Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang menyimpan berbagai kekayaan alam tentunya
memiliki banyak potensi Indikasi Geografis untuk selalu dikembangkan
Perlindungan bagi Indikasi Geografis merupakan hal yang harus dipandang serius
karena merupakan hasil dari karya intelektual untuk menghindari pelanggaran atau
penyalahgunaan hak-hak yang timbul dari lahirnya karya intelektual tersebut.1
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal usul
suatu barang dan/ atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk
faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan
reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang
dihasilkan.2
Perlindungan Kekayaan Intelektual Tradisional masih merupakan suatu
permasalahan besar bagi Negara-negara berkembang yang memiliki kekayaan
sumber daya alam dan budaya yang besar, termasuk Negara-negara di Asia
Tenggara, dan tentu juga, Indonesia.
Ada beberapa karakter khusus Kekayaan Intelektual Tradisional yang diampu
oleh kelompok-kelompok masyarakt pribumi, khususnya masyarakt adat, yang
membuatnya sulit untuk menikmati perlindungan yang optimal dalam rezim Hak
Kekayaan Intelektual Konvensional saat ini. Karakter-karakter tersebut adalah :
1. Nilai-nilai Kekayaan Intelektual Tradisional yang tidak sepenuhnya sejalan, atau
mungkin bertentangan dengan ide komersialisasi dan komodifikasi;
2. Pengembangan Kekayaan Intelektual Tradisional yang banyak berkembang
melalui reproduksi;
3. Kepemilikan atau pengampuan kekayaan Intelektual Tradisional yang bersifat
komunal;
4. Jangka waktu kepemilikan atau pengampuan yang btak terbatas dan berkangsung
secara turun-temurun;
5. Pengalihan hak kemampuan atau lisensi yang bersifat lisan atau tidak tertulis.

1
Dewi, L.K., & Landra, P. T. C. (2019). Perlindungan Produk-produk Berpotensi Hak Kekayaan
Intelektual Melalui Indikasi Geografis. Journal ilmu Hukum.
2
BESAR, Pemahaman Indikasi Geografis dan Pengaruhnya Terhadap Merek, (30 April 2018), Binus
University,https://business-law.binus.ac.id/2018/04/30/pemahaman-indikasi-geografis-dan-
pengaruhnya-terhadap-merek / , (15 Desember 2022)
1
Salah satu karakteristik terkuat kekayaan Tradisional, dalam kaitannya dengan
Indikasi Geografis, adalah hubungan yang erat dengan tanah atau wilayah penghasil,
yang merupakan dasar penghormatan. Tempat asal suatu produk.3
Kekayaan Intelektual (KI) adalah merupakan bagian dari hukum harta benda
(hokum kekayaan). Kekayaan Intelektual, khususnya yang berkaitan dengan haknya,
dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud
(intangible). Hak Kekayaan Intelektual bersifat sangat abstrak dibandingkan dengan
hak atas benda bergerak pada umumnya, seperti hak kepemilikan atas tanah,
kendaraan,dan property lainnya yang dapat dilihat dan berwujud. Menurut David I
Bainbridge,Intellectual Property atau Hak Kekayaan Intelektual adalah hak atas
kekayaan yang berasal dari hasil kreatif yaitu kemampuan daya piker manusia yang
diekspresikan dalam berbagai bentuk karya, yang bermanfaat serta berguna untuk
menunjang kehidupan.4
Saidin mengemukaan pengertian Hak Kekayaan Intelektual adalah hak
kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasilo kerja otak, hasil kerja
rasio, yaitu hasil kerja ratio yang menalar, dan hasil kerja itu berupa benda
immaterial.5
Perlindungan hukum dalam konteks Hak Kekayaan Intelektual terpisah antara
Hak atas Kekayaan Intelektual itu sendiri dengan hasil material yang menjadi bentuk
jelmaan fisik dari Hak tersebut. Hak atas Kekayaan Intelektual adalah merupakan
Hak atas Kekayaan yang tidak berujud/ Intangible assets yaitu Hak atau kemampuan
menggunakan otaknya secara kreatif, beratio dan bernalar sehingga menhasilkan
karya intelektual. Dalam kerangka Hak Kekayaan Intelektual, yang mendapat
perlindungan hukum (Hak Ekslusif) adalah Hak-nya, sedangkan jelmaan dari Hak
tersebut yang berupa benda secara fisik atau benda berujud (benda materil). Seprti
contohnya Hak Cipta buku hasil jelmaan atau marteriil dari Hak Cipta buku adalah
terwujud dalam bnetuk eksemplar-eksemplar buku, dalam hal ini secara fisik buku
tersebut mend apat perlindungan hukum benda dalam kategori benda materiil (benda
berujud).6

3
Ramli, A. M.(2018). Kekayaan Intelektual Pengantar Indikasi Geografis.Bandung:PT. Alumni. Hal 35-
36
4
Dharmawan N. K. S., Wiryawan W., dkk. (2016). Hak Kekayaan Intelektual (HKI).Yogyakarta:
Deepublish CV Budi Utama. Hal 19
5
Ibid. Hal 19
6
Ibid. Hal20
2
Insan Budi Maulana mengemukaan bahwa Intellecutal property atau
kekayaan intelektual yang juga disebut Intellectual property rights termasuk
kedalam hukum kebendaan tidak berwujud (intangible assets), yang terdiri dari
2(dua) bagian besar yaitu :
a. Industrial property rights atau hak kekayaan industrizal bderkaitan dengan kegitan
industry yang meliputi paten, merek, desain industry, rahasia dagang (trade secret
atau know how),
b. Copyrights atau hak cipta yang memberikan perlindungan terhadap karya-karya seni,
sastra, dan ilmu pengetahuan, contoh : film, lukisan, novel, program computer,
tarian dan sebgainnya.7
Perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian
penting dalam perkembangan tatanan perekonomian, hal ini dikarenakan hak
kekayaan Intelektual adalah hak yang lahir dari hasil kemampuan intelektual yang
dituangkan dalam bentuk karya di bidang Ilmu Pengetahuan, Teknologi, maupun
Seni. Perlindungan hukum kekayaan intelektual dimaksudkan untuk mencegah
timbulnya pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual, selain itu untuk memacu
pihak lain agar berinovasi. Oleh karena begitu pentingnya kekayaan intelektual
maka masyarakat internasional kemudian melahirkan konvensi-konvensi di bidang
kekayaan intelektual.8

Perlindungan hukum terhadap indikasi geografis sangat penting karena akan


mencegah berbagai pelanggaran terhadap pemakaian nama dan produk indikasi
geografis seperti beberapa kasus yang pernah dialami bangsa ini, misalnya kasus
kopi Toraja yang didaftarkan oleh Jepang sebagai merek Toarco Toraja dan kasus
kopi Gayo yang didaftarkan sebgai merek dagang Gayo Mountain Cofee dari sebuah
perusahaan di Belanda. Belaja dari dua kasus diatas, maka sudah selayaknya semua
potensi unggulan daerah yang memiliki potensi indikasi geografis wajib dilindungi
oleh hukum melalui kebijakan Pemerintah. Dengan berlakunya Undang-undang
tentang Pemerintahan Daerah, perlindungan hukum terhadap indikasi geografis
merupakan bagian dari tanggung jawab Daerah Otonom, karena itu Pemerintah
Daerah perlu mengupayakan jaminan perlindungan terhadap potensi produk
unggulan daerah dengan indikasi geografis.9

7?
Ibid. Hal.. 20-21
8
Lakalet, L.(2022). Perlindungan Hukum Terhadap Tenun Alor dalam Rezim Indikasi Geografis. Jurnal
Ilmiah Wahan Pendidika, 103-104.
9
Ibid.Hal 105.
3
Salah satu produk kekayaan intelektual yang perlu dilindungi sebagai
indikasi geografis adalah hasil kerajinan tangan berupa kain tenun ikat sekomandi
yang berasal dari Desa Kalumpang Kabupaten Mamuju.
Tenun ikat sekomandi merupakan warisan leluhur masyarakat di Kecamatan
Bonehau dan Kalumpang, kabupaten Mamuju, yang sudah ada sejak ratusan tahun.
Untuk menjaga kelestariannya, hingga kini, para perajin dari Bonehau dan
Kalumpang pun masih memproduksinya dengan cara tradisional. Salah satu motif
kain tenun sekomandi, yakni Ulu Karua (Delapan Kepala), yang sudah berusia
ratusan, ternyata punya filosofi tersendiri.10
Melalui akun instagram @ivan_gunawan, perancang busana, ivan Gunawan
(Igun) pada ajang female on the move atau Femme yang diselenggarakan di
Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2016 silam, memosting hasil karyanya
yang tampak mirp kain tenun ikat sekomandi dari kalumpang. Mengusung budaya
lokal dengan tema Rambu Solo’(pesta kematian di Toraja), diyakini kain tenun
Toraja, Ivan mendesain busananya yang kental dengan budaya daerah lokal
Sulawesi. Menanggapi hal itu, salah seorang warga net melalui akun Facebook
@Herman Eman, menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Ivan Gunawan.
Dalam surat terbuka yang dipublikasikan melalui media sosial Facebook pada
Minggu (30/10/2022), Herman Eman yang diketahui adalah warga Kecamatan
Kalumpang menjelaskan bahwa asal-usul kain tenun Sekomandi itu dari Kecamatan
Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) bukan dari
Toraja.
Lalu seperti apa surat terbuka warga Kalumpang tersebut?
Berikut isi suratnya:
Kepada Yth, Mas Ivan Gunawan atau Admin, Mas Ivan Gunawan. Designer
Nasional Indonesia.
Dengan segala hormat.
Melalui surat terbuka ini. Saya salah satu Generasi Kalumpang, ingin meluruskan,
tentang asal usul Kain Tenun Ikat Sekomandi.
Sekomandi adalah kain tenun Ikat yang asal aslinya dari : Kecamatan
Kalumpang. Kabupaten Mamuju. Provinsi Sulawesi Barat. Bukan asal asli dari
Kabupaten Tanah Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Ini harus kami luruskan, agar
tidak menjadi rancu dan salah bagi yang belum mengetahui. Memang, Sekomandi

10
Dion, A. (2 September 2019). Kain Tenun Sekomandi:Berusia Ratusan Tahun, Nilai Jual Sangat
Tinggi. Sulbar Kini. https://m.kumparan.com/sulbarkini/kain-tenun-sekomandi-berusia-ratusan-tahun-
nilai-jual-sangat-tinggi-1rmkNkgoB5f,
(19 Desember 2022)
4
banyak di jual di Tanah Toraja, karena hasil tenun warga kalumpang, banyak di
bawah ke Tanah Toraja dan Bali. Karena daerah Tanah Toraja dan Bali banyak
Turis Asing, yang minat membeli kain tenun Indonesia termasuk Sekomandi. Bahkan
di Tanah Toraja saat ini, ada yang membuat kain tenun sekomandi, tetapi yang
membuat itu adalah orang dari Kalumpang untuk mendekati daerah pemasaran
Kain tenun Sekomandi. Ada beberpa Budaya, yang tidak bisa di lepaskan dari
KAIN SEKOMANDI, karena merupakan satu kesatuan dari Budaya Leluhur
Kalumpang. – Babu,Bei (Baju Bei), - Tari Sayo (Tarian Adat), - Banua
Busun/Batang (Rumah Adat). Dan masih banyak lagi, Budaya yang tidak bisa
dilepaskan dari Sekomandi. Dalam surat terbuka ini, saya tampilkan beberapa poto
dan video Budaya Asli Kalumpang ysng tak terpisahkan dari Sekomandi. Saya
meluruskan karena Mas Ivan Gunawan adal seseorang Desaigner kondang
Indonesia, seorang Selebrity papan atas di Tanah Air yang memiliki Follower yang
sanga banyak. Agar mas Ivan Gunawan bisa, menjelaskan kepada Followernya
bahwa Sekomandi adalah aslinya dari Kalumpang. Saya ingin sekali bila ada waktu
dan kesemapatan mas Ivan Gunawan, datang berkunjung ke Mamuju-Sulbar dan
bila bisa langsung ke kalumpang. Terima Kasih. 11
Adapun kasus lain dari tenun Ikat Sekomandi yaitu Tenun Ikat sekomandi di
tolak sebagai Kekayaan Intelektual oleh dirjen HAKI pada tahun 2013 karena di
anggap tidak memenuhi persayaratan tertentu, yang mendaftarkan pada tahun 2013
juga adalah perseorangan bukan pemerintah daerah. Kurangnya perhatian
pemerintah persoalan pendaftaran dan penjagaan hak atas kekayaan intelektual dan
kearifan lokal terhadap tenun sekomandi sebagai kearifan lokal dan produk asli
daerah.
Dari urian data awal maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh terkait
Tentang “ UPAYA PERLINDUNGAN POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS
TENUN SEKOMANDI KALUMPANNG SEBAGAI HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL MASYARAKAT KALUMPANG ”.

B. Rumusan Masalah
11
Pasande, G. (31 Oktober 2022). Warga Kalumpang Mamuju Tulis Surat Terbuka Untuk Ivan
Gunawan, Ini Suratnya. iNews.id. https://mamuju.inews.id/read/198962/warga-kalumpang-mamuju-
tulis-surat-terbuka-untuk-ivan-gunawan-ini-suratnya, (19 Desember 2022).
5
Berdasarkan alasan diatas maka penulid dapat dibuatkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaiamana perlindungan hukum terhadap indikasi geografis tenun sekomandi
kalumpang dalam persepektif HAKI
2. Bagaimana Peran Pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mewujudkan
perlindungan hukum indikasi geografis tenun sekomandi kalumpang di
Kabupaten Mamuju
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka yang menjadi tujuan dalam
pembuatan proposal skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis Tenun
Sekomandi kalumpang di Kabupaten Mamuju.
2. Untuk mengetahui Lankah dan Peran Pemerintah Kabupaten Mamuju dalam
mewujudkan perlindungan hukum indikasi geografis tenun sekomandi
kalumpang di Kabupaten Mamuju.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah wawasan terkait upaya perlindungan potensi Indikasi
Geografis Tenun Sekomandi Kalumpang Sebagai Hak Kekayaan Intelektual
Masyarakat Kalumpang
2. Untuk menambah referensi perpustakaan dan sebagai sumbangsi penulis
terhadap Universitas Sulawesi Barat khususnya Program Studi ilmu hukum dan
bagi seluruh pembaca.

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA
1.Pengertian Dan Lingkup Indikasi Geografis

a. Indikasi Geografis Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016


Tentang Merek dan Indikasi Geografis
Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis (UUMIG), Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan
daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis
termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut
memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk
yang dihasilkan. Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket
atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa
nama tempat, daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur- unsur
tersebut. Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta
geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus-menerus sehingga dikenal
sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan Indikasi Geografis
meliputi barang-barang yang dihasilkan oleh alam, hasil kerajinan tangan, barang hasil
pertanian, atau hasil industri tertentu lainnya.

b. Indikasi Geografis Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51


Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis
Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi
Geografis (PPIG), pengertian Indikasi Geografis adalah :
“Suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena
faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan”.
Pada Pasal 2 ditentukan bahwa tanda yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka (1)
merupakan nama tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal
tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis. Barang dalam hal ini
dapat berupa produk olahan, hasil kerajinan tangan, hasil pertanian, atau barang lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2007 Tentang Indikasi Geografis.
Selain sebagai tanda pembeda, aspek-aspek khusus dari nama asal barang ini juga
harus memiliki nilai ekonomis, hal tersebut berarti bahwa nama asal itu tidak hanya harus
berfungsi untuk membedakan suatu barang dari barang lainnya, tetapi juga harus jelas

7
bahwa tempat asal ini memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan kualitas atau
mutu barang tersebut, sehingga meningkat pula harga jualnya9.

c. Indikasi Geografis dalam Perjanjian TRIPs


Di dalam Perjanjian TRIPs Indikasi Geografis pada Pasal 22 Ayat (1) ditentukan :
“ Indikasi yang menandakan bahwa suatu barang berasal dari wilayah teritorial
negara anggota, atau dari sebuah daerah atau daerah lokal di dalam wilayah teritorial
itu, yang membuat kualitas, reputasi, atau karakter-karakter khusus lain dari barang
tersebut dapat dikaitkan secara esensial kepada asal geografis barang itu..”
Definisi ini sejalan dengan pengertian Indikasi Geografis yang terdapat dalam sistem
hukum di lingkungan masyarakat Eropa (European Community / EC) atau Uni Eropa
(European Union / EU), yang mengaturnya sebagai “Indikasi Geografis yang dilindungi”
(Protected Geographical Indications / PGI), kata dilindungi ditambahkan dalam penyebutan
Indikasi Geografis dalam hukum tersebut. Penambahan ini dimaksudkan untuk membedakan
Indikasi Geografis yang telah memeroleh perlindungan hukum di tingkat komunitas Eropa
dengan perlindungan hukum di tingkat nasional. Indikasi Geografis yang belum mendapat
perlindungan di tingkat komunitas Eropa biasanya telah mendapat perlindungan, tetapi
hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah tingkat nasional salah satunya Negara Komunitas
Eropa saja .
9. Miranda Risang Ayu., Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis
(Bandung : Alumni, 2011)

10.http://www.wipo.int/geo_indications/en/about.html.

Dari segi definisi, Indikasi Geografis mengandung pengertian11 :


“Indikasi Geografis adalah tanda yang digunakan pada barang yang memiliki asal
geografis dan kualitas prosessess tertentu atau reputasi yang disebabkan oleh tempat
asalnya. Biasanya, indikasi geografis terdiri dari nama tempat asal barang. Produk
pertanian biasanya memiliki kualitas yang berasal dari tempat produksinya dan
dipengaruhi oleh faktor lokal tertentu, seperti iklim dan tanah”

Dari pengertian di atas dapat diuraikan ciri atau unsur-unsur pokok Indikasi
Geografis sebagai berikut :
1. Sebagai tanda yang diambil dari nama daerah yang merupakan ciri khas suatu
produk atau barang yang diperdagangkan.
2. Sebagai tanda yang menunjukkan kualitas atau reputasi produk atau barang yang
bersangkutan.
8
3. Kualitas barang tersebut dipengaruhi oleh alam, cuaca dan tanah di daerah yang
bersangkutan.
Jadi jelas dari uraian di atas bahwa Indikasi Geografis menyangkut perlindungan atas
nama asal barang terhadap barang- barang tertentu
Indikasi Geografis yang dimaksudkan dalam perjanjian TRIPs yaitu tanda yang
mengidentifikasi suatu wilayah Negara anggota, atau kawasan atau daerah di dalam wilayah
tersebut sebagai asal barang, dimana reputasi, kualitas, dan karakteristik barang yang
bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa asal suatu barang yang
melekat dengan reputasi, karakteristik, dan kualitas suatu barang yang dikaitkan dengan
wilayah tertentu dilindungi secara yuridis. Peran positif nama asal barang terhadap
karakteristik lainnya yang secara langsung dapat menaikkan keuntungan ekonomis dari
perdagangan barang tersebut harus ada Singkatnya, nama itu sendiri harus memiliki reputasi.
Reputasi merupakan salah satu elemen proteksi yang disebutkan secara eksplisit oleh
perjanjian TRIPs.
Penunjukan asal suatu barang merupakan hal penting, karena pengaruh faktor
geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut di
daerah tertentu tempat barang tersebut dihasilkan, dapat memberikan ciri dan kualitas
tertentu pada barang tersebut, sehingga memungkinkan barang tersebut memiliki nilai
ekonomi yang tinggi12.
Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal
suatu barang yang karena faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Hal itu
berarti bahwa Indikasi Geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang
yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya
kualitas, reputasi dan karakteristk termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan
atribut dari barang tersebut13.

d. Indikasi Geografis Berdasarkan Perjanjian Lisabon


Dalam Perjanjian Lisabon, telah diberikan ketentuan yang lengkap dan sistematis
terhadap perlindungan Indikasi Geografis di dunia Internasional daripada ketentuan-
ketentuan perjanjian yang lainnya. Hal ini terlihat dari segi definisi terdapat suatu
ketentuan baru yang melengkapi konsep Indikasi Geografis sebelumnya, yakni dalam Pasal
2 Ayat (1) dan (2) :
“Sebuah "Sebutan Asal" sebagai denominasi Geografis suatu negara, wilayah,
atau lokalitas, yang berfungsi untuk menunjuk produk yang berasal dari sana,
9
kualitas atau karakteristik yang secara eksklusif atau dasarnya disebabkan oleh
lingkungan geografis, termasuk alam dan pabrik manusia. “Negara Asal” sebagai
Negara yang namanya, atau negara di mana terletak daerah atau lokalitas yang
namanya, merupakan sebutan asal yang telah memberikan reputasi produk
tersebut. “

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011)

Ahmadi Miru, Hukum Merek (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005)

Dari ketentuan di atas, terdapat tiga (3) elemen yang membedakan konsep Indikasi

10
Geografis dengan konsep konsep di perjanjian lainnya, yaitu14 :
1. Keadaan geografis. Faktor pertama yang harus terdapat adalah faktor
geografis yang memberikan identitas terhadap produk yang menunjukkan
asal dari negara tertentu.
2. Reputasi produk tersebut di mata masyarakat luas.
3. Ada keterkaitan antara lingkungan Geografis dengan produk yang dihasilkan
dan ditentukan oleh faktor alam (seperti iklim dan tanah) dan faktor manusia
(seperti pengetahuan tradisional)

Singkatnya Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal
suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor
alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi,
kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Sedangkan
hak atas Indikasi Geografis adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada
Pemegang Indikasi Geografis yang terdaftar, selama reputasi, kualitas, dan karakteristik
yang menjadi dasar diberikannya perlindungan hukum atas Indikasi Geografis tersebut
masih ada.15 Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan Pemegang Indikasi
Geografis melalui sistem perdagangan yang sehat dan persaingan usaha yang jujur, agar
kepentingan Pemegang Indikasi Geografis terlindungi dari praktik perbuatan curang dan
itikad buruk dari pihak lain yang tidak berhak atas reputasi Indikasi Geografis terdaftar
dengan meniru, memalsukan atau menggunakan Indikasi Geografis tersebut pada produk
yang dipasarkan. Pada tingkat paling tinggi dan hubungan kepemilikan tersebut adalah
jaminan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum atas HKI kepada Pemegang Indikasi
Geografis, untuk mengeksplotasi secara memadai manfaat Indikasi Geografis terdaftar
dengan bantuan Negara.
12
ibid
14
Lisbon Agreement for the Protection of Appellation of Origin and their
International Registration of October 31, 1958, as revised at Stockholm on
July 14, 1967, and as amended on September 28, 1979.
15
Pasal 1 Angka 6 dan 7 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis

11
2. Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis

Pada hakekat awalnya tidak ada satu sumber yang memberikan definisi tunggal
tentang Hukum Kekayanan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Right yang diterima
secara umum/universal. Namun dalam penggunaannya sebagai pedoman ada beberapa
makna tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat digunakan, diantaranya adalah :
a. Definisi HKI adalah hak eksklusif yang diberikan pemerintahan kepada
penemu/pencipta/pendesain berdasaarkan atas hasil karya cipta dan
karsa yang dihasilkan. Hak eksklusif adalah hak monopoli untuk
memperbanyak karya cipta dalam jangka waktu tertentu, baik
dilaksanakan sendiri atau dilisensikan.16
b. Sri Redjeki Hartono, hak milik intelektual pada dasarnya merupakan
suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak
tersebut diberikan oleh Negara. Negara berdasarkan ketentuan
Undang- Undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang
berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syaratnya yang harus
dipenuhi.17

c. Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah menuturkan bahwa HKI


merupakan suatu hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu
kemampuan berdaya pikir manusia yang di ekspresikan kepada
khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat
serta berguna dalam menunjang kehidupan menusia, juga mempunyai
nilai ekonomi.18
16
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
17
Sembiring, Sentosa, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak kekayaan Intelektual Dibidang Hak cipta,
Paten, Dan Merek (Bandung : CV. Yrama Widya, 2011)

Yang dimana secara keseluruhan HKI merupakan suatu hak eksklusif yang timbul
12
dari hasil pemikiran yang membuahkan hasil berupa produk yang bermanfaat bagi pihak-
pihak yang menggunakannya. Objek atau hak-hak yang.diatur dalam HKI adalah karya yang
lahir dari kemampuan intelektual (daya pikir) manusia.19
Masuknya pengaturan Indikasi Geografis untuk melindungi produk Indikasi
Geografis Indonesia dalam Undang-Undang Indonesia disesuaikan dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 199420 mengikuti peraturan yang
dikeluarkan oleh WTO sebelumnya yaitu TRIPs, yang dimana karena Indonesia
merupakan salah satu anggota dari WTO maka Indonesia diwajibkan untuk membuat
peraturan baru agar sesuai dengan aturan dari TRIPs21 .
Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku dalam hubungan dengan hak yang
diberikan Art.6 bis, yaitu pengaturan tentang merek terkenal. Pada hakikatnya, TRIPs
mengandung empat kelompok pengaturan. Pertama, yang mengaitkan HKI dengan konsep
perdagangan internasional. Kedua, yang mewajibkan negara-negara anggota untuk
memenuhi Paris Convention dan Berne Convention. Ketiga, menetapkan aturan atau
ketentuan sendiri. Keempat, yang merupakan ketentuan atas hal-hal yang secara umum
termasuk upaya penegakan hukum yang terdapat dalam legislasi negara-negara anggota.22.
Adapun Cabang-Cabang Hak Kekayaan Intelektual secara garis besar
terbagi dalam 2 (dua) bagian23 :
1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.24
18
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia Dalam Era Perdagangan Bebas,
(Jakarta
: PT. Grasindo, 2011)
19
Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Hak-Hak kekayaan Intelektual, (Jakarta : Erlangga, 2008)
20
Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
21
Raja Koresy Melkisedek Siregar Analisa Hukum Terhadap Perlindungan
Indikasi Geografis Kopi Toraja Dalam Penggunaannya Oleh Perusahaan Lokal
Dan Luar Negeri (Malang : Skripsi Universitas Brawijaya, 2019)

Hak Cipta dibagi menjadi 2 yaitu :


a. Hak Cipta itu sendiri
Merupakan hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu Ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di

13
dalam Hak Cipta itu sendiri terdapat hak lain yang dapat disebut sebagai Hak Terkait
b. Hak Terkait

Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak
eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran.
Seperti tertulis dalam Pasal 1 Angka 6 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2020
tentang Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait, yang dimaksud sebagai Produk
Hak Terkait adalah setiap hasil karya yang berupa karya pertunjukan, karya rekaman,
atau karya siaran. Berbeda dengan Hak Cipta, pihak yang diberikan Hak Terkait
disebutkan secara tertulis pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.
1.Hak Milik Perindustrian
a. Paten;
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten :
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor
atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.”
b. Merek;
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek
dan Indikasi Geografis :
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa
gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam
bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau
badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

c. Indikasi Geografis;
Berdasarkan Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek
dan Indikasi Geografis :
“Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah
asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan
geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi
dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan
karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang
dihasilkan”.
14
d. Desain Industri;
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri :
“Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisigaris atau warna, atau berbentuk tiga dimensi atau
dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang komoditas industri, atau
kerajinan tangan.”

e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;


Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
“Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau
setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen, dan
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen
aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta
dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi konduktor
yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik”.

f. Informasi Rahasia termasuk Rahasia Dagang dan data Test.


Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang :

“Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum


di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik Rahasia Dagang”.

g. Varietas Tanaman Baru.


Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman :
“Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT
adalah suatu perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam

15
hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh
Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap Varietas Tanaman
yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan
tanaman”

3.Prinsip-Prinsip Kekayaan Intelektual


Hak kekayaan intelektual memerlukan suatu prinsip yang bertujuan untuk
menyeimbangkan antara kepentingan sang individu pemilik dan kepentingan masayarakat.
Menurut Sulistianingsih (2016:32-33) prinsip-prinsip yang terdapat dalam kekayaan
intelektual adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja
membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya. Pencipta sebuah karya, atau
orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan hasil dari kemampuan
intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun
bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui hasil karyanya. Hukum
memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan
untuk bertindak dalam rangka
2. Prinsip Ekonomi (Economic Principle)
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya
pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan
keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan. Hak milik intelektual merupakan suatu
bentuk kekayaan bagi pemiliknya dalam bentk pembayaran royaltydan technical fee.
Imbalan yang didapat dari hasil kreativitas tersebut dapat berupa insetif/reward.
Insentif/reward diberikan sebagai upaya untuk merangsang kreativitas.

22
Djaja Ermansyah, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)
23
Achmad Fausan, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Himpunan Undang-Undang), (Surabaya : Yrama
Widya, 2004)
24 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

3. Prinsip Kebudayaan (The Culture Principle)


Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengettahuan, sastra, dan seni untuk
meningkatkan kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan
taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi
16
masyarakat, bangsa, dan negara. Karya manusi itu pada hakekatnya bertujuan untuk
memungkinkannya hidup dari karya itu, serta akan hidup hidup yang menghasilkan lebih
banyak karya lagi. Dengan demikian maka pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, seni sastra sangat besar artinya bagi peningkatkan taraf kehidupan, peradaban
dan martabat manusia.
4. Prinsip Sosial (The Social Argument)
Prinsip sosial (mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara), artinya hak yang
diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga
perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
Hak apapun yang diakui oleh hukum, yang diberikan kepada perseorangan, prsekutuan atau
kesatuan tidak boleh semata-mata untuk kepentingan mereka saja tetapi untuk kepentingan
seluruh masyarakat.
Sedangkan menurut Sufiarina (2015:270-272) dijelaskan bahawa prinsip-prinsip umum
dalam HKI sebagai berikut:
1. Prinsip HKI sebagai hak eksklusif
Maksudnya hak yang diberikan oleh HKI bersifat khusus dan hanya dimiliki oleh orang
yang terkait langsung dengan kekayaan intelektual yang dihasilkan. Melalui hak tersebut
pemegang hak dapat mencegah orang lain untuk membuat, menggunkan atau berbuat
sesuatu tanpa izin.
2. Prinsip melindungi karya intelektual berdasarkan pendaftaran
Secara umum pendaftaran merupakan syarat bagi kekayaan intelektual yang dihasilkan
oleh seseorang untuk mendapatkan syarat bagi kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh
seseorang untuk mendapatkan perlindungan. Beberapa cabang HKI yang mewajibkan
seseorang untuk melakukan pendaftaran Merek, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman. Prinsip ini mendasari semua regulasi
HKI di seluruh dunia dan membawa konsekuensi bahwa pemilik kekayaan intelektual yang
tidak melakukan pendaftaran tidak dapat menuntut seseorang yang dianggap telah
menggunakan kekayaannya secara melawan hukum. Beberapa pengecualian diberikan oleh
hukum nasional negara tertentu yang dapat melakukan tuntutan terhadap pelanggaran
hukum terkait hak kekayaan intelektual meskipun kekayaan intelektualnya belum terdaftar.

3. Prinsip perlindungan yang dibatasi oleh batasan teritorial


Sistem HKI mengatur bahwa pendaftaran yang melahirkan perlindungan hukum bersifat
teritorial. Artinya perlindungan hukum hanya diberikan di tempat pendaftaran tersebut
dilakukan. Sistem ini selaras dengan kedaulatan negara di dalam hukum publik dimana
17
keputusan yang dihasilkan oleh perangkat administrasi negara tidak dipaksakan berlaku di
negara lainnya. Dalam rezim HKI setiap negara bebas untuk menerima sebuah pendaftaran
kekayaan intelektual. Keputusan yang diambil oleh sebuah negara tidak berpengaruh
terhadap putusan yang akan diambil oleh negara lain.
4. Prinsip adanya pemisah antara benda secara fisik dengan HKI yang
terdapat dalam benda tersebut
Sistem ini bersifat sangat unik dan merupakan ciri khas HKI karena dalam cabang
hokum lain yang bersifat berwujud (tangible), penguasaan secara fisk dari sebuah benda
sekaligus membuktikan kepemilikan yang sah atas benda tersebut. Di dalam sistem HKI
seseorang yang menguasai benda secara fisik tidaklah otomatis memiliki hak eksklusif dari
benda fisik itu. Sebagai contoh, jika seseorang membeli sebuah buku maka orang itu hanya
berhak atas buku tersebut (benda secara fisik) untuk penggunaan secara pribadi, misalnya
dibaca, diberikan sebagai hadiah kepada orang lain.
5. Prinsip perlindungan HKI bersifat terbatas
Meskipun ada cabang HKI (merek) yang dapat diperpanjang jangka waktu
perlindungannya, secara umum jangka waktu perlindungan HKI tidaklah bersifat
selamanya (hanya terbatas). Tujuan pembatasan perlindungan ini adalah untuk
memberikan kesempatan kepada masyarakat mengakses hak kekayaan intelektual tersebut
secara optimal melalui usaha- usaha pengembangan lebih lanjut dan sekaligus mencegah
monopoli atas kekayaan intelektual tersebut.
6. Prinsip HKI yang berakhir jangka waktu perlindungannya berubah menjadi public
domain.
HKI yang telah berakhir jangka waktu perlindungannya akan menjadi milik umum
(public domain). Semua orang berhak untuk mengakses HKI yang telah berakhir waktu
perlindungannya. Pasca berakhirnya perlindungan hukum pemegang HKI tidak boleh
menghalangi atau melakukan tindakan seolah-olah masih memiliki hak eksklusif. Sebagai
contoh perjanjian lisensi dengan kewajiban membayar royalty bagi pihak licensee tidak
boleh dilakukan jika jangka waktu perlindungan HKI yang menjadi dasar bagi terjadinya
perjanjian tersebut telah berakhir.

Pengaturan Indikasi Geografis


Konsep mengenai perlindungan indikasi geografis kali pertama dikenal di Prancis
pada awal abad ke-20, yang kemudian dikenal dengan istilah indikasi asal (Sudaryat, dkk,
2010:178). Dan perlindungan mengenai indikasi geografis secara internasional diatur
dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) Uruguay Round yang
menghasilkan pembentukan World Trade Organization (WTO) pada tahun 1994, yang

18
kemudian menyepakati perjanjian internasional dibidang perdagangan dengan sebutan
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement).
Penerapan indikasi geografis dalam hukum nasional Indonesia diatur pada UU No.
20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis pada Pasal 53 s/d 71
(Sulistianingsih, 2017:147-148). Sedangkan untuk pengaturan mengenai indikasi geografis
sendiri sebelumnya diatur di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
(UUM) dalam Pasal 56 samapai dengan Pasal 60, peraturan pelaksanaannya melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Pasal 1 Undang-
Undang Merek dan Indikasi Geografis.

Syarat dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Perlindungan Indikasi


Geografis
Sebelum dijelaskan syarat dan bagaimana tatacara untuk mengajukan permohonan
perlindungan indikasi geografis, berikut ini akan dijelaskan ruang lingkup indikasi geografis
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi geogrfis:
(1) Tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 merupakan nama tempat
atau daerah manapun tanda tertentu lainnya sebagimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 1.
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa hasil pertanian,
produk olahan, hasil kerajinan tangan, atau barang lainnya sebagiamana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1.
(3) Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilindungi sebagai indikasi
geografis apabila terdaftar dalam Daftar Umum indikasi geografis di Direktorat
Jenderal.
(4) Indikasi geografis terdaftar tidak dapat berubah menjadi milik umum.
(5) Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dipergunakan pada
barang yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Buku
Persyaratan.

Demikian syarat dan tata cara permohonan indikasi geografis yang tercantum di
dalam Pasal 5 PP No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, yang berbunyi:
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pemohon
atau melalui Kuasanya dengan mengisi formulir dalam rangkap 3 (tiga)
kepada Direktorat Jenderal.
(2) Bentuk dan isi formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

19
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.

Menurut Sulistianingsih (2017:152), proses pengajuan permohonan indiaksi


geografis dapat dilakukan oleh beberapa pihak yang tercantum dalam Pasal 53 ayat (2) UU
Merek dan Indikasi Geografis, seperti berikut:
a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi
barang yang bersangkutan, terdiri atas:
1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil
alam atau kekayaan alam;
2) Produsen barang hasil pertanian;
3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau
4) Pedagang yang menjual barang tersebut.
b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau
c. Kelompok konsumen barang tersebut.

Setelah diatas dijabarkan mengenai pihak yang dapat mengajukan permohonan,


maka dijelaskan bagaimana tata cara pengajuan permohonan pendaftatran indikasi
geografis, menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (2015:6).
a. Permohonan pendaftaran diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
oleh Pemohon atau melalui Kuasanya dengan mengisi formulir dalam
rangkap 3 (tiga) kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
b. Permohonan sebagaimana dimaksud harus mencantumkan persyaratan
administrasi sebagai berikut:
- Tanggal, bulan, dan tahun;
- Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon; dan
- Nama lengkap dan alamat Kuasa, apabila Permohonan diajukan
melalui Kuasa.

c. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan


Buku Persyaratan. Buku persyaratan sendiri adalah dokumen yang memuat
informasi tentang kualitas dan karakteristik khas yang dapat digunakan untuk
membedakan barang dengan kategori sama. Buku persyaratan menguraikan
secara terinci produk indikais geografis yang akan didaftarkan, mencakup
nama indikasi geografis, nama barang, uraian karakteristik, lingkungan
20
geografis, batas daerah/atau peta wilayah, sejarah, proses produksi, metode
pengujian kualitas barang, label yang digunakan, rekomendasi instansi
berwenang, label yang digunakan, rekomendasi instansi berwenang serta
abstarak atau ringkasan isi buku persyaratan. (Dirjen KI Kementerian Hukum
dan HAM:2015).
d. Permohonan dapat diajukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
(DJKI):
- dengan alamat: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI),
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Jl. H.R. Rasuna Said
Kav. 8-9, Kuningan, Jakarta Selatan 12190, atau
- melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia yang ada di seluruh provinsi di Indonesia, atau
- melalui Kuasa Hukum Konsultan KI yang terdaftar.
e. ermohonan diajukan dengan menggunakan formulir permohonan resmi IG
dari DJKI.

Jangka Waktu Perlindungan dan Penghapusan Indikasi Geografis


Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
menjelaskan mengenai jangka waktu perlindungan dan hapusnya indikasi geografis dalam
Pasal 61 Ayat (1), dan Ayat (2), yang berbunyi:
(1) Indikasi geografis dilindungi selama terjaganya reputasi, kualitas, dan
karakteristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan indikasi
geografis pada suatu barang.
(2) Indikasi geografis dapat dihapus jika:
a. tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1); dan/atau
b. melanggar ketentuan sebagaimana di maksud alam Pasal 56 ayat
(1) huruf a.\

Sejalan dengan Undang-undang Merek dan Indikasi Geografis, Peraturan


PelaksanabUndang-undang tersebut mengatur jangka waktu perlindungan indikasi
geografis dalam Pasal 4 yang menyebutkan bahwa indikasi geografis dilindungi selama
karakteristik khas dan kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas
indikasi geografis tersebut masih ada (Sulistianingsih, 2017:159).

21
Manfaat Indikasi Geografis
Indikasi geografis sendiri memberikan manfaat seperti menurut Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (2015:8) diantaranya adalah:
1. Melindungi produk dan produsen anggota kelembagaan indikasi geografis
terhadap kecurangan, penyalahgunaan dan pemalsuan tanda indikasi
geografis;
2. Meningkatkan posisi tawar produk serta kemampuan memasuki pasar baru
pada tataran nasional maupun internasional;
3. Meningkatkan nilai tambah, meningkatkan lapangan kerja, meningkatkan
kualitas produk, meningkatkan produksi, meningkatkan peluang diverifikasi
produk;
4. Memberikan informasi yang jelas kepada konsumen tentang jenis, kualitas
dan asal produk yang mereka beli;
5. Meningkatkan peluang promosi untuk memperoleh reputasi yang lebih baik;
6. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha;
7. Meningkatkan perekonomian dan mempercepat pembangunan wilayah;
8. Menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin keberadaan ciri dan
kualitas produk;
9. Menjaga kelestarian budaya bangsa yang terkait dengan kualitas dan
reputasi suatu barang indikasi geografis.
10.

Dampak Sosial-ekonomi Indikasi Geografis


Perlindungan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI tidak terlepas dari
pertimbangan adanya nilai ekonomis dari indikasi geografis yang melekat adanya suatu
‘property’. Potensi barang/produk daerah yang memiliki karakteristik unik untuk
dilindungi indikasi geografis merupakan suatu kekayaan yang memiliki nilai tambah
ataupun manfaat secara ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan keuntungan
bagi masyarakat setempat. Adanya manfaat ekonomi terhadap peningkatan nilai jual
produk banyak dirasakan oleh negara-negara yang telah memanfaatkan sarana
perlindungan indikasi geografis (Djulaeka, 2014:136-139).
Bramley (2011:5), menjelaskan It is widely articualted that protected GIs may
contribute to rural development. GIs have for many years been the main pilar of the
European Uniom’s agricurtural product quality policy and is seen as strong development
tool for lagging rural economies. Jadi, Bramley menjelaskan bahwa indikasi geografis di

22
Eropa telah bertahun-tahun menjadi alat pengembangan yang kuat untuk ekonomi
pedesaan yang tertinggal terutama dibidang dan produk pertanian.
Djulaeka (2005:140) juga menjabarkan, diantara produk-produk yang dilindungi,
85% French wine telah dieksport dengan menggunakan indikasi geografis, 80% dari
eksport spirits Uni Eropa menggunakan indiaksi geografis. Ekspor produk kopi Indonesia
ke Amerika pada tahun 2011 mencapai 326 juta $ AS atau meningkat 37,61%
dibandingkan tahun 2010 yang hanya 237 $ AS. Data statistik perdagangan Indonesia-
Amerika Serikat pada Januari 2012, ekspor kopi Indonesia mencapai 33,3 juta $ AS atau
meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2011 yaitu 19,8 juta $ AS. Dari
beberapa contoh tersebut, menunjukkan bahwa indikasi geografis telah menjadi sarana
strategis bagi produsen untuk menghasilkan pendapatan, dan indikasi geografis dapat
meningkatkan dinamika ekonomi daerah, serta memberikan informasi kepada konsumen
akan kualitas produk yang dihasilkan oleh suatu daerah/wilayah.

Konflik Merek dan Indikasi Geografis


Merek dan Indikasi Geografis merupakan bagian dari Kekayaan Intelektual, dan
keduanya berada di dalam peraturan yang sama, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, namun keduanya juga memiliki kesamaan
dan perbedaan, seperti harus melalui pendaftaran untuk mendapatkan perlindungan
hukum, namun untuk jangka waktu perlindungannya berbeda, untuk Merek samapai
dengan 10 (sepuluh) tahum, untuk Indikasi Geografis dilindungi selama terjaganya
reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan hukum
indikasi geografis pada suatu barang, seperti yang tercantum dalam Pasal 61 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 20 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Darmasasongko (2005:16) menjelaskan pengaturan indikasi geografis di Indonesia
diatur dalam lingkup Undang-undang Merek, baik Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997
maupun Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Mengingat keduanya mempunyai
perbedaan yang sangat mendasar, maka hal itu dapat menimbulkan pemahaman yang
keliru. Sebagian masyarakat akan menganggap bahwa indiaksi geografis adalah bagian dari
merek. Apalagi dalam pengaturan dan cara pendaftarannya tidak menjelaskan secara tegas
perbedan-perbedaan secara prinsipil antara merek dan indikasi geografis tersebut.
Akibatnya, muncul kerancuan yang menafsirkan indikasi geografis sebagai bagian dari
merek. Dibeberapa negara, diatur dalam aturan tersendiri sebagaimana halnya di prancis,
Australia, dan India. Menurut sistem dan pemahaman yang dikembangkan di negara-
negara tersebut, ruang lingkup perlindungan indikasi geografis berbeda dengan merek.
23
Demikian pula sistem pendaftarannya.

Definisi kain tenun


Menurut Suwati (2007) sejak zaman pra sejarah Indonesia telah mengenal tenunan
dengan corak desain yang dibuat dengan cara sade lungsi.

Daerah penghasil tenunan ini seoerti antara lain di daerah pedalaman Kalimantan,
Sumatra, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Menurut para ahli daera-daerah tersebut telah
memilki corak tenun yang rumit yang paling awal. Mereka mempunyai kemampuan
membuat alat-alat tenun, menciptakan desain dengan mengsade bagia-bagian tertentu dari
benang dan mereka mengenal pencelupan warna. Aspek-aspek kebudayaan tersebut oleh
para ahli diperkirakan dimiliki oleh masyarakat yang hidup dalam zaman sejarah. (Desi
Mulyani, 2013).
Sedangkan menurut Wiyoso Yudoseputro (2008: 19) lebih lanjut mengatakan
tenun adalah acara pembuatan kain dan pada prinsipnya kain tenun terjadi karena adanya
persilangan antara dua benang yang terjaling saling tegak lurus satu sama yang lain.
Benang-benang tersebut berbagai dalam dua arah, yaitu vertical dan horizontal. Benang
yang arahnya vertical atau mengikuti panjang kain dinamakan kain benang lugsi,
sedangkan benang yang arahnya horizontal atau mengikuti lebar kain tersebut benang
pakan yang prakteknya benang lungsi disusun secara sejajar atau pararael dan dipasang di
atas alat tenun, sedangkan pakan adalah benang yang bergerak kekanan dan kekiri
dimasukkan kesela-sela benang lungsi dan dipasang pada teropongBdalam bentuk gulung
di atas palet, (Hakim, 2014).
Adapun cara pengerjaan kain tenun tradisional antara lain:

1.Tenun pakan tambahan merupakan cara menenun untuk mendapatkan hiasan


yang direncanakan, ialah dengan cara memasukkan benang yang lebih besar
ukurannya, yang berbeda warnanya kearah pakan. Sehingga terbentuklah motif
ragam hias, seperti yang kita lihat antara lain kain tenun songket.
2.Tenun Sade merupakan cara menenun dan di beri hiasan yang menjadi sebutan
istilah seluruh dunia yaitu sebelum ditenun benang lungsi atau pakan atau kedua-
duanya terlebih dahulu disade dengan tali yang tidak tembus warna celupan. Kain
sade di kenal terutama dari daerah Nusa Tenggara seperti di pulau-pulau Sumba,
Sumbawa, Flores, Timor, dan Lombok.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada penjelasan tentang tenun
yang merupakan kain tenun yang di buat dengan cara yang rumit. Sebelum menjadi sebuah
kain membutuhkan pengerjaan proses yang cukup rumit. Dari memasukkan benang

24
kedalam lungsi yang bentuknya horizontal dan vertikal. Sebuah kain tenun juga memiliki
sebuah motif yang menjadikannya menarik. Dalam pengerjaan membuat tenun juga tidak
mudah, membutuhkan beberapa hari untuk menjadikannya sebuah kain seperti pada halnya
pada tenun yang ada di Dusun Sade yang dalam pengerjaannya sangat sederhana akan
tetapi dapat menghasilkan sebuah kain tenu yang tidak kalah menariknya dibandingkan
tenun yang di buat dengan mesin.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Moleong (2013:56) menyatakan penelitian kualitatif sebagai
25
Prosedur penelitian yang menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mengambarkan dan menjelaskan tentang peran kain tetun desa sade dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat sade Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tenga. Pendekatan
dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah kerja penelitian kualitatif. Yakni tidak
mengunakan alat-alat pengukur. Dan data atau informasi yang diperoleh dideskripsikan
sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan dan disajikan dalam bentuk kata-kata
atau kalimat. Metode menghasilkan data deskriptif baik berupa kata-kata ungkapan tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2013:63)
Dengan demikian, metode kualitatif dalam penelitian di arahkan pada latar belakang
individu dan masyarakat ke dalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memansddangnya
sebagai bagian dari suatu kebutuhan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama ...................................... sampai selesai dan
beralokasi di Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju.

C. Informan Penelitian
Tehnik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan tehnik purposive
sampling. Menurut Sugiyono (2008:218) purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data di anggap paling tahu
tentang apa yang diharapkan. Untuk memperoleh data yang diperlukan maka peneliti
berusaha mencari informasi dari pada responden.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Menurut loftkand (dalam Meleong, 2013: 157) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian jenis datanya dibagi dalam kata-kata dan
tindakan, sumber data tertulis, foto.

Data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 2 yakni:


a.Data Primer
Data yang diperoleh di lapangan dari sumber yang terkait langsung dengan
permasalahan yang diteliti. Data primer ini berupa catatan hasil wawancara
yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan. Selain itu, penulis

26
juga menyebarkan angket penelitian dan penulis juga melakukan

observasi lapangan dan mengumpulkan data dalam bentuk catatan tentang


situasi dan kejadian di lapangan.
b.Data sekunder
Pelengkapan atau penunjang data primer dikumpulkan dari data-data yang
sesuai. Data ini dapat berupa dokumen, arsip, majalah dan foto-foto yang
berhubungan dengan keperluan penulis. Data ini digunakan untuk
mendukung informasi dari data primer yang di peroleh baik dari wawancara
observasi langsung ke lapangan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa
teknik, yaitu sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian untuk melakukan pengamatan secara langsung di lapangan.
Teknik ini digunakan untuk pengamati pelaksanaan pelayanan public yang
terjadi antara kepala Desa, tokoh masyarakat/Adat dan masyarakat wanita
penenunn Desa Sade Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
b. Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2008: 72) mengungkapkan wawancara
adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam satu
topik tertentu.

c.Dokumentasi
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-
dokumen yang mendukung penelitian.
d.Teknik Analisis Data
Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2017: 141) mengemukakan bahwa
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam
analisis data pada penelitian ini yaitu data reduction data dan data display.

27
28

Anda mungkin juga menyukai