Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TEKNOLOGI SARANA DAN PRASARANA RUMAH SAKIT

STANDAR INSTALASI AIR BERSIH DI RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu : Safari Hasan, S.IP., M.MRS

DISUSUN OLEH :

FERDINAND GHALIB SAPUTRA (10821008)

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sebuah sarana untuk menyediakan pelayanan


kesehatan bagi setiap orang(pasien) yang ingin melakukan pengobatan atau
pemulihan kesehatannya. Pelayanan yang prima dan unggul harus diterapkan
oleh setiap rumah sakit agar pasien merasakan kepuasan tersendiri dan
mendapatkan pelayanan yang baik. Pelayanan yang baik tidak hanya berasal
dari pelayanan pengobatannya saja, tetapi memberikan pelayanan sarana dan
prasarana yang baik pula karena sarana dan prasarana rumah sakit tidak
terlepas dari kebutuhan seluruh karyawan dan pasien di rumah sakit. Maka dari
itu, rumah sakit harus memiliki standarisasi pelayanan kesehatan di setiap
unitnya. Salah satu unit, yang harus memiliki standar sarana dan prasarana yang
baik di rumah sakit yaitu instalasi air.

Air komponen penting untuk seluruh kegiatan atau aktivitas di rumah sakit.
Instalasi air memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Karena perannya yang cukup besar, unit sarana dan
prasarana setiap rumah sakit benar-benar memperhatikan pengolahan air bersih
sesuai dengan standar yang diberlakukan.

Saat ini standar baku mutu kesehatan instalasi air dan persyaratan
kesehatan air di rumah sakit telah mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan pedoman teknis
terkait kesehatan lingkungan. Sementara disisi lain masyarakat menuntut
perbaikan kualitas pelayanan rumah sakit melalui perbaikan kualitas kesehatan
instalasi air. Untuk itu diperlukan ketentuan mengenai standar baku mutu
kesehatan instalasi air dan persyaratan kesehatan air di rumah sakit sebagai
tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:

1
1. Apa yang dimaksud dengan rumah sakit?
2. Apa saja klasifikasi rumah sakit?
3. Apa yang dimaksud dengan IPAL?
4. Apa saja jenis limbah di rumah sakit?
5. Bagaimana sumber timbulan limbah yang ada di rumah sakit?
6. Bagaimana dampak limbah instalasi air di rumah sakit?
7. Apa saja parameter instalasi air limbah?
8. Apa saja standar baku mutu air dan persyaratan kesehatan air di rumah
sakit?
9. Bagaimana penyelenggaraan standar kesehatan instalasi air di rumah sakit?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi rumah sakit
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi rumah sakit
3. Untuk mengetahui pengertian IPAL
4. Untuk mengetahui jenis-jenis limbah di rumah sakit
5. Untuk mengetahui sumber timbulan limbah yang ada di rumah sakit
6. Untuk mengidentifikasi dampak limbah instalasi air di rumah sakit
7. Untuk mengetahui parameter instalasi air limbah
8. Untuk mengetahui standar baku mutu air dan persyaratan kesehatan air di
rumah sakit
9. Untuk mengidentifikasi penyelenggaraan standar kesehatan instalasi air di
rumah sakit

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Rumah Sakit

Rumah sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat


berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004). Menurut perumusan WHO yang dikutip
(Harafiah, 1999), Pengertian Rumah Sakit adalah suatu keadaan usaha yang
menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka
pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik,
therapeutik, dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan
untuk mereka yang mau melahirkan.

2.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 340/MENKES/Per/11/2010 tentang


klasifikasi rumah sakit, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi tipe A, tipe B,
tipe C, dan tipe D.

1. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan


pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13
Pelayanan Medik Sub Spesialis. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit
Umum Kelas A meliputi: Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat,
Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut,
Pelayanan Medik Sub Spesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik, Dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah
tempat tidur minimal 400 buah (Permenkes RI Nomor 340, 2010:4). Rumah sakit
ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral
hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

2. Rumah Sakit Kelas B

3
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
Pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spelialis Dasar, 4 Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2
Pelayanan Medik subspesialis Dasar. Jumlah tempat tidur minimal 200 buah
(Permenkes RI No.340, 2010:6). Rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota
propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah
sakit kabupaten.

3. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan


pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Kemampuan dan fasilitas rumah sakit
meliputi 15 Pelayanan Medik Umun, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang
Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 100
buah (Permenkes RI No.340, 2010:8). Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan
didirikan di setiap kabupaten atau kota (regency hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan


pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Jumlah
tempat tidur minimal 50 buah (Permenkes RI No.340, 2010:10). Sama halnya
dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang
berasal dari 16 puskesmas. Kriteria, fasilitas, dan kemampuan Rumah Sakit
Kelas D meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan kebidanan, pelayanan
penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

2.3 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

IPAL atau Instalasi Pengolahan Air Limbah merupakan sarana untuk


mengolah limbah cair (limbah dari WC, dari air cuci/kamar mandi). IPAL
berfungsi sebagai filter yang menjadi sarana untuk membersihkan atau
menetralisir limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga atau industri

4
dimana limbah cair yang masuk kedalam IPAL akan disaring melalui beberapa
kamar filtrasi yang terdapat didalamnya, lalu air yang sudah disaring dari IPAL
bisa dibuang ke saluran drainase. IPAL bisa dibangun secara pribadi atau
digunakan untuk satu keluarga/bangunan dan dioperasikan sendiri. Bisa juga
satu IPAL digunakan bersama-sama/komunal. Komponen IPAL Komunal terdiri
dari unit pengolah limbah, jaringan perpipaan (bak kontrol dan lubang perawatan)
dan sambungan rumah tangga. Unit IPAL ada yang terletak jauh dari lokasi
warga pengguna ada juga yang berlokasi di pemukiman warga. (Ditjen Cipta
Karya, 2016) Berdasarkan kegunaannya IPAL diklasifikasikan menjadi 2 macam
yaitu:

1. IPAL Konvensional

Cara kerja septik tank ini adalah menampung dan mengendapkan limbah
dan membiarkannya terurai oleh bakteri, cairan hasil akhir dari tanki diendapkan
ke dalam tanah melalui resapan khusus. IPAL seperti ini umumnya digunakan
oleh masyarakat Indonesia karena praktis dan tidak memerlukan biaya yang
besar.

2. IPAL Biologis

Pada septik tank biologis air limbah akan terurai sampai aman untuk
dimanfaatkan kembali, karena sistem septik tank ini menggunakan kamar
pengendapan dan kamar filtrasi dimana limbah yang masuk kedalam kamar
pengendap akan diendapkan selama 8 jam secara alami sebelum berpindah ke
bagian filtrasi, selanjutnya air limbah sudah sedikit lebih bersih karena sebagian
kotoran sudah tidak tercampur. Saat ini ada 2 jenis septitank biologis yaitu :

i. Septik Tank Fiberglass

Septik tank ini merupakan septik tank pabrikan yang biasanya sudah
memenuhi persyaratan untuk mengolah limbah, terdapat 3 kamar di dalamnya
dengan fungsi yang berbeda. Air limbah yang masuk pada bagian pertama akan
disaring dan dialirkan ke bagian selanjutnya, pada bagian kedua limbah diurai
oleh bakteri dan dialirkan kebagian ketiga untuk diuraikan kembali, sisa dari
pengeluran di bagian ketiga akan dialirkan ke saluran drainase umum setelah

5
melalui tabung desinfektan yang membersihkan bakteri limbah sehingga aman
untuk lingkungan.

ii. Septik Tank Beton

Septik tank jenis ini terbuat dari bahan beton yang juga memiliki beberapa
bagian namun dengan proses sedikit berbeda dari septik tank pabrikan, pada
septik tank ini limbah yang masuk ke bagian pertama akan disaring untuk
memisahkan antara kotoran dan air, limbah padat yang diendapkan akan disedot
secara berkala, sedangkan air akan dialirkan ke bagian kedua diproses oleh
mikroorganisme, kemudian dialirkan lagi ke bagian selanjutnya hingga air limbah
sudah bersih dari kotoran dan bakteri.

Bangunan IPAL berfungsi untuk menampung air limbah yang dialirkan


dari sistem perpipaan untuk diolah agar menghasilkan air buangan (Effluent)
yang aman bagi lingkungan. Pada dasarnya telah banyak pilihan teknologi
maupun jenis sarana pengolahan air limbah yang umum dipakai, namun dengan
beberapa pertimbangan yang dipakai adalah pengolahan dengan teknologi
Anaerobic Baffled Reactor dan Anaerobic Up flow Filter.

a. Anaerobic Bafflet Reactor (ABR)

Terdiri dari beberapa bak, dimana bak pertama untuk menguraikan air
limbah yang mudah terurai dan bak berikutnya untuk menguraikan air limbah
yang lebih sulit. ABR terdiri dari kompartemen pengendap yang diikuti oleh
beberapa reactor buffle. Buffle ini digunakan untuk mengarahkan aliran air
keatas (upflow) melalui beberapa seri reaktor selimut lumpur (sludge blanket).
Konfigurasi ini memberikan waktu kontak yang lebih lama antara biomasa
anaerobic dengan air limbah sehingga meningkatkan kinerja pengolahan.
Kriteria desain ABR berdasarkan adalah sebagai berikut (sasse, 1998) :

 Kecepatan aliran (Up flow velocity) : < 2 m/jam


 Panjang :50-60% dari ketinggian
 Pengurangan COD : 65 – 90%
 Pengurangan BOD : 70 – 95%
 Beban Organik (Organic loading) : < 3 kg COD/m³/hari
 Waktu tinggal (Hydraulic retention time) : 2 – 8 jam

6
 Beban hidraulik (Hydraulic loading rate) : 16,8 – 38,4 m³/m²/hari

ABR dirancang agar aliranya turun naik, aliran seperti ini menyebabkan
aliran air limbah yang masuk (influent) lebih intensif terkontak dengan biomassa
anaerobik, sehingga meningkatkan kinerja pengolahan. Penurunan BOD dalam
ABR lebih tinggi dari pada tangki septik, yaitu sekitar 70-95% perlu dilengkapi
saluran udara. (Ditjen Cipta Karya, 2016)
Kelebihan:
 Luas lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun dibawah tanah
 Biaya pembangunan kecil
 Biaya pengoperasian dan perawatan murah dan mudah
 Effluent dapat langsung dibuang ke badan air penerima
Kekurangan:
 Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan pembangunan
 Efisiensi pengolahan rendah
 Tidak boleh terkena banjir
 Memerlukan sumber air yang konstan
 Perlu dilakukan pengurasan berkala setiap 2-3 tahun
b. Anaerobic Upflow Filter

Anaerobic Upflow Filter merupakan proses pengolahan air limbah dengan


metode pengaliran air limbah keatas melalui media filter anaerobic. Sistem ini
memiliki waktu detensi yang panjang. Anaerobic upflow filter cocok digunakan
untuk pengolahan air limbah bersama beberapa rumah (komunal). Bisa
mengolah black water dan grey water, cocok untuk meningkatkan kualitas efluent
sebelum dibuang kebadan air penerima. Kriteria desain AUF berdasarkan Sasse
(1998) adalah sebagai berikut:
 Luas permukaan media : 90 – 300 m²/m³
 Pengurangan BOD : 70 - 90%
 Jenis media :Kerikil, batu, plastik, arang
 Beban organik (Organic loading) : 4 - 5 kg COD/m³/hari
 Waktu tinggal (Hydraulic retention time) : 1,5 - 2 hari
 Kedalam filter : 100 - 120 cm
 Angka pori : Berkisar antara 40 – 60%

7
 Jika menggunakan perkiraan kasar dapat dihitung volume pori dan massa
anaerobic filter (0.5 - 1) m³/kapita.
Kelebihan:
 Luas lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun dibawah tanah
 Biaya pengoperasian dan perawatan murah dan mudah
 Efisiensi pengolahan limbah relatif lebih tinggi
 Material filter dapat menggunakan bahan lokal atau pabrikan
 Efluen dapat langsung dibuang ke badan air penerima
Kekurangan:
 Biaya konstruksi bisa menjadi besar jika bahan filter tidak ada di daerah
sekitarnya.
 Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan pembangunan
 Diperlukan tukang ahli untuk pekerjaan plester berkualitas tinggi
 Pori-pori filter mudah tersumbat apabila masih ada padatan terbawah setelah
pengolahan primer. Tidak boleh terendam banjir
 Perlu dilakukan pembersihan filter secara berkala setiap 2-3 tahun
2.4 Jenis Limbah Rumah Sakit

Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat
mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun,
dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Limbah Rumah Sakit yaitu
buangan dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai ataupun tidak berguna
termasuk dari limbah pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung bersifat
infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia,
memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat dan cair (KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran
limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri
yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu:

 Fasilitas Pengelolaan Limbah Padat.

8
Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber
dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya,
beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.

 Fasilitas Pembangunan Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan


karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan
penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang
memenuhi persyaratan teknis. Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal
dengan pengertian sampah rumah sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu
yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang
umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya
bersifat padat (Azwar, 1990). Limbah cair RS adalah semua air buangan
termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi
kesehatan (Depkes RI, 2006). Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan
cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi :
limbah cair domestik, yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999).
Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih dan
mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia
atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
industri. Menurut KepMenKes RI.No.1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian limbah cair adalah
semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif
yang berbahaya bagi kesehatan.

2.5 Sumber Timbulan Limbah Rumah Sakit

9
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan
dan sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Menurut
(Chandra, 2007), sumber air limbah rumah sakit dibagi atas tiga jenis, yaitu:
a. Air limbah infeksius: air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis
seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit
menular dan lain-lain.
b. Air limbah domestik: air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis
yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain-lain.
c. Air limbah kimia: air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain. Sampah
Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan
untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya
dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.
1) Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan
diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan
tersebut juga kegiatan medis di ruang polikllinik, perawatan, bedah,
kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis sering
juga disebut sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari:
i. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang
peralatan, ruang bedah, atau botol bekas obat injeksi, kateter,
plester, masker, dan sebagainya.
ii. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah,
kebidanan, atau ruang otopsi, misalnya, plasenta, jaringan
organ, anggota badan, dan sebagainya.
iii. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan
laboratorium diagnostik atau penelitian, misalnya, sediaan
atau media sampel dan bangkai binatang percobaan.
2) Sampah Non Medis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah
padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut:
a) Kantor/administrasi
b) Unit perlengkapan
c) Ruang tunggu

10
d) Ruang inap
e) Unit gizi atau dapur
f) Halaman parkir dan taman
g) Unit pelayanan

Selain dibedakan menurut (Depkes RI,2006) jenis unit penghasil, sampah


RS dapat dibedakan berdasarkan karakteristik sampah yaitu:
i. Sampah infeksius: yang berhubungan atau berkaitan dengan
pasien yang diisolasi, pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik,
perawatan, penyakit menular dan lainn-lain.
ii. Sampah sitotoksik: bahan yang terkontaminasi dengan
radioisotope seperti penggunaan alat medis, riset dan lain-lain.
iii. Sampah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan
tindakan pelayanan terhadap pasien.
2.6 Dampak Instalasi Air Limbah di Rumah Sakit
Dampak yang ditimbulkan limbah rumah sakit akibat pengelolaannya yang
tidak baik dapat berupa (Anies,2006) :
a) Merosotnya mutu lingkunagan rumah sakit yang dapat mengganggu
masalah kesehatan bagi masyarakat.
b) Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia
beracun, buangan yang terkena kontaminasi serta benda - benda
tajam dapat menimbulkan penyakit dan gangguan berupa kecelakaan
kerja.
c) Limbah medis yang berupa partikel debu dapat menimbulkan
pencemaran penyakit dan kuman.
d) Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan
estetika lingkungan yang kurang sedap.
e) Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
pencemaran sumber air (permukaan tanah) atau lingkungan dan
menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme
pathogen, serangga yang dapat menjadi transmisi penyakit terutama
kholera, disentri, thypus abdominalis.

2.7 Parameter Instalasi Air Limbah

11
Menurut pendapat Okun dan Ponghis yang dikutip Soeparman dan
Soeparmin (2002) berbagai kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui
adalah bahan padat terlarut (dissolved solid), kebutuhan oksigen biokimia
(biochemical oxygen demand). Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical Oxygen
Demand ) dan pH (power Hidrogen).

a. NH3 ( Lemak atau Minyak): Lemak dan minyak merupakan komponen


utama bahan makanan yang juga banyak ditemukan dalam air limbah.
Lemak dan minyak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan
asam gemuk. Gliserid dari asam gemuk ini berupa cairan pada keadaan
biasa dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dan kental
dikenal dengan lemak . Berdasarkan Kepmen LH No. 5 Tahun 2014
tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter NH3
yang diperbolehkan adalah sebesar 10 mg/l.
b. BiochemicalOxygen Demand (BOD): mendefinisikan Biochemical Oxygen
Demand (BOD) sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi bahan
organik yang ada di perairan. Parameter yang paling banyak digunakan
adalah BOD5 (Sutrisno, 2002). Berdasarkan Kepmen LH No. 5 Tahun
2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter
BOD yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/l.
c. Chemical Oxygen Demand (COD): merupakan ukuran bagi pencemaran
air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui
proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di
dalam air (Alaerts dan Santika, 1984). Berdasarkan Kepmen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter COD yang diperbolehkan adalah sebesar 80 mg/l.
d. pH (Derajat Keasaman): merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH juga
merupakan suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Chlorida
(Cl): Kadar klorida di dalam air alami dihasilkan dari rembesan klorida
yang ada dalam batuan dan tanah serta dari daerah pantai dan rembesan
air laut. Kotoran manusia mengandung 6 mg klorida untuk setiap
orang/hari. Pengolahan secara konvensional masih kurang berhasil untuk

12
menghilangkan bahan ini, dan dengan adanya klorida di dalam air, maka
menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran atau
mendapatkan rembesan dari air laut. Berdasarkan Kepmen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter PH yang diperbolehkan adalah sebesar 6,0-9,0.
e. Total Suspended Solid (TSS): merupakan residu dari padaan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel yang kecil, yang termasuk
dalam TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang,
bakteri, dan jamur. TSS pada umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan
penyaringan, TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan(turbidity)
dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di
perairan. Berdasarkan Kepmen LH No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu
limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter TSS yang diperbolehkan
adalah sebesar 30 mg/l.
f. Suhu: Suhu merupakan komponen penting dalam kualitas air limbah,
suhu sebaiknya sejuk atau tidak panas agar tidak terjadi pelarutan zat
kimiapada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan.
Perubahan suhu dapat mempengaruhui proses fisika, kimia, dan biologis
dalam suatu proses pengolahan limbah, suhu juga berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem Sebaliknya, suhu yang tinggi dapat
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,
volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air(O2,
CO2, N2, CH4, dan sebagainya). Berdasarkan Kepmen LH No. 5 Tahun
2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter
suhu yang diperbolehkan adalah sebesar 38 oC.
g. MPN coliform: Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu
hidup didalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah
bakteri indikator keberadaan bakteri pathogen. Lebih tepatnya, adalah
indikator adanya pencemaran bakteri. Penentuan coliform menjadi
indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkolerasi
positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi
coliform jauh lebih mudah, cepat dan sederhana dari pada mendeteksi
bakteri patogen lainnya. Berdasarkan Kepmen LH No. 5 Tahun 2014

13
tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter MPN
coliform yang diperbolehkan adalah sebesar 5000 (MPN/100ml).
2.8 Standar Baku Mutu Air dan Persyaratan Kesehatan Instalasi Air di
Rumah Sakit
1. Standar Baku Mutu Air
a) Standar baku mutu air untuk minum sesuai dengan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar
baku mutu air minum.
b) Standar baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur
mengenai standar baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi.
c) Air untuk pemakaian khusus yaitu hemodialisis dan kegiatan
laboratorium.

Air untuk pemakaian khusus adalah air yang dibutuhkan untuk kegiatan
yang bersifat khusus di rumah sakit yang memerlukan persyaratan tertentu dan
berbeda dengan air minum. Standar baku mutu air untuk hemodialisis meliputi
parameter biologi dan kimia, sedangkan standar baku mutu air untuk kegiatan
laboratorium meliputi parameter fisik, biologi dan kimia.

Kualitas air untuk kegiatan laboratorium berbeda dengan kualitas air


minum, air untuk keperluan higiene sanitasi, air untuk hemodialisis karena air
untuk laboratorium harus memenuhi kemurnian tertentu dan memenuhi
maksimum kadar kontaminan ion tertentu agar tidak menjadi katalisator. Dengan
demikian kontaminan ion dalam air tersebut tidak bereaksi dengan bahan
laboratorium yang dapat mengganggu fungsi peralatan laboratorium. Selain itu
hasil pemeriksaannya tetap sesuai dengan spesitivitas, akurasi dan presisi uji
laboratorium.

Standar baku mutu air untuk kegiatan laboratorium hanya meliputi


parameter fisik dan kimia. Kemurnian air secara fisik dan kimia untuk
laboratorium biasanya diukur dengan daya hantar listrik (conductivity), resistivity
(daya tahan listrik), dan konsentrasi ion tertentu yang dianggap sebagai
kontaminan. Daya hantar listrik (DHL) adalah kecenderungan air yang
mengandung ion menghantarkan listrik, dengan unit/satuan Siemen(S),
microsiemens/centimeter (μS/cm) or micromho/cm pada suhu 25°C. Sedangkan

14
resistivity adalah kebalikan dari DHL yang artinya kemampuan air untuk
menahan hantaran listrik dalam penggunaan reagen maupun alat pengujian
laboratorium dalam unit/satuan megohmcentimeter (MΩ-cm), pada suhu 25°C.
Demikian pula kemurnian air untuk laboratorium secara mikrobiologi ditentukan
dengan menggunakan uji endotoksin yang sangat baik untuk indikator adanya
bakteri gram negatif, mikroba hasil samping, jamur dan algae.

Spesifikasi kemurnian air untuk laboratorium telah ditetapkan oleh


American Society for Testing and Materials (ASTM) D1193, ASTM D5196, ISO
(International Organization for Standardization) 3696-1987 and CLSI® (Clinical
and Laboratory Standards Institute C3-A4). ASTM mengelompokkan tingkat
kemurnian menjadi tiga tipe, yang paling tinggi digolongkan sebagai Tipe I,
sedangkan tingkat yang lebih rendah digolongkan menjadi tipe II dan tipe III.
Namun jika air yang ada tidak dapat memenuhi kualitas tipe I sampai dengan tipe
III, maka kualitas air tipe IV dapat digunakan karena standarnya lebih rendah
(hanya memenuhi daya tahan listrik, daya hantar listrik, pH, suhu dan Natrium
maksimum).

SBM fisik air yang meliputi parameter daya tahan listrik dan daya hantar
listrik sesuai tipe air I, tipe air II, tipe air III dan tipe air IV. Pada umumnya
kegiatan laboratorium hanya memerlukan ke tiga tipe air yaitu I, II dan III. Tipe air
I biasa disebut dengan ultrapure water (air yang sangat murni) yang digunakan
untuk peralatan laboratorium yang sensitif seperti High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), dan biakan sel
mamalia. Sedangkan tipe air II disebut purified water (air yang dimurnikan) dan
biasanya digunakan untuk kegiatan laboratorium secara umum seperti preparasi
media dan pembuatan larutan penyangga (buffer). Standar Baku Mutu fisik air
untuk kegiatan laboratorium:

No Parameter SBM SBM SBM SBM Satuan


Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
1 Resistivity 18 1,0 4,0 0,2 MΩ-cm,
(daya tahan suhu
listrik) 25°C

2 Conductivity 0,056 1,0 0,25 5,0

15
(daya
hantar
listrik)

SBM kimia air lima parameter kimia untuk kegiatan laboratorium yang
meliputi pH, senyawa organik total, natrium, silika dan khlorida. Masing-masing
tipe air membutuhkan spesifikasi saringan membrane berbeda atau cara
penyiapannya tertentu seperti Air Tipe II disiapkan dengan distilasi. Standar Baku
Mutu kimia air untuk kegiatan laboratorium:

No. Parameter SBM SBM SBM SBM Satuan


Tipe I* Tipe II** Tipe Tipe IV
(maks) (maks) III***
(maks)
1 pH pada suhu - - - 5,0-8,0
25°C
2 Senyawa 50 50 200 Tidak µg/l
Organik Total ada
(TOC) batas
3 Sodium/natrium 1 5 10 50 µg/l
4 Silika 3 3 500 Tidak µg/l
ada
batas
5 Khlorida 1 5 10 50 µg/l
* : memerlukan penggunaan membrane filter 0,2µm

** : disiapkan dengan distilasi

*** : memerlukan penggunaan membrane filter 0,45µm

2. Persyaratan Kesehatan Air


a. Air untuk keperluan air minum, untuk higiene sanitasi, dan untuk
keperluan khusus harus memberikan jaminan perlindungan kesehatan
dan keselamatan pemakainya. Air merupakan media penularan penyakit
yang baik untuk penyebaran penyakit tular air (water related diseases).
Untuk itu penyehatan air perlu dilakukan dengan baik untuk menjaga agar

16
tidak terjadi kasus infeksi di rumah sakit dengan menyediakan air yang
cukup secara kuantitas dan kualitas sesuai parameter yang ditetapkan.
b. Secara kuantitas, rumah sakit harus menyediakan air minum minimum 5
liter per tempat tidur per hari. Dengan mempertimbangkan kebutuhan ibu
yang sedang menyusui, penyediaan volume air bisa sampai dengan 7,5
liter per tempat tidur perhari.
c. Volume air untuk keperluan higiene dan sanitasi
Minimum volume air yang disediakan oleh rumah sakit pertempat tidur
perhari dibedakan antara rumah sakit kelas A dan B dengan rumah sakit
kelas C dan D, karena perbedaan jenis layanan kesehatan yang diberikan
antar ke dua kelas rumah sakit tersebut.
 Rumah sakit kelas A dan B harus menyediakan air minimum 400
liter/tempat tidur/hari dan maksimum 450 liter/tempat tidur/hari.
Volume maksimum ini dimaksudkan agar rumah sakit mempunyai
upaya untuk menghemat pemakaian air agar ketersediaannya tetap
terjamin tanpa mengorbankan kepentingan pengendalian infeksi.
 Rumah sakit kelas C dan D harus menyediakan air untuk keperluan
higiene sanitasi minimum 200 liter/tempat tidur/hari dan maksimum
300 liter/tempat tidur/hari.
 Volume air untuk kebutuhan rawat jalan adalah 5 liter/orang/hari.
Penyediaan air untuk rawat jalan sudah diperhitungkan dengan
keperluan air untuk higiene sanitasi seperti tercantum pada butir 1)
dan 2).
 Keperluan air sesuai kelas rumah sakit dan peruntukannya tersebut
harus dapat dipenuhi setiap hari dan besaran volume air untuk
higiene sanitasi tersebut sudah memperhitungkan kebutuhan air untuk
pencucian linen, dapur gizi, kebersihan/penyiraman dan lainnya.

Standar Kebutuhan Air menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat:

No Kelas Rumah SBM Satuan Keterangan


Saki/Jenis
Rawat
1 Semua Kelas 5 – 7,5 L/TT/Hari Kuantitas air

17
minum
2 A-B 400 - 450 L/TT/Hari Kuantitas air
untuk
keperluan
higiene dan
sanitasi

3 C-D 200 - 300 L/TT/Hari Kuantitas air


untuk
keperluan
higiene dan
sanitasi

4 Rawat Jalan 5 L/org/Hari Termasuk


dalam SBM
volume air
sesuai kelas
RS

d. Rumah sakit harus mempunyai cadangan sumber air untuk mengatasi


kebutuhan air dalam keadaan darurat.
e. Pemeriksaan air untuk keperluan higiene sanitasi untuk parameter kimia
dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali dan untuk parameter biologi
setiap 1 (satu) bulan sekali.
f. Air yang digunakan untuk menunjang operasional kegiatan pelayanan
rumah sakit harus memenuhi standar baku mutu air yang telah
ditentukan, antara lain untuk:
1) Ruang operasi
Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah untuk
keperluan operasi perlu melakukan pengolahan tambahan dengan
teknologi yang dapat menjamin penyehatan air agar terpenuhinya
standard baku mutunya seperti dengan menggunakan teknologi
reverse osmosis (RO).
2) Ruang hemodialisis

18
Uji laboratorium/pemeriksaan kualitas air untuk hemodialisis
dilakukan dengan cara:
a) Pemeriksaan kesadahan (magnesium dan kalsium) dilakukan
sebelum dan sesudah pengolahan setiap 6 bulan sekali, atau
pada awal disain dan jika ada penggantian media karbon.
b) Pemeriksaan khlorin dilakukan pada saat penggunaan alat
baru dan setiap pergantian shift dialysis.
c) Pemeriksaan bakteria (jumlah kuman) dilakukan pada saat
penggunaan alat baru dan setiap bulan sekali.
d) Pemeriksaan endotoksin (jumlah endotoksin) dilakukan pada
saat penggunaan alat baru dan setiap 1 bulan sekali, khusus
rumah sakit yang membutuhkan untuk di akreditasi.
e) Pemeriksaan kimia dan logam berat pada saat penggunaan
alat baru, setiap 6 bulan atau saat perubahan reverse osmosis
(RO).
3) Ruang farmasi
Air yang digunakan di ruang farmasi harus menggunakan air yang
dimurnikan untuk menjamin keamanan dan kesehatan dalam
penyiapan obatdan layanan farmasi lainnya.
4) Ruang boiler
Air untuk kegunaan boiler harus berupa air lunak (soft water),
yakni dengan kandungan bahan fisika kimia tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Ruang Menara Pendingin (Cooling Tower)
Menara pendingin dan kondensor evaporasi berpotensi untuk
menjadi tempat berkembang biaknya Legionella, karena kondisi
sistemnya cocok untuk pertumbuhan dan aplifikasi berbagai
bakteri termasuk Legionella. Air yang memercik keluar dari
menara dalam bentuk aerosol dan kabut yang dapat menyebarkan
Legionella. Proses evaporasi, waktu tinggal dan suhu yang hangat
dapat meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi organisme.
Selain itu kontak dengan korosi sebagai akibat dari hasil samping
disinfeksi dan adanya sedimen dapat menimbulkan biofilm (lendir
dalam air yang menetap) memberikan kenyamanan berkembang

19
pada Legionella. Pencegahan Legionella dalam menara pendingin
dapat dilakukan dengan desain yang benar, pembersihan berkala,
pemeliharaan berkala dan pengolahan air yang efektif. Langkah-
langkah untuk mencegah perkembangan Legionella adalah
sebagai berikut:
a) Kimia air dan pemeliharaan sistem menara pendingin harus
dimonitor dengan baik untuk pengurangan korosi, kotoran, dan
penempelan mikroba pada air yang tidak mengalir.
 Pemberian biosida dapat mengendalian pertumbuhan
mikroba walaupun tidak spesifik untuk Legionella dan
efikasinya tidak 100%.
 Pemberian biodispersan dapat mengurangi Legionella
karena berfungsi untuk melepaskan mikroba yang
menempel pada sedimen, lumpur, lendir dan sejenisnya
serta berfungsi untuk pembersihan air dalam sistemnya.
Namun penggunaan biodispersan harus dikombinasikan
dengan biosida untuk mengendaliakan Legionella.
b) Proses disinfeksi menara pendingin dilakukan pada awal
pemeliharaan, setelah dioperasikan, dan setiap pembersihan
rutin yang dijadwalkan.
c) Disinfeksi dilakukan jika hasil monitoring mengindikasikan
meningkatnya koloni Legionella.
d) Disinfeksi dilakukan jika ada dugaan kasus infeksi Legionella
atau adanya kasus infeksi Legionella yang telah dikonfirmasi.
e) Prosedur disinfeksi dilakukan sebagai berikut:
 Matikan kipas dari menara pendingin
 Jaga katup air pengganti terbuka dan pompa sirkulasi air
berfungsi
 Dekatkan mulut pipa air pengisi dalam jarak 30 meter dari
menara pendingin
 Upayakan konsentrasi awal pemberian sisa khlor bebas
minimum 50 mg/l

20
 Tambahkan biodispersan paling tidak 15 menit setelah
khlorinasi, selanjutnya konsentrasi sisa khlor bebas
sebesar 10 mg/l selama 24 jam
 Kuras air menara dan isi ulang airnya kemudian lanjutkan
langkah (d) dan (e) minimum sekali agar semua kumpulan
sel organisme yang kelihatan seperti algae hilang
 Gunakan sikat dan semprotan air dan bersihkan semua
dinding atau bagian yang kontak dengan air
 Sirkulasikan sisa khlor bebas 10 mg/l selama satu jam dan
bilas hingga semua sedimen hilang
 Isi ulang sistem menara dengan air dan fungsikan kembali
menara seperti biasa
2.9 Penyelenggaraan Standar Kesehatan Instalasi Air di Rumah Sakit
Penyelenggaraan standar kesehatan air adalah upaya penanganan
kualitas dan kuantitas air di rumah sakit yang terdiri dari air untuk keperluan
higiene sanitasi, air minum, dan air untuk pemakaian khusus agar dapat
menunjang kesinambungan pelayanan di rumah sakit. Untuk mencapai
pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan air dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus dilakukan
upaya sebagai berikut:
a. Pipa air untuk keperluan higiene dan sanitasi dan fasilitas pendukungnya
harus menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bahaya korosif pada
air dan tanpa timbal (ramah lingkungan).
b. Tangki penampungan air untuk keperluan higiene dan sanitasi baik tangki
bawah (ground tank) maupun tangki atas (upper/roof tank) harus kedap
air, terlindungi dari serangga dan binatang pembawa penyakit dan
dilengkapi dengan fasilitas pengaman/proteksi seperti pagar pengaman,
kunci dan lain-lain untuk mencegah upaya kontaminasi dan lainnya
secara sengaja oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
c. Dilakukan kegiatan pengawasan kualitas air paling sedikit melalui:
1) Surveilans dengan melaksanakan lnspeksi Kesehatan
Lingkungan terhadap sarana dan kualitas air minum minimal
2 (dua) kali setahun dan terhadap sarana dan kualitas air
keperluan higiene dan sanitasi minimal 1 (satu) kali setahun.

21
2) Uji laboratorium dengan pengambilan, pengiriman dan
pemeriksaan sampel air. Parameter wajib harus diperiksa
secara berkala sesuai peraturan yang berlaku, sedangkan
parameter tambahan merupakan parameter yang wajib
diperiksa hanya bagi daerah yang mengindikasikan terdapat
pencemaran kimia yang berhubungan dengan parameter
kimia tambahan tersebut.
3) Melakukan analisis risiko terhadap hasil inspeksi kesehatan
lingkungan dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
d. Melakukan pembersihan, pengurasan, pembilasan menggunakan
desinfektan dengan dosis yang disyaratkan pada tangki penampungan air
untuk keperluan higiene dan sanitasi dilakukan setiap 6 (enam) bulan.
e. Kualitas air dilakukan pemeriksaan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pengambilan sampel air minum dilakukan pada air minum hasil
olahan unit/alat pengolahan air yang diperuntukkan untuk pasien
dan karyawan.
2) Sampel air minum juga diambil pada unit independen/penyewa di
rumah sakit seperti restoran/kantin.
3) Pengambilan air untuk kegunaan higiene dan sanitasi dengan
pemeriksaan parameter mikrobiologi diutamakan dilakukan pada
lokasi yang memiliki risiko tinggi terjadinya pencemaran/
kontaminasi, meliputi: tangki utama, kamar operasi, ruang intensif,
UGD, ruang perinatology, kamar bersalin, ruang luka bakar, dapur
gizi, sterilisasi/CSSD, hemodialisa, laundry, laboratorium,
kantin/restoran, poliklinik gigi.
4) Pengambilan air untuk kegunaan higiene dan sanitasi dengan
pemeriksaan parameter fisika-kimia dilakukan pada tangki utama,
laundry, laboratorium, hemodialisa, farmasi, gizi, air boiler.
5) Air untuk kegunaan khusus dan tanggap darurat rumah sakit
seperti air panas, cooling tower, pencucian mata (eye washer) dan
pencucian badan (body washer) harus dilakukan pemeriksaan
bakteri Legionella spp setiap 1 (satu) kali setahun, dan dilakukan
pemeliharaan pembersihan fasilitas setiap minggu.

22
6) Sampel air dikirim dan diperiksakan pada laboratorium yang telah
terakreditasi nasional.
7) Pengawasan secara eksternal kualitas air minum dan air untuk
keperluan higiene sanitasi dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8) Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan
kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan
disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih
yang berasal dari sistem perpipaan dan atau pengolahan air pada
titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
9) Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter
yang menyimpang dari standar maka harus segera dilakukan
upaya perbaikan.
10) Apabila ada hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan yang
menunjukkan tingkat risiko pencemaran yang tinggi, maka harus
dilakukan perbaikan sarana.
11) Dilakukan program monitoring air debit air bersih, dengan cara
mencatat pada alat ukur debit dan dilakukan perhitungan satuan
penggunaan air kegunaan higiene dan sanitasi per tempat tidur
per hari.
12) Untuk menghadapi kondisi kedaruratan penyediaan air kegunaan
higiene dan sanitasi, dimana air sumber utama terganggu atau
menghadapi kegagalan suplai karena faktor kerusakan, maka
rumah sakit harus menyiapkan ketentuan sebagai berikut:
 Menyediakan tangki air kegunaan higiene dan sanitasi dengan
volume kapasitas tampung air minimum 3 (tiga) kali dari total
kebutuhan air kegunaan higiene dan sanitasi setiap harinya
atau mampu menyediakan air minimum selama 3 (tiga) hari
untuk menunjang kegiatan rumah sakit sejak terhentinya
suplai air.
 Ketersediaan volume air kegunaan higiene dan sanitasi dalam
tangki harus selalu dilakukan inspeksi oleh petugas rumah
sakit.

23
 Pada tangki air kegunaan higiene dan sanitasi sebaiknya
dipasang alarm/sensor yang memberikan tanda apabila tangki
air mengalami kekosongan pada batas volume tertentu.
 Menyiapkan fasilitas cadangan sumber air kegunaan higiene
dan sanitasi selain sumber utama. Apabila sumber utamanya
berasal dari air perusahaan daerah, maka cadangannya
adalah air tanah dalam (deep well), dan bagi rumah sakit yang
sumber air utamanya berasal dari air tanah karena tidak
tersedianya suplai/jaringan air perusahaan daerah, maka
sumber air cadangannya adalahperusahaan suplier air bersih.
 Mengajukan permohonan surat pernyataan dengan
manajemen perusahaan air minum daerah atau pihak suplier
air kegunaan higiene dan sanitasi, yang berisi akan
memberikan prioritas pengiriman tangki air ke rumah sakit.

24
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari informasi yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

Standarisasi instalasi air bersih di rumah sakit adalah upaya pencegahan


penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko pada lingkungan untuk
mewujudkan kualitas air yang bersih baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun
sosial di dalam lingkungan rumah sakit. Kualitas instalasi air di rumah sakit yang
sehat ditentukan melalui pencapaian atau pemenuhan standar baku mutu
kebersihan air dan persyaratan kesehatan pada media air. Standar baku mutu
kebersihan air merupakan spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan pada
media air bersih yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap
kesehatan masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit. Sedangkan persyaratan
kesehatan pada air adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada media
instalasi air bersih di dalam lingkungan rumah sakit.

3.2 Saran

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi pasiennya harus


bisa mewujudkan lingkungan yang bersih terutama pada instalasi air. Karena
peranan air sangatlah besar dalam kegiatan medis maupun non medis di rumah
sakit. Untuk itu, dengan adanya pengukuran standar instalasi air bersih dapat
terciptanya pelayanan yang baik untuk seluruh masyarakat di rumah sakit.

25

Anda mungkin juga menyukai