Oleh:
KELOMPOK 8
WAHYU SALEH 10070317102
SHOLEHA MIFTAH 10070319037
ARADHANA GHINACITTA INANTYA 10070319070
IHSAN HARISH FEBRIAN 10070319076
NANDA MAHRUNNISYA 10070319082
KANIA SEPHIYA SUNARDI 10070319119
1
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
KELOMPOK 8
WAHYU SALEH 10070317102
SHOLEHA MIFTAH 10070319037
ARADHANA GHINACITTA INANTYA 10070319070
IHSAN HARISH FEBRIAN 10070319076
NANDA MAHRUNNISYA 10070319082
KANIA SEPHIYA SUNARDI 10070319119
Mengesahkan,
Prof. Dr. Hilwati Hindersah, Ir., MURP Chusharini Chamid, Ir., MENV
NIK. D.85.2.037 NIK. D.96.0.242
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan Laporan Studio 5 (KK Lingkungan) yang berjudul “Analisis
Dampak Lingkungan Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk Desa
Dermayu Kabupaten Sindang” dengan baik.
Penyusun menyadari dalam pembuatan laporan ini tidak akan berjalan dengan
baik dan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun
menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Orangtua tercinta atas semua dukungan dan doanya dalam menyelesaikan
laporan ini
2. Team teaching yang telah memberikan ilmu dan pengarahan dalam proses
pelaksanaan Studio 5 (KK Lingkungan ), yaitu:
Prof. Dr. Hilwati Hindersah, Ir., MURP.
Chusharini Chamid, Ir., M.Env Stud
Dr. Yulia Asyiawati, Ir., Msi
Dr. Hani Burhanudin, Ir., MT.
3. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu
4. Pihak Pengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk Kabupaten
Indramayu
5. Teman-teman peserta Studio 5 KK Lingkungan 2022
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa dalam penulisan
laporan ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar dapat menjadi masukan yang berharga.
Terimakasih
Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
3.2 Data yang Dibutuhkan ................................................................................ 38
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 38
3.3.1 Metode Pengumpulan Data Primer.................................................. 38
3.3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder ............................................ 41
3.4 Metode Pengolahan Data ........................................................................... 41
3.4.1 Alat Pengolahan Data.......................................................................... 42
3.4.2 Metode Analisis .................................................................................... 42
BAB IV ............................................................................................................................. 48
4.1 Wilayah Desa Dermayu ............................................................................... 48
4.1.1 Posisi Desa Dermayu di Kecamatan Sindang .............................. 48
4.1.2 Gambaran Umum Desa Dermayu .................................................... 48
4.1.3 Kondisi Lingkungan Fisik Dasar Desa Dermayu ......................... 48
4.2 Gambaran Umum Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Pecuk 58
4.2.1 Profil Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk ........................... 58
4.2.2 Kondisi Lingkungan TPA Pecuk dan Sekitarnya ......................... 64
BAB V .............................................................................................................................. 78
5.1 Hasil Wawancara Masyarakat ................................................................... 78
5.2 Analisis Dampak Lingkungan ................................................................... 85
5.2.1 Metode Kualitatif ......................................Error! Bookmark not defined.
5.2.2 Metode Semi Kuantitatif .........................Error! Bookmark not defined.
5.3 Analisis SWOT ............................................................................................ 100
5.4.1 Pendekatan SWOT Kualitatif ........................................................... 100
5.4.2 Pendekatan SWOT Kuantitatif ........................................................ 100
5.4 Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matricx) .............. 100
5.5 Sintesa .......................................................................................................... 100
BAB VI ........................................................................................................................... 101
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 101
6.2 Rekomendasi............................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 102
LAMPIRAN ............................................................................................................... 103
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR TABEL
7
BAB I
PENDAHULUAN
TPA Pecuk, dengan luas 10,5 Ha, berlokasi di Desa Panyindangan Kulon,
Kecamatan Sindang dan melayani persampahan di wilayah perkotaan Kecamatan
Indramayu, Sindang, Balongan, Pasekan serta dari pasar dan jalan-jalan utama di
Kota Kecamatan Karangampel dan Jatibarang. Sistem pemrosesan akhir sampah
di TPA Pecuk adalah penimbunan dengan sistem Sanitary Landfill, pengomposan
sampah organik, pemanfaatan gas methana. TPA Pecuk sudah dilengkapi dengan
kantor, laboratorium, jembatan timbang, jalan inspeksi, IPAL, sumur pantau,
bangunan komposter, biodigester, aliran gas methan, pagar, gapura, buffer zone,
alat berat (buldozer, eksavator).
TPA Pecuk merupakan salah satu dari dua lokasi yang dijadikan TPA di
Kabupaten Indramayu yaitu TPA Pecuk dan TPA Kertawinangun. TPA Pecuk
terletak di Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Salah satu kendala
operasional di TPA Pecuk adalah Pencemaran Lingkungan Melalui Limbah Cair,
akibat limbah cair tersebut Para Petani mengalami kerugian yang cukup signifikan.
Contoh kasus yang terjadi yaitu Luas sawah yang kurang lebih seluas 6300 meter
8
milik petani seharusnya mendapatkan menghasilkan 4 ton, namun saat ini
menyusut 50%, yakni hanya 2 ton saja (tjimanoek.com).
1.2.1 Maksud
Maksud dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menyusun rencana strategi yang
berbasis lingkungan untuk mengatasi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh
pencemaran lingkungan TPA Pecuk sebagai bagian dari pengembangan wilayah
yang berbasis lingkungan.
1.2.2 Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas mengenai Analisis Dampak Lingkungan
pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk, dapat diuraikan beberapa tujuan
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi profil atau keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk
Desa Dermayu, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu.
2. Melakukan analisis dampak lingkungan yang timbul dari adanya Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk Desa Dermayu, Kecamatan Sindang,
Kabupaten Indramayu.
9
3. Merencanakan Strategi pengelolaan Dampak Lingkungan dari Pencemaran
Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk Desa Dermayu,
Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu.
10
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi pada pelaksanaan Studio 5 Kelompok Keahlian Lingkungan
ini ialah membahas mengenai isu-isu atau permasalahan yang berkaitan dengan
sektor lingkungan, khususnya mengenai Analisis Dampak Lingkungan pada
Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang kemudian dirumuskan solusi
permasalahan tersebut dengan berdasarkan pemahaman dari mata kuliah yang
sudah diampu sebelumnya, yaitu Perencanaan Berbasis Lingkungan, Manajemen
Lingkungan, atau bahkan Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Selain itu, ruang
lingkup materi dalam laporan ini juga membahas mengenai analisis SWOT dan
analisis QSPM sebagai metode dalam perumusan strategi pengelolaan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
11
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai proses analisis dalam penelitian serta
sintesa dari hasil proses analisis tersebut.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini membahas mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan serta rekomendasi yang akan diberikan berdasarkan rumusan
kesimpulan.
12
Gambar 1.1
13
Gambar 1.2
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
sampah yang ditimbun di tempat pembuangan sampah dapat menjadi sumber
pencemaran bagi lingkungan sekitar. Timbunan sampah padat ini nantinya dapat
menimbulkan dampak seperti bau dan timbulan air lindi yang mana memberi
pengaruh buruk terhadap kualitas udara dan air di daerah sekitar.
Maka dari itu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 59 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha dan/Atau
Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah menimbang bahwa perlu untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri
mengatur ketentuan mengenai baku mutu air limbah. Kedua, TPA yang
menghasilkan lindi dan berpotensi mencemari lingkungan, perlu dilakukan
pengolahan air lindi sebelum dibuang. Terakhir berdasarkan ketentuan
sebelumnya perlu ditetapkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah.
16
b. Kegiatan penyapuan dan penyiraman secara teratur dilakukan untuk menjamin
bahwa tidak ada gangguan kebersihan baik di dalam maupun di sekitar SPA;
dan
c. Semua air yang bercampur dengan sampah dikategorikan terkontaminasi dan
langsung dimasukkan ke dalam wadah untuk selanjutnya dibawa menuju
pengolahan lindi.
17
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan. Terkait dengan hal tersebut, bahwa tujuan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik akan mendatangkan manfaat yang baik
pula kepada masyarakat, pemerintah, maupun negara apabila tujuan isi dari Pasal
3 tersebut betul-betul dijalankan oleh pemerintah maupun masyarakat, tapi apabila
hal tersebut tidak dijalakan maka dampak buruknya akan dirasakan oleh
pemerintah dan masyarakat itu sendiri.
Untuk itu Pemerintah menurut undang undang ini diwajibkan untuk membuat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau program. Apabila hasil Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) menyatakan bahwa daya dukung dan daya tamping sudah
terlampaui, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib
diperbaiki sesuai dengan rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
2.2.1 Lingkungan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna
yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan
fisik tersebut. Lingkungan dapat didefinisikan sebagai elemen biologis dan abiotik
yang mengelilingi organisme individual atau spesies, termasuk banyak yang
berkontribusi pada kesejahteraannya. Lingkungan juga dapat didefinisikan
sebagai semua komponen alami bumi (udara, air, tanah, vegetasi, hewan, dan
lain-lain) beserta semua proses yang terjadi di dalam dan di antara komponen ini.
18
Otto Soemarwoto (1983) mendefinisikan lingkungan atau lingkungan hidup
merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme
dan berpengaruh pada kehidupannya. Sebagai contoh pada hewan seperti kucing,
segala sesuatu di sekeliling kucing dan berpengaruh pada kelangsungan hidupnya
maka itulah lingkungan hidup bagi kucing. Demikian juga pada manusia, segala
sesuatu yang berada di sekeliling manusia yang berpengaruh pada kelangsungan
hidupnya itulah lingkungan hidup manusia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Analisis Dampak Lingkungan (ARL) adalah proses
memperkirakan Dampak pada organisme, sistem, atau populasi (sub) dengan
segala ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh agen tertentu,
dengan memperhatikan karakteristik agen dan sasaran yang spesifik.
Menekankan proses keseimbangan antara biaya yang dikeluarkan untuk
mengurangi risiko lingkungan dengan keuntungan yang diperoleh dari
berkurangnya risiko lingkungan tersebut. Jadi intinya Analisis risiko lingkungan
adalah proses prediksi kemungkinan dampak negatif yang terjadi terhadap
lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tertentu.
Beragam permasalahan dalam lingkup sistem sosial, proses sosial, dan relasi
sosial telah memunculkan tiga macam risiko ekologis, yaitu:
a. Risiko fisik-ekologis (physical-ecological risk), yaitu aneka risiko kerusakan
fisik pada manusia dan lingkungannya;
b. Risiko mental (mental risk), yaitu aneka risiko kerusakan mental akibat
perlakuan buruk pada tatanan psikis;
19
c. Risiko sosial (sosial risk), yaitu aneka risiko yang menggiring pada rusaknya
bangunan dan lingkungan sosial (eco-sosial).
Risiko sosial berupa kerusakan bangunan sosial, sebagai akibat dari faktor-faktor
eksternal kondisi alam, teknologi, industri. Dampak fisik kecelakaan (lalu lintas
jalan, pesawat terbang, kecelakaan laut), bencana (banjir, longsor, kebakaran
hutan, kekeringan) menciptakan pula secara bersamaan risiko sosial, berupa
tumbuhnya aneka penyakit sosial ketakpedulian, ketakacuhan, indisipliner,
fatalitas, selfishness, egoisme dan immoralitas. Risiko sosial paling besar sebagai
akibat dari berbagai risiko fisik lainnya adalah mulai terkikisnya rasa sosial itu
sendiri, yang menciptakan masyarakat tanpa rasa, kepekaan, kebersamaan dan
tanggung jawab sosial asosial
20
Tiga macam risiko ekologis tersebut di atas menciptakan sebuah kondisi ruang
kehidupan yang sarat ancaman, ketakutan, dan paranoia. Kondisi sarat risiko ini
tidak dapat dibiarkan terus membiak dan berlipat ganda secara eksponensial, yang
dapat menggiring pada kerusakan total fisik, mental dan sosial. Tidak saja
diperlukan pikiran-pikiran reflexive dalam mengantisipasi, mengurangi atau
mengatasi dampak-dampak risiko, tetapi juga diperlukan renungan-renungan
reflective melalui sentuhan halus kemanusiaan dalam mencari pemecahan-
pemecahan lebih fundamental di balik aneka risiko yang dihadapi masyarakat,
makadari ini diperlukan analisis lingkungan untuk menncegah atau mengurangi
kerusakan lingkungan yang memang wajib kita jaga keberadaan dan
keberlangsungannya untuk penerus bangsa selanjutnya. Adapun tahapan
tahapannya yaitu:
1. Tentukan batasan studi atau analisis
2. Tentukan area yang ingin diperdalam dan informasi yang ingin di dapat
3. Lakukan uji dampak lingkungan berdasarkan informasi data dan
pengkategorian data yang telah dikumpulkan
4. Evaluasi informasi yang diperoleh dari uji data, dengan melakukan uji aspek
dan dampak lingkungan lingkungan. Indentifikasi dari kegiatan pada masa
lalu, masa kini dan masa yang akan datang memiliki potensi memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan.
21
Salah satu contoh ARL yaiitu, ARL di perusahaan atau industri dimana dilakukan
pada proses dan kegiatan perusahaan yang berisiko menimbulkan bahaya bagi
lingkungan perusahaan dan lingkungan sekitar. Maka dari itu dalam menganalisis
Dampak lingkungan di kawasan perusahaan tersebut dalap dilakukan dengan
menggunakan diagram alir maupun audit lingkungan. Audit lingkungan merpakan
dokumen suatu usaha atau kegiatan tentang pelaksanaan pengelolaan,
pemantauan, pelaporan atau rencana perubahan peratuaran dan proses internal
perusahaan, yang mana berfeungsi sebagai alat untuk melakukan identifikasi
masalah lingkungan internal dan alat untuk melakukan evaluasi kenerja organisasi
dan divisi lingkungan.
22
sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif sekitarnya seperti
permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran sampah seringkali
terjadi pada sumber dan lokasi pengumpulan terutama bila terjadi penundaan
proses pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap
yang timbul sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan
sekitarnya.Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi
pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga sangat
mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang
tidak memenuhi syarat teknis.
c. Pencemaran Air
Sarana dan prasarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial menghasilkan
lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran atau tanah sekitarnya
akan menyebabkan terjadinya pencemaran.Instalasi pengolahan berskala besar
menampung sampah dalam jumlah yang cukup besar pula sehingga potensi lindi
yang dihasilkan di instalasi juga cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran
air dan tanah di sekitarnya. Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari
lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air
tanah di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air
tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur
penduduk yang terletak pada elevasi yang lebih rendah. Pencemaran lindi juga
dapat terjadi akibat pengolahan yang belum memenuhi syarat untuk dibuang ke
badan air penerima. Karakteristik pencemar lindi yang sangat besar akan sangat
mempengaruhi kondisi badan air penerima terutama air permukaan yang dengan
mudah mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yang
ada.
d. Pencemaran Tanah
Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan kosong
atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan menyebabkan lahan
setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya sampah organik dan
mungkin juga mengandung bahan buangan berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi
maka akan diperlukan waktu yang sangat lama sampai sampah terdegradasi atau
larut dari lokasi tersebut. Selama waktu itu lahan setempat berpotensi
menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.
e. Gangguan Estetika
Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan pandangan
23
yang sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan sekitarnya. Hal ini
dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga lahan pembuangan sampah
lainnya. Proses pembongkaran dan pemuatan sampah di sekitar lokasi
pengumpulan seperi TPS dan TPA sangat mungkin menimbulkan tumpahan
sampah yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan.
Demikian pula dengan ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering terjadi
bila kendaraan tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai.
24
Gambar 2.2 Sistem Controlled Landfill
Sumber: Damanhuri dalam setyowati, 2007
c. Sanitary Landfill
Metode sanitary landfill merupakan salah satu metode terkontrol dalam
pembuangan limbah padat. Prinsip metode ini adalah membuang dan menumpuk
sampah kesuatu lokasi berlegok, memadatkan sampah tersebut kemudian
menutupnya dengan tanah (Djuli Murtadho, E. Gumbira Said 1988). Sistem
sanitary landfill merupakan suatu cara pembuangan atau pemusnahan sampah
yang dilakukan dengan meratakan dan memadatkan sampah yang dibuang serta
menutupnya dengan lapisan tanah setiap akhir hari operasi. Sehingga setelah
operasi berakhir tidak terlihat adanya timbunan sampah dan akan meniadakan
kekurangan yang ada pada sistem open dumping yang ditingkatkan (Anonim,
1990).
Lokasi TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Penyediaan fasilitas dan
perlakuan yang benar diperlukan agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan
baik. Dalam penentuan lokasi TPA tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Dalam hal ini penentuan lokasi TPA harus sesuai SNI No.19-3241-1994. Salah
satu kendala pembatas dalam penerapan metoda pengurugan limbah dalam tanah
(landfilling atau lahan-urug) adalah bagaimana memilih lokasi yang cocok baik
25
dilihat dari sudut kelangsungan pengoperasian, maupun dari sudut perlindungan
terhadap lingkungan hidup. Aspek teknis sebagai penentu utama untuk digunakan
adalah aspek yang terkait dengan hidrologi dan hidrogeologi site.
Secara ideal, pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi sebuah landfill adalah
didasarkan atas berbagai aspek, terutama kesehatan masyarakat, lingkungan
hidup, biaya, dan sosial-ekonomi. Disamping aspek-aspek lain yang sangat
penting, seperti aspek politis dan legal yang berlaku disuatu daerah atau negara.
Beberapa parameter yang sering digunakan dalam pemilihan lokasi TPA yaitu:
a. Geologi
Fasilitas landfilling tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu daerah yang
mempunyai sifat geologi yang dapat merusak keutuhan sarana tersebut nanti.
Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah dengan formasi batu pasir, batu
gamping atau dolomit berongga dan batuan berkekar lainnya. Daerah geologi
lainnya yang penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa, zone volkanik yang
aktif serta daerah longsoran. Lokasi dengan kondisi lapisan tanah di atas batuan
yang cukup keras sangat diinginkan. Biasanya batu lempung atau batuan kompak
lainnya dinilai layak untuk lokasi landfill. Namun jika posisi lapisan batuan berada
dekat dengan permukaan, operasi pengurugan/penimbunan limbah akan terbatas
dan akan mengurangi kapasitas lahan tersedia. Disamping itu, jika ada batuan
keras yang retak/patah atau permeabel, kondisi ini akan meningkatkan potensi
penyebaran lindi ke luar daerah tersebut. Lahan dengan lapisan batuan keras yang
jauh dari permukaan akan mempunyai nilai lebih tinggi.
b. Hidrologi
Fasilitas pengurugan limbah tidak diinginkan berada pada suatu lokasi dengan
jarak antara dasar sampai lapisan air tanah tertinggi kurang dari 3 meter, kecuali
jika ada pengontrolan hidrolis dari air tanah tersebut. Permukaan air yang dangkal
lebih mudah dicemari lindi. Disamping itu, lokasi sarana tidak boleh terletak di
daerah dengan sumur-sumur dangkal yang mempunyai lapisan kedap air yang
tipis atau pada batu gamping yang berongga. Lahan yang berdekatan dengan
badan air akan lebih berpotensi untuk mencemarinya, baik melalui aliran
permukaan maupun melalui air tanah. Lahan yang berlokasi jauh dari badan air
akan memperoleh nilai yang lebih tinggi dari pada lahan yang berdekatan dengan
badan air. Iklim setempat hendaknya mendapat perhatian juga. Makin banyak
hujan, makin besar pula kemungkinan lindi yang dihasilkan, disamping makinsulit
26
pula pegoperasian lahan. Oleh karenanya, daerah dengan intensitas hujan yang
lebih tinggi akan mendapat penilaian yang lebih rendah dari pada daerah dengan
intensitas hujan yang lebih rendah.
c. Topografi
Tempat pengurugan limbah tidak boleh terletak pada suatu bukit dengan lereng
yang tidak stabil. Suatu daerah dinilai lebih bila terletak di daerah landai agak
tinggi. Sebaliknya, suatu daerah dinilai tidak layak bila terletak pada daerah
depresi yang berair, lembah-lembah yang rendah dan tempat-tempat lain yang
berdekatan dengan air permukaan dengan kemiringan alami >20 %. Topografi
dapat menunjang secara positif maupun negatif pada pembangunan saranan ini.
Lokasi yang tersembunyi di belakang bukit atau di lembah mempunyai dampak
visual yang menguntungkan karena tersembunyi. Namun suatu lokasi di tempat
yang berbukit mungkin lebih sulit untuk dicapai karena adanya lereng-lereng yang
curam dan mahalnya pembangunan jalan pada daerah berbukit.
Nilai tertinggi mungkin dapat diberikan kepada lokasi dengan relief yang cukup
untuk mengisolir atau menghalangi pemandangan dan memberi perlindungan
terhadapangin dan sekaligus mempunyai jalur yang mudah untuk aktivitas
operasional.Topografi dapat juga mempengaruhi biaya bila dikaitkan dengan
kapasitas tampung. Suatu lahan yang cekung dan dapat dimanfaatkan secara
langsung akan lebih disukai. Ini disebabkan volume lahan untuk pengurugan
limbah sudah tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya operasi untuk penggalian
yang mahal. Pada dasarnya, masa layan 5 sampai 10 tahun atau lebih sangat
diharapkan.
d. Penggunaan Lahan
Landfilling yang menerima limbah organik, dapat menarik kehadiran burung
sehingga tidak boleh diletakkan dalam jarak 3000 meter dari landasan lapangan
terbang yang digunakan oleh penerbangan turbo jet atau dalam jarak 1500 meter
dari landasan lapangan terbang yang digunakan oleh penerbangan jenis
piston.Disamping itu, lokasi tersebut tidak boleh terletak di dalam wilayah yang
diperuntukkan bagi daerah lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian tanaman.
Jenis penggunaan tanah lainnya yang biasanya dipertimbangkan kurang cocok
adalah konservasi lokal dan daerah kehutanan. Lokasi sumber-sumber arkeologi
dan sejarah merupakan daerah yang juga harus dihindari.
e. Aspek Penentu Lain
Semua lokasi lahan urug dapat mempengaruhi lingkungan biologis. Penilaian un-
27
tuk kategori ini didasarkan pada tingkat gangguan dan kekhususan dari
sumberdaya yang ada. Bila jenis habitat kurang berlimpah di lokasi tersebut, maka
lokasi tesebut dinilai lebih tinggi. Lokasi yang menunjang kehidupan jenis-jenis
tanaman atau binatang yang langka akan dinilai lebih rendah.Jalur perpindahan
mahluk hidup yang penting, seperti sungai yang digunakan untuk ikan, adalah
sumber daya yang berharga. Lahan yang berlokasi di sekitar jalur tersebut harus
dinilai lebih rendah dari pada lokasi yang tidak terletak di sekitar jalur tersebut.
Penerimaan masyarakat sekitar atas sarana ini merupakan tantangan yang harus
dieselesaikan di awal sebelum sarana ini dioperasikan. Penduduk pada umumnya
tidak bisa menerima suatu lokasi pembuangan limbah berdekatan dengan
rumahnya atau lingkungannya. Oleh karenanya, kriteria penggunaan lahan
hendaknya disusun untuk mengurangi kemungkinan pembangunan sarana ini di
daerah yang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, atau daerah-daerah
yang digunakan oleh masyarakat banyak. Lahan dengan pemilik tanah yang lebih
sedikit, akan lebih disukai dari pada lahan dengan pemilik banyak.
28
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
Referensi Metode Analisis Dampak
1 Alifa Damayanti, Kualitatif Menunjukkan Menjadi referensi
dkk (2004) pada analisis untuk metode
Analisis Dampak kualitatif ini yang akan
Lingkungan Dari beberapa dilakukan dalam
Pengolahan komponen mengetahui
Limbah Pabrik Dampak yang kondisi Dampak
Tahu Dengan memiliki Dampak TPA Pecuuk ke
Kayu Apu tinggi yaitu lingkungan sekita.
pencemran air Berfokus ke
permukaan. limbah lindi yang
Namun dalam mencemari sawah
keselurahan di dekat TPA
Dampaknya
masih kecil dan
pengaruhnya
terhadap
manusia dan
lingkungan
pabrik tidak
terlalu signifikan
2 Analisis Dampak Mix methods Komponen nilai Proses identifikasi
Lingkungan pada Dampak yang mengenai rona
Tempat paling tinggi di lingkungan lebih
Pembuangan TPA ini adalah banyak
Akhir (TPA) pencemaran
Sampah (Studi udara,
Kasus: TPA pencemaran air
Piyungan Bantul) tanah, dan
berkurangnya
estetika
lingkungan
pencemaran air
permukaan.
3 Evelin J. R. Tingkat Kelayakan TPA
Kawung & Zetly E. Kelayakan Kota Manado
Tamod. (2009). Lahan TPA dalam tindakan
Sampah Kota mitigasi cukup
Manado Dalam sesuai.
Ukuran Mitigasi Tanggapan dari
Perencanaan masyarakatpun
Lokasi Tpa netral ke positif
Solusi Permasalahan Dampak Lingkungan
4 Nurdey Wisyanto 1. Metode Menunjukkan Menjadi Referensi
Ruslang. (2019). Survei indeks Dampak dalam
Penilaian 2. Metode lingkungan yang merencanakan
Kelayakan Pemetaan sedang yang arahan penataan
Operasional 3. Metode mana TPA tetap dan pengolahan
Tempat Kuantitatif diteruskan dan kawasan TPA
Pemrosesan Akhir Empiris direhabilitasi Penambahan
(Tpa) Sampah 4. Metode menjadi lahan peran dinas
Kawatuna Di Sampling urug. lingkungan hidup
Kelurahan
29
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
Kawatuna, 5. Metode Dalam dalam mengelola
Kecamatan Wawancar pengelolaannya TPA
Mantikulore, Kota a dalam
Palu, Provinsi meminimalisisr
Sulawesi Tengah dampak buruk
dilakuakn
pendekatan
teknologi, sosial
ekonomi, dan
pendekatan
institusi. Untu
TPA Kawatuna
pendekatan
teknologi yang
digunakan
adalah controlled
landfill.
5 Syahrul Al – Studi literatur Berdasarkan Digunakan sebagai
Qadar Haumahu. Peraturan solusi dalam
Dkk. (2021). Menteri permasalahan
Perancangan Lingkungan rembesan air lindi
Instalasi Hidup dan TPA Pecuk ke
Pengolahan Lindi Kehutanan No. sawah sekitar.
Dengan Proses 59 Tahun 2016
Kombinasi Kolam tentang Baku
Anaerobik, Mutu Lindi Bagi
Fakultatif, dan Usaha dan atau
Maturasi di TPA Kegiatan TPA
Sumompo Sampah, dengan
hasil pengolahan
lindi dari instalasi
yang dipilih
adalah BOD =
65 mg/L dan
COD = 143,5
mg/L berada
dibawah standar
baku muku untuk
dilepas ke badan
air. Hasil
perhitungan
dimensi yang
dapat mengolah
dan menampung
lindi TPA
Sumompo, dari
kolam anaerobik,
fakultatif dan
maturasi
didapatkan 4
(empat) kolam
anaerobik
dengan dimensi
5 m × 4 m × 2 m,
2 (dua) kolam
30
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
fakultatif dengan
dimensi 8 m × 8
m × 2 m dan 2
(dua) kolam
maturasi dengan
dimensi 9 m × 9
m × 2 m.
6 Winahyu, D., 1. Analisis Optimalisasi Menjadi referensi
Hartoyo, S., & Tabulasi pengelolaan metode analisis
Syaukat, Y. 2. Analisis TPA SWOT untuk
(2013). Strategi SWOT Bantargebang merumuskan
pengelolaan 3. Analisis dapat dicapai rencana strategi
sampah pada QSPM melalui empat dalam
tempat alternatif pengurangan
pembuangan akhir strategi, yaitu: Dampak
Bantargebang, peningkatan lingkungan yang
Bekasi. Jurnal infrastruktur, ditimbulkan akibat
Manajemen yang melibatkan adanya TPA
Pembangunan investor dalam Fokus
Daerah, 5(2). pembangunan pengelolaan
dan sampah tidak
pengoperasian berbasis
TPA, ekologi/lingkunga
mempromosikan n, melainkan
partisipasi sosial, berbasis kepada
dan stakeholder
meningkatkan terkait
kualitas
sumberdaya
manusia.
Dengan prioritas
pilihan adalah
mengembangka
n dari investor
dalam
pembangunan
dan
pengoperasian
TPA dengan
peran
pemerintah yang
besar dalam
pengelolaannya.
7 Wassermann, G., Pendekatan Pengelolaan Menjadi referensi
Binner, E., LCA (Life Cycle sampah di masa dalam pengelolaan
Mostbauer, P., & Assesment) depan harus sampah di TPA
Salhofer, S. (2005, fokus terutama Fokus pengelolaan
October). pada tahap awal sampah menganut
Environmental pembuangan. sistem
relevance of Hal ini berkelanjutan
landfills depending dikarenakan
on different waste melalui langkah
management tersebut, maka
strategies. dampak
lingkungan yang
31
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
In Proceedings of dihasilkan oleh
Sardinia. bekas tempat
pembuangan
akhir akan
berkurang.
8 Rizqy Puteri Analisis yang Dari hasil kajian Penanganan
Mahyudin, 2017, dilakukan pustaka dapat untuk mengurangi
Kajian menggunakan disimpulkan efek cemaran lindi
Permasalahan aspek sosial, bahwa terhadap
Pengelolaan ekonomi, permasalahan lingkungan.
Sampah dan lingkungan, dan pengelolaan Vegetasi yang
Dampak teknis. sampah yang berada di sekitar
Lingkungan di utama adalah plot irigasi lindi
TPAS (Tempat sampah yang dapat mengurangi
Pemrosesan tidak mengalami emisi metana
Akhir), Jurnal proses yang dihasilkan
Teknik Lingkungan pengolahan dan TPA dan
Vol.3 No.1, pengelolaan menghasilkan
Universitas TPA dengan pohon dengan
Lambung sistem yang ukuran yang lebih
Mangkurat. tidak tepat besar disebabkan
(masih berfokus karena lindi yang
pada lahan mengandung
urug). nutrisi dan bahan
Pengelolaan organik yang
TPA terpadu tinggi
merupakan
suatu kebutuhan
penting manusia.
Keberadaan
TPA sebagai
tempat
pembuangan
akhir sampah
sepatutnya
diadakan
dengan
pertimbangan
keamanan ketat
terhadap
pencemaran
untuk masa
sekarang dan
mendatang.
9 Tsanis, 2006. Pemodelan Berdasarkan Kontaminasi lindi
"Modeling kontaminasi hasil simulasi dari akuifer dari
Leachate lindi dan menunjukan lokasi TPA
Contamination remediasi air di bahwa system disimulasikan
and Remediation TPA pompa dan menggunakan aliran
of Groundwater pengelolaan air tanah dan model
at a Landfill yang transpotasi SUTRA
Site," Water menggunakan yang dikembangkan
Resources dua sumur oleh US Geological
Management: An pembersih Survey.
International tambahan dapat
32
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
Journal, memulihkan
Published for the kontaminasi lindi
European Water dalam waktu
Resources sekitar 10 tahun
Association dari sekarang.
(EWRA),
Springer;Europea
n Water
Resources
Association
(EWRA), vol.
20(1), pages
109-132,
February.
33
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
adanya
ecotoxicity.
34
Perbedaan
No Referensi Metode Hasil Penelitian Komparatif dan
Kompetitif
TPA. penilai
risiko.
Pendekatan
analisis risiko
saat ini cukup
untuk memenuhi
kriteria dan
standar undang-
undang
lingkungan saat
ini, khususnya di
Inggris.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 8, 2022
35
BAB III
METODE PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
36
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Hasil Diskusi Kelompok 8, 2022
37
3.2 Data yang Dibutuhkan
Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data rona lingkungan
wilayah studi, yaitu TPA Pecuk. Adapun data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
38
mengidentifikasi keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk serta untuk
menyusun lembar wawancara maka dalam penelitian ini digunakan beberapa
variabel, kriteria, dan indikator yang mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten
Indramayu No. 12 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga serta Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga. Adapun variabel, kriteria, dan indikator tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut.
39
No Variabel Kriteria Indikator
Peningkatan Terjadi peningkatan pendapatan setelah
Pendapatan TPA Pecuk berdiri
Adanya sikap sukarela masyarakat (secara
Partisipasi
spontan) untuk turut menjaga kebersihan di
Masyarakat
sekitar wilayah TPA
Meningkatnya rasa kepedulian masyarakat
Nilai-nilai sosial
5 Sosial terhadap lingkungan dalam hal kebersihan
masyarakat
lingkungan
Tingkat
Tidak terjadi penurunan tingkat kesehatan
Kesehatan
masyarakat setelah TPA Pecuk beroperasi
Masyarakat
Sumber: Hasil Diskusi Kelompok 8, 2022
Berikut adalah metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian
kali ini.
A. Observasi
Observasi lapangan adalah metode pengumpulan data yang diterapkan untuk
mengamati tingkah laku, kejadian-kejadian dalam lingkungan aatau ruang waktu
tertentu untuk mendapatkan data atau informasi secara langsung tanpa media
penghubung. Instrumen yang digunakan dalam observasi ini adalah kamera,
lembar observasi dan peta kerja. Observasi dilakukan dengan mengamati wilayah
sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk. Pelaksanaan observasi akan
membantu mendapatkan data berupa data estetika lingkungan sekitar wilayah
TPA Pecuk.
B. Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab antara narasumber dengan peneliti
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan. Dalam metode
wawancara pihak peneliti akan berhadapan langsung dengan responden untuk
mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat
menjelaskan permasalahan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam
wawancara adalah recorder handphone, kamera dan lembar wawancara.
Wawancara akan dilakukan dengan beberapa pihak seperti masyarakat yang
berada di sekitar wilayah TPA Pecuk, pihak pengelola TPA Pecuk dan pihak DLH
Kabupaten Indramayu. Adapun data yang akan dikumpulkan melalui metode
wawancara yaitu data penggunaan lahan, data kualitas air dan udara, data jenis
dan jumlah flora dan fauna yang berada di sekitar wilayah TPA Pecuk, data sosial
ekonomi masyarakat, dan data sosial budaya masyarakat.
C. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan data visual pendukung yang akan menampilkan objek-
40
objek yang sedang diteliti. Dokumentasi dilakukan untuk menjelaskan keadaan
yang sebenarnya pada wilayah studi atau dapat dikatakan bahwa dokumentasi
membantu memberikan gambaran faktual kondisi objek penelitian di lapangan.
Instrumen yang digunakan dalam dokumentasi adalah kamera dan handphone.
Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini akan mengambil beberapa
gambar objek yang terdapat di lokasi TPA Pecuk. Dimana pengumpulan data
melalui dokumentasi ini akan mendukung data estetika lingkungan yang juga
dihasilkan dari pengumpulan data melalui observasi.
41
3.4.1 Alat Pengolahan Data
Berikut adalah software yang digunakan dalam mengolah data yang telah
didapatkan dari hasil survey primer dan survey sekunder.
A. ArcGIS
ArcGIS adalah software yang terdiri dari produk perangkat lunak sistem informasi
geografis (SIG) yang merupakan teknik pengolahan data yang dapat menampilkan
peta, menampilkan data spasial, membuat peta berlapis, serta melakukan analisis
spasial dasar. Dalam penelitian ini ArcGIS digunakan untuk membuat peta
administrasi wilayah studi dan peta kerja untuk melakukan survey.
B. Microsoft Word
Microsoft Word merupakan aplikasi utama dan yang paling banyak digunakan
dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini Microsoft Word digunakan untuk
membuat proposal, alat survey, dokumen laporan, dan lain sebagainya.
C. Microsoft Excel
Microsoft Excel dalam penelitian ini digunakan untuk membantu/memudahkan
analisis yang membutuhkan perhitungan dan membantu dalam menyajikan tabel
maupun chart dengan lebih efektif dan efisien.
D. Microsoft Power Point
Microsoft Power Point adalah software yang digunakan untuk membantu
penyusunan sebuah presentasi yang efektif dan profesional. Microsoft Power Point
membantu untuk membuat sebuah gagasan menjadi lebih menarik dan jelas
tujuannya. Dalam penelitian ini Microsoft Power Point digunakan sebagai alat
untuk mempresentasikan hasil penelitian sehingga lebih mudah dipahami oleh
pembaca.
B. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah instrument perencanaan strategis yang klasik. Dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan
42
eksternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk
memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi (Damayanti,
2021). Analisis SWOT dilakukan dengan dua langkah yaitu menganalisis faktor
strategis internal dan eksternal, kemudian membuat matriks faktor strategi internal
(IFAS = Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan matriks faktor strategis
eksternal (EFAS = External Strategic Factors Analysis Summary). Penjelasan
lebih lanjut mengenai kedua langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a. IFAS (Internal Factor Analysis Summary)
Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) adalah suatu matriks yang
menggambarkan susunan daftar faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja
suatu perencanaan. Analisis internal meliputi peniaian terhadap faktor kekuatan
(strength) dan kelemahan (weakness).
b. EFAS (External Factor Analysis Summary)
Matriks EFAS (External Factor Analysis Summary) adalah suatu matriks yang
menggambarkan susunan daftar faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
perencanaan. Analisis eksternal mencakup faktor peluang (opportunity) dan
ancaman (threaths).
1.) Pendekatan Kualitatif
Matriks SWOT pendekatan kualitatif dikembangkan oleh Kearns, dimana matriks
ini menampilkan 8 (delapan) kotak. Dua kotak paling atas merupakan kotak faktor
eksternal (peluang dan tantangan), sedangkan dua kotak sebelah kiri merupakan
kotak faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Adapun empat kotak lainnya
merupakan kotak yang berisi isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik
pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal.
OPPORTUNITY TREATHS
SEL A SEL B
STRENGTH Comparative Advantage Mobilization
SEL C SEL D
WEAKNESS
Divestment/Investment Damage Control
Sumber: Hisyam (1998 dalam Damayanti, 2021)
Berikut adalah penjelasan secara lengkap untuk setiap sel dalam Matriks SWOT
Kearns:
a. Sel A (Comparative Advantage)
43
Sel ini merupakan pertemuan antara 2 (dua) elemen kekuatan dan peluang,
sehingga memberikan kemungkinan suatu hal untuk dapat berkembang lebih
cepat. Dimana arahan strategi untuk sel ini adalah ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia.
b. Sel B (Mobilization)
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Dimana pada titik ini
harus dilakukan upaya mobilisasi kekuatan untuk memperlunak ancaman yang
berasal dari luar, hal ini diupayakan agar ancaman yang ada dapat berubah
menjadi sebuah peluang. Dimana arahan strategi untuk sel ini adalah ciptakan
strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada.
c. Sel C (Divestment/Investment)
Sel inni merupakan interaksi antara kelemahan dan peluang. Pada titik ini peluang
yang tersedia sangat meyakinkan, namun tidak dapat dimanfaatkan karena
adanya kelemahan (kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarap peluang
tersebut). Oleh karena itu, arahan strategi untuk sel ini adalah ciptakan strategi
yang meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia.
d. Sel D (Damage Control)
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah diantara semua sel, hal ini
dikarenakan terjadi pertemuan antara kelemahan dan ancaman. Dimana dengan
kondisi tersebut, keputusan yang salah akan membawa bencana yang sangat
besar. Oleh karena itu, strategi yang harus dilakukan adalah damage control
(mengendalikan kerugian) sehingga nantinya kondisi yang terjadi tidak akan lebih
parah dari yang telah diperkirakan. Arahan strategi untuk sel ini adalah dengan
menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
44
c. Menentukan skor dari masing-masing faktor dengan cara melakukan penilaian
pada rentang angka tertentu misalnya, 1-5 sesuai dengan nilai kepentingan
dari masing-masing faktor. Faktor yang lebih menentukan diberikan skor lebih
besar. Standar penilaian dibuat berdasarkan kesepakatan bersama untuk
mengurangi kadar subjektivitas penilaian;
d. Menghitung bobot (b) dari masing-masing poin faktor berdasarkan tingkat
urgensinya. Bobot total Kekuatan-Kelemahan adalah 1 (satu), bobot total
Peluang-Ancaman juga 1 (satu);
e. Mengalikan skor dan bobot untuk memperoleh skor total untuk masing-masing
komponen SWOT;
f. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (S-W) dan
faktor O dengan T (O-T);
g. Melakukan interpretasi secara diagramatis, dimana nilai (S-W) menjadi nilai
atau titik pada sumbu x dan hasil nilai (O-T) menjadi nilai atau titik pada
sumbu;
h. Selanjutnya mencari posisi objek kajian yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada
kuadran SWOT.
Berikut adalah bentuk matriks SWOT Kuantitatif beserta dengan kuadran SWOT
sebagai strategi pengembangan.
Tabel 3.4 Bentuk Matriks SWOT Kuantitatif IFAS
45
Faktor Eksternal Total
Skor/Rating Bobot
No. Kunci (Critical Bobot
(Si) (Bi)
Succes Factor) (Si x Bi)
2.
Total Peluang 0,5
D. Ancaman-Threats (T)
1.
2.
Total Ancaman 0,5
Total (sumbu x) 1,0
Sumber: Damayanti, 2021
46
2.) Memberikan bobot untuk kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Bobot
ini sama dengan bobot yang diberikan pada matriks IFE dan EFE.
3.) Menyusun alternatif strategi yang akan di evaluasi.
4.) Menetapkan nilai daya tarik (Attractive Score - AS) yang berkisar antara 1
sampai 4. Dimana untuk nilai 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup
menarik, dan 4 = sangat menarik. Jika memiliki pengaruh terhadap alternatif
strategi yang sedang dipertimbangkan, maka tidak diberi nilai daya tarik (AS).
5.) Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractive Score - TAS), kemudian
kalikan bobot dengan nilai daya tarik (AS).
6.) Menghitung jumlah total nilai daya tarik (STAS). Alternatif strategi yang
memiliki nilai total terbesar merupakan strategi yang paling baik.
47
BAB IV
GAMBARAN AWAL LOKASI PENELITIAN
A. Geologi
48
No Geologi Luas %
Lempung pasir - humusan-
2 218,2696 92,51
tufan
Total 235,9 100
Sumber: Bappeda Kab. Indramayu, 2022
Kondisi geologi pada Desa Dermayu terdiri dari 2 jenis yaitu lempung dan juga
campuran lempung pasir-humusan-tufan. Berdasarkan hasil analisis, jenis geologi
yang mendominasi pada Desa Dermayu yaitu Lempung pasir-humusan-tufan yang
mencapai angka 92,51% dari total luasan Desa Dermayu. Kondisi geologi dengan
lempung pasir yang mendominasi maka dapat menandakan bahwa penggunaan
lahan untuk pertanian menjadi salah satu pilihan yang baik karena tanah terbaik
untuk sebagian besar tanaman adalah tanah lempung berpasir akrena struktur
tanah yang subur dan dapat mengikat berbagai mineral dengan baik sehingga
tidak mudah terbawa air hujan.
B. Ketinggian
Kondisi ketinggian pada Desa Dermayu berada pada ketinggian <200 mdpl yang
mana hal ini dapat diartikan bahwa Desa Dermayu termasuk kedalam daerah
dengan dataran rendah. Dengan ketinggian yang masuk kedalam kategori dataran
rendah maka penggunaan lahan di Desa Dermayu dapat digunakan sebagai
aktivitas masyarakat seperti permukiman, industri, sekolah, Pertanian dan
kegiatan lainnya. Pada eksistingnya kegiatan yang ada pada Desa Dermayu ini
berupa Pertanian dan permukiman, hal ini sudah sesuai dengan kondisi ketinggian
yang ada. Dengan ketinggian <200m pada Desa Dermayu maka hal ini menjadi
salah satu faktor untuk layaknya pembangunan suatu TPA karena dataran yang
rendah dan mudah dijangkau.
C. Kemiringan Lereng
49
No Kemiringan Luas %
1 0 - 2% 235,9 100
Sumber: Bappeda Kab. Indramayu, 2022
Kondisi kemiringan lereng pada Desa Dermayu berada pada kemiringan 0 – 2%.
Dengan kondisi kemiringan tersebut dapat dikatakan bahwa Desa Dermayu masuk
kedalam permukaan datar yang mana hal ini sesuai dengan kondisi eksistingnya.
Permukaan datar pada Desa Dermayu ini didominasi dengan penggunaan lahan
berupa Pertanian dan Permukiman. Dengan kemiringan lereng yang rendah pada
Desa Dermayu ini maka dapat digunakan sebagai salah satu faktor penentu untuk
membangun suatu Tempat Pembuangan Akhir karena sampah yang ada pada
TPA harus berada pada kemiringan yang rendah atau dapat dikatakan permukaan
datar.
D. Jenis Tanah
Kondisi jenis tanah pada Desa Dermayu memiliki 1 jenis tanah yaitu Asosiasi
alluvial kelabu dan coklat. Jenis tanah alluvial kelabu dan soklat ini merupakan
jenis tanah yang terjadi karena endapan lumpur dan pasir halus yang terbawa
karena aliran air sungai. Tanah dengan jenis alluvial kelabu dan coklat ini memiliki
kandungan mineral yang tinggi, hal ini menandakan bahwa penggunaan untuk
pertanian merupakan pilihan yang baik karena tanahnya yang subur.
E. Hidrologi
50
Kondisi Hidrologi pada Desa Dermayu yaitu adanya aliran oleh 2 DAS yaitu DAS
Cimanuk dan DAS Pantura Ciayu. Luasan wilayah yang dialiri oleh DAS Cimanuk
lebih banyak dibandingkan dengan DAS Pantura Ciayu, yaitu sebesar 82% dari
total luasan wilayah Desa Dermayu. Dengan adanya 2 DAS yang mengaliri
wilayah Desa Dermayu maka dapat membantu pengairan untuk sumberdaya
pertanian atau untuk irigasi persawahan. Hal ini sesuai dengan kondisi eksisting
pada Desa Dermayu yang hampir di dominasi oleh pertanian. Namun dengan
adanya TPA pada Desa Dermayu maka dapat memungkinakn tercemarnya air
yang berada pada DAS yang mengalir di sepanjang Desa Dermayu.
51
Gambar 4.1
52
Gambar 4.2
53
Gambar 4.3
54
Gambar 4.4
55
Gambar 4.5
56
Gambar 4.6
57
4.2 Gambaran Umum Kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk
Berikut akan dijelaskan mengenai profil dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Pecuk beserta dengan gambaran kondisi atau keadaan di Tempat Pembuangan
Akhiir (TPA) Pecuk dan wilayah sekitarnya.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk didirikan pada tahun 1996 di Desa
Dermayu yang pada awalnya merupakan lahan peruntukan sawah masyarakat
setempat, lalu kemudian dibeli oleh pihak DLH (Dinas Lingkungan Hidup)
Kabupaten Indramayu. Untuk lebih jelasnya letak TPA Pecuk di Desa Dermayu
dapat dilihat pada Gambar 4. Pembangunan Kawasan TPA Pecuk diawali dengan
adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitar mengenai pembangunan Kawasan
TPA di sekitar wilayah tempat tinggal mereka, dan saat itu respon masyarakat
amat positif dalam menanggapi rencana pembangunan TPA Pecuk. Di tahun 1996
TPA Pecuk mulai beroperasi dengan sistem open dumping dan pada tahun ini alat
berat yang digunakan di dalam TPA Pecuk belum banyak. Pada tahun 2010,
tepatnya saat pembukaan zona landfill ke 2 sistem pengelolaan sampah di TPA
Pecuk yang pada awalnya adalah open dumping diubah menjadi sistem sanitary
landfill.
58
Gambar 4.8 Alat Biodigester
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2022
Adapun luas lahan Kawasan TPA Pecuk adalah 18 Ha, dimana luas lahan ini
belum memenuhi amanat RTRW Kabupaten Indramayu yang memuat bahwa luas
lahan rencana Kawasan TPA Pecuk adalah 30 Ha. Alasan didirikannya TPA Pecuk
di kawasan ini adalah sebagai berikut:
1. Jauh dari permukiman (jarak dari tiap permukiman desa sekitar ke TPA Pecuk
yaitu ≤ 1 km, sehingga dapat dikatakan layak untuk dibangunnya sebuah TPA
di kawasan ini);
2. Letaknya strategis dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi untuk mobil-mobil
besar, serta tidak berfungsi sebagai jalan umum; dan
3. Mempunyai kemiringan lereng sebesar 150.
59
Gambar 4.10 Zona II TPA Pecuk yang Sudah Tidak Aktif
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2022
Sampai saat ini, TPA Pecuk memiliki 4 zona landfill yang termasuk kedalam
wilayah Desa Panyindangan Kulon, Desa Dermayu, Desa Kenangan, dan Desa
Sindang. Dari keempat zona landfill yang ada, yang masih berfungsi hingga saat
ini adalah zona 4. Zona 1, Zona 2, dan Zona 3 sudah tidak aktif dikarenakan
dianggap sudah tidak layak (kapasitas overload dan sampah tumpah/melebar ke
area persawahan). TPA Pecuk dapat menampung sampah sebanyak 200 ton/hari.
Adapun wilayah di Kabupaten Indramayu yang dilayani oleh TPA Pecuk terdiri dari
18 kecamatan dan 3 pasar besar (Jatibarang, Karangampel, dan Indramayu).
60
Selain dari pasar, sampah yang berada di TPA Pecuk berasal pula dari sampah
rumah tangga. Sistem pengangkutan sampah dari TPS ke TPA Pecuk dilakukan
setiap hari. Hal ini didukung oleh adanya armada pengangkut sampah sebanyak
34 truk, dengan jenis truk yang terdiri atas arm-roll, drumtruck, roda 3, dan mobil
kecil. Dalam setiap pengangkutan, untuk truk besar mempunyai volume dalam
menampung sampah sebesar 6 m3 dengan minimal ritasi sebanyak 3 x ritasi/hari,
dimana jam operasional pengangkutan sampah dimulai pada pukul tujuh pagi
hingga pukul lima sore hari. Adapun rute perjalanan dalam pengangkutan sampah,
truk melewati jalur TPS di setiap Kecamatan dan Pasar, Desa Sindang, serta Desa
Panyindangan Kulon. Untuk lebih jelasnya mengenai sistem pengangkutan
sampah di TPA Pecuk dapat dilihat pada Gambar 4.
Sampah yang telah masuk ke dalam TPA Pecuk kemudian akan ditindaklanjuti
dengan beberapa proses. Diantaranya adalah sampah akan dipilah terlebih
dahulu, pemilahan sampah dilakukan berdasarkan pengelompokkan atas sampah
organik dan sampah anorganik. Untuk sampah organik selanjutnya akan diolah
menjadi pupuk kompos yang dapat bernilai ekonomis. Sedangkan, untuk sampah
anorganik belum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Adapun selain pemilahan
sampah organik dan anorganik, tindak lanjut yang dilakukan pengelola TPA Pecuk
adalah dengan mengolah air lindi yang dihasilkan oleh sampah. Pengolahan air
lindi dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kadar BOD dan COD, namun
pengolahan air lindi ini belum maksimal dikarenakan air lindi masih memiliki warna
hitam pekat yang membuat masyarakat enggan untuk memanfaatkannya. Hal ini
membuktikan bahwa efektivitas IPAL pada TPA Pecuk belum maksimal.
61
Air lindi yang telah diolah kemudian akan ditampung di kolam-kolam yang telah
disediakan untuk kemudian dikeluarkan di zona-zona sampah yang sudah tidak
aktif. Hal ini dilakukan karena belum tersedianya saluran IPAL untuk mengalirkan
air olahan lindi keluar dari TPA. Adapun untuk uji laboratorium air lindi di TPA
Pecuk dilakukan setiap 6 bulan hingga 1 tahun sekali. Dimana dari hasil uji
laboratorium tersebut didapatkan informasi bahwa kadar pH air lindi masih dalam
angka standar (normal).
62
Gambar 4.13
63
4.2.2 Kondisi Lingkungan TPA Pecuk dan Sekitarnya
Berikut adalah gambaran mengenai kondisi lingkungan yang terdapat di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk dan wilayah sekitarnya.
Penggunaan lahan di Desa Dermayu terdiri dari beberapa jenis, untuk lahan
terbangun yang ada di Desa Dermayu terdiri dari Permukiman dan TPA, lalu untuk
kawasan yang tidak terbangun di Desa Dermayu didominasi oleh Kawasan
Persawahan. Penggunaan lahan yang terbesar pada Desa Dermayu yaitu
penggunaan lahan persawahan yang memiliki luasan lebih dari 50% dari total luas
Desa Dermayu. Penggunaan lahan di Desa Dermayu mengalami perubahan
setiap tahunnya terutama pada penggunaan lahan Sawah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perubahan luas sawah di Desa Dermayu yaitu karena adanya
pembangunan TPA yang tiap tahunnya mengalami penambahan luas, sehingga
sawah yang berada di sekitar TPA Pecuk diambil alih oleh pemerintah untuk
dijadikan penambahan lahan TPA.
64
Berdasarkan kondisi penggunaan lahan pada citra, dapat dilihat bahwa
penggunaan lahan pada tahun 2001, 2009, dan 2022 memiliki perbedaan luasan
lahan pada tiap jenisnya. Untuk penggunaan lahan Permukiman dan TPA Pecuk
dari tahun ke tahun mengalami penambahan luas. Untuk penggunaan lahan
sawah dari tahun ke tahun mengalami penurunan luas. Perubahan luasan sawah
pada Desa Dermayu ini memiliki kaitan yang tinggi dengan keberadaan TPA
Pecuk di Desa Dermayu. Beberapa alasan sawah yang berada di sekitar TPA
Pecuk berubah fungsi yaitu karena sawah menjadi tercemar akibat limbah cair
yang berasal dari TPA sehingga sawah menjadi tercemar, lalu alasan kedua yaitu
karena adanya kebutuhan lahan yang lebih untuk menampung sampah di TPA
Pecuk sehingga pemerintah membeli sawah yang berada di sekitar TPA Pecuk
sebagai penambahan luasan TPA Pecuk. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan
Desa Dermayu dapat dilihat pada Gambar.
65
Gambar 4.14
66
B. Estetika Lingkungan
Jika dilihat dalam SNI-03-3241-1994 Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah
diakakatan jika semakin tidak terlihat dari luar maka akan semakin baik. Di TPA
Pecuk sendiri keadaan estetika lingkungan yang dilihat yaitu limbah padat yang
menumpuk serta limbah cair pada kolam pengelolaan yang berwarna hitam.
Dalam observasi yang dilakukan didapatkan beberapa poin di area TPA Pecuk
yang dapat memberikan gambaran kualitas estetika lingkungan yang dimiliki TPA
Pecuk.
a. Limbah Padat
Seperti yang telah disebutkan pada paragraf diatas bahwa TPA Pecuk sendiri saat
ini memiliki 4 zona pembuangan sampah yang mana berguna sebagai
penampungan sampah padat. Untuk saat ini hanya zona 4 yang masih aktif dalam
menampung limbah padat di TPA Pecuk. Zona 1, 2, dan 3 saat ini menjadi zona
pasif dikarenakan sudah penuhnya tampungan disana. Penuhnya beberapa zona
ini berdampak kepada estetika lingkungan disekitar TPA ini. Dimana gundukan
sampah yang ada sudah mencapai tinggi 6 meter dan dapat dilihat sejauh 2 km
dari jalan raya. Berikut gambaran kondisi tumpukan sampah di TPA Pecuk.
b. Limbah Cair
Pada limbah cair (Air Lindi) sendiri sudah ada tempat penampungannya di dalam
TPA Pecuk. Namun, permasalahan yang terjadi disini yaitu merembesnya air lindi
ini keluar daerah TPA dan masuk kesaluran irigasi disekitar TPA Pecuk.
Pemandangan ini dapat dilihat oleh pengendara yang melewati Jalan Pecuk.
Selain dari warnanya yang hitam pekat, limbah yang dihasilkan ini juga berbau
67
sehinggga dapat tercium oleh pengendara atau warga yang melaluinya. Berikut
gambaran kondisi limbah cair di TPA Pecuk.
Gambar 4.16 Kondisi Limbah Cair di TPA Pecuk dan Drainase Sekitarnya
Sumber: Hasil Observasi, 2022
68
Gambar 4.17 Panel Kondisi Air Permukaan TPA Pecuk dan Sekitarnya
Sumber: Hasil Analisis, 2022
69
Tabel 4.7 Data Kualitas Air Sungai Sekitar TPA Pecuk
Hasil Analisa Indeks Status
No. Titik Pantau E- Pencemaran Mutu
Suhu TSS DO BOD COD PO4 Coliform Air Air
Coli
S. Cimanuk –
Krupuk Cemar
1. 29.3 33 7.57 5.62 17.742 0.5255 43 84 2.29859
Kenanga (Up Ringan
Stream)
S.Cimanuk –
Krupuk Cemar
2. 30.4 28 7.08 4.17 13.3218 0.3865 49 70 1.80121
Kenanga (Up Ringan
Stream)
S.Cimanuk –
Batik Cemar
3. 30.8 47 6.07 4.71 13.4934 0.2367 33 94 1.48723
Paoman (Up Ringan
Stream)
S.Cimanuk –
Batik
Cemar
4. Paoman 31.7 13 7.14 9.07 22.9551 0.4404 33 110 2.51819
Ringan
(Down
Stream)
Waduk
Bojongsari Cemar
5. 30.4 10 7.07 3.86 12.1762 0.1367 21 63 1.13494
(intake Ringan
PDAM)
Setelah
Waduk
Cemar
6. Bojongsari 30.7 11 6.7 6.29 17.5828 0.3401 22 79 1.93396
Ringan
(Kandang
sapi)
S.Cimanuk
Lama –
Cemar
7. Pencucian 30.9 15 7.4 4.29 13.2483 0.1621 23 70 1.30391
Ringan
motor (Up
Stream)
S.Cimanuk
Lama –
Pencucian Cemar
8. 30.6 26 7.21 9.45 28.8096 0.2906 94 150 2.57583
29motor Ringan
(Down
stream)
Saluran
Penduduk
Kenanga/
Cemar
9. Dukuh 30.6 63 2.8 35.74 90.9323 0.4 540 1600 4.77176
Ringan
(Krupuk) –
anak
S.Cimanuk
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup
D. Kualitas Udara
Sampah yang berasal dari aktivitas masyarakat memiliki beberapa kandungan gas
yaitu karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), dinitrogen oksida (N2O) dan
70
metana (CH4). Kadar Karbon monoksida (CO) di Kabupaten Indramayu sebesar
298 µg/m³ dimana Karbon Monoksida adalah gas tak berwarna dan tak berbau,
serta saat terhirup dalam jumlah besar dapat menyebabkan sakit kepala, mual,
pusing, dan muntah. Keterpaparan jangka panjang yang berulang dapat
menimbulkan penyakit jantung. Kualitas udara di Desa Dermayu termasuk kondisi
lumayan dimana kualitas udara dapat diterima bagi sebagian orang. Namun, untuk
kelompok yang sensitif mungkin bisa mengalami gejala ringan hingga sedang dari
keterpaparan jangka panjang, data tersebut berdasarkan indeks kualitas udara
indramayu yang diakses dari AccuWeater yang menyebutkan bahwa skala kualitas
udara di Desa Dermayu sering berada di range 20-49 yang artinya kualitas udara
lumayan. Berikut informasi yang didapatkan dari AccuWeather Kabupaten
Indramayu.
Data kualitas udara juga didapatkan dari hasil observasi lapangan dan wawancara,
dimana kualitas udara di Desa Dermayu terutama sekitar TPA Pecuk ada
penurunan kualitas udara seperti udara menjadi berbau tidak enak yang berasal
dari tumpukan sampah dari TPA Pecuk yang dapat mempengaruhi lingkungan
sekitar, karena adanya angin maka bau tidak enak akibat tumpukan sampah ini
berpengaruh pada desa sekitar TPA (Desa Panyindangan Kulon, Desa Dermayu
dan Desa Sindang) terlebih pada waktu tertentu seperti pada pagi hari arah angin
lebih ke arah kota (Desa Dermayu dan Desa Sindang) dan sore hari arah angin ke
arah barat (Desa Panyindangan Kulon). Berdasarkan observasi lapangan dan
71
wawancara masyarakat lingkungan sekitar TPA yang terdampak kualitas udaranya
paling jauh berjarak 2 km. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.
72
B T
Gambar 4.19
73
E. Kualitas Tanah
F. Kondisi Jalan
74
Berdasarkan hasil observasi lapangan, kondisi jalan di sepanjang area jalur masuk
truk sampah di Desa Dermayu mengalami kerusakan yang cukup parah. Dimana
kondisi jalan tersebut memiliki lubang yang cukup dalam, sehingga dapat
membahayakan keselamatan pengguna jalan. Rusaknya jalan yang berada di
Desa Dermayu khususnya di sepanjang area jalur masuk truk sampah, diakibatkan
oleh seringnya truk sampah TPA Pecuk yang memiliki muatan berat melintas di
sepanjang Jalan Pecuk tersebut.
0%
0%
Buruh Tani
75
Pada data perubahan mata pencaharian masyarakat dapat di liat melalui data
perubahan mata pencaharian setiap tahunya, apakah menurun ataupun
meningkat, dan di perkuat dengan hasil kuisioner dan wawancara masyarakat.
Menurut data mata pencaharian pada profil Desa Dermayu, pada data time series
5 tahun kebelakang terus terjadi penurunan pada mata pencaharian petani setiap
tahunnya, dimana mata pencaharian petani pada tahun 2021 hanya 0% dari
keseluruhan jumlah mata pencaharian masyarakat desa dermayu tahun 2021,
yang dimana di sebutkan bahwa hanya ada 3 masyarakat yang masih bermata
pencaharian petani.
76
kondisi yang kurang sehat saat berada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Pecuk.
77
BAB V
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam mencapai output mata kuliah Studio 5 KK Lingkungan ini, yaitu Analisis
Dampak Lingkungan Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk Desa
Dermayu Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu beserta dengan strategi
pengelolaannya, diperlukan beberapa analisis untuk mendukung dihasilkannya
output tersebut. Analisis yang diperlukan diantaranya adalah (1) Analisis Dampak
lingkungan, (2) Analisis SWOT untuk menentukan rencana strategi pengelolaan
sampah di TPA Pecuk, dan (3) Analisis QSPM untuk menentukan rencana strategi
yang diprioritaskan dalam pengelolaan TPA Pecuk.
a. Dampak Lingkungan
17%
Pencemaran Lingkungan
Berdasarkan pie chart tersebut dari 30 orang responden yang terdiri dari
masyarakat sekitar TPA Pecuk, terdapat 60% masyarakat menyatakan bahwa
adanya Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari adanya TPA Pecuk berupa
pencemaran lingkungan, sedangkan sebanyak 23% masyarakat lainnya
78
menyatakan bahwa Dampak lingkungan yang terjadi ialah pencemaran lingkungan
dan kerusakan jalan, dan sebanyak 17% masyarakat menyatakan bahwa tidak
merasakan adanya Dampak lingkungan yang timbul dari adanya TPA Pecuk.
10%
Ada
Tidak Ada
90%
Data kualitas udara didapatkan dari wawancara, pada data tersebut dijelaskan
bahwa 90% ada penurunan kualitas udara seperti udara menjadi berbau tidak
enak yang berasal dari tumpukan sampah dari TPA Pecuk yang dapat
mempengaruhi lingkungan sekitar, karena adanya angin maka bau tidak enak
akibat tumpukan sampah ini berpengaruh pada desa sekitar TPA (Desa
Panyindangan Kulon, Desa Dermayu dan Desa Sindang) terlebih pada waktu
tertentu seperti pada pagi hari arah angin lebih ke arah kota (Desa Dermayu dan
Desa Sindang) dan sore hari arah angin ke arah barat (Desa Panyindangan
Kulon).
c. Pencemaran Air
79
17%
Ada
Tidak Ada
83%
17%
33%
Terjadi Penurunan
Tidak Terjadi Penurunan
Kurang Mengetahui
50%
80
Data jumlah flora didapatkan dari wawancara, pada data tersebut dijelaskan
bahwa 50% tidak terjadi penurunan, 33% terjadi penurunan dan 17% kurang
mengetahui. 33% terjadi penurunan jumlah flora akibat adanya pencemaran air
dari limbah cair sehingga tanaman/padi sawah sekitar TPA mati, maka beberapa
petani mengalami gagal panen dan kerugian.
13% 17%
Terjadi Penurunan
Kurang Mengetahui
70%
Data penurunan fauna di atas di dapatkan dari hasil wawancara, pada data
tersebut dijelaskan bahwa 70% tidak terjadi penurunan jumlah fauna, kemudian
17% terjadi perunanan dan sisanya yaitu 13% masyarakat sekitar kurang
mengetahui adanya penurunan jumlah fauna yang terdampak dari pencemaran
TPA Pecuk.
81
13%
Ada, Menurun
50%
47% Ada
82
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 8, 2022
40%
Ada
Tidak Ada
60%
83
Ada
Tidak Ada
100%
33%
Ada
Tidak Ada
67%
84
perubahan nilai-nilai sosial budaya yang ada (terjadi) yaitu berupa berubahnya
kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah, pengelolaan sampah pada
sebelum adanya TPA Pecuk adalah dengan cara dibakar dan dibuang ke sungai
dekat permukiman penduduk, sedangkan setelah adanya TPA Pecuk pengelolaan
sampah seperti yang telah disebutkan (dibakar dan dibuang ke sungai) tidak terjadi
lagi, masyarakat mengelola sampah dengan cara mengumpulkannya untuk
kemudian di bawa ke TPA Pecuk. Adapun sebanyak 67% masyarakat menyatakan
tidak ada perubahan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang ditimbulkan dari
adanya TPA Pecuk.
A. Sumber Sampah
Sumber sampah yang ada pada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Pecuk
berasal dari kegiatan sehari hari dalam rumah tangga dan sampah sejenis runah
tangga yang berasal dari kawasan komersial, industri, usaha industri, fasilitas
sosial, fasilitas umum dan fasilitas lainya. Menurut hasil observasi dan wawancara
sumber sampah yang di dapat dari beberapa wilayah di Kabupaten Indramayu
yang dilayani oleh TPA Pecuk terdiri yaitu terdiri dari 18 kecamatan dan 3 pasar
besar (Jatibarang, Karangampel, dan Indramayu). Selain dari pasar, sampah yang
berada di TPA Pecuk berasal pula dari sampah rumah tangga. Adapun sebaran
TPS dijelaskan pada peta di bawah
85
PETA SEBARAN TPS DI 18 KECAMATAN DAN 3 PASAR TRADISIONAL YANG
DI LAYANI OLEH TPA PECUK
Sumber: Analisis kelompok,2022
B. Sistem Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
Sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari
tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola
pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola
individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
1. Pola Individual Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah
kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/TPS sebelum
dibuang ke TPA.
2. Pola Komunal Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke
tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan/ke truk
sampah yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA
tanpa proses pemindahan.
Pola pengumpulan sampah yang di lakukan di TPA pecuk menggunakan pola
individual, diamana proses pengumpulan sampah yang dilakukan yaitu setiap
sumber sampah dikumpulkan menjadi satu di setiap TPS yang telah disedikan
kemudian diangkut oleh armada ke TPA. Sistem pengumpulan sampah yang
dilakukan yauti bersal dari sampah rumah tangga di 18 kecamatan dan sampah
86
dari 3 pasar tradisional yang menjadi layanan dari TPA pecuk. Sampah tersebut
dikumpulkan menjadi 1 di setiap TPS yang tersedia di masing-masing kecamatan
dan pasar tradisoanal setelah di angkut oleh armada yang telah disiapkan oleh
TPA yaitu arm-roll, drumtruck, roda 3, dan mobil kecil. Rute yang di ambil setiap
armada untuk melakukan pengumpulan sampah adalah setiap armada melewati
jalur TPS yang berada di setiap Kecamatan dan Pasar, Desa Sindang, serta Desa
Panyindangan Kulon. Proses pengumpulan sampah yang di lakukan oleh TPA
sebanyak 3x/1 hari dimana jam operasinalnya dimulai dari pukul 07.00 – 17.00.
Pengangkutan Sampah adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah
dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber
sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah
juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan
sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat
pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan
Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Tujuan pengangkutan sampah adalah
menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya
jauh dari kawasan perkotaan dan permukiman.
Proses pengangkutan sampah dari TPS MENUJU TPA PECUK
TPA Pecuk dapat menampung sampah sebanyak 200 ton/hari. Adapun wilayah di
Kabupaten Indramayu yang dilayani oleh TPA Pecuk terdiri dari 18 kecamatan
dan 3 pasar besar (Jatibarang, Karangampel, dan Indramayu). Selain dari pasar,
sampah yang berada di TPA Pecuk berasal pula dari sampah rumah tangga.
Sistem pengangkutan sampah dari TPS ke TPA Pecuk dilakukan setiap hari. Hal ini
didukung oleh adanya armada pengangkut sampah sebanyak 34 truk, dengan
jenis truk yang terdiri atas arm-roll, drumtruck, roda 3, dan mobil kecil. Dalam
setiap pengangkutan, untuk truk besar mempunyai volume dalam menampung
sampah sebesar 6 m3 dengan minimal ritasi sebanyak 3 x ritasi/hari, dimana jam
operasional pengangkutan sampah dimulai pada pukul tujuh pagi hingga pukul
lima sore hari. Adapun rute perjalanan dalam pengangkutan sampah, truk
melewati jalur TPS di setiap Kecamatan dan Pasar, Desa Sindang, serta Desa
Panyindangan Kulon. Berikut adalah proses pengangkutan sampah dari TPS KE
TPA PECUK yang di terapkan oleh UPTD kabupaten Indramayu :
PROSES PENGANGKUTAN
SAMPAH DARI
TPS KE TPA
1.PERSYARATAN
87
SAMPAH TERKUMPUL DI TPS
1 HARI
5.PRODUK PELAYANAN
A. PENGADUAN LANGSUNG
KOTAK PENGADUAN
ALAMAT : JL.DASUKI No.1 DESA PANGANJANG KEC SINDANG - INDRAMAYU
PETUGAS : DEDI RAHMAT
B. PENGADUAN TIDAK LANGSUNG
EMAIL : -
SMS DAN WA : -
WEBSITE : -
MEDIA SOSIAL
- INSTAGRAM : -
- FACEBOOK : -
88
landfill dilengkapi dengan pipa pengumpul lindi yang mana berguna mengalirkan
air sampah (lindi) ke kolam IPAl. Berikut alur pengelolaan sampah di TPA Pecuk
sendiri dimulai dari pengangkutan sampah hingga ke pengelolaan ait lindinya.
1. Pengangkutan sampah
Pengelolaan sampah sanitary landfill sendiri diawali dengan
pengangkutan sampah dari permukiman warga dan dilanjutkan dengan
penimbangan sampah. Dalam survey yang dilakukan untuk fasilitas
pengangkutan sudah ada namun untuk alat penimbangan sudah rusak
sehingga proses penimbangan sudah tidak dilakukan yang mana sampah
langsung di bawa ke area landfill.
2. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di TPA Pecuk masih kurang, untuk
pengelolaan sampah yang berkelnjutannya hanya baru terjadi utnuk
sampah organic saja dan itu pun hanya untuk sampah pasar yang mana
akan dijadikan kompos. Untuk sampah anorganik sendiri masih dalam
bentuk pencacahan sampah botol dan selebihnya diambil oleh pemulung.
Untuk sisa sampahnya dipadatkan, ditampung, dan ditimbun dengan
tanah. Penimbunan sampah dengan tanah ini dilakukan setiap 1 meter
tinggi sampah, hal ini berguna agar tidak terjadi longsor
89
Gambar. Pengelolaan Sampah
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2022
90
Gambar. Lokasi TPA Pecuk
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2022
91
Gambar. Kondisi Kolam IPAL TPA Pecuk
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2022
92
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙/ℎ𝑎𝑟𝑖
Timbulan =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
2. Interpretasi Perhitungan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk memiliki luas 18 Ha yang sudah
berfungsi sejak tahun 1996 hingga saat ini. Volume sampah yang diangkut ke TPA
Pecuk rata-rata berjumlah 612 m3/hari atau 612.000 liter/hari. Timbulan sampah
pada cakupan pelayanan TPA Pecuk bila dinyatakan sebagai satuan skala liter
per orang per hari, maka satu orang menghasilkan sampah sebanyak 0,651
liter/orang/hari.
Maka dapat diketahui bahwa jumlah volume timbulan sampah pada tahun 2022
yaitu 223.380.000 liter/tahun atau 223.380 m3 liter/tahun. Oleh karena itu jika
sampah tidak dikelola dengan baik maka akan semakin menimbulkan dampak
yang tidak baik di sekitar lokasi TPA Pecuk apabila timbulan sampah perharinya
memiliki rata-rata volume sebesar 0,651 liter/orang/hari.
Dengan tingginya nilai timbulan sampah tiap tahunnya, luas dari TPA Pecuk
sendiri akan terus dilakukan penambahan hingga 30 Ha yang sesuai dengan
RTRW Kabupaten Indramyau yang ada. Disamping itu juga pihak Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Indramyau berencana membangun 1 TPA
lagi agar dapat mengurangi volume sampah yang masuk di TPA Pecuk.
93
sampah,terutama dalam meyiapkan standar, norma, peraturan yang
dibutuhkan. Sampai saat ini belum ada kelembagaan lain yang terkait selain
pengelola TPA Pecuk dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu,
semua kegiatan yang berkaitan dengan persampahan atau lingkungan
masih dipegang oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu..maka
dari itu, semakin bertambah jumlah sampah di TPA semakin dibutuhkan
juga kelembagaan terkait untuk ikut membantu mengelola TPA Pecuk.
94
A. Dampak Positif
Adapun dampak positif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Pecuk adalah sebagai berikut:
1. Menjadi tempat sumber mata pencaharian bagi pemulung yang merupakan
penduduk sekitar TPA Pecuk. Hal ini tentu saja dapat mengurangi jumlah
sampah di TPA Pecuk, terutama sampah anorganik.
2. Dihasilkannya pupuk kompos yang berasal dari pengolahan sampah organik,
hal ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi TPA Pecuk dan mengurangi
jumlah sampah organik di TPA Pecuk.
B. Dampak Negatif
95
tumpukan gunung sampah di TPA Pecuk memiliki tinggi mencapai 8 m, sehingga
tinggi tumpukan sampah tersebut terlihat dari luar kawasan TPA hingga dari radius
jarang pandang sejauh ± 764m dari TPA Pecuk. Untuk gangguan estetika pada
limbah cair yaitu berupa air berwarna hitam yang dapat dilihat pada drainase
sekitar TPA Pecuk. Pada limbah cair (Air Lindi) di TPA Pecuk sendiri sudah ada
tempat penampungannya di dalam TPA Pecuk. Namun, permasalahan yang
terjadi disini yaitu merembesnya air lindi keluar daerah TPA dan masuk kesaluran
irigasi dan drainase disekitar TPA Pecuk. Pemandangan ini dapat dilihat oleh
pengendara yang melewati Jalan Pecuk. Selain dari warnanya yang hitam pekat,
limbah yang dihasilkan ini juga berbau sehinggga dapat tercium oleh pengendara
atau warga yang melaluinya. Berikut gambaran kondisi limbah cair di TPA Pecuk.
Berikut gambaran kondisi tumpukan sampah di TPA Pecuk.
96
Gambar 4… Peta Radius Jaraka Pandang Sampah
Sumber: Hasil Observasi, 2022
97
3.) Dampak Terhadap Air
Timbunan sampah yang berada di TPA Pecuk menghasilkan air lindi. Akan tetapi,
tingkat efektivitas IPAL yang berada di TPA Pecuk baik dalam hal kapasitas
menampung maupun dalam hal pengelolaan air lindi tidak maksimal. Sehingga air
lindi yang ada masih mengandung zat-zat pencemar yang berbahaya bagi
lingkungan dan memiliki bau yang tidak sedap serta warna yang hitam pekat. Hal
ini dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air terhadap wilayah
sekitar TPA Pecuk.
98
5.) Dampak terhadap tanah
Keberadaan TPA Pecuk di Desa Dermayu sangat mempengaruhi kualitas tanah di
sekitar lingkungan terutama pada sekeliling TPA Pecuk yang dimana penggunaan
lahan eksisting adalah lahan persawahan, dimana lahan persawahan ini adalah
salah satu mata pencaharian sebagian besar masyarakat di Desa Dermayu.
Dengan adanya TPA pecuk mengakibatkan pencemaran tanah yang
mempengaruhi keberhasilan panen pertanian. Kualitas tanah pada sekitar TPA
Pecuk ini termasuk sudah tercemar karena adanya air lindi yang mengalir keluar
TPA dan menyebabkan air tersebut masuk ke tanah sehingga tanah tercemar. Hal
tersebut sangat berdampak kepada petani yang memiliki lahan pertanian dekat
dengan TPA Pecuk, karena jika tanah tercemar hasil panen pun tidak maksimal
dan bisa mengalami kerugian. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
keberadaan TPA pada penurunan kualitas tanah memiliki Pengaruh Besar.
Kualitas tanah yang berada disekitar kawasan TPA mengalami penurunan atau
degradasi yang disebabkan oleh pencemaran limbah cair yang berasal dari TPA,
hal ini dikarenakan tidak adanya saluran IPAL untuk mengalirkan air lindi dari
dalam TPA ke luar TPA, sehingga air lindi yang berasal dari timbulan sampah
hanya ditampung di dalam TPA dan ada juga yang mengalir dengan bebas ke area
persawahan yang berada di sekitar TPA Pecuk, hal ini menyebabkan pencemaran
terhadap lahan pertanian dan menurunnya produktivitas tanah yang
mengakibatkan kerugian bagi para petani dikarenakan mengalami gagal panen
dan menurunnya pendapatan masyarakat yang bermata pencaharaian sebagai
petani. Berikut adalah Kondisi Tanah di Sekitar TPA Pecuk
99
Pecuk. Keluhan tersebut berasal dari pencemaran udara akibat adanya TPA
dikarenakan banyak yang menyatakan bahwa penyakit yang timbul yaitu sesak
nafas karena adanya bau tidak sedap, dimana bau tidak sedap itu terjadi setiap
hari sehingga beberapa responden yang merupakan masyarakat sekitar
mengalami gangguan pernapasan berupa sesak setiap hari.
5.5 Sintesa
100
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
6.2 Rekomendasi
101
DAFTAR PUSTAKA
102
LAMPIRAN
103