Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Permukiman Kumuh

Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan mengenai permukiman kumuh kali ini,
maka terlebih dahulu memahami arti permukiman kumuh itu sendiri untuk mempermudah pola
pikir dalam analisis. Selain itu, juga dengan mengerti arti dari permukiman kumuh dapat
membatasi topik pembicaraan dalam karya ilmiah ini.
Beberapa konsep yang menyangkut permukiman menurut Finch (19570), Settlement atau
permukiman adalah kelompok satuan tempat tinggal atau kediaman manusia, mencakup
fasilitasnya seperti bangunan rumah, serta jalur jalan dan fasilitas lain yang digunakan sebagai
pelayanan manusia tersebut. Dari batasan tersebut jelas bahwa permukiman bukan hanya
kelompok bangunan tempat tinggal saja, tetapi di dalamnya juga termasuk semua sarana dan
prasarana penunjang kehidupan penghuninya.
Pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan dari tahun ke tahun di daerah perkotaan,
baik karena pertumbuhan alami ataupun pertambahan penduduk akibat migrasi masuk yang
tinggi, menyebabkan ketersediaan lahan di kota mengalami kelangkaan. Kelangkaan lahan ini
berimbas pada harga lahan untuk bangunan, baik perumahan atau bukan, menjadi sangat tinggi.
Harga lahan yang tinggi kemudian memaksa para penduduk dengan tingkat ekonomi yang
rendah mencari lahan untuk membangun rumah mereka di atas lahan-lahan yang tidak sesuai
peruntukkannya, bahkan lebih sering di bangun di atas lahan yang illegal. Karena terbatasnya
lahan-lahan illegal inilah menyebabkan para penduduk membangun rumahnya dan rumah
tetangga-tetangganya hampir tak ada jarak (dipadatkan). Salah satu sebab adanya permukiman
kumuh ini adalah pemadatan tersebut. Pemadatan tersebut menyebabkan kualitas lingkungan
yang buruk (lingkungan menjadi kotor), kebutuhan akan air bersih kurang memadahai, ruang
terbuka yang hampir tidak ada serta dampak-dampak buruk lainnya.
Seperti yang telah disinggung di atas, hampir sama dengan Johan Shilas yang
menjelaskan bahwa permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah
kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung
perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan
kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang
kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota
yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh.
Menurut Grimes (1976) dan Drakakis-Smith (1980), mengartikan bahwa permukiman
kumuh adalah kompleks permukiman yang secara fisik ditandai oleh bentuk rumah kecil-kecil
dengan kondisi lingkungan yang buruk, pola settlement yang tidak teratur serta kualitas
lingkungan yang rendah dan juga minimnya fasilitas umum.
Socki (1993) mendefinisikan permukiman kumuh berdasarkan ciri-ciri fisiknya, antara
lain sebagai berikut.
1) Tingginya tingkat kepadatan penduduk lebih dari 1.250 jiwa per hektar.
2) Kepadatan bangunan juga cukup tinggi hingga mencapai 250 atau lebih rumah per hektarnya.
3) Ukuran bangunan yang kecil-kecil antara 25 meter persegi bahkan kurang.
4) Tata letak yang tidak teratur.
5) Sanitasi jelek serta kualitas bangunan yang jelek.
Selain ciri-ciri yang dijelaskan tersebut, ciri lain yang juga sering berkaitan dengan
permukiman kumuh adalah kawasan industri, sekitar badan air, sepanjang rel kereta api serta
sekitar daerah pusat kegiatan.
Dari beberapa penjelasan mengenai permukiman kumuh di atas dapat ditarik kesimpulan,
bahwa permukiman kumuh yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah seluruh satuan tempat
tinggal atau kediaman manusia (mencakup seluruh sarana dan prasana penunjang kehidupannya)
yang kondisinya sangat buruk dan berada di atas lahan yang tidak sesuai peruntukkannya
(illegal), dalam hal ini adalah daerah bantaran sungai.

B. Analisis Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres,


Surakarta

1) Penyebab Munculnya Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan


Jebres, Surakarta
Kota Surakarta merupakan salah satu wilayah yang memiliki beberapa daya tarik
tersendiri, baik itu karena Kota Surakarta merupakan salah satu kota budaya, maupun karena
semakin majunya bidang-bidang kehidupan yang ada di Kota Surakarta. Daya tarik ilnilah yang
menjadi pendorong bagi para migran untuk berpindah ke Kota Surakarta, baik karena
kepentingan ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Begitu juga dengan para pemukim yang ada di
permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta.
Mengacu pada pendapat Clinord (1978) yang mengatakan bahwa penyebab adanya
permukiman kumuh yaitu karena adanya pengaruh pertambahan penduduk terutama
kepadatannya, sebagai akibat urbanisasi, kemiskinan kebudayaan dan kemauan politik.
Permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit bermunculan akibat bertambahnya
penduduk yang sebagian besar adalah para pendatang di daerah tersebut. Jumlah penduduk yang
terus bertambah akibat migrasi masuk ke Kota Surakarta yang tinggi namun tidak diimbangi
dengan ketersediaan lahan untuk permukiman, menyebabkan para pendatang tersebut
membangun rumah di bantaran sungai Bengawan Solo yang notabene merupakan kawasan yang
illegal untuk permukiman. Selain itu tingginya harga lahan juga menjadi salah satu faktor
munculnya permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit. Faktor geografi yang lebih mengacu
pada ketersediaan lahan yang minim untuk permukiman dan faktor ekonomi yang lebih
menekankan pada harga lahan yang tinggi, merupakan dua faktor penyebab adanya permukiman
kumuh di Kelurahan Pucang Sawit.
a. Faktor geografi
Sebagaimana umumnya perkembangan kota-kota lain di Indonesia, Kota Surakarta juga
mengalami perkembangan dalam beberapa aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial dan budaya. Perkembangan tersebut salah satunya ditandai dengan adanya
dominasi jenis-jenis penggunaan lahan oleh kawasan perkotaan. Arah kegiatan utama dari
kawasan perkotaan adalah sebagai pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, perekonomian, sosial
dan lain-lain. Akibatnya ketersediaan lahan untuk menampung penduduk di Kota Surakarta yang
terus meningkat menjadi sangat minim. Lahan-lahan di sekitar bantaran sungai Bengawan Solo
akhirnya menjadi tempat bagi para pendatang untuk membangun tempat tinggalnya, baik yang
menetap maupun sementara.
Namun lahan-lahan illegal yang digunakan untuk membuat permukiman tersebut luasnya
tidak memadahi, maka dibuatlah permukiman dengan rumah-rumah yang jaraknya berdekatan
(padat).
b. Faktor Ekonomi
Karena tingginya angka migran yang masuk ke Kota Surakarta, khususnya Kelurahan
Pucang Sawit menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal menjadi hal yang sangat pokok.
Akan tetapi, semakin menyempitnya lahan untuk permukiman menyebabkan harga tanah
semakin mahal. Para pendatang baru yang pada umumnya merupakan para penduduk dengan
tingkat ekonomi yang rendah akhirnya mau tidak mau menggunakan lahan-lahan illegal yang
tidak diperuntukkan, untuk membangun rumah-rumah mereka.
Pada kesimpulannya berkurangnya jumlah pemukim yang menempati kawasan
permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit adalah murni karena adanya relokasi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta ke daerah Mojosongo.

1) Dampak Berkurangnya Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres,


Surakarta
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan permukiman kumuh yang ada di
Kelurahan Pucang Sawit dengan merelokasikan ke daerah Mojosongo dapat dianggap sebagai
langkah yang tepat. Karena penertiban ini memberikan dampak positif baik bagi lingkungan
sekitar maupun bagi para pemukim itu sendiri. Berikut penjelasan singkat mengenai dampak
berkurangnya permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres,
Surakarta.
a. Dampak terhadap lingkungan
Dengan berkurangnya permukiman di daerah bantaran sungai Bengawan Solo tentu banyak
hal-hal positif yang dirasakan antara lain, membaiknya kualitas air sungai Bengawan Solo karena
berkurangnya sampah yang dibuang ke badan sungai, membaiknya kualitas lahan bantaran
sungai, dan lain sebagainya.
Para pemukim yang dulunya tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo tentu memiliki
kebiasaan buruk, salah satunya membuang sampah sembarangan ke sungai, yang lambat laun
tidak mungkin akan mengakibatkan banjir karena air sungai meluap hingga ke permukiman
penduduk. Namun berbeda dengan keadaan sekarang, Kelurahan Pucang Sawit memiliki
lingkungan yang bersih dari permukiman serta sampah-sampah hasil limbah rumah tangga.
Sehingga lahan-lahan di bantaran sungai Bengawan Solo dapat dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukkannya, salah satunya adalah sebagai lahan konservasi di perkotaan.
b. Dampak sosial terhadap kehidupan masyarakat
Permukiman kumuh identik dengan adanya kehidupan masyarakat yang yang hidup di
bawah garis kemiskinan yang merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di
kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok
miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi
penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan salah
satunya dengan penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada
umumnya.Begitu juga yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan
permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit. Pemerintah merelokasi para pemukim
dan memberikannya lingkungan permukiman yang lebih baik. Hal ini berakibat pada berubahnya
kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik pula. Lapangan pekerjaan mulai terbuka sedikit
demi sedikit bagi para pendatang seiring dengan berkembangnya penataan kota yang lebih baik,
dari sinilah maka diharapkan tingkat kemiskinan, tingkat kriminalitas dan perilaku-perilaku
menyimpang lainnya dapat diminimalisir.

1) Prediksi Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan


Jebres, Surakarta pada Masa Mendatang

Prediksi berkurangnya jumlah perumahan di permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit


pada tahun 2015 diindikasikan dari bencana banjir yang sampai sekarang masih terjadi akibat
meluapnya sungai Bengawan Solo. Jadi, bisa diprediksi bahwa penduduk-penduduk Kelurahan
Pucang Sawit yang rumahnya di sekitar bantaran sungai akan berpindah ke tempat lain yang
lebih aman. Selain itu kebijakan Pemerintah Kota Surakarta yang masih terus berjalan dalam
menertibkan para pemukim permukiman kumuh guna memperoleh penataan kota yang lebih
baik.

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permukiman kumuh adalah seluruh satuan tempat tinggal atau kediaman manusia
(mencakup seluruh sarana dan prasana penunjang kehidupannya) yang kondisinya sangat buruk
dan berada di atas lahan yang tidak sesuai peruntukkannya (illegal).
Permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit, khususnya di daerah bantaran
sungai Bengawan Solo muncul karena faktor geografi dan faktor ekonomi. Faktor geografi lebih
mengacu pada ketersediaan lahan yang minim untuk permukiman dan faktor ekonomi lebih
menekankan pada harga lahan yang tinggi, merupakan dua faktor penyebab adanya permukiman
kumuh di Kelurahan Pucang Sawit.
Namun dari tahun ke tahun ( tahun 2002, 2004, 2008 dan 2011) permukiman kumuh di
Kelurahan Pucang Sawit jumlahnya semakin berkurang, khususnya di sebelah utara bantaran
sungai. Hal ini disebabkan karena adanya penggusuran (relokasi) yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surakarta. Dampak adanya pengurangan permukiman kumuh ini dapat
dirasakan melalui dampaknya terhadap lingkungan serta dampak terhadap kehidupan sosial
masyarakat itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Rindarjono, Moh. Gamal. 2012. Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial.
Yogyakarta: Media Perkasa
http://nurfitriekhoirunnisa.blogspot.com/2012/06/makalah-mengenai-pemukiman-kumuh.html
http://pou-pout.blogspot.com/2010/03/makalah-permukiman-kumuh-dan-upaya.html
http://habibipuji.blogspot.com/2012/12/makalah-permukiman-kumuh-tugas-kapita.html

Anda mungkin juga menyukai