Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karna telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini selesai pada waktunya.

Terimakasih juga juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca
namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Penyusun

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1


B. Tujuan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2

A. Pengertian Seni Tari Islam Nusantara ........................................ 2


B. Jenis-Jenis Seni Tari Islam Nusantara ........................................ 2
1. Berdasarkan Bentuk Penyajian ............................................... 2
2. Berdasarkan konsep garapannya ............................................. 2
C. Contoh Seni Tari Islam Nusantara ............................................. 2
1. Tari Rabbani Wahed – Bireun ................................................. 2
2. Tari Zapin – Riau .................................................................... 6
3. Tari Indang – Padang .............................................................. 9
4. Tari Rudat – Lombok .............................................................. 13
5. Tari Piring – Solok .................................................................. 15

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 20

A. Kesimpulan .................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seni tari Islam adalah suatu tari yang mempunyai unsur-unsur keislaman
didalamnya sebagai media dakwah ataupun untuk dzikir kepada Allah dan juga
kepada Nabi-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW.

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini guna memenuhi tugas dari dosen
Pengantra Seni Budaya Islam yaitu Ibu Meipur Yanti. Manfaat yang dapat di
peroleh oleh penyusun melalui makalah ini yaitu dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu acuan dalam membuat makalah berikutnya, sehingga dalam
penyusunan karya tulis yang akan datang hal-hal yang sudah baik di tingkatkan
dan yang salah diperbaiki serta untuk menambah wawasan kami mengenai seni
tari di Indonesia. Melalui makalah ini manfaat yang dapat diperoleh oleh
mahasiswa/i adalah sehingga setelah membaca makalah ini, mahasiswa/i dapat
terus menjaga dan melestarikan seni tari serta menemukan cara-cara terbaru
untuk mengatasinya agar tarian suatu daerah di Indonesia dapat terjaga sampai
generasi selanjutnya.

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep Seni Tari Islam Nusantara
2. Ciri-ciri kesenian Tari Islam Nusantara.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Seni Tari Islam Nusantara


Seni tari adalah sebuah ungkapan jiwa manusia yang telah diubah oleh
khayalan dan diberi bentuk gerak yang merupakan simbolisasinya sebagai
ekspresi bagi penciptanya. Dengan arti lain bahwa tari juga merupakan
keindahan ekspresi dari manusia yang diperagakan melalui gerak ritmis tubuh
manusia juga disertai dengan estetika keindahan sehingga terciptalah bentuk seni.
Tari Nusantara adalah tari-tarian yang tumbuh dan terus berkembang sesuai
kelompok masyarakat pendukungnya. Tari daerah ini memiliki keunikan gerak,
bentuk penyajian, irama musik pengiring, rias dan busana yang berbeda antara
daerah satu dengan daerah yang lain. Keunikan ini disesuaikan dengan fungsi
tari tersebut.

B. Jenis Jenis Seni Tari Nusantara

Terdapat beberapa jenis-jenis atau ragam tari nusantara yang akan


disebutkan satu persatu dibawah ini yakni diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan bentuk penyajian
Berdasarkan bentuk penyajian, jenis tari dapat dibagi menjadi empat
macam yakni tari tunggal, tari berpasangan, tari kelompok dan tari massal.

2. Berdasarkan konsep garapannya


Berdasarkan konsep garapannya, jenis tari dapat dibedakan menjadi dua
yakni tari tradisional dan tari non tradisional

2
C. Contoh Seni Tari Islam Nusantara
1. Tari Rabbani Wahed – Bireun
a. Pengertian Tari Rabbani Wahed
Tari Rabbani Wahed merupakan satu
diantara tarian Aceh yang lahir sebagai
kesenian masyarakat pesisir. Seperti
umumnya tari Aceh, Rabbani Wahid juga
sangat kental dengan nuansa ajaran Islam.
Namanya sendiri mengandung arti Allah
Sang Rabbi Yang Satu.
Rabbani Wahid adalah tarian sufi dari Samalanga, Bireun, Aceh
perkembangan dari tari Meugrob yang sudah ratusan tahun berada di Aceh.
Pada 1990 dihidupkan kembali oleh T. Muhammad Dawud Gade dengan
nama baru didasarkan pada syair Meugrob.
Tari Rabbani Wahid memuat lebih dari 30 gerakan yang terbagi dalam 2
bagian, rateb duek (duduk) dan rateb deung (berdiri). Selain gerakan, tari ini
juga berisi syair-syair, seperti Saleum Lingka (salam
pencipta), Syuko (bersyukur), Bismillah, dan Hasan Husein.
Tarian ini merupakan satu kesatuan yang melibatkan seorang Syeh,
Aneuk Syahi dan penari. Tanpa iringan musik eksternal, iringan hanya berupa
suara dari para penarinya. Tari ini sering ditampilkan untuk menyambut hari
besar Islam, khususnya saat malam Idul Fitri.

b. Sejarah Rabbani Wahed


Pada hakikatnya, tarian ini sama dengan tarian Meugrob yang dipelopori
oleh Tgk. H. Syech Muhammad Saman dan dibawa ke Aceh oleh Tgk. H.
Syech Abdurrauf. Tari dan buku yang berisi puisi Ilahi yang dipelajarinya
kemudian diwariskan pada Tgk. Diblang Keujeu, ulama di Samalanga,
Bireun.
Selama ratusan tahun lamanya, tarian ini disajikan di mushola-mushola.
Sering juga dipertunjukkan untuk memeriahkan peringatan hari besar Islam,

3
seperti Maulid Nabi atau di Bulan Ramadhan. Tari ini biasa dilakukan pada
malam hari raya Idul Fitri yaitu setelah pembagian zakat fitrah.
Seiring perkembangannya, pertunjukan Meugrob juga turut mewarnai
penyambutan tamu atau pengantin (laki-laki) yang baru menikah dan pulang
ketempat istrinya, dari sini dikenallah istilah Peugrob Linto. Tidak jarang,
juga disajikan untuk memeriahkan pesta panen dan hajatan lainnya.
Popularitas tarian Meugrob di masyarakat surut, terutama diakibatkan
oleh perubahan politik. Tarian ini hampir hilang tergerus zaman pada masa
penjajahan Belanda dan pascakemerdekaan Indonesia, terlebih saat terjadi
perang saudara antara ulee balang dengan ulama pada tahun 1949.
Tersebutlah T. Muhammad Dawud Gade yang menghidupkan kembali
tarian ini pada tahun 1990. Hal ini merespon surat edaran Gubernur Aceh
Ibrahim Hasan yang menyerukan agar kesenian Aceh yang semakin memudar
dilestarikan kembali. Dalam 14 hari, semua gerakan selesai disusun.
Pada tahun yang sama, T. Muhammad Dawud Gade langsung
mendapatkan kesempatan untuk menampilkan tarian ini di Jakarta. Karena
ingin menampilkan yang terbaik, berbagai persiapan pun dilakukan, sampai-
sampai para penarinya berlatih didalam air di wilayah Ujong Kareueng.
Seiring popularitasnya, Tari Rabbani Wahed juga terpilih untuk mewakili
Indonesia di festival musik dan tari internasional di Turki yang berlangsung
dari tanggal 25-30 Agustus 2002. Pada festival tersebut, para penari tampil
memikat dengan mempermainkan ritme emosi penonton.
Rabbani Wahed pernah juga ditampilkan dianjungan Kabupaten Bireuen
pada Pekan Kebudayaan Aceh ke-6 dan berhasil menarik perhatian puluhan
ribu pengunjung. Selebihnya, tarian ini juga tampil di panggung utama ketika
acara penutupan PKA VI pada minggu malam, 29 September 2013.
c. Penyajian Tari Rabbani Wahed
Tarian ini biasa dibawakan oleh 10 penari laki-laki, dengan seorang syeh
dan syahi. Dalam durasi sekitar 12 menit, mereka membawakan gerakan-
gerakan dalam posisi duduk (rateb duek) dan berdiri (rateb deung). Ada 7
komposisi gerak dalam posisi duduk dan 3 komposisi gerak saat berdiri.

4
Komposisi gerak saat duduk, ada gerakan Salam, Bismillah, Hattahiyatun,
Sultan Maujuudun, Salattullah, Allah Rabbani, dan gerak Din Awaidin.
Dalam hal ini, gerakan didominasi oleh tangan, torso dan kepala. Mula-mula
bertempo lambat, merambat naik, hingga sangat cepat, kompak dan seragam.
Selanjutnya saat posisi berdiri, penari menyajikan komposisi gerak Hasan
Tsumma Husein, Syailellah, dan Allohu. Di mulai dengan secara perlahan
berdiri sambil memainkan jari tengah dan jempol, serta menghentakkan kaki
kanannya dengan tempo yang semakin cepat.
Ketika berdiri sempurna, mereka bergerak membentuk lingkaran sambil
membungkuk dan menengadah dalam ritme semakin cepat. Bergandengan
tangan dalam posisi melingkar menjadi adegan terakhir. Disini, mereka
bergerak melompat kekanan dengan irama yang semakin cepat.
Akhirnya, satu persatu penari tumbang, sampai tidak ada satupun yang
masih berdiri dan melompat. Mereka bangun ketika Syech
mengumandangkan adzan atau takbir, untuk kemudian membentuk formasi
berbanjar, memberi hormat pada penonton sebagai tanda berakhirnya tarian.
d. Makna dan Simbol Dalam Tari Rabbani Wahed
Simpuh Berjajar : simbol berjamaah yang mempunyai arti persatuan dan
kebersamaan.
• Gerak Salam : Bermakna bahwa setiap muslim wajib
mengucapkan salam saat berjumpa
• Gerakan Bismillah : Simbol kebaikan
• Gerakan Hattahiyatun : Allah Maha Tahu.
• Gerakan Sulta Maujuudun : Simbol kehidupan didunia yang fana dan
akhirat yang kekal.
• Gerakkan Allah Rabbani : Simbol kesadaran iman.
• Gerakkan Din Awadin : Bermakna asal mula jadi.
• Gerakkan Hasan Husein : Simbol ratapan kesedihan.
• Gerakkan Syailellah : Simbol kehidupan yang selalu bergerak
hingga pada masanya.
• Gerakkan Allahu : Gerak yang bermakna keagungan.

5
2. Tari Zapin – Riau
Tari Zapin merupakan sebuah
provinsi di Pulau Sumatera yang
memiliki nilai-nilai luhur budaya dan
keagamaan. Kebudayaan-kebudayaan
yang ada di wilayah Riau semakin
berkembang seiring dengan pergantian
zaman, salah satunya adalah tarian
adatnya. Nama tarian adat yang dilestarikan oleh masyarakat Riau hingga saat
ini adalah Tari Zapin.
Tari Zapin adalah tari adat khas Riau yang jika diruntut dari sejarah
merupakan sebuah akulturasi dua kebudayaan, yakni budaya Arab dan
budaya Melayu pada masa lalu. Akulturasi ini terjadi karena banyaknya
orang-orang yang berasal dari wilayah Arab tinggal di daerah Riau.
Sehingga terjadi perpaduan budaya dengan masyarakat melayu dan
dikenang hingga saat ini. Tari Zapin ini adalah jenis tari berpasangan yang
dipertunjukkan dalam berbagai acara dan hiburan masyarakat.
Tidak hanya di wilayah Riau, tarian ini juga dikenal oleh berbagai
kalangan masyarakat di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Selain itu,
karena kepopulerannya, tarian ini dikenal hingga ke luar negeri, yakni
Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

a. Sejarah Tarian Zapin


Bila dilihat dari catatan sejarahnya, Tari Zapin ini asal mulanya adalah
dari sebuah tarian khusus yang dimainkan oleh masyarakat istana di wilayah
Kesultanan Yaman, Timur Tengah pada zaman dahulu. Sebutan Zapin
diambil dari kata “Zafn” yakni dari bahasa Arab yang artinya gerak cepat.
Pada mulanya, tarian ini dibawa oleh para saudagar Arab ketika masa
perdagangan antar benua pada awal abad ke 16, dan diperkenalkan kepada
masyarakat yang ada di sekitar Selat Malaka, termasuk masyarakat Riau.
Selanjutnya, tarian ini mengalami akulturasi budaya dengan budaya
masyarakat setempat.

6
b. Teman dan Makna Filosofi
Tema dari Tarian Zapin ini ialah berhubungan pola hidup masyarakat
melayu. Tiap-tiap gerakan tarian ini memiliki nilai-nilai filosofis yang terkait
dengan kehidupan masyarakat setempat. Meskipun pada mulanya hanyalah
tari yang diperuntukkan sebagai hiburan saja.
Namun, pada perkembangannya tarian ini telah menjadi sebuah ikon atau
lambang dari kemajuan kebudayaan yang ada di masyarakat Riau. Hal-hal
yang paling menyentuh adalah kentalnya nilai-nilai pendidikan serta
keagamaan yang diajarkan dan dimasukkan ke dalam syair-syair yang
mengiringi tarian ini.

c. Konsep Tari Zapin yang Menarik


Melihat sekilas ulasan mengenai tarian ini, tentu menjadi penasaran untuk
mengenalnya lebih dalam. Dengan mempelajari konsep tarian ini secara
menyeluruh, anda akan lebih memahami gambaran tarian ini serta nilai
estetika yang ada di dalamnya. Berikut konsep Tari Zapin mulai dari gerakan,
iringan tari, setting panggung, tata rias, serta propertinya yang disajikan
secara lengkap dan mendetail:
1. Gerakan Tarian
Gerakan tarian ini dibagi menjadi 3 bagian utama, yakni gerakan
pembuka, gerakan inti, serta gerakan penutup. Bila diulas secara terperinci,
ketiga bagian tersebut memiliki gerakan-gerakan lainnya yang terbagi
menjadi 19 gerakan. Tiap-tiap gerakan khusus memiliki makna tersirat yang
terkandung di dalamnya. Bila tari ini ditampilkan, maka akan terlihat gerakan
yang berirama dan terpola.

2. Musik yang Mengiringi


Musik yang mengiringi tarian ini terbagi menjadi 2 elemen, yakni suara
alat musik yang ditabuh serta syair-syair melayu yang dinyanyikan sebagai
pesan moral tersendiri. Untuk Tari Zapin murni yang langsung berasal dari
budaya Arab, hanya ada 2 alat musik yang dipakai untuk mengiringinya,
yakni Marwas dan Gambus.

7
Sementara Tari Zapin yang telah mengalami akulturasi dan
perkembangan kebudayaan dengan corak melayu, biasanya ditampilkan
dengan iringan berbagai alat musik, seperti rebana, akordeon, gembos,
marwas, gitar, serta gendang.
Syair-syair lagu yang mengiringi jenis tarian ini biasanya merupakan
lagu-lagu yang dibuat oleh seorang pencipta lagu terkenal Tengku Mansor.
Beberapa judul lagunya adalah Ya Salam, Tanjung Serindit, Yale-Yale,
Gambus Palembang, Sri Pekan, Lancang Kuning, dan juga Lancang Daik.
Sebelum lagu-lagu tersebut dibuat, Tari Zapin biasanya diiringi oleh
beberapa lagu lama, seperti Bismillah, Pulut Hitam, Anak Ayam Patah, Zapin
Asli, Gendang Rebana, Lancang Balai, Saying Sarawak, dan lain-lain. Semua
lagu-lagu tersebut memiliki pesan moral yang sangat mendalam.

3. Setting Panggung
Pada masa sebelum tahun 1960-an, sebenarnya tarian ini hanya boleh
ditampilkan oleh para pria secara berkelompok. Namun, setelah mengalami
berbagai perkembangan, tarian ini telah dibuat dengan beberapa versi.
Salah satu setting tarian ini yang paling populer diantaranya adalah versi
tari yang berpasangan antara penari pria dengan penari wanita. Dalam
pertunjukan panggung, jumlah penari tidak dibatasi dan menyesuaikan
dengan kebutuhan tertentu.

4. Tata Rias Dan Tata Busana


Agar tampak menarik, tampan, dan cantik, penari Zapin perlu dirias
sedemikian rupa dengan riasan khas tarian. Busana yang dikenakan oleh
penari laki-laki adalah serangkaian pakaian adat Melayu, diantaranya adalah
baju kurung, cekak musang, plekat, kopiah, songket, bros, dan bawahan
seluar.
Sementara untuk penari perempuan dikenakan beberapa baju khas
Melayu juga yakni baju kurung labuh, selendang tudung manto, kain samping,
kain songket. Kalung, anting-anting, hiasan kembang goyang, dan lain-lain.

8
Ciri khas warna yang dikenakan adalah warna cerah, seperti warna merah,
kuning, biru, atau hijau.

5. Properti Tari
Selain busana, penari juga menggunakan beberapa properti tari.
Sebenarnya pada dasarnya, tarian ini tidak menggunakan properti apapun
dalam pertunjukannya. Namun dalam beberapa pertunjukan.
Beberapa kali ditemukan beberapa properti yang digunakan dalam tarian,
seperti selendang (sampur) yang biasanya dimainkan oleh penari perempuan
dengan tujuan memperindah gerakan yang dilakukan.
Itulah konsep Tari Zapin yang sangat menarik untuk dipelajari sebagai
salah satu kebudayaan masyarakat Riau. Semua unsur-unsur yang
berhubungan dengan Tari Zapin memiliki catatan menarik mengenai budaya
dan nilai-nilai moral yang dikandungnya. Sebagai jenis tarian adat, tarian ini
mengalami akulturasi kebudayaan antara budaya Arab dan Melayu.

3. Tari Indang – Padang


a. Pengertian Tari Indang
Kebudayaan etnik Minangkabau di Sumatera Barat dikenal kaya dengan
sastra lisan. Sebelumnya, telah dituliskan kesenian Randai yang menjadikan
sastra sebagai salah satu unsur utamanya. Selain itu, ada juga tradisi lisan
yang dirupakan dalam bentuk tarian, yakni Tari Indang sebagai tarian khas
Pariaman, Sumatera Barat.
Tari Indang dikenal juga dengan
nama Tari Badindin, Tari Dindin
Badindin, atau Tari Indang
Badindin yang semuanya merujuk
pada lagu pengiring tarian ini, “dindin
badindin“. Adapun istilah “indang”
mewakili alat musik sejenis rebana
namun ukurannya lebih kecil, berkisar 18-15 cm. Dalam hal ini, indang
difungsikan sebagai metronom (pengatur tempo).

9
Tari tradisional ini adalah suatu bentuk sastra lisan yang disampaikan
secara berkelompok. Selain sebagai tari keagamaan yang difungsikan sebagai
media dakwah Islam, saat ini Tari Indang juga merupakan tari pergaulan
muda-mudi. Dihadirkan dengan gerakan yang kompak, dinamis dan
cenderung ceria. Hal ini para penarinya dituntun untuk selalu bekerja sama
antara satu dengan yang lainnya.
Para penari yang disebut “anak indang” berjumlah ganjil. Mereka
berdendang sambil memainkan indang dipimpin oleh seorang tukang dzikir.
Tarian ini memuat nyanyian maqam, iqa’at, avaz dan mempergunakan musik
gambus. Maqam mewakili tangga nada, interval dan ambitus. Iqa’at sebagai
pola ritmik, dan avaz adalah melodi bergerak bebas tanpa irama yang juga
sebagai musik Islam

b. Sekilas Sejarah Tari Indang


Tari Indang adalah kesenian yang sangat kental dengan pengaruh budaya
Islam di Minangkabau dan merupakan manifestasi budaya mendidik melalui
surau. Indang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Minang di wilayah
kabupaten Padang sebagai penggambaran kedatangan agama Islam di
Sumatera Barat pada kisaran abad ke-13.
Nasrul Azwar, aktivis budaya yang tinggal di Padang, menyebutkan
secara historis tari ini adalah hasil akulturasi budaya Minang dan budaya
Islam yang menyebar pada abad ke-14. Dikatakan bahwa peradaban Islam
diperkenalkan para pedagang Islam yang masuk ke Aceh. Bermula dari
pesisir barat Pulau Sumatera untuk kemudian menyebar ke Ulakan-Pariaman.
Seperti yang disebutkan diatas, kesenian ini lahir dan berkembang di
surau-surau yang biasa dimainkan selepas aktivitas mengaji. Oleh karena
bersifat pendidikan agama, maka isi nyanyian yang ada memuat perihal
pengajaran agama. Adapun dalam perkembangan selanjutnya, permainan ini
berubah dari surau keluar surau ketempat yang disebut laga-laga yakni tempat
tanpa dinding sehingga penonton dapat melihat dari segala penjuru.
Pada zaman dahulu, setiap nagari di Pariaman memiliki grup kesenian
Indang sendiri dan menariknya, dulu Indang sarat dengan sesuatu yang sakral.

10
Ada yang menyebutkan bahwa setiap kelompok tersebut memiliki “sipatuang
sirah” yakni orang tua yang mempunyai kekuatan gaib untuk menjaga
keselamatan grupnya dari kekuatan luar yang dapat menghancurkan
kelompok lain.
Selain itu, dalam hal pemilihan waktu, dikenal istilah Indang naik dan
Indang turun. Apabila memasuki hari pertama, permainan Indang akan
dimulai tengah malam antara jam 11-12 malam. Sementara itu, bila
permainan memasuki hari kedua, maka dimulai ketika hari sudah senja atau
sehabis melaksanakan sholat Maghrib.

c. Perihal Indang Pariaman


Ada yang mengatakan bahwa Indang adalah tarian tradisional yang
diciptakan oleh Rapa’i. Rapa’i sendiri adalah sebutan untuk pengikut setia
Syekh Burhanuddin, seorang tokoh terpandang sebagai pelopor Tradisi
Tabuik di Pariaman atau juga Tradisi Tabot di Bengkulu. Oleh karena itu,
Tari Indang hampir selalu dipentaskan setiap kali diadakan perayaan tersebut.
Seiring perkembangannya, Tari Indang menjadi kesenian yang tetap
lestari terutama di daerah Kabupaten Padang Pariaman yang populer dengan
permainan Indang Pariaman atau Indang Piaman. Salah satu kekhasan Indang
ini adalah selalu dimainkan pada malam hari dalam perhelatan nagari
seperti batagak kudo-kudo dan festival budaya lainnya.
Dalam prakteknya, Indang Pariaman umumnya dibawakan oleh 3 grup
yang datang dari 3 desa yang berbeda, satu sebagai tuan rumah dan 2 grup
lain sebagai pendatang. Dalam posisi duduk formasi segitiga, ketiganya
berdiskusi tentang satu tema atau masalah sebelum kemudian menentukan
grup yang akan bermain duluan.
Biasanya pihak tuan rumah yang memulai permainan yang sebelumnya
telah siap mengarang nyanyian atau kata-kata yang lebih berorientasi pada
hal-hal yang terjadi di pihak tuan rumah. Hal-hal atau masalah yang dimaksud
bisa terkait nama bukit, sungai, hasil alam atau kebiasaan penduduk dan lain
sebagainya. Permainan ini berlangsung secara bergantian dimana setiap grup
telah siap dengan tema yang dipilih.

11
d. Penyajian Kesenian Tari Indang
Tari Indang merupakan sebuah permainan tradisional yang biasanya
dimainkan oleh para pemain berjumlah ganjil, 9 sampai 25 orang. Sambil
duduk berdampingan mereka memegang dan memainkan Indang atau Ripai,
mengiringi setiap gerakan dengan lagu-lagu secara serentak bersama-sama.
Para penari memainkan Indang dengan memukul menggunakan tangan atau
menjentikkan jari mereka.
Meski terkesan sederhana, gerakan Tari Indang mendalam dan sarat akan
makna. Gerak tangan dengan jari yang membuka, patah-patah menyiku
mengarah ke atas seolah menggambarkan ungkapan rasa syukur dan
pengagungan. Gerakan utamanya adalah menepuk tangan secara berirama
sehingga menimbulkan kesan ceria dan serasi karena dilakukan oleh lebih
dari satu orang.
Sementara itu, gerakan badan biasanya naik turun atau ke kanan dan ke
kiri. Para penari “anak indang” meliuk-liukkan tubuh secara serempak serta
berlawanan anatar satu dengan yang lainnya. Kalau yang satu meliukkan
badan ke kanan agak ke depan, maka pemain berikutnya meliukkan badan ke
arah kiri ke belakang.
Sebagai sebuah permainan, selain para penari, dalam Tari Indang juga
dikenal orang-orang yang memiliki peran penting yang turut mewarnai
jalannya pertunjukkan, diantaranya :
➢ Tukang Dzikir : berperan sebagai penyanyi tunggal yang kemudian
diikuti oleh seluruh pemain. Posisinya duduk di belakang di luar
deretan pemain yang lain.
➢ Tukang Alih : berperan untuk mengubah atau mengalihkan gerakan
yang satu kepada gerakan yang lain, selain juga mengalihkan cara
pemukulan Indang yang di pegang para pemain.

e. Iringan & Busana Tari Indang


Bagi masyarakat di Pariaman, selain di sebut Indang, gendang rebana
disebut juga gendang Rapa’i yang merujuk nama pencipta tarian ini. Rebana

12
berukuran kecil berbahan kulit kambing ini tidak hanya sebagai instrumen
pelengkap saja, namun juga salah satu elemen musik penting dalam
pementasan Tari Indang.
Selain Indang atau gendang Rapa’i yang mengalun rampak, iringan Tari
Indang juga diperkaya dengan suara dari marwas, perkusi, kecrek, dan biola.
Disamping itu, seorang syekh (Tukang Dzikir) juga memperindahnya dengan
lantunan syair-syair bernuansa Islami yang bermuatan kebaikan,
penghormatan pada Nabi-nya, serta kepatuhan pada Tuhan.
Tarian Indang merupakan tari muda-mudi yang ditampilkan sederhana
sehingga tidak ada tata rias khusus pada wajah pemainnya. Hal ini juga
berlaku pada busana, para pemain Tari Indang umumnya menggunakan
kostum sederhana khas Minangkabau. Secara keseluruhan, tari ini
merepresentasikan masyarakat Pariaman yang bersahaja, saling menghormati,
serta taat memeluk agamanya.

4. Tari Rudat – Lombok


a. Pengertian Tari Rudat
Tari Rudat adalah salah satu
tarian tradisional yang masih sering
ditampilkan di Pulau Lombok, NTB.
Dalam pertunjukannya Tari Rudat ini
sangat kental akan nuansa Islami baik
dari segi kostum, lagu maupun
pengiring pertunjukan. Tari Rudat ini
biasanya ditampilkan di berbagai acara seperti Khitanan, Khatam Al-Quran,
Maulid Nabi, peringatan Isra Mi’raj dan acara peringatan hari besar Islam
lainnya.

b. Asal mula Tari Rudat


Sejarah tentang asal mula Tari Rudat ini masih belum diketahui, namun
dari beberapa sumber mengatakan bahwa tarian ini berasal dari Turki dan
sudah ada sejak masuknya agama Islam ke Indonesia. Tarian ini digunakan

13
para Ulama terdahulu sebagai media penyebaran agama Islam. Banyak yang
mengatakan pula bahwa, Tari Rudat ini merupakan perkembangan dari Dzikir
Saman dan Budrah. Dzikir Saman merupakan keseniantari dengan gerakan
pencak silat dan disertai dengan dzikir. Sedangkan Budrah merupakan
nyanyian yang diiringi dengan iringan seperangkat musik rebana berukuran
besar.

c. Fungsi Tari Rudat


Seperti yang disebutkan di atas, tarian ini awalnya merupakan salah satu
media penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Lombok.
Seiring dengan perkembangan, tarian ini kemudian digunakan untuk
memeriahkan acara Khitanan, Khatam Al-Quran dan berbagai upacara
peringatan hari besar lainnya.

d. Pertunjukkan Tari Rudat


Dalam pertunjukannya, Tari Rudat ini biasanya dimainkan oleh 13 orang
penari yang berdandan seperti para prajurit. Dalam kelompok penari tersebut
biasanya dipimpin oleh seorang komandan. Tari Rudat ini biasanya
ditampilkan dengan gerakan-gerakan yang didominasi oleh gerakan kaki dan
tangan. Gerakan tersebut hampir mirip dengan gerakan bela diri atau
gerakan pencak silat. Selain melakukan gerakan tari, penari juga sambil
menyanyikan lagu-lagu berirama Melayu dengan lirik berbahasa Indonesia
dan bahasa Arab. Dalam pertunjukan Tari Rudat ini juga diiringi oleh iringan
musik seperti rebana, jidur, dap, mandolin dan biola.

e. Kostum Tari Rudat


Dalam pertunjukan Tari Rudat ini biasanya para penari menggunakan
kostum seperti para prajurit. Kostum penari tersebut biasanya terdiri dari baju
lengan panjang, celana panjang, kain songket Lombok dan kopiah karbus.
Selain itu juga terdapat beberapa atribut seperti pangkat prajurit pada bahu,
kain selempang dan ikat pinggang. Untuk kostum pemimpin penari biasanya

14
dibuat sedikit berbeda, perbedaan tersebut bisa dari kopiah, warna baju, dan
ada juga yang membawa pedang.

5. Tari Piring – Solok


Tari Piring Selain rumah Gadang
yang menjadi ciri khas dari provinsi
Sumatra Barat, provinsi ini juga
terkenal dengan beragam kulinernya
yang memiliki cita rasa yang begitu
nikmat dan lezat. Sumatra barat
memiliki tingkat kebudayaan yang
tinggi.
Salah satu peninggalan kebudayaan yang terdapat di Sumatra Barat adalah
Tari Piring. Tari piring adalah tarian tradisional yang berasal dari tanah
Minangkabau tepatnya dari kota Solok provinsi Sumatra Barat. Dalam bahasa
Minangkabau tarian ini sering disebut dengan Tari Piring.
Karena keunikannya, sampai saat ini pertunjukan Tari Piring sangat diminati
masyarakat Indonesia. Selain masyarakat lokal, turis mancanegara juga banyak
yang mengagumi tarian ini karena keunikannya.
Keunikan dan keindahan dari Tari Piring membuat tarian ini menjadi dikenal
di dunia. Hal ini membuat nama Indonesia semakin dikenal di kancah
internasional. Keunikan dari tarian ini berbeda dengan tarian-tarian yang lain.
Yang membedakan tarian ini dengan tarian lain adalah, tarian ini menggunakan
piring sebagai alat utamanya.

a. Sejarah Tari Piring


Tarian ini berasal dari tanah Minangkabau kota Solok Sumatra Barat.
Pada zaman dahulu masyarakat Minangkabau selalu melakukan ritual ucapan
rasa syukur kepada dewa-dewa atas hasil panen yang melimpah ruah.

15
Pada saat melakukan ritual, masyarakat sekitar membawa sesaji dalam
bentuk makanan yang diletakkan di atas piring. Piring-piring yang berisi
makanan dibawa dengan gerakan-gerakan berirama dan diiringi musik.
Setelah agama islam masuk di tanah Minangkabau, tarian ini tidak lagi
digunakan untuk ritual kepada dewa-dewa. Kemudian tarian ini digunakan
sebagai hiburan untuk masyarakat. Tarian ini sering dipentaskan untuk acara-
acara adat di Minangkabau.

b. Fungsi Tari Piring


Tarian ini sering dipentaskan saat upacara adat, seperti upacara
pernikahan, khitanan dan pengangkatan penghulu. Selain itu tarian ini juga
dipentaskan saat ada anggota masyarakat yang sedang panen hasil bumi yang
melimpah ruah. Pada zaman dulu hanya orang-orang yang mampu saja yang
dapat mengadakan pentas tarian ini.
Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tarian ini tidak hanya
dipentaskan untuk upacara adat saja. Pentas tarian ini sering dipentaskan saat
hari-hari besar nasional seperti HUT Republik Indonesia. Selain itu tarian ini
juga sering dipentaskan pada saat festival dan juga untuk menyambut tamu-
tamu agung.

c. Keunikan Tari Piring


Seiring perkembangan teknologi yang sangat cepat, tidak membuat tarian
tradisional ini termakan oleh zaman. Sampai saat ini tarian ini masih sering
dipentaskan. Gerakan-gerakan yang unik pada tarian ini, membuat decak
kagum para penonton. Keunikan dari tarian ini antara lain:
1. Piring Sebagai Media Utamanya
Tarian ini menggunakan piring sebagai alat utamanya dalam menari. Alat
inilah yang membuat tarian ini berbeda dengan tarian yang lain. Piring dalam
tarian ini mengandung makna sejarah tersendiri.

16
2. Gerakan Tari Yang Unik
Piring diletakkan di atas kedua telapak tangan dengan cara digenggam.
Kemudian digerakan memutar dan diayun-ayunkan dengan mengikuti iringan
musik. Uniknya, piring ini tidak jatuh saat dimainkan.
2. Di Iringi Oleh Banyak Alat Musik
Dalam tarian ini terdapat iringan dari berbagai alat musik seperti, Rebana,
Gong, Saluang, Talempong, dan lain-lain. Tarian ini di iringi oleh musik
penayuhan, biasanya menggunakan lagu Takhian Sai Tiusung dan Takhi
Pinghing Khua Belas. Selain gerakan yang unik music pengiring tarian ini
juga unik, karena memadupadankan beberapa alat musik.
3. Dentingan Cincin
Pada tarian ini terdapat bunyi iringan yang dihasilkan dari suara dentingan
cincin. Suara dentingan pada piring dan cincin ini menambah keunikan tarian
ini. Suara dentingan ini dapat menyatu dengan musik pengiring tarian ini.
4. Menari Di Atas Pecahan Piring
Keunikan yang satu ini tidak akan anda temui pada pertunjukan tari-tari
lain. Dimana di akhir pertunjukan, penari akan melemparkan piringnya ke
lantai. Kemudian penari akan menari di atas pecahan piring tersebut.
Gerakan tarian ini menggunakan dua buah piring yang diletakkan di atas
telapak tangan si penari. Kemudian diayun-ayunkan mengikuti irama musik.
Gerakan dalam tarian ini tidak hanya itu saja, tarian ini memiliki beberapa
ragam gerakan seperti: Gerak pasambahan, gerak singanjuo lalai, gerak
mencangkul, gerak menyiang, gerak membuang sampah, gerak memagar,
gerak menyemai, gerak mencabut benih,gerak bertanam dan gerak melepas
lelah.

d. Busana Tari Piring


Seperti halnya pada tarian tarian tradisional, tarian ini juga mengenakan
busana tradisional. Busana yang dikenakan untuk pementasan tarian ini
terbagi menjadi dua yaitu busana penari pria dan busana penari wanita.
Walaupun terbagi menjadi dua, busana yang dikenakan tetap seragam
sehingga tetap terlihat kompak.

17
1. Busana Untuk Penari Pria
Kostum yang dikenakan oleh penari pria memiliki ciri-ciri yang berbeda
dibanding dengan kostum penari wanita. Walaupun berbeda mereka tetap
sama-sama mengenakan busana asli dari Sumatra Barat. Sehingga mereka
tetap bisa tampil kompak walaupun model busana mereka berbeda.
Busana rang mudo adalah busana untuk penari pria memiliki lengan yang
panjang, serta dihiasi dengan missia atau biasa disebut dengan renda emas.
Penari pria mengenakan celana yang disebut saran gelombang. Celana ini
berukuran besar dan bagian tengahnya memiliki warna yang sama dengan
baju atasannya.
Penari pria mengenakan sisampek dan cawek pinggang, bentuknya seperti
kan songket yang dililitkan di pinggang. Kain ini memiliki panjang sepanjang
lutut. Sisampek dan cawek pinggang ini pada ujungnya diberi hiasan berupa
rumbai-rumbai.
Saat mementaskan tarian ini para penari pria mengenakan destar atau deta.
Destar adalah penutup kepala yang terbuat dari bahan dasar kain songket dan
berbentuk segitiga. Kemudian diikatkan di kepala si penari pria.

2. Busana Untuk Penari Wanita


Saat pentas, penari wanita mengenakan busana berupa baju kurung. Baju
kurung ini terbuat dari kain satin dan beludru. Selain itu, penari wanita juga
mengenakan selendang dari kain songket sebagai hiasan, yang diletakkan
pada bagian kiri badan.
Penari wanita mengenakan penutup kepala yang terbuat dari kain songket,
bentuknya menyerupai tanduk. Penutup kepala ini disebut tikuluak tanduk
balapak. Tak lupa penari wanita selalu mengenakan kalung rambai dan juga
kalung gadang serta subang atau anting – anting.
Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah Tari piring berasal dari daerah
Minangkabau Kota Solok provinsi Sumatra Barat. Media utama dalam
pagelaran tarian ini adalah piring. Tarian ini memiliki banyak ragam gerakan
yaitu 21 ragam gerakan. Tarian ini dipentaskan oleh pria dan wanita dengan

18
busana yang berbeda. Musik pengiring tarian ini terdiri dari beberapa alat
musik tradisional.
Indonesia sangat kaya akan tarian-tarian daerah termasuk Tari Piring.
Untuk para generasi muda, mari lestarikanlah budaya-budaya asli Indonesia
terutama tarian ini. Karena jika kebudayaan asli Indonesia tidak di lestarikan,
semakin lama akan musnah dan kebudayaan dari luar akan dengan leluasa
masuk ke Indonesia.

19
BAB III
PENUTUP

20
DAFTAR PUSTAKA

Blog kulo. 2019. Tari Rabbani Wahed, Aceh – Tarian Sufi Khas Bireuen Yang
Mendunia.

https://blogkulo.com/tari-rabbani-wahed-aceh/. Tanggal akses 2 Desember 2019

Blog kulo. 2019. Tari Indang, Sumatera Barat – Perpaduan Cantik Antara Tari &
Sastra Lisan
https://blogkulo.com/tari-indang-pariaman-sumatera-barat/. Tanggal akses 3
Desember 2019

Blog kulo. 2019. Tari Zapin – Sebuah Kesenian Penyerta Penyebaran Islam di
Nusantara
https://blogkulo.com/tari-zapin-melayu/. Tanggal akses 3 Desember 2019

RomaDecade. 2019. Tari piring, Seni Budaya Khas Sumatra Barat


https://www.romadecade.org/tari-piring/. Tanggal akses 3 Desember 2019

Negeriku Indonesia. 2019. Tari Rudat Tarian Tradisional Dari Lombok, NTB
http://www.negerikuindonesia.com/2015/09/tari-rudat-tarian-tradisional-dari.html.
Tanggal akses 3 Desember 2019

21

Anda mungkin juga menyukai