Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH

REVIEW BUKU PUBLIC POLICY ANALYSIS : AN INTEGRATED APPROACH SIX


EDITION KARYA WILLIAM N. DUNN

Disusun sebagai salah satu untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Analisis Kebijakan Pendidikan Khusus”

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Hermanto, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Rizky Harun Arrasyid


NIM. 19729251012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


PASCASARSAJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
A. Proses Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan proses penyelidikan multidisiplin (melibatkan banyak
disiplin ilmu) yang memiliki tujuan untuk menciptakan, penilaian kritis, dan komunikasi
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang ada. Sebagai ilmu yang menjadi pemecah
masalah, mengacu pada metode ilmu sosial, teori, dan temuan – temuan substantif untuk
menyelesaikan masalah praktis. Metodologi penyelidikan kebijakan mengacu pada
penyelidikan kritis solusi potensial untuk masalah praktis. Abraham Kaplan, salah satu
pendiri ilmu kebijakan, mengamati bahwa tujuan metodologi adalah untuk membantu
memahami dan mempertanyakan, tidak hanya produk penyelidikan kebijakan, tetapi proses
yang digunakan untuk membuat produk ini. Metodologi penyelidikan kebijakan berkontribusi
terhadap pemahaman reflektif teori, metode, dan praktik bidang khusus seperti analisis biaya-
manfaat dalam ekonomi, analisis implementasi dalam ilmu politik, dan penganggaran
program dalam administrasi publik.
Analisis kebijakan dirancang untuk memberikan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang lima jenis pertanyaan yang ada pada bagan diatas berkaitan dengan
masalah kebijakan, hasil kebijakan yang diharapkan, kebijakan yang diinginkan, pengamatan
hasil kebijakan, serta kinerja kebijakan yang aka dijelaskan sebagai berikut:
Masalah kebijakan. Apa masalah yang menjadi solusi potensial dicari. Masalah kebijakan
merupakan representasi dari situasi masalah, yang merupakan himpunan seluruh
kekhawatiran, tanda stress tentang suatu kondisi kebijakan. Pengetahuan tentang
masalah apa yang harus dipecahkan ini membutuhkan pengetahuan tentang kondisi
situasi masalah sebelumnya dan bagaimana seharusnya.
Hasil kebijakan yang diharapkan. Apa hasil yang diharapkan dari kebijakan yang dirancang
untuk mengurangi emisi berbahaya (hasil yang tak sesuai) di masa depan?.
Pengetahuan tentang keadaan yang dapat menimbulkan masalah penting untuk
menghasilkan pengetahuan tentang hasil kebijkakan yang diharapkan agar kejadian di
masa lalu tidak terulang kembali di masa depan. Dalam hal ini membutuhkan
kreatifitas, wawasan, serta penggunaan pengetahuan (dari berbagai bidang).
Kebijakan yang diinginkan. Kebijakan mana yang harus dipilih, mempertimbangkan tidak
hanya mengharapkan hasil dalam mengurangi emisi berbahaya, tetapi nilai
pengurangan emisi dalam hal biaya dan manfaat moneter. Dalam menentukan
kebijakan yang diinginkan diperlukan pengetahuan tentang hasil kebijakan yang
diinginkan serta pengetahuan tentang kegunaan dari hasil yang diharapkan.
Mengamati hasil kebijakan. Apa hasil kebijakan yang diamati?, apakah ada perbedaan dari
hasil yang diharapkan sebelum penerapan kebijakan yang di pilih? Apakah kebijakan
yang diinginkan benar-benar menghasilkan sesuatu yang berbeda.
Kinerja kebijakan. Sejauh mana kinerja kebijakan telah dicapai?. Sejauh mana kebijakan
yang diamati berkontribusi dalam memberikan solusi terhadap suatu masalah.

B. Analisis Kebijakan dalam Proses Pembuatan Kebijakan


Analisis kebijakan merupakan aktifitas membuat, menilai secara kritis, dan
mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan bagaimana dalam proses pembuatan
kebijakan. Analisis kebijakan telah ada selama ratusan tahun lalu. Analisis kebijakan
mencakup berbagai bentuk penyelidikan, mulai dari mistisisime dan ilmu gaib hingga
implementasinya dalam dunia ilmu pengetahuan modern (Dunn, 2016:31). Pada awal
mulanya analisis hanya digunakan untuk memecahkan masalah sederhana yang menghasilkan
keputusan dalam pilihan, alternatif, dan hasil.pada abad ke-19 para cendikiawan dari berbagai
bidang ilmu mendasarkan pekerjaan mereka pada pencatatan sistematik dari data empirik
yang mengakibatkan para filosofer dan negarawan menawarkan pembuatan kebijakan dan
peranannya dalam masyarakat. Pada abad ke-20 merupakan lanjutan dari dari abad ke 19
namun lebih kompleks. Pada awal abad ke 21 terjadi sinergitas antara analis dan pembuat
kebijakan dalam merumuskan kebijakan guna mengatasi masalah dilapangan.
Pada awalnya, Harold D. Lasswell seorang ilmuan yang sekaligus seorang politisi
mengemukakan sebuah pandangan dimana terdapat hubungan antara social-science dengan
policymaking. Menurutnya, policy – science merupakan suatu aktifitas intelektual dalam
konteks sosial. Pencetus policy – science mengemukakan tujuh hal yang disebut decisional
functions, yang meliputi:
1. Intelegence/kecerdasan, yang meliputi mengumpulkan, memproses, serta
menyebarluaskan pengetahuan penggunaan partisipan dalam pembuatan keputusan.
2. Promotion/promosi, meliputi propaganda pemimpin, politisi, serta pihak yang
berkepentingan.
3. Prescription/Formula, berkaitan dengan kesesuaian pemegang kekuasaan.
4. Invocation/permohonan, terkait dengan kesesuaian formula (kebijakan) oleh staf – staf
dalam garis komando.
5. Application/pelaksanaan, berkaitan dengan diterimanya formula karena memberikan
dampak yang diinginkan.
6. Termination/pembatalan, berkaitan ditolaknya formula karena tidak memberikan efek atau
bahkan memperburuk suasana.
7. Apprasial/penilaian, berkaitan dengan penilaian tujuan kebijakan.
Terdapat beberapa fase dalam pembuatan kebijakan menurut Lassmell (dalam Dunn,
2018:45) yaitu pengaturan agenda, perumusan kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, penilaian kebijakan, adaptasi kebijakan, suksesi kebijakan, pengakhiran kebijakan.
William N. Dunn dalam bukunya edisi keenam mengemukakan terdapat beberapa
metode tahapan dalam membuat kebijakan yang baik, meliputi problem structuring/penataan
masalah, forecasting/peramalan, prescription/formulasi, Monitoring/pemantauan, serta
evaluation/evaluasi yang digambarkan seperti gambar diatas.
1. Problem Structuring/Penataan masalah
a. Karakteristik masalah
1) Saling ketergantungan. Masalah kebijakan di satu bidang (misalnya, energi)
sering memengaruhi masalah kebijakan di bidang lain (misalnya, perawatan
kesehatan dan pengangguran).
2) Subjectifitas meskipun ada perasaan dimana masalah tersebut adalah masalah
yang objective (tak menentu karena sifat masalah yang terus muncul dan
berkembang)
3) Kepalsuan. Masalah kebijakan hanya mungkin terjadi ketika manusia
membuat penilaian tentang keinginan untuk mengubah beberapa situasi
masalah. Masalah kebijakan adalah produk penilaian subjectif manusia;
masalah kebijakan kemudian diterima sebagai sah definisi dari kondisi sosial
yang objektif; masalah kebijaka dikonstruksi secara sosial
4) Ketidakstabilan. Mungkin ada banyak solusi berbeda untuk suatu masalah
karena ada definisi masalah itu. “Masalah dan solusi terus berubah; karenanya
masalah tetap tidak terselesaikan. . . .
b. Klasifikasi masalah
Masalah kebijakan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hierarki: mayor,
sekunder, fungsional, dan minor.
1) Masalah utama adalah yang dihadapi pada tingkat pemerintahan tertinggi di
dalam dan di antara yurisdiksi nasional, regional, dan lokal. Masalah-masalah
besar biasanya melibatkan pertanyaan tentang misi agensi, yaitu pertanyaan
tentang sifat dan tujuan organisasi.
2) Masalah sekunder adalah yang terletak di tingkat program agensi di tingkat
federal, negara bagian, dan lokal.
3) Masalah fungsional, sebaliknya, adalah masalah yang terletak di tingkat
program dan proyek yang melibatkan masalah penganggaran, keuangan, dan
pengadaan.
4) Masalah kecil melibatkan staf, tunjangan karyawan, waktu liburan, jam kerja,
dan prosedur dan aturan operasi standar.
c. Fase penataan masalah
Penataan masalah memiliki empat fase yang saling terkait yaitu pencarian
masalah, delineasi masalah, formulasi masalah,dan masalah penginderaan. analis
melakukan pencarian masalah. Pada tahap ini, tujuannya bukanlah penemuan
masalah tunggal (misalnya, klien atau analis) tetapi penemuan penemuan masalah
dari berbagai pemangku kepentingan. kebijakan. Akibatnya, para analis dihadapkan
pada masalah metaproblem (banyak sekali masalah). Melalui penggambaran
masalah/problem dileniation dimungkinkan untuk menentukan batas-batas
metaproblem. Setelah batas – batas tersebut sudah ditentukan akan terbentuk
masalah substantif. Setelah masalah substantif didefinisikan, masalah formal yang
lebih rinci dan spesifik dapat dibangun. Proses perpindahan dari masalah substantif
ke formal adalah dilakukan melalui spesifikasi masalah.

2. Peramalan/Forecasting
a. Pengertian
Peramalan/forcasting adalah seperangkat prosedur untuk membuat
informasi tentang keadaan masyarakat masa depan berdasarkan informasi saat
ini dan sebelumnya. Ramalan mengambil tiga bentuk utama: ekstrapolasi,
merupakan perkiraan berdasarkan proyeksi tren saat ini dan sejarah unutk
kedepannya; prediksi, merupakan ramalan yang didasarkan pada penjelasan
teoretis mengapa tren masa lalu tiak harus terulang di masa depa; dan penilaian
ahli, merupakan perkiraan berdasarkan pengalaman profesional dan teori.
b. Tujuan forecasting
Tujuan peramalan seringkali serupa dengan penelitian, yang bertujuan
untuk memahami, memprediksi, dan mengendalikan lingkungan manusia dan
material. Upaya untuk meramalkan keadaan sosial di masa depan “terutama
terkait dengan kontrol, yaitu upaya untuk merencanakan dan menetapkan
kebijakan sehingga tindakan terbaik yang dapat diambil dan dipilih di antara
kemungkinan yang ditawarkan di masa depan”. Terdapat dua hal yang dapat
dijadikan acuan dalam melakukan peramalan yaitu:
1) Keakuratan ramalan, berfokus pada singgle variabel (kesehatan, energi, dll).
2) Hasil komparasi metode peramalan, berdasarkan pada pendapat ahli yang
memiliki berbagai macam teori (kompleks).

3. Prescribing/meramu kebijakan yang diinginkan


a. Pengertian
Meramu kebijakan yang diinginkan mengubah informasi tentang hasil
kebijakan yang diharapkan menjadi informasi tentang kebijakan yang disukai. Untuk
meresepkan suatu kebijakan diperlukan informasi sebelumnya tentang hasil yang
diharapkan dari pemilihan di antara kebijakan alternatif. Namun, dalam meramu
kebijakan yang diinginkan mengharuskan kita juga memiliki informasi tentang hasil
mana yang lebih berharga yang hendak dicapai.
b. Kriteria
kriteria keputusan, yang dimaksudkan adalah aturan, prinsip, atau standar
eksplisit yang digunakan untuk membenarkan pilihan kebijakan. Kriteria
keputusan terdiri dari enam jenis utama: efektivitas, efisiensi, kecukupan,
keadilan, daya tanggap, dan kepantasan.
Efektivitas mengacu pada pencapaian hasil yang tepat sasaran. Efektivitas, sifat
rasionalitas teknis, diukur dalam satuan unit produk atau layanannya
Efisiensi mengacu pada jumlah upaya yang diperlukan untuk menghasilkan
tingkat efektivitas tertentu yang dihitung adalah biaya produksi unit
produk atau layanan
Kecukupan mengacu pada kebijakan atas ambang batas efektifitas serta
efisiensi yang ditentukan.
Kesetaraan/keadilan terkait erat dengan rasionalitas hukum dan sosial. Dalam
bentuknya yang paling mendasar, keadilan mengacu pada distribusi
hasil dan upaya di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Sebuah
kebijakan yang adil adalah salah satu di mana hasil (misalnya, unit
layanan) atau upaya (misalnya, investasi) yang cukup atau merata.
Responsiveness mengacu pada sejauh mana suatu kebijakan memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau kepentingan kelompok tertentu.
Kesesuaian. Kriteria ini terkait erat dengan rasionalitas substantif tentang
kesesuaian suatu kebijakan yang tidak berkaitan dengan individu.
c. Pendekatan prescribtion
Dalam membuat resep kebijakan yang ada di dalam buku William N. Dunn,
sejumlah pertanyaan yang saling terkait harus diatasi. Kebutuhan, nilai, dan peluang
yang menjadi masalah, dan alternatif apa yang tersedia untuk kepuasan mereka ?
Apa tujuan dan sasaran yang harus dicapai, dan bagaimana pengukuran yang
seharusnya dilakukan? Berapa biayanya untuk mencapai tujuan, dan jenis kendala
apa (anggaran, hukum, administrasi, politik) yang dapat menghambat pencapaian
kebijakan ? Apakah ada efek samping, limpahan, dan konsekuensi lain yang
diantisipasi dan tidak terduga yang harus dihitung sebagai biaya atau manfaat?
Bagaimana nilai biaya dan manfaat akan berubah seiring waktu? Seberapa yakin
hasil yang diperkirakan akan terjadi? Apa yang harus dilakukan?

4. Monitoring Kebijakan
Monitoring memungkinkan produksi informasi tentang penyebab dan
konsekuensi kebijakan. Karena pemantauan menyelidiki hubungan antara operasi
kebijakan dan hasil yang diamati, itu adalah sumber utama informasi tentang
keberhasilan upaya untuk mengimplementasikan kebijakan. Pemantauan
melakukan beberapa fungsi dalam analisis kebijakan, yaitu: pemenuhan, audit,
akuntansi, dan deskripsi dan penjelasan.
Pemenuhan. Pemantauan membantu menentukan apakah tindakan manajer
program sesuai dengan norma, nilai, dan standar yang diamanatkan oleh
badan legislatif,pengatur badan, dan asosiasi profesional.
Audit. Pemantauan membantu menemukan apakah sumber daya dan layanan
yang ditujukan untuksasaran kelompokdan penerima manfaat benar-
benar mencapainya.
Accounting/akuntansi. Pemantauan menghasilkan informasi yang membantu
dalam akuntansi untuk sosial dan perubahan ekonomi yang mengikuti
implementasi kebijakan dari waktu ke waktu.
Deskripsi dan penjelasan. Pemantauan juga menghasilkan informasi yang
membantu menjelaskan mengapa hasil kebijakan dan program publik
menghasilkan hasil tertentu.
1) Pendekatan dalam monitoring
Pemantauan dapat dipecah menjadi beberapa pendekatan yang dapat
diidentifikasi:sistem akuntan sisosial, audit sosial, eksperimen kebijakan,
sintesis penelitian dan praktik, metaanalisis, dan studi kasus.
a) Sistem akuntansi sosial
sistem sosial adalah pendekatan dan serangkaian metode yang memungkinkan
analis untuk memantau perubahan kondisi sosial objektif dan subyektif dari
waktu ke waktu dari implementasi sebuah kebijakan.
b) Eksperimen Kebijakan
Eksperimen kebijakan adalah proses memanipulasi kebijakan dan program
secara sistematis dengan cara yang memungkinkan jawaban yang dapat
diterima atas pertanyaan tentang sumber perubahan dari hasil kebijakan.
c) Audit sosial
Audit sosial memonitor hubungan antara input, kegiatan, output, hasil, dan
dampak dalam upaya untuk melacak input kebijakan.
d) Penelitian dan sintesis praktik
penelitian dan sintesis praktek adalah metode pemantauan yang melibatkan
kompilasi sistematis, perbandingan, dan penilaian hasi ldari upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan dan program. penelitian dan sintesis praktek
digunakan untuk mensintesis informasi di sejumlah bidang isu kebijakan yang
berkisar dari kesejahteraan sosial, pertanian, dan pendidikan hingga layanan
kota dan kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) Tinjauan Sistematis dan Meta Analisis
Tinjauan sistematis adalah metodologi evaluasi yang merangkum seluruh
temuan hasil implementasi kebijakan menggunakan prosedur standar untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mensintesiskan temuan penelitian yang
relevan dengan kebijakan. Tinjauan sistematis menyelidiki efektivitas
program dan kebijakan melalui proses yang dirancang agar akurat,
metodologis komprehensif, dan tidak memihak. Secara umum, setidaknya
ada tujuh langkah dalam melakukan tinjauan sistematis dan meta analisis
(1) Definisikan pertanyaan penelitian pendahuluan. sehingga akan
menghasilkan studi yang bermanfaat.
(2) Tetapkan kualitas bukti. Sistem pencarian informasi kontemporer berisi
informasi dari semua tingkat keandalan dan validitas. Kualitas bukti yang
akan diterima menjadi SR dapat "dinilai" untuk kualitas.
(3) Desain strategi pencarian dan pengambilan. Tentukan kata-kata kunci
yang akan digunakan untuk pencarian dan pengambilan data penelitian.
(4) Identifikasi populasi studi. Di sini semua studi yang sesuai dengan
persyaratan pada point (2) dan (3) akan diidentifikasi. Yang dapat
diartikan bahwa populasi studi dengan ratusan.

5. Evaluasi
Jika pemantauan menjawab pertanyaan: Apakah kebijakan menghasilkan
hasil yang diinginkan? Evaluasi menjawab pertanyaan terkait tetapi berbeda: apa
hasilnya?. Evaluasi melakukan beberapa fungsi utama dalam analisis kebijakan.
Pertama, dan yang terpenting, evaluasi memberikan informasi yang andal dan
valid tentang kinerja kebijakan, yaitu sejauh mana kebutuhan, nilai, dan peluang
telah diwujudkan melalui tindakan publik. Kedua, evaluasi berkontribusi pada
klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan
sasaran. Nilai-nilai diklarifikasi dengan mendefinisikan dan mengoperasionalkan
tujuan dan sasaran. Ketiga, evaluasi dapat berkontribusi pada penerapan metode
analitik kebijakan lainnya, termasuk penataan masalah dan meramu kebijakan.
a. Kriteria Evaluasi
Sebelum membicarakan tentang kriteria evaluasi kita hars mengerti terlebih
dahulu perbedaan utama antara kriteria untuk evaluasi dan kriteria untuk resep,
yaitu adalah tentang waktu di mana kriteria diterapkan. Kriteria untuk evaluasi
diterapkan secara retrospektif (ex post), sedangkan kriteria untuk rekomendasi
diterapkan secara prospektif (ex ante). Terdapat beberapa kriteria dalam
melakukan evaluasi
Efektivitas. Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Efisiensi. Berapa banyak upaya yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan?
Kecukupan. Sejauh mana pencapaian hasil yang diinginkan menyelesaikan suatu
permasalahan?
Ekuitas. Apakah biaya dan manfaat didistribusikan secara adil di antara berbagai
kelompok?
Responsif. Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai-
nilai kelompok tertentu?
Kesesuaian. Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan sebenarnya layak atau
bermanfaat bagi kelompok yang terdmpak kebijakan itu sendiri?

Anda mungkin juga menyukai