikut.

Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan,
kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, serta persepsi mental yang erat sebagai
pertalian antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau menuju kepada
tercapainya hasil yang sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen berkecimpung tentunya
dilandasi dengan hasrat untuk mendapatkan kepuasan.

Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai intrinsik dan ada nilai instrumental. Nilai
intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat pada diri sesuatu sebagai bobot martabat
diri (prized for their own sake). Yang tergolong ke dalam nilai instrinsik adalah kebaikan dari
segi moral, kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah nilai penunjang
yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik.

Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan manajemen sebagai profesi. Banyak usaha
yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan manajemen sebagai profesi, kriteria-kriteria
untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:

1). Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya pendidikan
kursus-kursusan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada pinsip-prinsip
manajemen tertentu yang dapat diandalkan
2). Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja
tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya

3). Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk
mereka yang menjadi klienya.

Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui


perkembangan yang mencolok program-program latihan manajemen di Universitas-
universitas ataupun lambaga-lembaga manajemen swasta dan melalui pengembangan para
eksekutif organisasi atau perusahaan.

1. 4.    Perkembangan Administrasi Dan Manajemen Dari Waktu Ke Waktu

4.1    Perkembangan Administrasi dan manajemen sebagai seni

Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi menjadi tiga fase
utama yaitu:

a)      Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M

Bukti sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa pada fase pra-sejarah ini administrasi dan
manajemen sudah berkembang dengan baik. Karena kebutuhan masyarakat yang dipuaskan
melalui penerapan prinsip – prinsip administrasi dan manajemen pun masih sangat sederhana,
maka pada umumnya sistem administrasi dan manajemen yang dipergunakan pun masih
sangat sederhana pula.

      Ditinjau dari segi waktu dan tempat fase pra-sejarah ini dapat dibagi pula menjadi
beberapa bagian perkembangan, yaitu:

 Peradaban Mesopotamia

Pada zaman ini telah dijalankan sebagian prinsip – prinsip administrasi dan manajemen yang
diketahui oleh manusia sekarang terutama di bidang pemerintahan, perdagangan, komunikasi
pengangkutan, dan bahkan masyarakat Mesopotamia telah dipergunakan logam sebagai alat
tukar menukar yang sudah tentu sangat memperlancar jalannya perdagangan.

 Peradaban Babilonia

Administrasi pemerintahan, perdagangan, perhubungan, dan pengangkutan telah berkembang


pula dengan baik pada zaman ini. Peradaban Babilonia telah berhasil pula membina suatu
sistem administrasi di bidang teknologi. Terbukti dengan adanya taman tergantung yang
katanya sampai saat ini belum dapat ditandingi oleh manusia modern.

 Mesir Kuno
Pengetahuan yang berkembang pada zaman Mesir kuno tentang administrasi dan manajemen
lebih banyak dan juga terutama karena tulisan Mesir kuno banyak ditemukan. Analisa dari
peninggalan – peninggalan Mesir kuno membuktikan bahwa di Mesir kuno aspek
administrasi yang sangat berkembang ialah di bidang pemerintahan, militer, perpajakan,
perhubungan, dan pertanian termasuk irigasi.

 Tiongkok kuno

Yang paling menonjol dan sekaligus merupakan perubahan yang belum pernah terjadi
sebelumnya adalah masyarakat dan pemerintahan Tiongkok telah berhasil menciptakan suatu
sistem administrasi yang sangat baik sehingga banyak prinsip – prinsip administrasi
kepegawaian modern yang di adopsi dari prinsip – prinsip kepegawaian Tiongkok kuno.

 Romawi Kuno

Perkembangan administrasi dan manajemen pada zaman Romawi kuno dapat dipelajari dari
karya – karya ahli filsafat terkenal Cicero, terutama dalam dua bukunya yang berjudul: (1) De
officii (The office), dan (2) De Legibus (The Law). Dalam kedua karya tersebut menjelaskan
bahwa pemerintah Romawi kuno untuk pertama kalinya berhasil memerintah daerah yang
sangat luas yang meliputi seluruh bagian dunia yang sekarang dikenal dengan istilah
“Systems approach”. Disamping departementalisasi tugas – tugas pemerintahan itu,
pemerintah Romawi kuno telah berhasil pula mengembangkan administrasi militer,
administrasi pajak, dan administrasi perhubungan lebih dari zaman – zaman sebelumnya.

 Yunani Kuno

Sumbangan terbesar dari Yunani kuno, meskipun tidak langsung dalam ruang lingkup
administrasi dan manajemen tapi sangat jelas sangat mempengaruhi jalannya proses
administrasi dan manajemen, adalah pengembangan konsep demikrasi.

b)      Fase sejarah yang berakhir pada tahun 1886

Berhubung dengan gelapnya sejarah dunia pada umumnya selama 15 abad pertama sejarah
dunia modern, bidang administrasi dan manajemen pun juga mengalami kegelapan.
Kemudian diketahui bahwa timbulnya gereja Katholik Roma telah mempunyai pengaruh
besar terhadap perkembangan teori administrasi dan manajemen di bidang sistematisasi
dalam struktur organisasi.

Perkembangan yang makin pesat dari sistem administrasi dan manajemen zaman sejarah ini
telah dimungkinkan pula oleh timbulnya revolusi industri I di Inggris yang menyebabkan
terjadinya perubahan radikal dalam filsafat administrasi dan manajemen yang tadinya “job
centered” berubah menjadi filsafat yang “human centered”.

Charles Babbage pada awal abad 18 menulis sebuah buku yang berjudul The Economy of
Manufactures. Dalam buku itu Babbage menekankan pentingnya efisiensi dalam usaha
mencapai tujuan. Namun selama hampir satu abad hasil karya ini terlupakan dan baru
diselidiki kembali setelah lahirnya “Gerakan Manajemen Ilmiah” (Scientific Management
Movement) yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor di Amerika Serikat pada tahun
1886. Gerakan ini menandai dua hal sekaligus, yaitu: (1) berakhirnya status administrasi dan
manajemen sebagai seni semata – mata, tetapi berdwistatus karena administrasi dan
manajemen itu berstatus pula sebagai ilmu pengetahuan, (2) berakhirnya Fase Sejarah dalam
perkembangan administrasi dan manajemen dan tibanya “Fase Modern” yang dimulai pada
tahun 1886 dan yang masih erlangsung hingga saat ini.

c)      Fase modern yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih berlangsung hingga
sekarang ini.

Gerakan Manajemen Ilmiah tersebut lahir pada tahun 1886 karena pada tahun itulah
Frederick W. Taylor mulai mengadakan penyelidikan – penyelidikan dalam rangka usahanya
mempertinggi efisiensi perusahaan dan meningkatkan produktiftas para pekerja. Taylor
memperhatikan waktu dan gerak – gerik kaum buruh yang tidak produktif. Hasil
penyelidikan yang dihasilkan Taylor itu kemudian dituliskannya dalam satu buku yang
berjudul The Principles of Scientific Management. Buku itu kemudian diterbitkan pada tahun
1911.

Sementara Tayol sibuk dengan penyelidikan – penyelidikannya, di Prancis terdapat pula ahli
pertambangan yang bernama Henry Fayol yang mencari sebab dari kegagalan pimpinan
perusahaan mencapai tujuan perusahaan di empat ia bekerja. Hasil pemikiran Fayol tersebut
kemudian tertuang dalam satu buku yang terbit pada tahun 1916 dan yang pada tahun 1930
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul General and Industrial Management
(Seharusnya: General dan Industrial Administration). Teori – teori Fayol itu telahia terapkan
sendiri saat ia menjadi Administrator perusahaan dan ia memang berhasil menyelamatkan
perusahaan dari keruntuhan dan malah berhasil mengembangkannya. Sorotan Fayol di dalam
teorinya ialah golongan pimpinan dari suatu organisasi.

Dengan Taylor yang menyoroti para pelaksana dan pimpinan tingkat rendah dan Fayol yang
menyoroti golongan pimpinan tingkat atas dari suatu organisasi, hasil – hasil pemikiran
kedua tokoh administrasi dan manajemen itu telah saling mengisi dan saling melengkapi
tanpa diketahui satu sama lain. Karena itu Frederick Winslow Taylor diberi julukan sebagai
bapak “Gerakan Manajemen Ilmiah” dan Henry Fayol diberi julukan bapak “Teori
Administrasi Modern”.

4.2    Perkembangan Administrasi dan Manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai “suatu obyek ilmiah yang memiliki
sekelompok prinsip, dalil dan rumus yang melalui percobaan – percobaan yang sistematis
dilakukan berulangkali telah teruji kebenarannya, prinsip – prinsip, dalil – dalil, dan rumus –
rumus mana dapat diajarkan dan dipelajari”.            Untuk secara universal diakui sebagai
ilmu pengetahuan sesuatu obyek ilmiah itu harus diperjuangkan dan dikembangkan oleh para
pencintanya dengan gigih. (dalam Sondang: 1991, 20).

Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu Administrasi, sejak lahirnya hingga
sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap, yaitu:
1. Tahap Survival (1886 – 1930)

Dalam jangka waktu yang cukup panjang inilah para ahli yang menspesialisasikan dirinya
dalam bidang administrasi dan manajemen memperjuangkan diakuinya Administrasi dan
Manajemen sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan.

1. Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 – 1945)

Tahap ini disebut tahap konsolidasi dan penyempurnaan karena dalam jangka waktu inilah
prinsip – prinsip, rumus – rumus, dan dalil – dalil Ilmu Administrasi dan Manajemen lebih
disempurnakan sehingga kebenarannya tidak bisa lagi dibantah. Dalam jangka waktu ini pula
gelar – gelar kesarjanaan dalam Ilmu Administrasi Negara dan Niaga mulai banyak diberikan
oleh lembaga – lembaga pendidikan tinggi.

1. Tahap “Human Relations” (1945 – 1959)

Pada tahap “human relations” para ahli dan sarjana mulai beralih kepada faktor manusia
serta hubungan formal dan informal apa yang perlu diciptakan, dibina dan dikembangkan
antar manusia pada semua tingkatan organisasi demi terlaksananya kegiatan – kegiatan yang
harus dilaksanakan dalam suasana yang intim dan  harmonis.

1. Tahap Behaviouralisme (1959 hingga sekarang)

Penyelidikan tentang tindak – tanduk manusia dalam kehidupan berorganisasi dan apa alasan
– alasan manusia dalam kehidupan berorganisasi dan apa alasan – alasan mengapa manusia
itu bertindak demikian. Jika tindak – tanduk itu merugikan organisassi, diselidiki pula
bagaimana caranya supaya tindakan yang merugikan organisasi itu dapat dirubah menjadi
tindakan yang menguntungkan organisasi. Jika sebaliknya tindak – tanduk itu sudah
menguntungkan organisasi, diselidiki pula cara – cara yang dapat ditempuh untuk lebih
meningkatkan kegiatan yang demikian demi tercapainya tujuan organisasi dengan lebih
efisien, ekonomis, dan efektif.

5          Peran filsafat administrasi dan manajemen dalam perumusan kebijakan publik
di Indonesia

5.1 Inti landasan filosofis

Jika landasan peraturan yang digunakan memiliki nilai bijaksana yakni memiliki nilai benar
(logis), baik dan adil. Menemukan filosofis berarti melakukan pengkajian secara mendalam
untuk mencari dan menemukan hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan dengan nalar,
nalar sehat. Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran
atau pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang mewakili rakyat akan tetapi juga
opini publik (suara rakyat) yang memiliki porsi sama besarnya untuk mencerminkan
(terwujud) dalam kebijakan-kebijakan publik. 

Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik (public interest),
sebagaimana menurut M. Osting yang dikutip oleh Bambang Sunggono, dalam suatu negara
demokrasi, negara dapat dipandang sebagai agen atau penyalur gagasan sosial mengenai
keadilan kepada warganya dan mengungkapkan hasil gagasan sosial tersebut dalam undang-
undang atau peraturan-peraturan, sehingga masyarakat mendapatkan ikut berproses ikut
ambil bagian untuk mewarnai dan memberi sumbangan dengan leluasa (1994, hal 11-12). 

Dasar filosofis yang pertama dari Rancangan Peraturan Daerah adalah pada pandangan hidup
Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Nilai – nilai Pancasila ini
dijabarkan dalam hukum yang dapat menunjukan nilai – nilai keadilan, ketertiban dan
kesejahteraan. Rumus Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara Indonesia
dituangkan dalam pembukaan UUD Republik Indonesia . Ditekankan dalam dasar Negara
Indonesia, bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan
(machstaat). 

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
teretinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu Negara. Jika Negara itu menganut
paham kedaulatan rakyat, maka sumber legetimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang
berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu
konstitusi. Hal ini yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan
kewenangan yang berada diluar dan sekaligus diatas system yang diaturnya. Karenaitu, di
lingkungan Negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu
konstitusi. 

Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahuli organ pemerintahan yang
diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan pula
dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih
tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena kostitusi itu sendiri
merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-
peraturan perundangan-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku
universal, agar peraturan-peraturan yang tingkatnya berada di bawah Undang-Undang Dasar
dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak oleh bertentangan dengan
hukum yang lebih tinggi tersebut. 

Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionallisme. Untuk tujuan to keep a


government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika
kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana
mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena
adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam
kehidupan umat manusia. 

5.2 Filosofi Kebijakan Publik


Kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan menunjukkan pilihan terpenting
untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan atau privat.
Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis (political)
yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya kepentingan.
Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang konsisten serta
berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan
itu). Sedangkan kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang
lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang tidak bertindak) yang dibuat
oleh badan dan pejabat pemerintah.

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam


masyarakat yang pluralistis seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan teori Brokerism, di
antara penganut teori ini David Easton dan Robert Dahl sangat membantu kita memahami
pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa masyarakat itu terdiri dari beberapa
kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki
pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu kekuatan
yang terintegrasi.

Karena itu, partisipasi masyarakat wajib hukumnya dalam penyusunan kebijakan pada sebuah
negara demokrasi. Dalam konteks otonomi daerahpun partisipasi masyarakat dijamin melalui
Undang-Undang No 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 45 menyebutkan
anggota DPRD mempunyai kewenangan menyerap, menampung, menghimpun dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Kemudian pasal 139 menegaskan masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan
rancangan peraturan daerah. Dijaminnya kebebasan masyarakat menyampaikan aspirasi dan
berpartisipasi dalam penyusunan seperti kebijakan publik di daerah, agar kebijakan publik itu
memenuhi rasa keadilan dan tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat. Itu sebabnya
perumusan kebijakan publik itu dimulai dari dan oleh rakyat, dan untuk rakyat terutama
dalam sebuah negara demokrasi.

5.3 Prinsip-prinsip Administrasi

Perlu juga disadari bahwa sebagai suatu disiplin, administrasi publik memberikan berbagai
prinsip-prinsip, metode, dan teknik yang rasional, yang dapat dipelajari untuk mencapai
tujuan. Hampir semua prinsip tersebut berasal dari dunia bisnis karena itu tidal semua bisa
digunakan. Dan yang paling spesifik adalah bahwa cara-cara yang digunakkan administrasi
publik untuk mencapai tujuan memang dinilai dari segi efisiensi dan efektivitas, namun
tingkat tingkat itu tidak harus mencapai titik optimum karena dunia administrasi publik tidak
berorientasi pada profit semata. Hal ini disebabkan adanya tuntutan bahwa administrasi
publik juga harus mempertimbangkan nilai lain seperti keadilan dan tanggungjawab kepada
publik atau democratic responsibility and accountability.

Kegiatan administrasi publik bertujuan memenuhi kepentingan publik atau secara akademik
dikenal dengan istilah “public interest”. Banyaknya kepentingan di dalam masyarakat
(pribadi, kelompok, publik, politik, jabatan, dll) dan yang seharusnya diperjuangkan oleh para
administrator publik adalah kepentingan publik. Ini berarti kepentingan publik tidak harus
berasal dari masyarakat secara langsung, tetapi dapat diusulkan melalui wakil-wakilnya, atau
pejabat publik yang ditunjuk untuk memutuskannya. Untuk mengontrol kecenderungan
negatif diperlukan suatu mekanisme khusus seperti “good governence” dimana proses
pembuatan keputusan dilangsungkan secara demokratis dan masyarakat memiliki akses untuk
lebih berpartisipasi.

Sesungguhnya, jika ditelusuri kebijakan (policy) tidak sama dengan kebijaksanaan (wisdom),
maupun kebajikan (virtues). Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam
bahasa Yunani (Greek), yang berarti negara-kota. Kata policy masuk kedalam bahasa Inggris
dengan arti berurusan dengan masyarakat (public), tentu saja setiap perumusannya harus
melibatkan masyarakat terutama target grup (kelompok sasaran).

5.4 Prinsip Penyusunan Kebijakan Publik

Dalam bahasa Indonesia, kata kebijaksanaan diterjemahkan dari kata policy mempunyai
konotasi tersendiri. Kata tersebut mempunyai akar kata bijaksana atau bijak yang dapat
disamakan dengan wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam bahasa Inggris. Dengan
pengertian ini, sifat bijaksana dibedakan orang dari sekedar pinter (clever) atau cerdas
(smart). kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga
pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu,untuk melakukan kegiatan tertentu atau
untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang
banyak prinsip penyusunan kebijakan Publik:

a)    Benar dalam prose, yaitu bahwa prosesnya harus transparan, dapat dipertanggung
jawabkan dan melibatkan pihak yang seharusnya terlibat

b)   Benar secara isi: yaitu bahwa isi kebijakan; mengatur isu kebijakan yang harus diatur atau
fokus pada isu kebijakan; bukan merupakan kompromi politik dan atau ekonomi; langsung
pada masalah yang diatur; tidak bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi atau setara
dan pasal-pasalnya sinkron

c)    Benar secara poltik – etik, yaitu mengakomodasi para pihak yang terkait secara langsung
dengan kebijakan, menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam good governance dan
memperhatikan kaidah-kaidah moralitas dalam pembuatan kebijakan

d)   Benar secara hukum; yaitu bahwa kebijakan ini benar-benarmerupakan kaidah hukum,
karenanya kebijakan publik bukan merupakan himbauan, melainkan memberikan batas-batas
aturan serta mencantumkan sanksi yang tegas pagi pelanggaran atasnya, dan memberikan
keadilan dan kesamaan didepan hukum bagi publik

e)    Benar secara manajemen; isi dari kebijakan bersifat sistematis, dapat dilaksanakan,
meskipun pelaksanaannya bukan oleh pemerintah, namun pemerintah dapat mengendalikan
secara efektif, dan mempunyai manfaat dan impak yang terukur

f)    Benar secara bahasa; yaitu bahwa setiap kebijakan publik diindonesia harus
menggunakan bahsa indonesia yang baik dan benar (sumber; publik policy; Dr. Riant
Nugroho)

Kebijakan publik merupakan bagian penting dalam studi administrasi publik, karena dalam
praktek kehidupan bernegara, administrator negara tidak semata-mata merupakan pelaksana
kebijakan publik, tetapi terlibat dalam proses kebijakan publik. Untuk konteks Indonesia,
keterlibatan administrator sangat jelas. Administrator aktif menyiapkan rencana undang-
undang, dan dalam pembahasan rencana sampai pengesahannya, peranan birokrasi sangat
besar.

BAB III

PENUTUP

1. 1.    Kesimpulan

Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu “Philos” dan “Sophie”, “Philos”
biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. “Sophia” dapat diartikan
kebijaksanaan. Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan
cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah
itu sendiri.

Administrasi didefinisikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia
atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya”.

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan


dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi menjadi tiga fase
utama yaitu: Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M, Fase sejarah yang berakhir pada
tahun 1886, dan Fase modern yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih berlangsung
hingga sekarang ini. Ditinjau dari segi waktu dan tempat fare pra-sejarah ini dapat dibagi
menjadi beberapa bagian perkembangan yaitu: Peradaban Mesopotamia, Peradaban
Babilonia, Mesir Kuno, Tiongkok kuno, Romawi Kuno, dan Yunani Kuno.

Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu Administrasi, sejak lahirnya hingga
sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap, yaitu: Tahap Survival (1886 – 1930),
Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 – 1945), Tahap “Human Relations” (1945 –
1959), Tahap Behaviouralisme (1959 hingga sekarang).

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam


masyarakat yang pluralistis seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan teori Brokerism, di
antara penganut teori ini David Easton dan Robert Dahl sangat membantu kita memahami
pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa masyarakat itu terdiri dari beberapa
kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah “sebagai alat perekat” serta memiliki
pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu kekuatan
yang terintegrasi.

1. 2.    Saran

Untuk melihat dan mencontoh keberhasilan administrasi dan manajemen pada zaman –
zaman terdahulu, para pejabat negara baiknya membuat kebijakan publik berdasar pada
filosofi, prinsip – prinsip, dan asas – asas pembuatan kebijakan publik yang telah ada atau
yang berkembang pada saat ini. Tidak dengan konsepnya sendiri karena ini menyangkup
kepentingan orang banyak. Para pejabat negara yang memiliki wewenang dalam pembuatan
kebijakan publik baiknya mengetahui filosofi dari administrasi, manajemen, dan kebijakan
publik.

Setelah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini, kami harapkan saran dan kritik dari bapak
dosen dan rekan-rekan sekalian demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi yang membaca. Aamiin

DAFTAR PUTAKA

Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana

Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan

Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo

Siagian, Sondeng P. Prof.Dr. 1991. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung

Hadiwijono, Harun. 1988. Sari Sejarah Filsafat Yunani.Yogyakarta: Kanisius

Makmur, Prof.Dr. H. 2006. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara


Bakry, Noor Ms. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.

Handoko, T, Hani, 2003, Manajemen : Edisi 2, Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta

Islamy, DR. M. Irfan. 2009, Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijakan Publik. Jakarta : PT
Bumi Aksara.

Ali, Prof. Drs. H.M. Faried. 2006, Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo

Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai