Anda di halaman 1dari 8

Nama : Risma Yuniar

Kelas : X MPLB 1
No Absen : 27

MENGANALISIS SUKU BANGSA DI INDONESIA

1. Nama suku : SUKU ALAS

Gambar 1 Suku Alas SukuAlas

2. Tempat :
Suku Alas merupakan salah satu suku yang bermukim di Kabupaten
AcehTenggara, Provinsi Aceh (yang juga lazim disebut Tanah Alas). Kata "alas" dalam
bahasa Alas berarti "tikar". Hal ini ada kaitannya dengan keadaan daerah itu yang
membentang datar seperti tikar di sela-sela Bukit Barisan. Daerah Tanah Alas dilalui
banyak sungai, salah satu di antaranya adalah Lawe Alas (Sungai Alas). Sebagian besar
suku Alas tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan. Tanah Alas
merupakan lumbung padi untuk daerah Aceh. Tapi selain itu mereka juga berkebun
karet, kopi,dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar
dan kemenyan. Sedangkan binatang yang mereka ternakkan adalah kuda, kambing,
kerbau, dan sapi. Kampung atau desa orang Alas disebut kute. Suatu kute biasanya
didiami oleh satu atau beberapa klan, yang disebut merge. Anggota satu merge berasal
dari satu nenek moyang yang sama. Pola hidup kekeluargaan mereka adalah

Risma_27
kebersamaan dan persatuan. Mereka menarik garis keturunan patrilineal, artinya garis
keturunan laki-laki. Mereka juga menganut adat eksogami merge, artinya jodoh harus
dicari di merge lain. Suku Alas 100% adalah penganut agama Islam. Namun masih ada
juga yang mempercayai praktik perdukunan misalnya dalam kegiatan pertanian. Mereka
melakukan upacara-upacara dengan latar belakang kepercayaan tertentu agar pertanian
mereka mendatangkan hasil baik atau terhindar dari hama.

3. Bahasa
Sama halnya dengan kebudayaan suku Aceh lainnya, suku Alas juga memiliki
bahasa yang berbeda dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari suku Alas. Bahasa
dari rumpun Austronesia tersebut disebut sebagai bahasa Alas atau cekhok Alas.
Bahasa suku Alas ini juga hampir sama dengan bahasa suku Kluet yang merupakan
suku di daerah Aceh selatan. Selain sama dengan suku Kluet, bahasa Alas juga memiliki
beberapa kesamaan kosakata dengan suku Karo di Provinsi Sumatera Utara. Jumlah
penutur bahasa ini mulai berkurangan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2000
terhitung hanya ada 195.000 penutur bahasa Alas. Bahasa Alas ini masih belum
diketahui dan terus diteliti apakah termasuk ke dalam bahasa tunggal atau tidak, karena
ada dugaan bahwa bahasa Alas ini merupakan turunan dari bahasa Batak. Namun,
anggapan bahasa Alas sebagai turunan dari bahasa Batak ditentang oleh masyarakat
Alas karena perbedaan keyakinan agama (Eva & Pandiangan, 2019).

4. Pakaian
Pakain Mesikhat, merupakan pakaian asli adat Alas yang selalu digunakan oleh
masyarakat sekitar ketika melaksanakan prosesi seperti resepsi pernikahan dan
khitanan. Selera Pengrajin pakaian Mesikhat di lokasi pemasaran baju adat Alas
lengkap, Desa Pasir Gala, Kuta Buluh Kota, Babussalam, Lawe Bulan, Aceh Tenggara.
Seorang penjahit pakaian Mesikhat di lokasi pemasaran baju adat Alas lengkap, yang
terletak di Desa Pasir Gala (Kuta Buluh Kota) Babussalam, Agara, Ahmad mengatakan,
pesanan untuk pembuatan pakaian Mesikhat cukup ramai. "Minat pembeli lumayan
banyak, dalam satu bulan dari pesanan kita bisa dapat omzet minimal Rp5 juta," kata
Ahmad kepada AJNN (18/7). Menurut Ahmad, harga pakaian Mesikhat yang Ia dijual
harganya masih relatif, sesuai dengan tingkat kesulitan saat pembuatan jenis pakaian
tersebut. Misalnya, kata Ahmad, baju gamis Mesikhat untuk perempuan, baju koko dan
kemeja untuk laki-laki di bandrol mulai harga Rp250 ribu hingga Rp1.5 juta per baju.
Kemudian lanjut Ahmad, selain pakaian, ada juga Payung Mesikhat, yang merupakan
salah satu karya dari Aceh dan telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda
Indonesia pada tahun 2017. Karena budaya tersebut, masuk dalam domain kemahiran
dan kerajinan tradisional dengan registrasi pencatatan 2017007377. Untuk harganya
dibandrol Rp1 juta. Selain itu, ada juga jenis souvenir yang lainnya, seperti, dompet,
cengkuk, sumpit, selempang mesikhat. Untuk diketahui, pada malam Grand Final
Pemilihan Duta Wisata Indonesia (PDWI) 2021 di Gedung Taman Budaya, Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) Minggu (7/11/2021), Agam Akkral dan Inong Salwa

Risma_27
tampil menawan dan memukau para dewan juri saat saat mengenakan pakaian adat Alas
dari Kabupaten Aceh Tenggara. Selain itu, saat melakukan presentasi di hadapan dewan
juri terkait busana daerah, Agam Akkral dan Inong Salwa pun tampil lugas dan
membanggakan. Alhasil, Akkral dan Salwa mengharumkan nama Aceh.

Gambar 2 Pakaian Mesikhat suku Alas

5. Rumah adat
Karya seni yang ada didaerah Aceh Tenggara salah satunya adalah Mesikhat.
Mesikhat merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat suku Alas terhadap motif-
motif ukir di Aceh Tenggara. Namun pada dasarnya Mesikhat adalah motif hias khas
masyarakat suku Alas. Motif Mesikhat dapat dijumpai salah satunya pada rumah adat.
Kata Mesikhat berasal dari bahasa suku Alas, yakni tesikhat (mengaplikasikan motif
hias yang ada dipikiran tanpa membuat sketsa) dan mengaplikasikanya kepada benda
atau objek. Mesikhat ini secara spontan diaplikasikan sesuai dengan pola yang ada pada
pikiran tanpa menggunakan gambar sketsa Mesikhat mulai dikenal sekitar tahun 1910.
Mesikhat awalnya diterapkan pada rumah adat namun dewasa ini Mesikhat mulai
diaflikasikan pada pakaian adat, tas, dompet, dan peralatan perhiasan. Mesikhat yang
terdapat pada rumah, dan pakaian adat Alas memiliki lima jenis warna yang terdiri dari
warna merah, kuning, hijau, putih dan hitam. Warna-warna dasar tersebut memiliki
makna tersendiri yaitu warna merah melambangkan keberanian, hijau melambangkan
kesuburan, kuning melambangkan kejayaan atau kemegahan, putih melambangkan
kesucian, dan hitam melambangkan kepemimpinan. Mesikhat merupakan karya seni
yang berangkat dari visual refresentasi alam Aceh Tenggara. Motif ini menyimbolkan

Risma_27
tentang kehidupan masyarakat. Penggambaran ini diwujudkan dalam bentuk motif,
tanpa menghilangkan unsur nilai-nilai estetis atau nilai-nilai keindahanya dan
pemaknaan dari objek tersebut. Seperti keindahan meliputi alam, dan keindahan yang
diciptakan oleh manusia (karya seni). Penerapan Mesikhat pada rumah terletak di
dinding rumah, tangga, tolak angin, dinding bagian luar rumah, dan dinding bahagian
dalam rumah adat. Mesikhat memiliki nilai estetika dalam masyarakat suku Alas. Unsur
nilai-nilai estetis dan pemaknaan dari objek tersebut dilihat dari bentuk, garis, warna
dan bidang. Pesan dan makna motif Mesikhat sangat beragam mulai dari pesan sosial,
moral, dan pesan spiritual sesuai dengan motifnya. Bentuk motif Mesikhat berangkat
dari bentuk visual, tumbuh-tumbuhan, hewan, awan, kehidupan sosial dan papan catur.
Jumlah motif yang terdapat pada Mesikhat awalnya terdiri dari 8 bentuk motif. Dewasa
ini seni Mesikhat berkembang menjadi 29 bentuk dengan nama yang berbeda. Mesikhat
dalam kajian estetika simbolik bertujuan untuk melihat nilai-nilai yang terkandung
dalam motif-motif Mesikhat pada rumah adat Alas Aceh Tenggara.
Motif-motif dalam Mesikhat memiliki nilai-nilai estetis yang bermanfaat bagi
masyarakat suku Alas yang perlu digali. Menggali makna yang terkandung pada bentuk
simbolis dan unsur-unsur motif-motif Mesikhat dalam kehidupam masyarakat Alas.
Masih minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemaknaan dan penamaan motif
Mesikhat, di Aceh Tenggara.

Gambar 3 Rumah Mesikhat suku Alas

6. Upacara adat
Pemamanan adalah tradisi ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat suku
Alas dari Kutacane (Aceh Tenggara), Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam berupa
prosesi khitanan yang di lakukan terhadap anak lelaki. Istilah pemamanan tidak lepas
dari kata "paman" atau kakak ibu. Masyarakat Alas memepercayai bahwa paman
merupakan seorang penanggung jawab atas perhelatan pesta sunat dan nikah
keponakannya. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun selama puluhan tahun

Risma_27
dilakukan oleh masyarakat suku Alas. Anak lelaki yang akan disunat di peusijuk atau
dalam bahasa Melayu sering disebut tepung tawar lebih dulu. Prosesi acara pemamanan
dilakukan selama tujuh hari tujuh malam ada juga yang melakukannya selama empat
hari empat malam, tergantung kemampuan dari pihak keluarga dari lelaki yang
melakukan prosesi ritual adat ini. Seperti layaknya sebuah pesta perkawinan yang
dilakukan dari hari pertama, kedua, ketiga, hingga hari keenam, di rumah yang
mengadakan hajatan ramai dikunjungi sanak saudara mereka dari pihak ayah dan ibu,
serta masyarakat kampung.
Apabila pemamanan dilakukan secara mewah, pihak keluarga memotong satu
atau dua ekor lembu/kerbau yang di masak secara gotong royong dengan masakan
lainnya. Pada hari ketujuh pemamanan, dilakukan acara selanjutnya berupa prosesi
arak-arakan menaiki kuda yang membawa "pengantin" sunat digelar. Kemudian
rombongan keluarga akan mendatangi rumah dari saudara ibu mereka yang
menghadiahkan kuda. Jumlah kuda yang menjadi hadiah disesuaikan dengan
kesepakatan yang diinginkan orang tua yang memiliki hajatan. Dan pada saat
malamnya, "pengantin" sunat kemudian dikhitan mantri. Setelah itu, "pengantin" sunat
ditidurkan diatas tilam yang kelambunya dibuat dari kain adat masyarakat Alas. Tilam
berkelambu tersebut berada di ruang tamu dengan diikatkan seutas tali diatas pada
bagian tengahnya, yang digunakan sebagai tempat menggantungkan pakaian adat yang
telah dipakai.

Gambar 4 Upacara adat pemamanan suku alas

7. Nyanyian/lagu daerah
Lembah alas
Walo pe kau ndauh di mate
Tapi denoh ni ate 2x
Bakasmu ni pulo Jawe
Aku ni kutecane
Kuharap kao manjage
Kesucien cinte

Risma_27
Semoge cinte abadi
Soh ni wakhi pudhi
Wakhi nggo meganti minggu
Bulan meganti tahun
Metahun-tahun ndah jumpe
Namun aku tetap cinte
Kau umpame bumi aku mate
Wakhi nggo pasti kao aku sinakhi
Begedi me ku hakhap
Cintamu enggi
Bage belin cinteku
Belin atemu bangku
Sekali cinte oh tetap cinte
Sekali sayang oh tetap sayang
Walo pe kithe jakhang jumpe

Secara makna, Lembah Alas adalah salah satu gampong (kelurahan) yang
berada di Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh Tenggara. Lagu Lembah
Alas merupakan lagu daerah Aceh yang berkisah tentang sepasang kekasih yang
saling menjaga kesetiaan meskipun dipisahkan oleh jarak yang berjauhan
8. Tarian
Tari Landok Alun merupakan tari tradisional masyarakat suku Alas yang
berasal dari desa Telengat Pagan. Tarian ini mulai terancam eksistensinya
dikarenakan masuknya udaya yang secara perlahan menyingkirkan keberadaan
tarian ini. Tema dari tari Londok Alun ialah kegembiraan dari para petaniyang
mendapatkan lahan pertanianbaru dengan kondisi tanah yang baik. Tari Londok
Laun diartikan sebagain tarian yang lembut dan lambat. Dalam hal ini prlu
ditekankan arti alun yaitu lembut atau lambat bukan tariannya saja, akan tetapi alun
diartkan lambat dalam hal ruang gerak tariannya yang tidak jauh berpindah dari
satu posisi ke posisi lain. Tari Landok Alunmerupakan tarian yang tidak memiliki
bermacam-macam bentuk pola lantai adapun pola lantai yang terbentuk pada tarian ini
hanya polasimetris. Instrumen musik pengiring tari Landok Alun adalah lantunan syair
yang dilantunkan seperti melagam (bersenandung) dan alat musik pengiring lainnya adalah
bansi yang merupakan alat musik yang terbuat dari bambu dan diberi lubang. Rias
penarihanyamenggunakanrias natural.Pada tari Landok Alunmenggunakan busana khas
Alas yang disebut baju mesikhat dengan dilengkapi penutup kepala yang disebut dengan
bulang buluh. Tempat pementasan tari Landok Alun di halaman terbuka berlatarkan
persawahan.

Risma_27
Gambar 5 Tari Landok Alun suku Alas

9. Makanan Khas
Manukh labakh adalah salah satu makanan khas suku alas, makanan ini sendiri
termasuk kedalam makanan sehat. Sebab, pembuatannya tanpa menggunankan minyak.
Biasanya, setiap ada pesta perkawinan atau sunatan rasul, makanan ini tetap terhidang
sebagain menu utama. Bahan makanan Labakh lebih sering dibuat dari daging bebek dan
ayam kampung yang dikukus atau direbus. Bumbu lainnya dicampur setelah daging usai
direbus, bumbu seperti santan kelapa sengaja dibuat mentah dan kelapa ginseng serta
bawnag mentah plus merica dan ditambah bumbu lainnya

Gambar 6 makanan khas suku alas Manukh Labakh

10. Senjata
Senjata Makhemu merupakan senjata tradsional masyarakat suku alas uang
melambangkan kegagahan serta keharmonisan seorang raja di kabupaten Aceh Tenggara.
Sejarah penggunaan senjata mekhemu dibawa oleh suku Alas yang bermarga
Kepale Dese ke Tanah Alas yang masih berbentuk senjata tajam biasa. Makna

Risma_27
yang terkandung dari gagang senjata mekhemu melambangkan dua kalimat
syahadat, makna yang terkandung dalam sarung senjata mekhemu melambangkan
tiga belas rukun salat, dan makna bintang di atas sarung senjata mekhemu
melambangkan Raja Berempat. Identitas mekhemu sebagai senjata tradisional etnis
Alas tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat serta dalam adat istiadat
pernikahan maupun sunat rasul suku Alas. Upaya pelestarian dilakukan oleh
pemerintahan daerah, dengan cara menerapkan, mensosialisasikan, dan
memperkenalkan senjata mekhemu secara luas kepada masyarakat

Gambar 7 senjata makhemu suku Alas

Risma_27

Anda mungkin juga menyukai