Anda di halaman 1dari 65

Landasan Teori dan Program 15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Judul


Pavilion
Kata Pavilion adalah sebuah kata dalam bahas Inggris yang bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Paviliun. Dalam Ranah Arsitektur
kata pavilion lebih dipahami sebagai sebuah obyek yang berdiri sendiri, bersifat
sementara dan mempunyai ekspresi tertentu dalam artian bangunan tersebut ada
untuk mewakili sesuatu dan berdiri dalam jangka waktu tertentu. Pavilion biasanya
dipakai dalam event yang diselenggarakan yang bersifat memamerkan. (Hutama,
2104)

Central Borneo
Central Borneo adalah sebuah kata dalam bahasa Inggris yang bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Kalimantan Tengah. Kalimantan
Tengah yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang terdiri atas
13 kabupaten dan 1 kota.

Dapat disimpulkan pengertian Central Borneo Pavilion adalah suatu tempat


yang mewadahi kegiatan pameran yang ada di Kalimantan Tengah tepatnya di kota
Palangka Raya.

2.2. Tinjauan Umum


2.2.1. Pengertian Pavilion
Dalam ranah arsitektur saat ini kata pavilion lebih dipahami sebagai
sebuah obyek yang berdiri sendiri, bersifat sementara dan mempunyai ekspresi
tertentu dalam artian bangunan tersebut ada untuk mewakili sesuatu dan berdiri
dalam jangka waktu tertentu. Pavilion biasanya dipakai dalam event yang
diselenggarakan yang bersifat memamerkan. (Hutama, 2104)

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 16

2.2.2. Sejarah Pavilion


Pavilion berasal dari Bahasa Perancis pavillon atau Bahasa Latin papilio
dan dapat dipahami sebagai dua hal. Pemahaman pertama adalah sebagai sebuah
obyek yang berdiri sendiri secara struktur (free-standing structure) yang terletak
tidak jauh dari bangunan hunian utamanya. Pemahaman lain adalah sebagai satu
bagian yang berfungsi sebagai pengakhiran dalam sebuah massa utama komplek
bangunan biasanya pada arsitektur klasik. Saat ini kata pavilion dalam ranah
arsitektur lebih dipahami sebagai sebuah obyek yang berdiri sendiri, bersifat
sementara dan mempunyai ekspresi tertentu. dalam artian bangunan tersebut ada
untuk mewakili sesuatu dan berdiri dalam jangka waktu tertentu. Pavilion biasanya
dipakai dalam event yang diselenggarakan yang bersifat memamerkan. (Hutama,
2104)

Nama Pavilion yang digunakan dalam acara pameran sendiri memiliki


sejarah yang panjang. Pada tanggal 19 April 1893 Venetian Dewan Kota
mengeluarkan resolusi untuk mendirikan sebuah pameran dua tahunan Italia untuk
merayakan ulang tahun perak Raja Umberto I dan Margherita dari Savoy.

Setahun kemudian, dewan memutuskan memesan bagian dimana seniman


asing juga bisa ikut serta dalam Pameran. Biennale adalah organisasi yang
mengatur pameran yang ada di Venisia. Setelah dirundingkan akhirnya
diputuskanlah bahwa tempat yang akan mewadahai pameran dari pihak luar
disebut pavilion.

Pada tanggal 30 april tahun 1895 Pameran Seni 1 Internasional (Esposizione


Internazionale d'Arte della Citt) di buka oleh Raja dan Ratu Itali Umberto I dan
Margherita dan dilihat oleh 224.000 pengunjung. Acara ini menjadi lebih dan lebih
internasional dalam dekade pertama abad ke-20 sekitar tahun 1907 saat beberapa
negara mulai memasang paviliun nasionalnya di pameran, dan pavilion pertama
yang berdiri adalah milik negara Belgia.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 17

Gambar 2.1. Pavilion Pertama Belgia


Sumber : Blog Facade Arsitektural, 2016

Namun selama perang dunia I yang berlangsung sampai tahun 1918 acara
dibatalkan.

Seiring berkembangnya zaman acara pameran yang ada terus berkembang.


Tidak hanya sebatas memamerkan Barang seni namun juga pameran Film, musik
bahkan ada pameran yang menceritakan sebuah sejarah.

Pada Tahun 1957 pameran arsitektur mulai digelar oleh Venice Biennale.
Ide untuk menghadirkan paviliun negara-negara lain mulai dikembangkan. Sejak
saat itu, pameran arsitektur dua tahunan di Venesia ini mulai mendapat bentuknya.
Oleh karena itu, ada juga tahun 1991 organisasi Venice Biennale dinobatkan
sebagai Venice Biennale of Architecture yang pertama.

Sampai saat ini banyak negara negara yang mengadakan pameran (expo)
dengan memakai pavilion sebagai wadah untuk tiap tiap negara yang ikut serta
dalam pameran tersebut. Sudah banyak sekali pameran yang diadakan oleh negara
negara lain yang menampilkan pavilion dari tiap tiap negara dengan bentuk yang
fariatif sesuai dengan tema atau apa yang ingin diangkat dari tiap negaranya.
Berikut ini adalah beberapa contoh pavilion yang di buat oleh beberapa negara
dalam dalam beberapa pameran (expo).

Gambar 2.2. Uruguay Pavilion Expo 2015, Milan Gambar 2.3. China Pavilion Expo 2010, Shanghai
Sumber : www.wikipedia.com, 2016 Sumber : www.wikipedia.com, 2016

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 18

Gambar 2.4. Amerika Pavilion Expo 2015, Milan Gambar 2.5. Canada Pavilion Expo 2012, Shanghai
Sumber : www.wikipedia.com, 2016 Sumber : www.wikipedia.com, 2016

Dalam semua pavilion yang pernah dibuat dalam berbagai pameran ada 1
buah Pavilion yang bisa dibilang membuat dunia melirik dan kagum. Pavilion itu
adalah Pavilion milik negara cina yang dibuat saat penyelenggaraan Pameran
(Expo) di Shanghai, Cina pada tahun 2010. Pavilion ini adalah pavilion nasional
terbesar di Shanghai dalam sejarah World Expo.

Gambar 2.6. China Pavilion Expo 2010, Shanghai


Sumber : www.wikipedia.com, 2016
Pavilion ini juga menjadi Pavilion paling mahal pada pameran tersebut
dengan biaya pembangunan senilai US $ 220 juta atau bila di rupiahkan hampir
mencapai 300 milyar rupiah. Pavilion ini memamerkan peradaban dan modern
prestasi China dengan menggabungkan unsur tradisional dan modern dalam
arsitektur, lansekap dan pameran. Setelah akhir Expo 2010, gedung ini diubah
menjadi museum. Pada tanggal 1 Oktober 2012 dibuka kembali sebagai museum
seni Cina yaitu museum seni terbesar di Asia.

2.2.3. Perkembangan Pavilion di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak sekali kesenian, sejarah
dan budaya yang dikenal oleh lokal maupun mancanegara. Maka dari itu saat
C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 19

Indonesia memilik kesempatan untuk ikut dalam pameran (expo ) diselenggarakan


oleh pihak luar, Indonesia tidak menyia nyiakan kesempatan tersebut. Indonesia
memperoleh penghargaan dalam untuk pavilion yang dibuat. Salah satu pavilion
Indonesia yang memperoleh penghargaan perunggu pada World Expo 2010 di
Shanghai Cina untuk tampilan kreatif kategori paviliun besar yang dibangun
sendiri. Pavilion ini rancang dengan menggunakan bambu sebagai material utama.
Karena itulah pavilion ini masuk dalam kategori pavilion kreatif dengan menyabet
juara 3 .

Gambar 2.7. Indonesia Pavilion Expo 2010, Shanghai


Sumber : www.wikipedia.com, 2016
Indonesia juga memiliki pavilion lain yang banyak menpadat pujian dan di
banjiri Pengunjung sebanyak 2 juta pengunjung. Pavilion ini adalah Pavilion
Indonesia yang ikut serta dalam Expo 2015 Milan, Itali.

Gambar 2.8. Indonesia Pavilion Expo 2015 Milan, Italia


Sumber : www.wikipedia.com, 2016

Merupakan sesuatu yang sangat membanggakan bila Indonesia bisa ikut


ajang tingkat dunia seperti ini karena merupakan peluang besar bagi Indonesai
untuk memperkenalkan budaya dan ciri khas Indonesia.

2.2.4. Aspek Yang Diperlukan Dalam Central Borneo Pavilion

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 20

Bangunan Central Borneo Pavilion merupakan bangunan yang berfungsi


sebagai media promosi, penjualan dan edukasi bagi para pengunjungnya. Setiap
orang dari semua usia bisa berkunjung untuk menikmati dan merasakan fasilitas
yang ada didalam Central Borneo Pavilion. Maka dari itu bangunan ini masuk
dalam kategori bangunan komersil karena terbuka bagi siapapun untuk datang .

Karena Central Borneo Pavilion merupakan bangunan komersil maka ada


aspek penting yang harus di perhatikan dalam merancang Central Borneo Pavilion.
Berikut ada 9 aspek perancangan bangunan komersial menurut Marlina (2008) ,
yaitu :

1. Karakter/citra (Brand Image)


2. Nilai Ekonomis Bangunan
3. Lokasi strategis
a. Aksebilitas kelokasi mudah
b. Lokasi tidak jauh dari area sasaran target konsumen
c. Lokasi bangunan berdekatan dengan berbagai fasilitas publik
4. Memperhatikan prinsip keamanan
5. Prinsip kenyamanan bangunan
a. Kenyamanan thermal
b. Kenyamanan pencahayaan
c. Kenyamanan audio
d. Kenyamanan sirkulasi didalam bangunan
6. Kebutuhan jangka panjang
7. Kondisi, potensi dan karakter kawasan
8. Kondisi budaya masyarakat
9. Perkembangan teknologi

2.3. Sejarah Kalimantan Tengah


Sejak terbentuknya Provinsi Administratif Kalimantan Tahun 1950, telah
muncul suara-suara yang menghendaki Kalimantan dibentuk lebih dari satu
Provinsi. Yang secara terbuka muncul dari kalangan Rakyat Dayak dalam 3
Kabupaten : Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin,
yang menginginkan dibentuknya Provinsi Kalimantan Tengah, yang meliputi 3
Kabupaten tersebut. Keinginan, hasrat dan pernyataan disampaikan dan disalurkan
melalui, baik organisasi massa (ormas) maupun melalui saluran Partai Politik.
(Hartanto,2012)

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 21

Tuntutan yang sangat menggelora dari rakyat dalam 3 Kabupaten (Kapuas,


Barito dan Kotawaringin) mungkin gaungnya hanya sayup-sayup, karena ternyata
baik pihak Pemerintah Pusat/Kabinet dan Parlemen (DPR-RI hasil Pemilu 1955)
menyetujui dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang
Pembentukkan Swatantra Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, yang berlaku terhitung tanggal 1 Januari 1957. (Hartanto,2012)

Selanjutnya Dewan Rakyat Kalimantan Tengah bersama-sama Gubernur


R.T.A. Milono ke Jakarta menghadap Pemerintah Pusat menyampaikan keputusan
Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, serta memberikan penjelasan-penjelasan.
Dengan demikian, telah terdapat saling pengertian dan kesesuaian pendapat antara
Dewan Rakyat Kalimantan Tengah dengan Pemerintah Pusat. (Hartanto,2012)

Pihak Menteri Dalam Negeri RI mengeluarkan keputusan pada tanggal 28


Desember 1956 Nomor: U.P.34/41/24 antara lain menetapkan terhitung mulai 1
Januari 1957 membentuk Kantor Persiapan Pembentukan Provinsi Kalimantan
Tengah berkedudukan langsung di bawah Departemen Dalam Negeri dan sementara
ditempatkan di Banjarmasin. (Hartanto,2012)

Untuk pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI tersebut,


pada tanggal 9 Januari 1957 dilakukan serah terima kekuasaan Pemerintah antara
Gubernur Kalimantan R.T.A Milono dengan para Acting/Pejabat Gubernur
Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur di Banjarmasin di
hadapan Menteri Dalam Negeri, dan pada hari itu pula Menteri Dalam Negeri
meresmikan Kantor Persiapan Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah.
(Hartanto,2012)

Gubernur R.T.A. Milono selanjutnya ditugaskan pada Departemen Dalam


Negeri, kemudian ditunjuk sebagai Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan
Tengah. Sementara Tjilik Riwut, Bupati Kepala Daerah Kotawaringin diangkat/naik
pangkat menjadi Residen pada Departemen Dalam Negeri, yang ditugaskan
membentuk Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan George
Obos, Bupati Kepala Daerah Kapuas kemudian ditempatkan pada Kantor Gubernur

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 22

Kalimantan di Banjarmasin, dan diangkat/diperbantukan pada Gubernur Pembentuk


Provinsi Kalimantan Tengah di Banjarmasin, dan sebagai Sekretaris Kantor
Persiapan Pembentukkan Provinsi Kalimantan Tengah ditunjuk Drs. F.A.D. Pati
Anom. (Hartanto,2012)

Maka pada tanggal 23 Mei 1957 diterbitkan Undang-Undang Darurat


Nomor 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi
Kalimantan Tengah dan perubahan Undang-Undan Nomor 25 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Nomor 53 Tahun 1957, dan Tambahan
Lembaran Negara No. 1284 Tahun 1957). (Hartanto,2012)

Dengan keluarnya Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 yang


ditetapkan dan diundangkan pada 23 Mei 1957, maka berakhirlah tugas R.T.A.
Milono sebagai Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah. Bersamaan
dengan berakhirnya masa Tugasnya tersebut, Pemerintah Pusat
menunjuk/mengangkat R.T.A. Milono menjadi Gubernur Kalimantan Tengah.
Provinsi Kalimantan Tengah dilahirkan dalam suasana suci Hari Raya Idul Fitri dan
Hari Paskah agar tetap memelihara kesucian dan kemuliaan. (Hartanto,2012)

Selang 2 bulan kemudian, nama Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah


diumumkan secara resmi oleh Gubernur R.T.A. Milono yakni bernama "Palangka
Raya". Palangka Raya artinya tempat suci, yang mulia dan besar. Hal ini sesuai
dengan cita-cita dilahirkannya Provinsi Kalimantan Tengah.

Pada Upacara Peresmian Pemancangan Tiang Pertama Pembangunan


Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Juli
1957. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukkan
Daerah Tingkat II di Kalimantan, Tengah, Kabupaten tersebut dimekarkan
menjadi :
1. Kabupaten Daerah Tingkat II Barito, dimekarkan menjadi 2 Kabupaten
yakni Kabupaten Barito Utara dengan Ibukotanya Muara Teweh dan Kabupaten
Barito Selatan dengan Ibukotanya Buntok.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 23

2. Kabupaten Daaerah Tingkat II Kapuas, tetap/tidak mengalami pemekaran.

Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin, dimekarkan menjadi 2


Kabupaten, yakni Kabupaten Kotawaringin Timur dengan Ibukotanya Sampit dan
Kabupaten Kotawaringin Barat dengan Ibukotanya Pangkalan Bun. (Hartanto,2012)

Dengan telah dapat terbangunnya sarana dan prasarana untuk kantor dan
perumahan di Palangka Raya, maka dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor: Des 52/2/2-206 Tanggal 22 Desember 1959, kedudukan Pemerintah Daerah
Kalimantan Tengah yang untuk sementeri di Banjarmasin, dipindahkan ke daerah
hukumnya sendiri yaitu Palangka Raya terhitung 1 Januari 1960. (Hartanto,2012)

Dalam perjalanan yang cukup panjang, kita bersyukur bahwa akhirnya


Gubernur Kalimantan Tengah dengan Surat Nomor 1356/II/Pem tanggal 30
Desember 1999 mengusulkan pemekaran kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah
dan usul pemekaran Kabupaten tersebut dikabulkan, dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, sehingga di Provinsi Kalimantan Tengah
terjadi penambahan 8 Kabupaten baru, yakni 7 Kabupaten dan 1 Kota, menjadi 13
Kabupaten dan 1 Kota. 8 Kabupaten tersebut telah diresmikan oleh Menteri Dalam
Negeri atas Nama Presiden RI di Jakarta tanggal 2 Juli 2002.

Kedelapan Kabupaten baru tersebut adalah :


1. Kabupaten Katingan, dengan Ibukota Kasongan.
2. Kabupaten Seruyan dengan Ibukota Kuala Pembuang.

3. Kabupaten Sukamara dengan Ibukota Sukamara.

4. Kabupaten Lamandau dengan Ibukota Nanga Bulik.

5. Kabupaten Gunung Mas, dengan Ibukota Kuala Kurun.

6. Kabupaten Pulang Pisau, dengan Ibukota Pulang Pisau.

7. Kabupaten Murung Raya, dengan Ibukota Puruk Cahu.

8. Kabupaten Barito Timur, dengan Ibukota Tamiang Layang. (Hartanto,2012)

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 24

2.4. Seni Budaya di Kalimantan Tengah


2.4.1. Pengertian Seni Budaya
Seni Budaya bila secara umum berarti kreasi seni baik dalam bentuk music,
rupa, drama maupun tarian yang lahir dan berkembang serta dipelihara secara turun
temurun oleh masyarakat di suatu daerah dan menjadi ciri khas daerah tersebut.
(Cepspenza,2007).
Beberapa ahli juga memiliki perngetian masing masing dalam mengartikan
Seni Budaya yaitu :
Sartono Kartodirdjo : Menurutnya, pengertian seni budaya adalah sistem
yang koheren karena seni budaya dapat menjalankan komunikasi efektif,
antara lain dengan melalui satu bagian saja dapat menunjukkan
keseluruhannya.
Harry Sulastianto : Pengertian seni budaya menurut Harry Sulastianto
adalah suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika,
termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda,
suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga
menciptakan peradaban yang lebih maju.
Ida Bagus Putu Perwita : Pengertian seni budaya menurut Ida Bagus Putu
perwita adalah penunjang sarana upacara adat
M. Thoyibi : Pengertian seni budaya menurut M. Thoyibi adalah penjelmaan
rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan,
sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan sejarah
peradaban manusia. (Edia, 2015)

Maka dapat disimpulkan bahwa seni budaya merupakan sebuah ekpresi dari
sebuah rasa yang ada didalam diri dan menjelma dalam bentuk sebuah kesenian
yang telah membudaya dan dipelihara secara turun temurun.

Kesenian itu sendiri dibedakan dalam bebrapa wujud, penampilan dan


penyajian yaitu kesenian yang dibedakan menurut indera penerima adalah seni
audio, seni visual dan kombinasi keduanay disebut seni audio visual. Seni audio

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 25

adalah seni yang yang dapat diterima melalui indera pendengaran seperti suara, seni
musik, pembacaan puisi, atau cerita pendek di radio, drama radio dan berbagai
bentuknya dengan syarat dapat diterima oleh indera pendengaran. (Bahari, Kritik
Seni, 2008)

Seni visual adalah seni yang dicerapkan melalui indera penglihatan. Jenis
seni ini sering disebut sebagai rupa, seni lukis, seni patung, seni grafis dan
sebagainya dan sebagainya dengan syarat dapat dilihat oleh indera penglihatan.
Sedangkan seni audio visual juga sering disebut sebagai seni pandang dengar yang
penerimanya melalui indera penglihatan dan pendengaran seperti seni tari, seni
music, dalam bentuk pertunjukan, seni drama, film, monolog, teater dan lain lain
sepanjang dapat diterima oleh indera penglihatan sekaligus pendengaran.

Disamping itu ada seni yang tidak menekankan pada indera penglihatan
dan indera pendengaran meskipun tetap terkait dengan indera yaitu seni sastra yang
menekan pada tulisan. Walaupun sastra menekan pada tulisan tetapi dalam
penyajiannya dapat dilakukan secara lisan melalui ucapan seperti kidung, macapat,
tembang, pantun dan lain lain sedangkan dalam bentuk tulisan seperti serat, babad,
novel, cerpen, syair dan lain lain. Untuk mengetahui batas masing masing
kelompok seni tersebut maka dibawah ini akan diuraikan berbagai jenis kelompok
seni antara lain (Bahari, Kritik Seni, 2008) :

SENI

SENI RUPA SENI PERTUNJUKAN SENI SASTRA

Seni murni Seni musik Prosa


Seni terapan Seni teater Puisi
Kria Seni tari
Film sinematographi
Pantonim

Skema 2.1. Golongan seni dan jenisnya


Sumber : Kritik Seni, Maret 2016

2.4.2. Seni Rupa


C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 26

Seni rupa adalah suatu wujud hasil karya manusia yang diterima dengan
indera penglihatan dan secara garis besar dibagi menjadi tiga golongan yaitu seni
murni, seni terapan dan seni kria. Penggolongan seni rupa tersebut dilakukan
berdasarkan fungis atau kegunaannya. Dibawah ini akan dikemukan penggolongan
seni rupa dilihat dari sudut pandang kegunaan. (Bahari, Kritik Seni, 2008) :
1. Seni Murni
Seni murni adalah seni yang diciptakan khusus untuk
mengkomunikasikan nilai nilai estetis dari seni itu sendiri. Seni murni
disebut juga sebagai seni ekspresif atau seni estetis, yang fungsi utamanya
mengkomunikasikan pengalaman estetis penciptanya kepada penikmat seni
agar mereka memperoleh pengalama yang sama dengan penciptanya dengan
mengabaikan fungsi ekonomi dan kegunaan praktis. Berikut ini adalah seni
yang masuk dalam golongan seni murni :
- Seni Lukis - Seni Patung
- Seni Gambar - Seni Grafis

2. Seni Terapan
Seni terapan sering disebut juga dengan istilah desain yang berasal
dari bahasa Itali design, yang artinya gambar. Berikut ini adalah seni yang
masuk dalam golongan seni terapan :
- Desain Interior - Desain Arsitektur - Desain Tekstil
- Desain Grafis - Desain Produk Industri

3. Seni Kria
Seni kria adalah karya seni yang dibuat dengan menggunakan
keterampilan tangan tetapi tetap memperhatikan aspek fungsional dan juga
nilai seni itu sendiri, sehingga seni kriya dapat dikategorikan sebagai sebuah
karya seni rupa terapan nusantara. Seni rupa jenis ini lebih mengutamakan
fungsinya. Pembagian jenis seni kria berdasrakan bahan dan teknik dan
pembuatannya yaitu :
Kria kayu dengan teknik pahat dan ukir

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 27

Kria logam dengan teknik wudulan, filigre dan ukir


Kria bamboo dengan teknik ukir dan anyam
Kria rotan dengan teknik ikat dan anyam
Kria tekstil dengan teknik batik
Sablon dan tenun
Kria kulit dengan teknik pahat atau anyam.
Alat alat upacara ada juga masuk dalam seni kria. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa seni kria merupakan barang seni namun juga
memiliki fungsi.

2.4.3. Seni Pertunjukan


Merupakan seni yang dilakukan dengan melakukan suatu aksi untuk
menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin dikomunikasikan pada penonton.
Seni pertunjukan terbagi atas 5 macam yaitu:

1. Seni Musik
Seni musik adalah seni yang diterima melalui indera pendengaran. Seni musik
biasanya disajikan dalam bentuk olah vokal atau melaui perlatan musik. Seringkali
seni musik disajikan dengan melakukan kombinasi antara alat musik dan olah
vokal. Namun bila yang di sajikan hanyalah berupa alunan indah dari alat musik
tanpa diiringi oleh vokal biasanya disebut musik instrumental.

2. Seni Teater
Seni teater atau seni drama adalah seni yang melibatkan indera penglihatan dan
pendengaran. Seni ini dapat dikatakan sebagai karya sastra yang dilakonkan diatas
panggung tertutup maupun terbuka. Seni ini bercerita tetang suatu hal yang
dikomunikasikan pada para penontonnya dengan melakukan suatu skenario yang
sudah persiapkan dan dipelajari sebelumnya.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 28

3. Seni Tari
Bila menurut Cooric Hartog seorang ahli tari dari Belanda pengertian seni tari
adalah gerak gerak yang diberi bentuk ritmis dari badan didalam ruang. Seni tari
adalah seni yang dapat dicerap melalui indera penglihatan dan pendegaran karena
tari biasanya diiringi dengan musik. Keindahan seni tari dapat diikmati dari gerak
gerak tubuh terutama gerak kaki atau tangan, dengan ritme ritme teratur yang
diiringi musik.

4. Film Sinematografi
Dilakukan dengan menangkap gambar dan sekaligus menggabung-gabungkan
gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang memililki kemampuan
menyampaikan ide dan cerita.

5. Pantomim
Pantomim merupakan seni yang melibatkan indera penglihatan saja karena seni ini
dilakukan dengan melakukan gerak tubuh yang dibuat agar dapat
mengkomunikasikan sesutau pada para penikmatnya. Seni ini benar benar harus
dilakukan oleh orang yang benar benar ahli karena dalam seni ini tidak ada kata
yang keluar dari mulut sang pelaku seni maka tiap gerak harus mempu
diekspresikan sedetail mungkin agar hal yang ingin dibahasakan pada penonton
tersampaikan dengan baik dan dapat dipahami.

2.4.4. Seni Sastra


Seni sastra adalah seni yang ditekankan pada tulisan melalui rangkaian
susunan bahasa dan dapat dikemukakan melalui lisan untuk didengar maupun
tulisan yang dapat dibaca. Secara garis besar seni sastra dikelompokan dalam dua
kategori yaitu prosa dan puisi.

1. Prosa
Prosa adalah seni sastra yang berusaha mendepskripsikan keadaan, keinginan atau
imajinasi secara medetail.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 29

2. Puisi
Puisi adalah seni yang cenderung menyederhanakan deskripsi dengan menangkap
inti permasalahan yang ingin diungkapkan, dinyatakan, dicita citakan dan
sebagainya. Perbedaan poko antara prosa dan puisi adalah , prosa merupakan
bahasa akal budi si seniman sedangkan puisi adalah bahasa perasaan.

Makanan
Sama halnya seperti didaerah lain, di Palangka Rayapun ada makan
khas menjadi ciri khasnya. Makanan tersebut dianatarnya adalah
1. Juhu Singkah / Umbut Rotan

Gambar 2.9. Juhu Singkah


Sumber : www.wikipedia.com, 2016
Umbut Rotan (rotan muda) adalah salah satu makanan khas yang
dimiliki oleh Suku Dayak, terutama dari Kalimantan Tengah. Dalam
bahasa Dayak Maanyan, umbut rotan dikenal dengan uwut
nang'e. Sedangkan dalam bahasa Dayak Ngaju dikenal dengan juhu
singkah. Umbut rotan ini dikenal masyarakat dayak karena mudah
diperoleh didalam hutan tanpa perlu menanamnya terlebih dahulu. Cara
pengolahannya yaitu pertama rotan muda dibersihkan kemudian kulitnya
dibuang dan dipotong dalam ukuran kecil. Umbut rotan seringkali dimasak
bersama dengan ikan baung dan terong asam. Umbut Rotan memiliki rasa
gurih, asam, dan kepahit-pahitan yang bercampur dengan rasa manis dari
daging ikan sehingga membuat umbut rotan memiliki citarasa tersendiri.

2. Kalumpe / Karuang

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 30

Gambar 2.10. Kalumpe/Karuang


Sumber : www.wikipedia.com, 2016
Kalumpe / karuang adalah sayuran yang dibuat dari daun singkong
yang ditumbuk halus. Kalumpe merupakan bahasa Dayak Maanyan
dan karuang sebutan sayur ini dalam bahasa Dayak Ngaju. Dalam
pembuatannya, biasanya daun singkong ditumbuk halus dan dicampur
dengan terong kecil atau terong pipit. bumbu untuk masakan ini adalah
bawang merah, bawang putih, serai dan lengkuas yang dihaluskan. Apabila
ingin bisa ditambahkan cabe. Kalumpe terasa sangat enak apabila sedang
panas. Masakan ini biasa disajikan bersama dengan sambal terasi yang
pedas dan ikan asin.

3. Wadi

Gambar 2.11. Wadi


Sumber : www.wikipedia.com, 2016
Wadi adalah makanan berbahan dasar ikan atau menggunakan
daging babi. Wadi bisa dibilang adalah makanan yang "dibusukan". Namun
pembusukan ini tidak dibiarkan begitu saja, sebelum disimpan, ikan atau
daging akan dilmuri dengan bumbu yang terbuat dari beras ketan putih atau
bisa juga biji jagung yang di-sangraisampai kecoklatan kemudian di
tumbuk manual atau di blender. Dalam bahasa Dayak Maanyan bumbu ini
disebut dengan Sa'mu dan dalam bahasa Dayak Ngaju disebut
dengan Kenta. Pembuatannya yaitu ikan atau daging yang hendak diolah

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 31

dibersihkan terlebih dahulu, kemudian direndam selama 5-10 jam dalam air
garam. Kemudian daging atau ikan diangkat dan dibiarkan mengering.
Setelah cukup kering ikan atau daging dicampur dengan Sa'mu sampai
merata. Kemudian daging disimpan dalam kotak kaca, stoples, atau plastik
kedap udara yang ditutup rapat-rapat. Simpan kurang lebih selama 3-5 hari.
Untuk daging disarankan simpan lebih dari 1 minggu. Setelah selesao, wadi
tidak bisa langsung dimakan tapi harus diolah kembali antara lain dengan
cara digoreng atau dimasak. Walau pembuatannya terlihat mudah, tetapi
apabila terjadi kesalahan sedikit saja dalam memasukan bumbu serta
perendaman maka akan membuat wadi menjadi tidak enak bahkan tidak
bisa dimakan. Oleh karena itu ada orang-orang tertentu yang memilki
keahlian untuk membuat wadi yang enak.

4. Bangamat / Paing

Gambar 2.12. Bangamat


Sumber : www.wikipedia.com, 2016
Bangamat dalam bahasa Dayak Ngaju atau paing dalam bahasa
Dayak Maanyan adalah masakan khas yang dibuat dari kelelawar besar /
kalong (Pteropus vampyrus). Untuk konsumsi, kelelawar dengan jenis
pemakan buah terbesar. Untuk kelelawar jenis pemakan serangga dan
penghisap darah tidak digunakan dan tidak dikonsumsi untuk membuat
makanan ini. Walaupun paing dikenal dan dikonsumsi dibeberapa daerah,
tetapi orang Dayak mempunyai ciri khas dalam pembuatannya. Paing yang
akan dimasak dibersihkan dengan membuang kuku, bulu kasar ditekuk dan
punggung, serta ususnya. Sementara sayap, bulu dan dagingnya dimasak.
Untuk orang Dayak Ngaju paing dimasak dengan bumbu yang lebih banyak.
Sedangkan untuk Dayak Maanyan, paing dimasak dengan bumbu yaitu serai

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 32

dan daun pikauk (daun yang memiliki rasa asam). Paing sering dimasak
bersama sayur hati batang pisang yang dipotong-potong, biasanya adalah
pisang kipas. Serta juga bisa dimasak bersama dengan sulur keladi yang
dipotong-potong.

2.5. Tinjauan Tentang Arsitektural

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai latar belakang terpilihnya


pavilion sebagai etalase yang mewadahi semua ciri khas dan keberagaman yang
ada di Kalimantan Tengah. Pavilion menjadi bangunan bersifat tetap yang menjadi
jendela bagi orang orang yang ingin mengetahui seni budaya, potensi daerah,
kuliner khas daerah dan sejarah yang ada di Kalimantan Tengah. Pavilion sendiri
merupakan tempat bagi provinsi Kalimantan Tengah untuk mengangkat,
mempromosikan dan memperkenalkan dudaya yang ada di Kalimantan Tengah
guna menarik minat orang orang untuk datang baik hanya untuk sekedar berkung
dan mencari tau mengenai Kalimantan Tengah atau bahkan berinvestasi. Semua itu
diwujudkan dalam sebuah rancangan bangunan Central Borneo Pavilon.

Pada identifikasi masalah telah dibahas hal yang ingin diangkat pada
bangunan Central Borneo Pavilion adalah keberadaan sebuah masa lalu dari
Kalimantan Tengah dan masa kini yang bercerita didalam desain tapi tidak dapat
dilihat namun dapat dirasakan dengan memberi rasa yang sama besar antara dulu
dan sekarang tanpa ada yang menonjol dan tidak ada yang tidak menonjol. Maka
bangunan ini harus mampu mengiplementasikan bahwa antara dulu dan sekarang
merupakan suatu masa yang memiliki pengaruh yang sama besarnya.

Dari hasil indentifikasi masalah tersebut pemecahan masalah mengarah pada


arsitektur Dekonstruksi , bahwa prinsip ini tidak mengikat pada dimensi waktu
(Timelessness) dan memiliki ciri tidak ada yang dominan, apa yang di tampilkan
memiliki kekuatan yang sama (Zahra, 2016). Maka untuk menyalesaikan
permasalahan dalam desain dari bangunan Central Borneo Pavilon digunakanlah
kaidah kaidah yang terkandung dalam arsitektur dekonstruksi sebagai latar untuk
menjawab dan mememcahkan permasalahan yang ada.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 33

Ruang yang ada dalam bangunan juga harus mampu mengkomunikasikan


pada pengunjung tentang hal yang ingin diceritakan dan dibahasakan dalam sebuah
desain ruang. Maka ruang tersebut di rancang dengan memberi bentuk bentuk yang
berbeda dengan bentuk ruang pada umunya yang hanya dibatasi oleh dinding polos
sebagai pembatas dan pembentuk ruang. Dengan melihat pada fungsi tiap ruang
maka bentuk pada tiap ruang yang ada harus mampu mengekspresikan hal yang
ingin disampaika pada pengunjung atau orang orang yang melihatnya. Hal ini akan
memberikan pengungunjung pengalamn ruang saat berada di Central Borneo
Pavilion. Pada bab ini akan dibahas mengenai dekonstruksi sebagai latar untuk
memecahkan masalah yang ada.

2.6. Tinjauan Tentang Dekonstruksi


Dekonstrukti dalam arsitektur telah menjadi suatu fenomena yang berpengaruh
dalam perkembangan perancangan sejak awal kemunculannya. prinsip dekonstruksi
telah melahirkan bangunan-bangunan luar biasa dengan bentukan dan gubahan
massa yang tidak teratur, terdistorsi, abstrak dan bahkan antigravitasi. Arsitektur
dekontruksi memberikan kesempatan untuk menampilkan realisasi dari model atau
ide apapun menjadi bangunan yang dapat digunakan untuk menambah nilai estetika
dan menyampaikan pesan. (Ikhwanuddin, 2005).

2.6.1. Definisi Dekonstruksi


Secara etimologis, dekonstruksi (english: deconstruction) berasal dari
gabungan kata de- (menyatakan kebalikan) dan construction (konstruksi,
susunan) yang secara sederhana berarti memecah ke dalam bagian-bagian. Istilah
dekonstruksi lahir pada akhir abad ke-19, namun baru dikenal secara luas sejak
tahun 1967 setelah seorang filsuf Perancis keturunan Yahudi bernama Jacques
Derrida menerbitkan karyanya berjudul Of Grammatology, yang diakui sebagai
fondasi awal terhadap segala karya tulis yang berhubungan dengan kritik
dekonstruktif.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 34

Deconstructivism, atau deconstructivist architecture atau yang lazim disebut


dekonstruksi hadir pada tahun 1970an melengkapi berbagai langgam arsitektur
yang masuk dalam postmodernism atau langgam post-modern. Arsitektur
dekonstruksi merupakan suatu pendekatan desain bangunan yang merupakan
usaha-usaha percobaan untuk melihat arsitektur dari sisi yang lain.

Ketujuh orang arsitek disebut-sebut sebagai dewa dekonstruktivis merasa risih


sebab menurut mereka Dekonstruksi tidak mau mendewakan orang karena ingin
lepas dari pandangan-pandangan yang ada, tetapi mengapa justru ketujuh orang
tersebut didewa-dewakan. Dalam diskusi yang diadakan pada pameran tersebut
terungkap adanya penyangkalan terhadap adanya keterkaitan antara filsafat kritis
Jacques Derrida dengan gejala Dekonstruksi yang diwakili oleh tujuh orang arsitek
bintang pameran tersebut.

Argumennya menyebutkan bahwa gejala dekonstruksi yang diwakili tujuh


arsitek tersebut diilhami oleh gerakan garda depan (avant garde) Konstruktivisme
Rusia yang berkembang tahun 1920 - 1932 dengan tokoh-tokohnya antara lain:

1. Chernikov 4. Burov
2. Leonidov 5. Tatlin
3. Rodehenkv 6. Malevick
Selanjutnya argumen dalam diskusi selama pameran tersebut mengatakan
bahwa pada dasarnya Dekonstruksi bukanlah langgam (style), prinsip, atau gerakan
baru, namun lebih merupakan kebangkitan kembali dan tindak lanjut dari gerakan
Konstruktivisme Rusia. Phillip Johnson dan Mark Wigley memperkuat argumen
tersebut dengan menunjukkan kemiripan-kemiripan di antara karya-karya
dekonstruktivis termasuk karya-karya ketujuh orang arsitek tadi- dengan karya-
karya konstruktivis Rusia. Kekalutan dan ketidakteraturan ( violent perfection )
mendominasi karya-karya para dekonstruktivis, sedangkan karya-karya para
konstruktivis Rusia mencoba untuk mematahkan aturan dan tradisi arsitektur
modern yang serba tertib dan teratur ( perfection )

Menurut Wigley, Dekonstruksi yang berlandaskan pada semangat


konstruktivisme Rusia mencoba menghapus tabiat arsitektur modern yang terobsesi

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 35

dengan bentuk-bentuk murni dengan menampilkan bidang-bidang dan garis-garis


yang simpang siur sehingga keseluruhan struktur suatu bangunan seolah-olah akan
segera runtuh. Ternyata upaya Phillip Johnson dan Mark Wigley dalam
mengkaitkan antara arsitektur dekonstruksi dengan gerakan konstruktivisme Rusia
tersebut banyak mandapat kritik lantaran argumen mereka dianggap hanya didasari
oleh kemiripan-kemiripan bentuk dan prinsip estetika, namun mengabaikan konteks
sosial-politik dan ideologi yang mewarnai pertumbuhan kedua gejala tersebut.

Akhirnya, Geoffrey Broadbent dalam bukunya, Deconstruction; a Student


Guide, London Academy Edition (1991) mempelopori pembedaan sebutan
menanggapi adanya perbedaan dalam arsitektur dekonstruksi, yakni : dekonstruksi
yang lahir karena pengaruh filsafat Jacques Derrida disebut dengan Dekonstruksi
Derridean, sedangkan yang lahir sebagai sekedar produk pragmatis dan formal,
seperti yang dicetuskan oleh Phillip Johnson dan Mark Wigley, disebut dengan
Dekonstruksi Non-Derridean.

Dekonstruktivisme dalam arsitektur telah menjadi suatu fenomena yang


berpengaruh dalam perkembangan perancangan sejak awal kemunculannya. prinsip
dekonstruksi telah melahirkan bangunan-bangunan luar biasa dengan bentukan dan
gubahan massa yang tidak teratur, terdistorsi, abstrak dan bahkan antigravitasi.
Arsitektur dekontruksi memberikan kesempatan untuk menampilkan realisasi dari
model atau ide apapun menjadi bangunan yang dapat digunakan untuk menambah
nilai estetika dan menyampaikan pesan. (Ikhwanuddin, 2005). Berikut ini
merupakan skema munculnya dekonstruksi didalam dunia arsitektur :

DEKONSTRUKSI

Jacques Derrida
Of Grammatology (1967)

BAHASA
Memecah kedalam
bagian bagian

Dekonstruksi dalam ranah


Arsitektur mulai dikenal
(1970)

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 36

Geoffrey Broadbent Geoffrey Broadbent


Decontruction; a student guied, Decontruction; a student guied,
London Academy Edition (1991) London Academy Edition (1991)

Dekonstruksi Derridean Aaron Betsky


Violated Perfection

Dekonstruksi
Non-Derridean

Skema 2.2: Dekonstruski Dalam Ranah Arsitektur


2.6.2. Prinsip Prinsip Dekontruksi
Sumber : Hasil Pengamatan, Maret 2016

Dekonstruktivisme dalam arsitektur menggariskan prinsip-prinsip penting


sebagai berikut, bahwa:
Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak ada satu cara atau gaya yang
terbaik, atau landasan hakiki dimana seluruh arsitektur harus berkembang.
Gaya klasik, tradisional, modern dan lainnya mempunyai posisi dan
kesempatan yang sama untuk berkembang.
Tidak ada ontologi dan teologi dalam arsitektur. Tidak ada tokoh atau figure
yang perlu didewakan atau disanjung.
Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus segera diakhiri.
Perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah pada keragaman
pandangan dan tata nilai.
Visiocentrism atau pengutamaan indera penglihatan dalam arsitektur harus
diakhiri. Potensi indera lain harus dimanfaatkan pula secara seimbang.
Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur terkandung
dalam ide gambar, model dan fisik bangunan, dengan jangkauan dan aksentuasi
yang berbeda. Prioritas yang diberikan pada ide, gambar, model dan bangunan
harus setara, karena ide, gambar dan model tidak hanya berfungsi sebagai
simulasi atau representasi gedung, tetapi juga bisa menjadi produk atau tujuan
akhir arsitektur. (Ikhwanuddin, 2005).
Arsitektur dekonstruksi bisa lahir dari pengaruh filsafat Derrida, sehingga
disebut sebagai dekonstruksi derridean. Selain daripada itu, arsitektur
dekonstruksi juga hadir dalam produk pragmatis dan formal yang disebut sebagai
dekonstruksi non-derridean.

2.6.3. Pemikiran Dekonstruksi

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 37

NO DEKONSTRUKSI
Konsep Dekonstruksi Derridean
1 Perbedaan dan penundaan makna
2 Pembalikan Hierarki
3 Pusat dan marjinal
4 Pengulangan dan makna
Konsep Dekonstruksi Non-Derridean
1 Revelatory Modernist
2 Shard & Shark
3 Textualist
4 New Mythologist
5 Technomorpisme
Metode Desain Dekonstruksi
1 Membuat dengan kerumitan
2 Kerumitan dan kontradiksi
3 Membangun dengan kegembiraan
4 Pemisahan dari bentuk dan fungsi
5 Bangunan sebagai bagian bagian (Penggalan-penggalan)
Tabel 2.1: Pemikiran Dekonstruksi
Sumber : Hasil Pengamatan, Februari 2016

A. Dekonstruksi Derridean

Pengaruh Derrida dalam arsitektur seolah mengisi kehampaan makna yang


dirasakan para arsitek terhadap arsitektur modern maupun arsitektur purna
modern yang muncul sebelumnya. Derrida adalah seorang filsuf dan ahli
linguistik Perancis yang mempertanyakan kembali dan menggugat filsafat
modern yang menjadi dasar bagi konsep konsep pemikiran modern di segala
bidang. Dengan cara berfikir retrogresif, ia membongkar pemikiran para filsuf
dan penulis besar dengan membaca karya tulisnya ( text ) dengan teliti dan
tajam. Dalam text text itu ia menemukan konsep konsep yang kontradiktif,
sehingga dengan demikian ia menunjukkan kekeliruan penulis yang
bersangkutan. Untuk mengerti arsitektur dekonstruksi Derridean, berikut ini
merupakan pernyataan yang menjadi kunci, yaitu:

Dekonstruksi bukan semata mata metode kritis.


ikap dekonstrksi senantiasa alternatif, dan tidak negative.
Menembus dan menerobos berbagai wilayah disiplin keilmuan adalah
necessites dari dekonstruksi.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 38

Dekonstruksi merupakan suatu cara untuk mempertanyakan arsitektur


dalam filsafat dan barangkali arsitektur sendiri.
Deconstructive architecture.... adalah bukan untuk membangun sesuatu yang
nyeleneh, sia sia, tanpa bisa dihuni, tetapi untuk membebaskan seni
bangunan dari segala keterselesaian yang membelenggu.
Dekonstruksi tidak sesederhana untuk melupakan masa lalu. Tetapi membuat
inskripsi kembali yang melibatkan rasa hormat pada tradisi dalam bentuk
memorial
Dekonstruksi tidak semata mata theoretikal, tetapi juga membina dan
membangun struktur struktur baru, namun tidak pernah menganggap
selesai.
Dekonstruksi senantiasa memberikan perhatian kepada kelipatgandaan,
keanekaragaman, dan mempertajam keunikan keunikan yang tak dapat
direduksi dari masing masing.
Dekonstruksi menolak secara seimbang terhadap yang menghubungkannya
dengan sesuatu yang spesifik modern atau post-modern.
Dalam mendukung konsep Arsitektur Dekonstruksi Derridean terdapat beberapa
konsep yang melatarbelakanginya, yaitu : (Ikhwanuddin, 2005).

1. Pembedaan dan penundaan makna


Derrida mempersoalkan seluruh tradisi filsafat barat yang bermuara pada
pengertian ada sebagai kehadiran, atau yang disebut metafisika,
kehadiran dalam bahasa yang mudah dapat dikatakan yang hadir itulah yang
ada. Kalau sesuatu yang tidak hadir ingin dihadirkan maka tanda dapat
menjadi penggantinya. Jadi tanda menghadirkan ( mempresentasikan ) yang
tidak hadir ( absence ).
Dengan prinsip bahasa ini bahasa sebagai sistem tetanda berkembang
menjadi sarana komunikasi manusia. Tanda berfungsi membedakan 9
differensiasi 0 artinya tanda yang satu berbeda dengan tanda yang lain, agar
makna dari sesuatu yang berbeda dapat ditangkap.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 39

Namun kebudayaan manusia telah berkembang, makna atau konsep


konsep telah menjadi kompleks dan rumit seiring dengan bertambahnya
pengalaman manusia. Sebagai contoh sebuah kata asing yang dicari dalam
kamus, penjelasan kata dalam kamus ternyata berisi serangkaian kata yang
bisa jadi masih terdapat kata yang tidak dimengerti.

Menurut Derrida, kata atau tanda kini tidak mampu lagi


menghadirkan makna sesuatu yang dimaksud secara serta merta. Makna
harus dicari dalam rangkaian tanda lain yang mendahului tanda yang pertama.
Sifat mendeferensiasi tidak cukup bagi suatu tanda, realitas makna juga harus
dicari dalam tanda tanda lain yang mendahului dan saling terkait ( tissue of
signs ) yang mungkin hanya nampak jejak jejaknya saja ( trace ).
Pencarian ini membutuhkan waktu, karena itu pemahaman makna menjadi
tertunda menanti pengalaman dan konteks lain yang perlu diciptakan.
Pemahaman makna tidak mungkin sekali jadi, sekarang dan disini karena itu
tanda atau kata harus dicoret dulu tapi tidak dihapus.

Derrida menciptakan konsep differance, ada dua kata dalam bahasa


Inggris yang mendekati kata ini yaitu to differ yaitu membedakan dan to
defer yaitu menunda. Konsep differance ini bukan kata atau definisi tapi
suatu kondisi menunggu atau menunda diantara dua atau lebih keadaan yang
berbeda, seperti bandul jam yang sampai pada titik tertinggi goyangannya,
berhenti goyang ke kiri untuk mulai goyang ke kanan ( berapa detik bandul
itu berhenti? )

Dalam sistem tanda, konsep differance ini melihat bahwa antara yang
hadir dan yang absen ada dalam kondisi saling tergantung bukannya saling
meniadakan. Kehadiran baru punya makna bila ada kemungkinan absen yang
setara. Jean Paul Sartre menolak menerima hadiah nobel karena berpendapat
ketidak hadirannya justru lebih bermakna dan selalu diingat daripada jika ia
hadir menerimanya.

Dalam tradisi metafisika kehadiran realitas ( kenyataan ) ditangkap


sebatas yang hadir, realitas yang ditampilkan adalah yang terpilih dengan

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 40

tujuan tertentu, sementara yang tidak dikehendaki disembunyikan sehingga


yang hadir sebetulnya adalah realitas semu.

Dekonstruksi terhadap metafisika kehadiran dilakukan dengan


mencoba menguak realitas yang asal dengan menghadirkan yang absen
sekaligus dengan yang presence, yang dulu dengan yang kini sekaligus.

2. Pembalikan Hierarki
Filsafat modern dengan metafisika kehadirannya sangat menekankan
kepastian yang tidak tertunda karena segala sesuatu harus bisa diselesaikan
dengan logika. Differensiasi secara ketat menghasilkan perbedaan 2 kutub
yang dipertentangkan secara diamatral ( oposis binary ). Pandangan ini lebih
jelas terlihat dalam faham strukturalis yang diajukan oleh Ferdinand de
Sausure dalam linguistik atau C Levi-Strauss dalam Antropologi.
Strukturalisme dalam memahami fenomena selalu mengadakan
pemilahan ( differensiasi ) ke dalam elemen elemen yang merupakan hasil
abstaksi. Yang penting adalah relasi antar elemen ini, kemudian dari relasi
inilah disimpulkan kaidah umum fenomena. Relasi antar elemen ini didapat
dengan cara melakukan oposisi, bila terdapat dua elemen disebut oposisi
binary, untuk tiga elemen disebut oposisi triadik dan seterusnya.

Elemen yang pertama dianggap yang penting dan mendominasi yang


kedua, secara hierarkis yang kedua sub-ordinasi terhadap yang pertama,
sehingga kalau yang kedua harus ada, maka ia hanya berperan sebagai
pelengkap saja.

Derrida melakukan dekonstruksi terhadap pandangan oposisi ini dengan


menempatkan kedua elemen tersebut tidak secara hierarkis yang satu di
bawah yang lain, tetapi sejajar sehingga secara bersama sama dapat
menguak makna ( kebenaran ) yang lebih luas, lebih mendalam pada suatu
bingkai tanpa batas. Dikatakan bahwa dekonstruksi menyediakan infra-
struktur, yaitu suatu kondisi yang mempunyai potensi untuk memproduksi

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 41

perbedaan perbedaan dalam konteks yang berbeda beda (disseminasi)


demi tercapainya kebenaran ( makna ) yang lebih asli bukan yang semu.

Arsitektur adalah suatu cabang seni yang paling materiil dibanding seni
yang lain, ia terikat dengan gravitasi, iklim, topografi, pergerakan, pekerja,
dan bahan tapi juga terikat dengan hal hal sejarah, memori, tatanan sosial,
langgam, jiwa setempat dan lain lain. Karena itu arsitektur menghadapi
banyak sekali kondisi oposisional karena harus mengakomodir banyak hal.
Kondisi oposisional yang mencakup aspek non-materi ini dalam berarsitektur
akhirnya harus diwujudkan dalam materi, maka yang penting adalah
bagaimana cara memandang elemen oposisi ini dan mentransformasikannya
dalam elemen rancangan. Transformasi dariaspek non-materi ke tingkat
materi merupakan suatu proses metamorfosis.

3. Pusat dan Marjinal


Perbedaan antara pusat dengan marjinal merupakan konsekuensi
dari adanya hierarki yang ditumbuhkan oposisi binary. Yang marjinal
adalah yang berada pada batas, pada tepian, berada di luar, karena itu
dianggap tidak penting. Sementara yang pusat adalah yang terdalam, yang
di jantung daya tarik dan makna dimana setiap gerakan berasal dan
merupakan tujuan gerakan dari yang marjinal. Derrida mempertanyakan
keabsahan posisi ini dalam konsep parergon ( para:tepi, ergon:karya ), yaitu
bingkai lukisan. Kalau hanya untuk membingkai lukisan agar bisa tergantung
di dinding, mengapa setiap bingkai lukisan selalu dibuat demikian bagus
terukir? Bukannya pembingkaian ( framing ) ini mempunyai nilainya sendiri
terlepas dari nilai lukisan yang dibingkainya?
Dalam text, parergon ini berupa : kata penghantar, pendahuluan, catatan
kaki, lampiran dan sebagainya. Sebagai yang marjinal, parergon oleh Derrida
diberi peranan yang penting untuk menunjukkan sikap pembalikan hierarki,
sebagai contoh kata pengantar bukunya Of Grammatology yang ditulis
Gayatri C.Spivak demikian panjangnya dan penting sehingga kedudukannya

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 42

sama dengan isi bukunya sendiri. Yang marjinal dalam arsitektur dapat dilihat
pada :

Bagian bagian yang dianggap ekstra seperti teras, garasi, ruang


mesin, ruang pelayan, jalan masuk dan sebagainya.
Bagian bagian yang berupa penambahan, perluasan, pengembangan,
perbaikan.

Mendekonstruksi yang marjinal menjadi pusat berarti mengangkat yang


ekstra, yang tambahan pada posisi yang setara dengan yang utama dan
mempunyai otonominya sendiri serta merta dengan menanyakan keabsahan
yang utama atau yang asli seperti dalam proyek renovasi.

4. Pengulangan dan Makna


Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses
berulang pada konteks yang berbeda dimana secara konotatif maupun
denotatif artinya akan memperoleh struktur yang stabil.

Dengan penundaan pemaknaan tanda, terbuka kemungkinan yang lebih


luas dalam suatu permainan penelusuran jejak jejak tanda yang lain dalam
konteks yang berbeda beda.

Dalam arsitektur, penggunaan metafor secara berulang- ulang akan


membuka pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang
dimaksudkannya.

B. Dekonstruksi Non-Derridean
Dekonstruksi non-derridean mencakup dekonstruksi bentuk dan struktur
bangunan yang didasarkan pada konsep konsep seperti disruption,
dislocation, deviation dan distortion, sehingga menyebabkan
stabilitas, kohesi dan identitas bentuk-bentuk murni menjadi terganggu.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 43

Dekonstruksi Non-Derridean dikelompokkan kedalam lima kelompok utama


oleh Aaron Betsky, dalam bukunya Violated Perfection yaitu sebagai
berikut: (Ikhwanuddin, 2005).

1. Revelatory Modernist
Diantara semua, kelompok ini yang paling konservatif, masih
mengutamakan prinsip abstraksi dan mengutamakan fungsi mengoptimalkan
kemungkinan hasil industri bahan dan prefabrikasi namun dengan
memfragmentasi potongan potongan, konteks dan program prefabrikasi
tersebut dan hasilnya adalah kumpulan ruang dan obyek yang terfragmentasi.
Arsitek yang termasuk didalamnya antara lain :
Gunther Behnish & partner
Jean Nouvel
Helmut Jahn
Emilio Ambasz
Steven Hall
Eric Owen Moss

2. Shards dan Sharks


Kelompok ini menampilkan bentuk bentuk serpihan batang dan
lempeng yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga kesannya
sembrawut, menakutkan dan penuh teka teki. Diantara semuanya,
kelompok ini adalah yang paling radikal, programnya adalah membedah,
mengolok olok dan merombak proses modernisasi dan mencerminkan
lingkungannya yang chaos, penuh kekerasan dan berbahaya. Arsitek yang
termasuk kelompok ini antara lain :
Frank O. Gehry
Gunther Domenig
Coop Himmelblau
Kazuo Shinohara
Zaha Hadid

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 44

3. Textualist
Kelompok ini melihat bahwa arsitektur yang ada sebagai built
languange yang tidak mampu lagi mencerminkan struktur dan kebenaran
yang ada. Seperti halnya kata sebagai tanda tidak mampu serta merta
menyampaikan makna ( kelompok ini sebenarnya termasuk kelompok
dekonstruksi derridean ). Denah dan tampak bangunan yang ada hanyalah
menampilkan bias yang pucat ( topeng ) dari struktur struktur yang diredam
( absence ) perlu ditampilkan dengan mengangkat konflik konflik internal
yang ada. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

Peter Eisenman
Bernard Tschumi
Ben Nicholson
Steven Holl
Diller dan Scofido

4. New Mythologist
Utopia merupakan mitos yang selalu ada pada setiap kurun waktu, karena
tiada harapan tanpa utopia. Utopia arsitektur modern adalah dunia yang satu,
utuh dan nyaris sama ( international style ) yang telah gagal memenuhi misi
kemanusiannya. Utopia kedua adalah kebalikannya : Dystopia atau vision of
self-destruction yang tidak berkembang karena kesadaran manusia untuk
tetap mempertahankan kehidupan. Kelompok ini ingin menciptakan suatu
utopia sebagai suatu mitologi baru, suatu dunia yang lain yang lokasi dan
kaitannya dengan masa lalu, masa kini dan mendatang tidak dikenali. Arsitek
yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :

Paulo Soleri
Lebbeus Woods
Hodgetts dan Fung desain Associates

5. Technomorpisme

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 45

Pada mulanya manusia menciptakan alat ( teknologi ) hanya sebagai


perpanjangan tangannya, namun dengan berkembangnya teknologi, hubungan
manusia dengan teknologi sudah demikian menyatu. Telekomunikasi jarak jauh
telah menghapuskan jarak dan waktu dan pada gilirannya mengubah tatanan
sosial bangsa bangsa. Sebagai penerus proyek modern yang belum
terselesaikan, kelompok ini mengakomodasikan teknologi dan membuatnya
menjadi artefak yang tidak hanya menjadi perpanjangan tangan tetapi juga
perluasan dari self-nya. Lebih dari itu teknologi bisa dilihat sebagai usaha
mengekstensi, manipulasi, mediasi, representasi serta memetakan self-nya.
Arsitek - arsitek yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain :

Macdonald dan Salter


Toyo Ito
Morphosis Architects
Holt, Hinshaw, PFAU, Jones.

C. Metode Desain Dekonstruksi


1. Membuat dengan Kerumitan
Apa yang telah mereka lakukan dengan menggambar dan mendesain
adalah menyatakan bentukan-bentukan tersebut, kemungkinan-
kemungkinan dan pendekatan-pendekatan dimana arsitektur modern ditekan
untuk menjadi sempurna. Mereka men-dekonstruksi bentukan dari
arsitektur modern dengan membuat ketidakcocokkan yang tidak logis dari
grid, ruang, dan volume merubah bentukan bangunan. Dipakai garis-garis
diagonal untuk menghancurkan kebenaran yang sempurna segi geometris
dari gerakan modern. Dibiarkannya balok atau tiang dalam proyek atau
tidak difinish atau tidak lengkap, dinding yang pecah-pecah dan miring-
miring, jendela diputar dengan sudut tertentu, material-material yang kasar,
metode konstruksi yang diekspos dan lain-lain. Semuanya ini menyatakan
apa yang gerakan modern coba tekan dalam usaha untuk : bangunan-
bangunan yang kompleks dan kadang-kadang kontradiksi.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 46

2. Kerumitan dan Kontradiksi

Arsitektur modern tidak mengikuti ekspresi kontradiksi. Maka dari


itu, ada konflik dari fungsi antara ruang yang berbeda. Semuanya harus
dapat dilihat bersatu, halus dan terorganisasi dengan baik: keseluruhan dan
mesin yang sempurna. Dekonstruksi adalah pendekatan untuk menemukan
dan menyatakan kontradiksinya untuk membawa kepada keterbukaan-
keterbukaan untuk membuatnya terjadi (bahkan jika saat ini ada yang
tidak eksis). Kalau melihat sebuah bangunan dekonstruksi akan dilihat
ruangan yang berbeda yang terpisahkan yangh satu dengan yang lain
dengan cara yang tidak biasa. Ini adalah sebuah percobaan untuk
menyatakan karakter masing-masing dan masing-masing ruang dan konflik
yang ada dan adanya hubungan diantaranya.

3. Membangun dengan Kegembiraan


Bagian lain dari filosofi modern adalah arsitekturnya dan membangun
adalah persoalan serius. Setiap bagian dari bangunan seharusnya
didasarkan pada sebuah masalah fungsional dan solusi. Ini termasuk
pendekatan scientific dalam desain. Hasilnya, pada umumnya, banyak
bangunan pada tahun 1950 dan awal 1960 terlihat minimalis tampaknya
dan membosankan. Ketidakmampuan dalam mengekspresikan
kegembiraan, sensualitas, atau kesenangan yang sebelumnya ditampilkan
arsitektur. Ini merupakan ekspresi manusia dan pemenuhan kebutuhan
ditekan pada rasa dari rasional scientific. Bentukan, setelah semuanya,
pada modern adalah semata-mata sebuah efek dari fungsi . Bentukan
tersebut bukan emosional atau permintaan pemiliknya.

4. Pemisahan dari Bentukan dan Fungsi


Bagian dari filosofi dekonstruksi untuk melepaskan arsitektur dari
fungsi dan mengijinkan permainan bebas dari desain. Pada sebuah
pengertian untuk membuat arsitektur atau desain seni yang murni.
Mungkin ini menyelesaikan beberapa masalah fungsional namun hal

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 47

tersebut bukanlah persoalan yang utama. Tentu saja dekonstruksi akan


meniadakan hubungan antara bentukan dan fungsi dari sebuah bangunan.
Hubungan ini adalah sebuah masalah yang terjadi secara kebetulan. Tugas
utama arsitektur sesuai dengan dekonstruksi adalah karya pengalaman
arsitektural yang murni, yang tidak dihalangi oleh fungsi : sebuah
arsitektur yang menyenangkan dan menggembirakan. Pada efeknya,
arsitektur disini sebagai realitas paralel atau percakapan sebagai
ideology yang dipunyainya. Hal ini cukup konsisten dengan posisi yang
diambil oleh filsuf dan sosiologis pada mode yang sama, dinamakan
realitas sebagai sebuah perbedaan yang banyak, menyamai percakapan
terpisah yang utama dan sah. Tidak ada meta-percakapan yang
menghubungkannya menjadi satu dimana bentuknya pun merupakan
percakapan tersebut. Disini bentukan arsitektural menjadi sebuah
penggerakan sendiri sesuatu didalamnya sendiri dan saat program dan
klien mungkin menawarkan poin permulaan, bentukan hasilnya adalah
tidak dapat diperkirakan tidak dapat dihindarkan, subyek tersebut menjadi
arsitektur dinamis yang murni. Tidaklah mengagetkan kalau salah satu
kata kunci dalam dekonstruksi adalah perbedaan. Apa yang diproduksi
adalah desain bangunan dimana fungsi actual dari bangunan tidak dapat
dimengerti dengan mudah. Semua dapat terlihat sebagai permainan
bentukan : balok atau tiang dengan sudut yang terpotong dan pertentangan
dari ruang-ruang berbeda yang tidak berfungsi. Desain dan fungsi menjadi
persoalan yang terpisahkan, jadi dengan teori dan praktek juga.

5. Bangunan sebagai bagian-bagian ( penggalan - penggalan)


Jika bangunan-bangunan dekonstruksi terlihat seperti tidak difinish,
kebanyakan orang mengira untuk tujuan filosofi dekonnya dimana tidak
ada bangunan yang dipisahkan dan memuat mesinnya sendiri. Seperti
telah disebut diatas, hubungan antara program alamiah dan pernyataan
bahasa arsitektural pada waktu itu merupakan kejadian yang benar-benar
kebetulan. Pada cara ini mem-finish bangunan mungkin dengan
menganggapnya sebagai potret dari kedinamisan tapi pada akhirnya
C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 48

hubungan tersebut menjadi tidak terpecahkan. Menjadi tidak dapat di-


finish pada pengertian dimana tidak ada pernyataan yang menguatkan
realitas kepemilikannya. Modelnya tidak pernah cukup menghadirkan
sistem rekomendasi seperti seharusnya dihadirkan. Melakukannya akan
menimbulkan sesuatu yang kompleks yang tidak dapat dibayangkan; se-
kompleks realitasnya. Tentu saja sangat tidak mungkin. Sama-sama,
bangunan adalah penggalan-penggalan dari kota dan teori mengatakan :
jika bangunan-bangunan tersebut adalah penggalan-penggalan (bagian-
bagian) : bangunan-bangunan tersebut harus nampak sebagai
penggalannya.

2.7. Pemikiran Tokoh Arsitektur Dekonstruksi

Dekonstruksi cenderung subjektif bila dilihat bagi tiap-tiap tokohnya. Hal


ini tampak jelas, di mana karya-karya arsitekturnya memiliki karakter yang
berlainan satu sama lain, tetapi seolah-olah memiliki persamaan pada bentuk
luarnya yang kacau, abstrak, hanya berupa imajinasi namun kenyataannya dapat
dibangun. Berikut ini adalah pemikiran beberapa tokoh arsitektur dekonstruksi :
(Natalisa, 2002)

A. Peter Eisenman
Peter Eiseman adalah seorang arsitek kelahiran Newark, New Jersey, As pada
tanggal 11 Agustus 1932. Eiseman mengemban pendidikan tinggi Arsitektur di
Cornell University dan melanjutkan hingga tingkat kesarjanaan tertinggi (M. Arch
dan Ph.D) di Cambridge University, UK (Nov.91). Prinsip prinsip desain arsitektur
yang dilakukan oleh Eiseman disebut sebut mempengaruhi pemikiran arsitekur
Daniel Libeskind pada saat Eisenam menjadi salah satu pengajar di Cooper Union,
New York tempat dimana Libeskind pertama kali Mengemban pendidikan tinggi
arsitektur (Papadakis dalam Decontruction III, 1990)

Clafen menyebutkan bahwa dalam konteks lingkup dekonstruksi Derridean,


Esenman menyikapi arsitektur dalam pengolahan bentuk ruang sebagai teks yang

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 49

menunjukan proses semiotika signified dan signifiers tidak pernah berakhir.


Arsitektur merupakan suatu bentuk aktifitas mengangkat kekosongan yang positif
(positive nihilism) sekedar humor dan permainan belaka sebagai bentuk
interprestasi baru yang tidak mengarah pada kebenaran secara absolute. Ciri khas
individual dekonstruksi Eiseman terletak pada retorika pemikiran melalui program
arsitektural yang diterapkan kedalam beberapa metode seperti superposition,
Self-similarity, scaling, point grid, quarry dan excavation yang dipadukan
dengan prinsip signifies dan signifies tersebut dalam karakter material melaui
konsep materialism of sign.

Dalam konteks diskursus (wacana) arsitektural, Eiseman dalam Nessbit


(1996) menyebutkan bahwa ruang arsitektur dibentuk dari ruang kosong (tabula
rasa) , melalui bentuk pemikiran yang diperkenalkan sebagai post
functionalism, yang merupakan perluasan pengembangan dari post
structuralism dan mengangkat mengenai trace (jejak) yang tidak lain merupakan
peninggalan pada masalalu yang secara metafora dihadirkan kembali dalam realistis
arsitektur. Karakter dan Eiseman didasarai oleh pengolahan dekonstruksi terhadap
program yang diawali kedalam suatu bentuk pengolahan terhadapa geometri murni,
yakni berusaha membentuk struktur bentuk dan ruang melaui manipulasi terhadap
bentuk Platonic solid seperti dengan melakukan additiom , substraction dan
intersection. (Clafen, 2005). Pengolahan dasar programatik yang berorientasi pada
bentuk tersebut kemudian dikembangkan melalui superposition terhadap organisasi
bentuk dan ruang, yang kemudia diistilahkan sebagai weak form (bentuk lemah)
melalui pertemuan kedua kekuatan yang menimbulkan inpact pada komposisi
tersebut.

Pengolahan bentuk yang telah dibahas tadi salah satunya diaplikasikan


kedalam proyek Guardian House, Spanyol dimana efek inpact tersebut
dikembangkan melalui tahapan displacement, intersections, solid with voided
intersections, imprinting solids dan imprinting through space yang mebentuk suatu
bentukan baru dengan multi interpertasi (Eiseman dalam Papadakis, 1989)

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 50

Metode lain yang dikembangkan oleh Eiseman adalah teknik folding yang
merupakan bentuk nyata dari trace yang memungkinkan penciptaan ruang realistis
dengan mengangkat kembali masa lalu terhadap subyek. Metode tersebut juga
dilakukan oleh Daniel Libeskind namun dalam konteks paradigm dan eksplorasi
yang berbeda. Metode tersebut salah satunya diterapkan pada bidang rangka kulit
tertutup (sloid) dengan bidang transparatif berupa susunan konstruksi grid dan layer
yang berlapis yang dirotasikan secara asymptotic . Melaui hal tersebut konstruksi
lipatan massa yang terdapat pada permukaan berpengaruh terhadap interior ruang.

Folding menurut Eisenman adalah menciptakan suatu efektivitas dalam


dimensi, khususnya pada ruang, yang secara konotatif sekaligus dapat
membangkitkan kembali defamiliarization, disorientation, de-stabilization dan
ambiguitas dari hilangnya sebuah karakter spirit yang telah ditinggalkan.

B. Bernard Tschumi
Bernard Tschumi adalah seorang arsitek kelahiran Laussane, Switzerland pada
tahun 1944. Pendalaman minat studinya terhadap bidang arsitektur dipengaruhi
oleh latar belakang ayah Tschumi yang juga adalah seorang arsitek dan mengelola
salah satu firma konsultan perencanaan arsitektur. Tschumi mengemban pendidikan
tinggi arsitektur di Federal Institute of Technology (ETH), Zurich, Switzerland
(Natalisa, 2002 )

Disebutkan oleh Tschumi bahwa pemikiran yang esensial terhadap


arsitektur tidak terlepas dari sifat keterpisahan atau disjunction terhadap fungsi dan
bentuk ruang arsitektur sebagai unsure dasar dari nilai social, serta perubahan yang
signifikan terjadi didalamnya. Dalam hal ini pemikiran fundamental Tschumi
terhadapa arsitektur didasari oleh pembentukan space yang juga diikuti pula dengan
pembentukan even dan movement. Dalam hal ini tanpa event atau action melalui
program, tidak akan terbentuk movement dan space dalam arsitektur (Tschui
dalam Noever, 1991)

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 51

Kata kunci dekonstruksi dari Tschumi adalah dekonstruksi teks melalui


program yang kemudian dikembangkan dalam konteks menciptakan space dalam
arsitektur yang terbentuk melalui event dan movemet. Space dibentukoleh
pelingkup dengan fungsi ganda (evenlope) serta ruang antara yang bersifat statis (in
- between ) melalui program pada ruang tersebut. Movement dalam hal ini
dibentuk secara kompleks melalui sekuen sekuen sebagai wujud interaksi antara
pengguna dengan arsitektur. Event dibentuk melalui program yang dibedakan
menjadi 3 yaitu pertama dengan penempatan program ruang pada konfigurasi
spasial yang bukan peruntukan untuk ruang tersebut (cross-programming) . Kedua
dengan melakukan kombinasi antara kedua program yang berbeda dalam hal sifat
atau konfigurasinya(trans-programming). Ketiga dengan kombinasi dan
kontaminasi antar dua program atau lebih dalam satu komposisi ruang (dis-
programing).

Bernard Tschumi digambarkan sebagai ikon utama dalam karakter dekonstruksi


dalam arsitektur lewat proyek Prac de la Villette yang merupakan karya arsitektural
Tschumi yang pertama kali dilaksanakan dan dibangun. Melalui proyek tersebut
Tchumi menerapkan dekonstruksi program melalui cross-programming, trans-
programming, dis-programming. Proyek tersebut dibentuk melaui eksplorasi
superimposition terhadap ketiga komponen utama yaitu follies, lines dan surfaces
yang bertujuan untuk mengatur keberagaman dan membatasi dominasi terhadap
salah satu komponen.

Karakter dari masing masing komponen tersebut yaitu: pertama follies,


merupakan konstruksi sistem grid dengan jarak tertentu yang berfungsi sebagai
moda untuk menggerakan event melalui program yang ditransformasikan kedalam
sistem perulangan berbentuk kubus yang solid dan transparatif. Tiap follies
merupakan penundaan yang bersifat autonomous terhadap keseluruhan massa
bangunan serta sebagai suatu bentuk oposisi yang dimanis. Kedua lines yang
didefinisikan melalui cinematic promenade, yang mengkonstruksikan suatu jalur
tematik terhdap fungsi ruang garden pada Parc de Garden tersebut. Setelah
berfungsi membentuk sequence yang mengatur event dan space kedalam struktur
C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 52

pergerakan yang bervariasi. Ketiga Surface (bidang lahan ) merupakan perluasan


atau bentuk kebebasan prgramatik yang terakhir terbentuk setelah seluruh prohram
terpenuhi

C. Daniel Libeskind
Daniel Lisbeskind lahir di Lodz, Polandia pada tanggal 12 mei 1946, yakni
tepat pada masa pascaperang dunia kedua. Libeskind memiliki latar belakang
keluarga Yahudi di Polandia dan orang taunya hidup di zaman tirani oleh rezim
Nazi Jerman. Pendidikan arsitektur yang pertama dijalaninya dengan menempuh
pendidikan tinggi di Cooper Union for the Advancement of Science and Art di New
Tork, AS. Dalam pendidikannya, Libeskind berada dibawah bimbingan John
Hedjuk dan Peter Eisenman yang banyak memberikan inspirasi serta motivasi
dalam berarsitektur.

Pada tahun 1989, Libeskind berpartisipasi dan memenangkan kompetisi Jewish


Museum Berlin, dimana melalui kompetisi inni terjadi suatu titik balik dalam karir
dari Libeskind, yakni dimana dalam kesempatan tersebut Libeskind untuk pertama
kalinya mewujudkan teor teori dan prinsip pemikirannya kedalam wujud karya
arsitektural secara nyata (Libeskind, 2000). Terdapat tiga konsep pemikiran dasar
terhadap esensi pada konsep perancangan Jewish Museum Berlin ini, yang
pertaman aspek sejarah kota Berlin tidak akan dipahami sebagai sesuatu yang
esensial tanpa memahami kontribusi yang diberikan oleh masyarakant Yahudi
dikota Berlin terhadap bidang sains, ekonomi dan budaya. Keduaperlunya suatu
upaya untuk mengintegrasikan makna peristiwa pada masa lalu secara fisik dan
spiritual kedalam wacana dan memori dari kota Berlin masa kini. Ketiga adanya
suatu anggapa bahwa hanya melalui persamaan pengakuan terhadap penghapusan
eksistensi masyarakat Yahudi pada masa lalu, kelangsungan eksistensi budaya
social masyarakat Berlin dan Eropa pada umumnya dapat terjaga.

Libeskind mengawali proses konseptual perancangan museum dengan meplot


figure heksagonal, yakni melalui sebuah lambing persatuan bangsa Yahudi, yang
disebut sebagai bintang Daud (Star of David) yang dikembangkan dalam
C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 53

rangkaian bentuk distorsi dan perpotongan garis dengan bentuk matriks irasional.
Libeskind menamakan Jewish Museum Berlin dengan Between the Lines yang
dijabarkan melalui pemahaman bahwa konsep merupakan wujud integrasi dari dua
garis pemikiran, yang tidak terlepas dari suatu bentuk organisasi dan hubungan
antar elemen yang tidak terlepas dari suatu bentuk organisasi dan hubungan antar
elemn. Garis yang pertama digambarkan sebagai garis lurus namun menjadi
pecahan pecahan dalam fragmen fragmen. Yang kedua digambarkan sebagai garis
berliku, membolak dan bercangkang yang secara kompleks berkelanjutan secara
tidak menentu dan tidak memiliki batasan.

Dalam komposisi bentuk, rangkaian garis tersebut membentuk beberapa


komposisi solid dan void yang menembus ( penetration )beberapa bagian ruang
museum yan terbentuk dan didefinisikan sebagai empty space dan hard space
secara arsitektural, sebagai residu dari sebuah struktur indenpenden serta sebuah
void yang dihadirkan secara terhenti dalam muse trajectory tersebut secara
terputur (discontinuity). Elemen elemen hasil distorsi komposisi sistem garis
tersebut membentuk datum berupa rangkaian deret alphabetical yang
diaplikasikan menjadi bentuk tapak, ruang internal,, void, site, sistem linier,
konfigurasi bukaan serta kombinasi antar elemen tersebut.

Bangunan baru yang dihasilkan memiliki kesan tidak terikat langsung pada
bagian permukaan dengan bangunan eksisting yang bercitra baroque, namun terikat
menjadi satu rangkaian berkesinambungan melalui ruang bawah tanah yang
menciptakan eksistensi dirir secara independen dan melindungi karakter
autonomous (otonomi) dari pertentangan (conflict) dan kontradiksi terhadap
bangunan eksisting serta organisasi antar elemen didalamnya.

Jaringan path yang kedua berakhir pada Holocaust Tower atau holocaust void
yang secara tiba tiba berakhir pada jalan buntu. Void menara setinggi 27 meter
tersebut merupakan sebuah ruang dengan sudut tajam yang dibangun dengan
struktur raw-concrete. Ruang void yang sangat adaptif terhadap perubahan suhu

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 54

dan kelembabah tersebut memiliki konektivitas secara langsung menuju bagian lain
melalui ruang ruang bawah tanah, namun tertutup terhadap ruang luar.

Didalam menara pada sudut bagian atas terdapat efek bayangna cahaya tanpa
sumber berbentuk garis dengan intensitas minim. Holocaust Void merupakan
symbol dari sebuah perjalanan akhir yang terperangkap tanpa dapat kembali.
D. Tadao Ando
Tadao Ando praktisi arsitektur kelahiran Osaka, Jepang peraih Pritzker
Architecture Prize 1995 ini tidak pernah menempuh pendidikan formal arsitektur.
Ando memiliki pandangan dan gaya arsitekturnya sendiri yang didapatkannya dan
his direct experiences, not taught intellectualism (RMIT Architecture Wiki,
2008) . Ando belajar otodidak dengan membaca buku arsitektur dan mengamati
bangunan arsitektural di penjuru Jepang, Eropa dan Amerika lebih intens dan yang
orang biasa bisa lakukan. Arsitektur Ando adalah suatu bentuk orisinalitas dan tidak
terikat dengan konvensi yang ada.

Ando memperlakukan setiap karyanya sebagai sebuah places of habitation


not as abstract design in a Iandscape (Lacy dalam The Pritzker Architecture Prize,
1995)). Ando tidak berangkat dan sebuah konsep abstrak, metafora, atau gaya
arsitektur tertentu dan juga tidak mengejar bentuk fisik semata dalam merancang
karyanya, melainkan fokus pada usahanya menciptakan sebuah tempat tertentu
yang akan ditinggah oleh pribadi tertentu

Ando dikenali karyanya dengan bentukan yang berasal dan geometri dasar
yang sederhana. Ketika ditanya tentang apa arti arsitektur baginya, Ando menjawab
chohatsu suru hako, yang bila diartikan dalam Bahasa Inggris adalah a box that
provokes (The PritzkerArchitecture Prize, 1995) . Ini mengantarkan pemahaman
bahwa dalam setiap penciptaan karyanya bukan pencapaian bentuk yang dituju
olehAndo, melainkan apa yang bisa dihadirkan dan keberadaan bentuktersebut,
sesederhana apapun bentuknya

Kreativitas karyaAndo terlihat memukau justru karena muncul dan


kesederhanaan bentuk. Baginya bentuk fisik tidak berarti apa-apa, karena yang ia
C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 55

hadirkan memiliki makna yang Iebih maya sekaligus kaya dibanding bentuk fisik
yang sespektakuler apapun. Ini adalah karaktenstik utama dan Tadao Ando, using
a geometnc simplicity which reveals a subtlety and richness in spatial
articulation. (www.greatbuildings.com, 2007).

Ando menyebutkan dua fitur sebagai karakter utama dalam karyanya, a use
of limited material, which have their texture exposed, and a ambiguous articulation
of the function of space (Ando, 1977). Dua atribut utama ini dikembangkan Ando
dalam bangunan yang dirancang untuk menjalin komunikasi Iangsung dengan
alam, yakni dengan menghadirkan elemen alami dan alam. Aspek alami seperti
cahaya, angin, dan air adalah apa yang dicoba dihadirkan Ando ke dalam wang
bentuknya karya-karyanya Untuk itu Ando senngkali mengadopsi metode enclosed
space dalam karyanya, the primary significance of enclosure is the creation of a
place for oneself, an individual zone, within society (Ando, 1977) sebutnya. Walau
terdengar sebaliknya, di tangan Ando ketertutupan dan keterpisahan ini mampu
membuat komunikasi itu terasa dramatis dan puitis

Konsep arsitektur Ando berorientasi pada manifestasi alam pada bentuk


ruangnya yang sederhana, his focus upon nature as the essential counterform to
his architectures (Frampton dalam The Pfltzker Architecture Prize, 1995). Saat
komunikasi antara bangunan dan alam ini terjadi maka bentuk-ruang pun melebur
dalam batasan yang mengabur namun pada saat yang sama malah makin menjelas

TadaoAndo menghadirkan arsitektumya dalam siniplest way imaginable,


without clever superimpositions or intermixing, as a collage of pure geometric
signs. All excess is spumed, and frugality is exercised in making the composition
(Dal Co, 1995). Dengan bentuk geometn dasar yang sederhana serta detail material
yang menolak warna dan elemen dekoratif tak berarti, memang wajar bila Tadao
Ando menganggap dirinya sebagai modernis, tapi bukan minimalis yang selama ini
dikenal. Ini karena Ando menghadirkan sesuatu yang lain yang lebih memukau
sebagai hasil pendekatan Simplistisnya. Komposisi geometri karya Ando menjadi
lebih berarti bukan karena wujudnya namun karena daya dukungnya akan

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 56

kehadiran sesuatu yang lain yang mewujud karena bentuk-ruang tersebut. Karya
Ando memang sebuah provokasi ruang.

Dari perbedaan pola pikir dan karakter serta pemahaman tokoh


dekonstruksi diatas, sangat Nampak Nampak bahwa makan dekonstruksi itu
sendiri seolah olah kabur karena tidak adanya kesamaan, sedangkan adanya
kesubjektifan yang nyata dari masing tiap tiap karakter. Dari sini dapat diketahui
bahwa dekonstruksi memberikan kebebasan kepada perancangannya untuk
menciptakan sesuatu sesuai dengan selera dan pola pikir masing masing, sehingga
hasil dari bangunan dekonstruksi tidak pernah memiliki karakter yang sama bila
diracangan oleh orang yang berbeda karena terdapat perbedaan pola pikir dan
proses.

2.8. Analisis dan Pembahasan Pemikiran Tokoh Dekonstruksi


Berdasarkan tinjauan yang dipaparkan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa
pemikiran pemikiran yang dilontarkan oleh Eisenman, Tschumi, Libeskind dan
Ando pada umumnya menuangkan sebuah gagasan yang mengacu pada bentuk
pembongkaran makna arsitektur secara structural sekaligus sebagai suatu bentuk
metoda kritik terhadap ideology totalitarian sebagai pandangan umum universal.
Terlepas dari pemahaman klasifikasi dekonstruksi menurut pemahaman Broadbent,
persamaan serta perbedaan yang mendasar dari para arsitek tersebut ditunjukan
pada tabel perbandingan berikut :

No Substansi Peter Eisenman Bernard Daniel Tadao Ando


Tschumi Libeskind
1 Wujud Positive nihilism Disjungsi Struktur Kesederhanaa
Ideologi dengan terhadap space, tangkaian garis n fisik
Dasar modifikasi program dan imajinasi yang bangunan
terhadap bentuk pergerakan, kompleks.
geometri dasar. serta modifikasi
benttuk
geometri dasar.
2 Tujuan Pembongkaran Pembongkaran Pembongkaran Provoksi
Utama terhadap aturan terhadap terhadap ruang
konvensional. keteraturan kestabilan
programatik struktur dengan

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 57

No Substansi Peter Eisenman Bernard Daniel Tadao Ando


Tschumi Libeskind
pada ruang. membentuk
aturan tersendiri
3 Penekanan Dekonstruksi Dekonstruksi Dekonstruksi Dekonstruksi
Dekonstruks terhadap teks terhadap terhadap teks dengan
i yang diangkat programatik yang diangkat menghadirka
melalui trace ruang. melalui trace n sesuatu dari
yang dibawa yang dibawa keberadaan
kedalam kedalam bentuk bentuk bukan
programatik dan struktur pencapaian
ruang. bangunan. bentuk.
4 Metode Discontinuity, trans- Fragmentation, Immobile
yang secara decentering, programing, overlapping, Enclosed
umum folding,discolati dis- trajectory, space.
diterapkan on dan self programingg, vector, nexus,
similarity cross- object datum,
(fractals). programing folding dan
fractals
5 Konsep Gridding, discontinuity, Space, Simplicity of
rotation, recursibility, Trajectory, Perfection
displacement, dan Elements, dan (Light;
imprint, trace selfsimilarities Context Space;
Humanity;
Nature;
Concrete;
Sanctuary)
Tabel 2.2.: Perbandingan pemikiran arsitek penganut dekonstruksi
Sumber : Bonifaclo Bayu Senasaputro Dalam Kajian Teori, Metode, Dan Aplikasi

2.9. Pola Pikir Penerapan Dekonstruksi


Setelah membahas mengenai arsitektur dekonstruksi mulai dari prinsip,
konsep, metode dan teorinya, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana
menerapkan arsitektur dekonstruksi sebagai latar untuk memecahkan permasalahan
yang sudah dibahas pada bab sebelumnya. Seperti diketahui, dekontruksi adalah
arsitektur yang memberikan kebebasan kepada sang perancang untuk membuat
desain bangunan sesuai dengan apa yang ingin diekspresikan dalam diri dan pikiran
sang perancang. Karena dekonstruksi memberi kebebasan dalam merancang tanpa
adanya keterikan pada aturan aturan, maka banyak para arsitek yang membuat
metode, konsep, prinsip dan teori masing masing sesuai dengan pola pikir para
arsitek itu sendiri. Golongan yang menciptakan gaya berdasarkan pola pikir sendiri
inilah yang masuk dalam Dekonstruksi Non-Derridean.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 58

Sementara itu Dekonstruksi Derridean merupakan dekonstruksi yang


berkembang berdasarkan pola pikir dari Jacques Derrida, dimana aturan yang ada
didalam dekonstruksi ini berjalan sesuai dengan pola pikir Jaques Derrida. Karena
masih terdapat aturan dalam dekonstruks Derridean, dimana aturan inilah yang
membuat banyak arsitek lain beranggapan aturan yang ada bertolak belakang
dengan prinsip dekonstruksi yang memberi kebebasan dalam merancang bagi sang
arsitek berdasarkan pola pikir dari arsitek itu sendiri. Maka munculah golongan
dekonstruksi Non-Derridean yang mana golongan ini bertolak belakang pada hasil
pemikran Jaques Derrida.

Dalam menggunakan dekonstruksi sebagai latar untuk menyelesaikan


permasalahan yang ada, maka akan dibuat pola pikir tersendiri untuk memecahkan
permasalahan tersebut. Meskipun menggunakan pola pikir tersendiri, namun prinsip
dari dekonstruksi yang sesuai dengan permasalahan tetap diperhatikan sebagai
sasaran yang akan dituju. Prinsip prisip tersebut antara lain adalah tidak mengikat
pada dimensi waktu, apa yang ditampilkan memiliki kekuatan yang sama,tidak ada
yang dominan dan tidak ada yang tidak dominan. Berikut ini merupakan kerangka
pikir dalam penggunaan dekonstruksi sebagai latar untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada.

CENTRAL BORNEO PAVILION

Prinsip dekonstruksi Rumusan masalah


yang sesuai Menyusun konsep dan Bagaimana
Tidak mengikat pada metode yang dapat rancangan Central
dimensi waktu, apa mengimplementasikan Borneo Pavilion yang
yang ditampilkan prinsip dari dekonstruksi dapat
memiliki kekuatan untuk memecahkan mengiplementasikan
yang sama,tidak ada masalah yang ada sebuah rasa dari
yang dominan dan berdasarkan teori dari masa lalu dalam
tidak ada yang tidak tokoh arsitek dekonstruksi konteks masa kini
dominan, keberadaan namun keduanya
masalalu dan masa saling bergatung dan
kini saling tidak saling
bergantung Konsep meniadakan
desain

Bentuk Ruang

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 59

Rancangan
Central Borneo Pavilion

Skema 2.3.: Pola pikir penerapan teori arsitektur


Sumber : Analisa pribadi

2.10.Pendekatan Teori Tokoh Dekonstruksi


Berdasarkan pada permasalahan yang telah dibahas pada bab sebelumnya,
akan dilakukan pendekatan dari hasil pemikiran tokoh dekonstruksi yang akan
diaplikasikan dalam rancangan Central Borneo Pavlion. Setiap pendekatan baik
berupa konsep atau metode dari tokoh arsitektur dekonstruksi, akan dipilih yang
memiliki kesamaan dan mendekati proses rancang yang akan dilakukan dan hasil
yang ingin dicapai.
Pada bab sebelumnya telah dikatakan bahwa Untuk mewakili sebuah
perkembangan secara turun temurun dari masa lalu sampai dengan saat ini maka
dasar yang dipakai adalah menghadirkan keberadaan masa lalu dalam konteks masa
kini. Memperkenalkan keberadaan masa lalu dalam konteks kekinian tidak cukup
hanya menampilkan benda benda atau sesuatu yang menunjukan masa lalu secara
visual tapi juga perlu ditunjang dengan membangkitkan suasana dan perasaan masa
lalu.

Untuk membangkitkan suasana dan perasaan masa lalu maka visualisasi


dimunculkan pada bagian dalam dan luar bangunan. Visualisasi yang dihadirkan
tersebut memberi sebuah pengalaman ruang yang tanpa disadari bahwa suasana dan
perasaan masa lalu telah dihadirkan dalam konteks kekinian dalam permanian jejak
jejak. Keberadaan masa lalu yang di absent digantikan oleh keberadaan masa kini
yang presence dimana keduanya saling tergantung bukan saling meniadakan. Yang
hadir memberi sebuah tanda dari keberadaan yang absen. Dalam hal ini berarti
antara dulu dan sekarang hadir secara bersamaan namun sudah dalam wujud yang
sama sekali berbeda bila dilihat secara visual dan tidak ada yang menonjol dan
tidak ada yang tidak menonjol, keduanya memiliki rasa yang sama besar. Dengan
hadirnya masa lalu dalam konteks yang berbeda maka makna yang ada menjadi
tertunda namun tetap memberi pesan dari masa lalu kepada orang yang melihatnya.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 60

Berdasarkan permasalahan yang ada maka disimpulkan bangunan Central


Borneo Pavilion mampu menghadirkan sebuah rasa dan suasana dari masa lalu
dalam konteks masa kini secara bersaamaan dimana bagian dari masa lalu
ditiadakan dan digantikan oleh wujud masa kini namun keduanya saling bergatung
dan tidak saling meniadakan dengan rasa yang sama besar dimana tidak ada yang
menonjol dan tidak ada yang tidak menonjol.

Bila dilihat dari permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, pendekatan
konsep dan metode yang serupa lebih banyak dibahas dan dikeluarkan oleh Peter
Eisenman , Tadao Ando dan Daniel Libeskind, dimana konsep dan metode tersebut
adalah sebagai berikut :
Peter Eisenman
Konsep
trace : peninggalan masa lalu yang dihadirkan kembali
rotation : memutar objek dengan maksud dan tujuan tertentu yang berkaian
dengan view, utilitas ataupun sirkulasi.
displacement : teknik penggeseran yang dilakukan untuk menciptakan bentuk-
bentuk yang non konvensional sebagai aplikasinya terhadap
konsep

Metode
Superposition : Pengolahan dan pengembangan bentuk dasar

Daniel Libeskind
Konsep
Element : Bentuk dari pecahan pecahan melalui perpotongan maupun
pembagian volume secara diagonal
Metode
Fragmentation : upaya pemecahan secara parsial terhadap rangkaian sistem yang
utuh kedalam bagian bagian yang terpisah dengan sistem
perhitungan tertentu terhadap pembagian secara terarah ( re-

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 61

orientation)
Folding : sebagai bentuk pembelokan atau pelipatan secara structural
Overlapping : bentuk penekanan secara ekstrim terhadap konfigurasi dalam
sudut pandang foreground dan background , melalui permainan
konfigurasi bentuk, sudut dan bidang ektrim
Slippage of memory : Merupakan suatau bentuk penelaaahan terhadap makna
yang tidak statis, mengalami perubahan (mutability) yang tidak
dapat diprediksi sesuai dengan kontkes. Dalam pengembangan
slippage of memory diartikan sebagai upaya sesuai denga kondisi
setting geografis dan historis.

Tadao Ando
Konsep
Simplicity of Perfection : Kesederhanaan
Light :Memainkan bukan pencahayaan untuk menghadirkan
kesan yang sesuai dengan konsep dari objek
Metode
Immobile Enclosed space : Menghadirkan kesan sunyi dan tertutup sehingga saat
elemen alami dimasukan maka rasa yang ingin
dihadirkan akan semakin kuat

2.11. Ruang
Bila dilihat dari sudut pandang para ahli mengenai ruang, terdapat berbagai
macam pengertian yang berbeda beda dari pemikiran yang dijabarkan. Ruang yang
dimaksud bisa saja ruang yang berhubungan dengan jagad raya yang berkaitan
dengan dimensi waktu atau ruang yang tercipta karena keberadaan bangun bangun
yang ada disekitarnya. Bila dilihat dari tema pembahasan yang maka teori
mengacu pada keberadaan ruang yang berupa rongga yang tercipta karena adanya
batas berupa bidang bidang dan dimelingkupi kita.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 62

Menurut Josef Prijotomo , ruang adalah bagian dari bangunan yang berupa
rongga, sela yang terletak diantara dua objek dan alam terbuka yang mengelilingi
dan melingkupi kita. Bukan objek nirupa dan ragawi tidak terlihat hanya dapat
dirasakan oleh pendengaran, penciuman dan peradaban. (Surasetja. 2007)

2.11.1. Organisasi Ruang


Terpusat
Pusat; suatu ruang dominant dimana pengelompokan sejumlah ruang sekunder
dihadapkan (Ching: 1999, hal.205)

Gambar 2.13. Terpusat


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

Organisasi terpusat bersifat stabil, merupakan komposisi terpusat yang


terdiri dari sejumlah ruang-ruang sekunder yang dikelompokkan mengelilingi
sebuah pusat yang besar dan dominant. Ruang pusat sebagai ruang pemersatu dari
organisasi terpusat, pada umumnya berbentuk teratur dan ukurannya cukup besar
untuk mengumpulkan sejumlah ruang sekunder di sekitar bentuknya.

Ruang-ruang sekunder pada organisasi terpusat mungkin setara satu sama


lain dalam fungsi, bentuk dan ukuran, serta menciptakan suatu konfigurasi
keseluruhan yang secara geometris teratur dan simetris terhadap dua sumbu atau
lebih. Karena bentuk organisasi terpusat dengan sendirinya tidak berarah, kondisi-
kondisi untuk menuju dan cara memasukinya harus dikhususkan oleh tapak dan
menegaskan satu dari ruang-ruang sekunder sebagai pembentuk tempat masuk.
Pola-pola sirkulasi dalam suatu organisasi terpusat mungkin berbentuk radial, loop
atau spiral walaupun demikian dalam semua hal, pola tersebut akan berakhir pada
ruang pusat.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 63

Organisasi terpusat yang bentuk-bentuknya relatif kompak dan secara


geometris teratur dapat digunakan untuk :

- Menetapkan titik-titik atau tempat-tempat didalam ruang.


- Menghentikan komposisi-komposisi aksial
- Berfungsi sebagai suatu bentuk objek di dalam kawasan atau volume ruang
yang tertentu.

Linier
Linier merupakan suatu urutan linier dari ruang-ruang yang berulang (Ching:
1999, hal. 205).

Gambar 2.14. Linier


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

Oleh karena karakternya yang panjang, organisasi linier menunjukan suatu


arah, dan menggambarkan gerak, pemekaran dan pertumbuhan. Untuk membatasi
pertumbuhannya, organisasi-organisasi linier dapat dihentikan oleh ruang yang
dominan, oleh adanya tempat masuk yang menonjol dan tegas, atau oleh peleburan
bentuk bangunan lainnya atau keadaan topografi lapangan.

Radial
Sebuah ruang pusat yang menjadi acuan organisasi-organisasi ruang yang
linier berkembang menurut bentuk jari-jarinya (Ching: 1999, hal. 205).

Gambar 2.15. Radial


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016
C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 64

Organisasi ruang jenis radial memadukan unsur-unsur organisasi terpusat


maupun linier. Organisasi ini terdiri dari ruang pusat yang dominan darimana
sejumlah organisasi-organisasi linier berkembang seperti bentuk jari-jarinya.
Sedangkan suatu organisasi terpusat adalah sebuah bentuk yang introvert yang
memusatkan pandangannya kedalam ruang pusatnya, sebuah organisasi radial
adalah sebuah bentuk yang ekstrovert yang mengembang keluar lingkupnya.
Dengan lengan-lengan liniernya, bentuk ini dapat meluas dan menggabungkan
dirinya pada unsur-unsur tertentu atau benda-benda lapangan lainnya.

Variasi tertentu dari organisasi radial adalah pola baling-baling dimana lengan-
lengan liniernya berkembang dari sisi sebuah pusat berbentuk segiempat atau bujur
sangkar. Susunan ini menghasilkan pola dinamis yang secara visual mengarah
kepada gerak berputar mengelilingi ruang pusatnya.

Cluster
Organisasi cluster adalah ruang-ruang dikelompokan berdasarka adanya
hubungan atau bersama-sama memanfaatkan ciri atau hubungan visual (Ching:
1999, hal. 205). Organisasi cluster menggunakan pertimbangan penempatan
peletakan sebagai dasar untuk menghubungkan suatu ruang terhadap ruang lainnya.
Seringkali penghubungnya

Gambar 2.16. Cluster


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 65

Terdiri dari sel-sel ruang yang berulang dan memiliki fungsi-fungsi serupa dan
memiliki persamaan sifat visual seperti halnay bentuk dan orientasi. Suatu
oarganisasi cluster dapat menerima ruang-ruang yang berlainan ukuran, bentuk dan
fungsinya tetapi berhubungan satu dengan yang lainnya berdasarkan penempatan
dan ukuran visual sperti simetri atau menurut sumbu. Oleh karena polanya tidak
berasal dari konsep geometri yang kaku, maka bentuk organisasi cluster selalu
luwes dan dapat menerima pertumbuhan perubahan langsung tanpa mempengaruhi
karakternya.

Ruang-ruang cluster dapat diorganisir terhadap tempat masuk kedalam


bangunan, atau disepanjang alur gerak yang melaluinya. Ruang-ruang dapat juga
dibuat berkerumun pada suatu kawasan tertentu atau ruang yang luas.

Grid
Organisasi grid terdiri dari bentuk- bentuk dan ruang- ruang dimana posisi-
posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang diatur oleh grid tiga dimensi atau
bidang (Ching, 1999: 205).

Suatu grid dibentuk dengan menetapkan sebuah pola yang teratur dari titik-titik
yang pertemuan-pertemuan dari dua pasang garis-garis sejajar. Pola grid yang
diproyeksikan kedimensi ketiga berubah menjadi satu set modul ruang yang
berulang. Kekuatan yang mengorganisir suatu grid timbul dari keteraturan dan
keutuhan pola-polanya yang menembus unsur-unsur yang diorganisir. Pola ini
menjadi satu set yang tetap atau kawasan titik-titik acuan dan garis-garis dalam
ruang yang memungkinkan ruang-ruang suatu organisasi grid dapat memiliki
hubungan bersama, walaupun berbeda dalam ukuran, bentuk, atau fungsi.

Gambar 2.17. Grid


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 66

Organisasi grid dalam arsitektur paling sering terbentuk oleh sistem struktur
rangka yang terdiri dari tiang-tiang dan balok-balok didalam kawasan grid ini,
ruang-ruang dapat terbentuk sebagai kejadian-kejadian yang terpisah atau sebagai
pengulangan modul grid. Tanpa melihat disposisinya dalam kawasan, jika ruang-
ruang ini dipandang sebagai bentuk-bentuk positif akan menciptakan set kedua
berupa ruang-ruang negatif.

2.11.2. Unsur Pembentuk Ruang


Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara
psikologis emosional (persepsi), maupun dimensional. Manusia berada dalam
ruang, bergerak serta menghayati, berfikir dan juga menciptakan ruang untuk
menyatakan bentuk dunianya. Di dalam buku struktur Esensi Arsitektur karya
Forrest Wilson hal 15, Edward T. Hall menuliskan hubungan antara manusia
dengan ruang. Ia mengatakan : Salah satu perasaan kita yang penting mengenai
ruang adalah perasaan teritorial. Perasaan ini memenuhi kebutuhan dasar akan
identitas diri, kenyamanan dan rasa aman pada pribadi manusia. Secara umum,
ruang dibentuk oleh tiga elemen pembentuk ruang yaitu :

Bidang alas/lantai (the base plane). Oleh karena lantai merupakan


pendukung kegiatan kita dalam suatu bangunan, sudah tentu secara struktural harus
kuat dan awet. Lantai juga merupakan unsur yang penting didalam sebuah ruang,
bentuk, warna, pola dan teksturnya akan menentukan sejauh mana bidang tersebut
akan menentukan batas-batas ruang dan berfungsi sebagai dasar dimana secara
visual unsur-unsur lain di dalam ruang dapat dilihat. Tekstur dan kepadatan material
dibawah kaki juga akan mempengaruhi cara kita berjalan di atas permukaannya.

Bidang dinding/pembatas (the vertical space devider). Sebagai unsur


perancangan bidang dinding dapat menyatu dengan bidang lantai atau dibuat
sebagai bidang yang terpisah. Bidang tersebut bisa sebagai latar belakang yang
netral untuk unsur-unsur lain di dalam ruang atau sebagai unsur visual yang aktif
didalamnya. Bidang dinding ini dapat juga transparan seperti halnya sebuah sumber
cahaya atau suatu pemandangan.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 67

Bidang langit-langit/atap (the overhead plane). Bidang atap adalah unsur


pelindung utama dari suatu bangunan dan berfungsi untuk melindungi bagian dalam
dari pengaruh iklim. Bentuknya ditentukan oleh geometris dan jenis material yang
digunakan pada strukturnya serta cara meletakannya dan cara melintasi ruang diatas
penyangganya. Secara visual bidang atap merupakan topi dari suatu bangunan
dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap bentuk bangunan dan pembayangan.

2.11.3. Hubungan Antara Penentu Keterangkuman dan Kualitas Ruang


Selain ketiga unsure pembentuk ruang tersebut di atas, terdapat beberapa
faktor lain yang turut mempengaruhi terbentuknya suatu ruang. Faktor-faktor
tersebut adalah dimensi, wujud, konfigurasi, permukaan, sisi bidang dan buka-
bukaan. Suatu ruang tidak saja mempunyai bentuk secara fisik tetapi juga
mempunyai kualitas, secara fisik ruang dibentuk oleh bidang alas, bidang dinding
dan bidang langit-langit sedangkan kualitas ruang ditentukan oleh faktor-faktor
tersebut di atas, yang disebut sebagai faktor-faktor penentu keterangkuman ruang.
Hubungan antara faktor-faktor penentu keterangkuman ruang dengan kualitas ruang
yang dihasilkannya disimpulkan di dalam matriks di bawah ini :
Penentu Keterangkuman Kualitas Ruang
Dimensi Proporsi
Skala
Wujud Bentuk
Konfigurasi Definisi
Permukaan Warna
Sisi-sisi Tekstur
Pola
Bukaan Tingkat Ketertutupan
Cahaya
Pandangan

Tabel 2.3. Penentu keterangkuman dan kualitas ruang


Sumber : Teori Arsitektur, Maret 2016

2.12. Bentuk

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 68

Wujud/ujud merupakan hasil konfigurasi tertntu dari permukaan permukaan dan


sisi-sisi bentuk (Chung, 1979). Ciri ciri pokok yang menunjukan bentuk, dimana
ciri ciri tersebut pada kenyataannya dipengaruhi oleh keadaan bagaimana cara kita
memandangnya. Juga merupakan sarana pokok yang memungkinkan kita mengenal
dan melihat serta menijau latar belakang, persepsi kita terhadap satu dan yang lain,
sangat tergantung dari ketajaman visual dalam arsitektur. Bentuk dapat dikenali
karena ia memiliki ciri ciri visual, yaitu (Ching, 1979) :
Wujud: Adalah hasil konfigurasi tertentu dari permukaan permukaan dan sisi
sisi bantuk.
Dimensi: Dimensi bentuk adalah panjang, lebar dan tinggi. Adapun skalanya
ditentukan oleh perbandingan ukuran relative terhadapa bentuk bentuk lain
disekelilingnya.
Warna adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan sutau bentuk. Warna
adalah atribut yang paling mencolok dan membedakan suatu bentuk terhadap
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
Tekstur : adalah karakter permukaan sutau bentuk. Tekstur mempengaruhi
perasaan kita pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas pemantulan
cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut.
Orientasi : merupakan posisi relative suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah
mata angin atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.
Inersia Visual : adalah derajat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk. Intersia
suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang
dasar dan garis pandangan kita.
Ada wujud-wujud yang memuat pesan pesan khusus, mempengaruhi dengan cara
yang mudah dimengerti sementara yang lain dengan cara yang sulit dijelaskan.
Dengan atau tanpa penjelasan, kekuatan wujud tidak dapat di pertentangkan.
Bentuk dapat diperkuat atau dilemahkan oleh bentuk lain. Bentuk dapat
digabungkan menjadi satu komposisi tunggal. Bentuk dapat bergabung untuk
menghasilkan komposisi yang koheren dengan cara persamaan, pengulangan
ataupun proporsi. Bentuk bentuk yang sama tidak perlu benar benar sama dan
sebangun untuk dapat dikenali hubungan di antara merekea; kemiripan dalan suatu

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 69

keluarga sudah cukup, justru karean keberagaman dapat menyenangkan, bahkan


lebih dari disukai dari pada kesamaan yang sempurna. (Wahid dan Alamsyah, Teori
Arsitektur, 2013)
2.13. Tinjauan Pencahayaan
2.13.1. Pencahayaan Alami

Menurut Lechner (2007:424), terdapat strategi yang sangat penting untuk


sebuah perancangan yang menggunakan pencahayaan alami, Terdapat dua
bentuk dasar bukaan untuk memasukkan cahaya ke dalam ruangan,
antara lain:

1. Side lighting
Bukaan yang ada di bagian samping ruangan, yang paling umum dijumpai
adalah jendela. Perencanaan jendela harus dilakukan dengan hati-hati, karena
perencanaan yang tidak tepat dapat menimbulkan silau dan suhu ruangan yang
cenderung panas.
Penempatan jendela sebaiknya berada tinggi dari lantai dan tersebar merata
(tidak hanya berada pada satu sisi dinding saja) agar dapat mendistribusikan
cahaya dengan merata.
Jendela yang terlalu luas sering kali tidak tepat digunakan pada negara yang
beriklim tropis, arena panas dan radiasi silau terlalu banyak masuk ke dalam
ruang, terutama pada galeri yang memiliki ketenuan tertentu atas banyaknya
cahaya dalam ruang karena dikhawatirkan dapat merusak objek yang
dipamerkan, Bovill dalam Meiliana (2010:28)
Perlindungan terhadap cahaya matahari dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pembayangan cahaya matahari dan penyaringan cahaya matahari

2. Top lighting
Bukaan pada bagian atas dapat berupa skylight, sawtooth, monitor, atau clerestory

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 70

Gambar 2.18. Berbagai jenis bukaan atas


Sumber : www.toplighting.com , Maret 2016

Hanya dapat digunakan pada bangunan satu lantai atau lantai teratas dari
bangunan bertingkat banyak. Pada bukaan horizontal pada atap, cahaya yang masuk
ke dalam bangunan lebih banyak daripada bukaan vertikal, tetapi pada saat-saat
tertentu intensitas cahaya yang masuk dapat lebih besar. Atas pertimbangan hal
tersebut sering disarankan untuk menggunakan bukaan vertikal pada atap dalam
bentuk jendela clerestory, monitor atau sawtooth.

2.13.2. Pencahayaan Buatan


Pencahayaan buatan diperlukan karena kita tidak dapat sepenuhnya
tergantung pada ketersediaan pencahayaan alami, misalnya pada malam hari atau di
ruang yang tak terjangkau oleh cahaya alami. Dengan demikian udah semestinya
pencahayaan buatan bersifat saling mendukung dengan pencahayaan alami; tidak
dapat dikatakan mana yang lebih unggul.
Pencahayaan buatan diperlukan bila ;
Tidak tersedia cahaya alami siang hari ; saat antara matahari terbenam dan
terbit
Tidak tersedia cukup cahaya alami dan matahari; saat mendung tebal; intensitas
bola langit akan berkurang.
Cahaya alami dari matahari tidak dapat menjangkau tempat tertentu di dalam
ruangan yang jauh dari jendela.
Diperlukan cahaya merata pada ruang lebar. Pada ruangan yang lebar, hanya
lokasi disekitar jendela saja yang terang, sedang bagian tengah akan menjadi
redup. Hal ini terutama terjadi pada ruangan lebar, luas dan terletak dibawah
lantai lain sehingga tidak dapat dibuat lubang cahaya di atap. Namun jika toh
ruang luas tersebut dapat diberi atap transparan, tidaklah terlalu disarankan
untuk daerah tropis karena ruangan akan menjadi sangat panas.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 71

Diperlukan intensitas cahaya konstan. Ruang operasi, misalnya, memerlukan


cahaya yang konstan pada intensitas tertentu. Cahaya alami akan tergantung
oleh cuaca / awan yang tentu akan menyebabkan suatu saat terang dan redup
dalam waktu berdekatan dan tak terkendali sehingga akan mengganggu
jalannya operasi.
Diperlukan pencahayaan dengan warna dan arah penyinaran yang mudah
diatur; ruang pamer dan panggung pertunjukan adalah contoh tempat yang
membutuhkan pencahayaan yang mudah diatur untuk menciptakan efek
tertentu guna mendukung objek pameran atau pertunjukan.
Cahaya buatan diperlukan untuk fungsi khusus, bayi manusia atau binatang
yang baru lahir kadang memerlukan kehangatan lampu dapat menyediakan
kehangatan.
Diperlukan cahaya dengan efek khusus, misalnya pada pencahayaan dengan
lampu ungu-ultra untuk memendarkan cat berlapisan fosfor.

2.13.3. Sistem Pencahayaan Buatan


Sistem pencahayaan dalam ruang dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yang
pada
praktek umumnya dapat dikombinasikan antara beberapa jenis sistem pencahayaan
dalam sebuah ruang. Jenis-jenis sistem pencahayaan ini adalah :(Lechner, 2007)
1. Penerangan Umum (general lighting)
Penerangan umum merupakan jenis sistem pencahayaan yang paling umum
digunakan, karena fleksibilitas dalam mengatur area kerja. Persebaran iluminasi
yang merata pada seluruh bagian dalam ruang, yang memudahkan orang untuk
menata penempatan perabot juga untuk penataan ulang.

2. Penerangan Lokal (localized lighting)


Penerangan lokal merupakan pengaturan pencahayaan yang tidak seragam seperti
penerangan umum, tapi lebih berkonsentrasi pada area kerja. Sistem ini jauh lebih
efisien, karena area non-kerja umumnya tidak membutuhkan intensitas cahaya
sebesar area kerja. Namun fleksibilitas jika ingin melakukan penataan ulang

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 72

perabotan menjadi terbatas, karena harus mengikuti pencahayaan yang telah diatur
sebelumnya.

3. Penerangan Ambien
Penerangan ini adalah pencahayaan tidak langsung, dengan memantulkan cahaya ke
plafon atau dinding terlebih dahulu. Penerangan ini memiliki iluminasi rendah yang
sesuai untuk area non-kerja atau sirkulasi, serta dapat menciptakan suasana sekitar
(ambien) yang cukup baik.

4. Penerangan pada Bidang Kerja (task lighting)


Penerangan yang terkait atau terletak pada perabot ini merupakan penerangan yang
paling fleksibel, berkualitas, dan efisien. Karena penerangan hanya ada pada tempat
itu dan area sekelilingnya saja. Letaknya yang menempel pada perabot juga
memudahkan jika ingin dilakukan penataan ulang, karena penerangan tersebut akan
ikut terpindah juga.

5. Penerangan Aksen (accent lighting)


Penerangan aksen digunakan untuk menonjolkan suatu bagian tertentu dari
bangunan atau ruang. Besar kuat cahaya ini, sebaiknya memiliki sepuluh kali lebih
tinggi dari pencahayaan disekitarnya. Untuk penerangan aksen sering kali
digunakan track lighting atau downlight.

6. Penerangan Dekoratif
Berbeda dengan jenis lainnya, penerangan dekorasi adalah dimana sumber cahaya
atau lampu merupakan objek untuk dilihat dan dapat menambah keindahan dalam
ruang.

2.13.4. Jenis Jenis Lampu


Saat ini terdapat beragam jenis lampu beredar di pasaran, setiap jenis lampu
memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, dan tentunya kemajuan
teknologi juga berpengaruh dalam perbaikan kualitas lampu yang ada saat ini.
Jenis-jenis lampu yang ada saat ini, antara lain :

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 73

1. Lampu pijar
2. Flourescent
3. Mercury
4. Metal halide
5. Low-pressure sodium
6. High-pressure sodium
7. Solid state lighting LED (Light-Emitting Diodes)

2.14. Teori Arsitektural


2.14.1. Konsep Sirkulasi
Ruang sirkulasi membentuk bagian yang tak dapat dipisahkan dari setiap
organisasi bangunan, dan memakan tempat yang cukup besar dalam ruang
bangunan. Bentuk dan skala suatu ruang sirkulasi harus menampung gerak manusia
pada waktu mereka berkeliling, berhenti sejenak, beristirahat, atau menikmati
pemandangan sepanjang jalan. (FDK. Ching, 286) Menurut Ching (287) ruang
sirkulasi bisa berbentuk :

Tertutup, membentuk koridor yang berkaitan


dengan ruang-ruang yang dihubungkan melalui
pintu-pintu masuk pada bidang dinding.

Terbuka pada salah satu sisinya, untuk


memberikan kontinuitas visual/ruang dengan
ruang-ruang yang dihubungkan.

Terbuka pada kedua sisinya, menjadi perluasan


fisik dari ruang yang ditembusnya.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 74

2.14.2. Sistem Pencapaian Pada Bangunan


Menurut (Hakim, Utomo, 2003 dalam Ngini, 2008) sistem pencapaian
pada bangunan dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :

Sistem pencapaian frontal

Sistem pencapaian langsung mengarah dan lurus ke objek


ruang yang dituju. Pandangan visual objek yang dituju jelas
terlihat dari jauh

Sistem pencapaian ke samping

Memperkuat efek objek perspektif yang dituju. Jalur


pencapaian dapat dibelokkan berkali-kali untuk
memperbanyak squence sebelum mencapai objek.

Sistem pencapaian memutar

memperpanjang urutan pencapaian dan mempertegas


bentuk tiga dimensi suatu bangunan sewaktu bergerak
mengelilingi tepi bangunan.

2.14.3. Sistem koridor


Koridor terdiri dari dua macam yaitu koridor utama dan koridor tambahan.
Koridor utama merupakan orientasi dari retail-retail yang ada disepanjangnya.
Sedangkan koridor sekunder adalah koridor yang terdapat pada perpanjangan

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 75

koridor utama, yang memudahkan pencapaian dari area parkir serta dapat
mempersingkat jarak entrance bila terjadi keadaan darurat. Ada beberapa alternatif
sistem koridor yang dapat digunakan yaitu :

a. Lorong melayani dua arah (double loaded corridor)


Sistem lorong yang melayani dua arah ini sangat ekonomis. Sering
digunakan untuk proyek-proyek perkantoran, pendidikan, flat-flat, rumah
sakit dan bangunan-bangunan komersial.

Gambar 2.19. Lorong dua arah


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

b. Lorong melayani satu arah (single loaded corridor)


Sistem lorong yang melayani satu arah ini kurang ekonomis. Sistem ini
biasanya juga digunakan untuk hotel-hotel, flat dan bangunan pendidikan.

Gambar 2.20. Lorong satu arah


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

c. Lorong pinggiran (perimeter corridor/exterior corridor)


Sistem ini sering dipakai untuk melayani ruang yang bentangnya besar.
Selain itu untuk alasan aklimatisasi bahwa lorong pinggiran sekaligus
berfungsi sebagai penahan sinar matahari. Sistem ini banyak dipakai untuk
bangunan pendidikan.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 76

Gambar 2.21. Lorong Pinggiran


Sumber : Gambar pribadi, Maret 2016

d. Barang

Sirkulasi horizontal selain untuk melayani alur sirkulasi manusia


juga melayani sirkulasi untuk barang. Pengangkutan barang secara
horizontal ini juga dilakukan melewati koridor baik itu koridor utama
maupun koridor tambahan untuk menuju ke ruang-ruang diinginkan

2.15. Sistem parkir pada bangunan


a.
Parkir tegak lurus
Pola parkir tegak lurus memiliki beberapa kelebihan yaitu jumlah kendaraan
yang dapat ditampung banyak, efisiensi lahan, dan ruang gerak yang mudah
namun memerlukan sirkulasi yang cukup luas.

Gambar 2.22. Parkir tegak lurus


Sumber : www.parkingsystem.com , Maret 2016

b.
Parkir menyudut 45o
Pola parkir menyudut 45o, memiliki beberapa kelebihan yaitu ruang gerak yang
mudah, terkesan dinamis dan jumlah kendaraan yang dapat ditampung cukup
banyak.

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 77

Gambar 2.23. Parkir menyudut


Sumber : www.parkingsystem.com , Maret 2016
c.
Parkir sejajar
Pola parkir sejajar ini dapat menghambat lalu lintas, dengan ruang geraknya
yang sulit dan tidak efisien.

Gambar 2.24. Parkir sejajar


Sumber : www.parkingsystem.com , Maret 2016

2.16. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dibahas sebelumnya didapatkan
kesimpulan berupa kriteria serta variable yang menjadi titik tolak perancangan lebih
lanjut.

PEMBAHASAN VARIABEL KRITERIA


Fasilitas Fasilitas utama
Ruang pameran
- Ruang pameran tetap
- Ruang Pameran tidak tetap
Fasilitas Penjualan
- Display aksesoris

Fasilitas Penunjang
Ruang serbaguna/aula
Restoran
Perpustakaan
Ruang Terbuka
Hall Utama

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 78

Fasilitas servis
Ruang pengelola
Pusat informasi
Ruang Media
Ruang perbaikan dan perawatan
Gudang
Toilet
Mushola
Mechanical Electrical
Parkir

Pencapaian ke bangunan
- Sistem pencapaian langsung
Jenis sirkulasi di dalam bangunan
- Ruang pameran tetap
Sirkulasi linier 2 arah
Sirkulasi
- Ruang pameran tidak tetap
Sirkulasi yang diatur
sendiri oleh penyewa
Sistem parkir kendaraan
- Parkir menyerong

Lokasi Strategis
Aksebilitas kelokasi mudah
Lokasi tidak jauh dari area sasaran
target konsumen
Lokasi bangunan berdekatan
Lokasi
dengan berbagai fasilitas publik

Memperhatikan prinsip kenyamanan


Kondisi, potensi dan k arakter kawasan
Diperuntukan untuk bangunan komersil

Side lighting
Alami
Top lighting
Pencahayaan
Penerangan umum
Buatan
Penekanan aksen
Trace, Rotation, displacement, Element,
Konsep
Simplicity of Perfection, ligt
Teori Dalam
Arsitektur Superposition, fragmentation, folding,
Metoda overlapping, slippage of memory,
Immobile enclosed space
Tabel 2.4: Kriteria dan variable desain Central Borneo Pavilion
Sumber : Data pribadi, Februari 2016

C
Central
Borneo Pavilion
Landasan Teori dan Program 79

C
Central
Borneo Pavilion

Anda mungkin juga menyukai