Anda di halaman 1dari 14

Referat

VISUM ET REPERTUM

Pembimbing:
dr. Agustinus Sitepu, M. Ked (For), Sp. F

Disusun Oleh:
Sarah Davita Ramadhania Tambun 150100147

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Visum et Repertum” .

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan untuk penulisan makalah
selanjutnya.

Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi


referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis khususnya di bagian
Ilmu Forensik.

Medan, 25 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................i

Daftar Isi ...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan ..............................................................................................2

1.3 Manfaat Penulisan........................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................3

2.1. Visum et Repertum ............................................................................................3

2.2. Jenis - Jenis Visum et Repertum .........................................................................3

2.3. Proses Permohonan Pembuatan Visum et Repertum ......................................5

2.4. Kaidah Penulisan Visum et Repertum ............................................................5

2.5. Peran Visum et Repertum terhadap Proses Penyidikan ..................................7

2.6. Dasar Hukum Visum et Repertum ..................................................................7

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu ilmu pembantu


(hulpwetenchapen) dari ilmu hukum acara pembantu, yang bermanfaat membantu
aparat penyelidik dan penyidik untuk menemukan kebenaran materiil dari suatu
peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana yang sedang diselidiki dan disidik
apabila barang bukti yang ditemukan pada peristiwa tersebut adalah barang bukti
medik. Pada tingkat penyelidikan ilmu kedokteran forensik bermafaat dalam
membantu penyelidik untuk menentukan apakah peristiwa yang sedang diselidiki
merupakan peristiwa piadana atau bukan. Sedangkan pada tingkat penyidikan,
ilmu kedokteran forensik bermanfaat dalam membantu penyidik untuk membuat
peristiwa pidana yang sedang disidik menjadi jelas, yang berarti membantu
penyidik mengetahui proses terjadinya peristiwa pidana tersebut serta mengetahui
identitas korban dan pelaku tindak pidana.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983


pada pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman
disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang dokter yang dituangkan
dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh seorang hakim dalam
membuat sebuah keputusan dalam sebuah persidangan.Hal ini mengingat, seorang
hakim sebagai pemutus perkara pada sebuah persidangan,tidak dibekali dengan
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kedokteran forensik ini. Dalam hal ini, hasil
pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 184 KUHAP tentang alat bukti.

1
2

1.2 TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat


kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter Departemen Kedokteran
Kehakiman di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan


pemahaman mengenai visum et repertum kepada mahasiswa/i program
pendidikan dokter untuk dapat diaplikasikan di masa mendatang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Visum et Repertum
Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata
“visual” yang berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika
digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan
sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli)
yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan
atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain,kemudian dilakukan
pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya (Soeparmono,2002:98).
Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa “visa et reperta para dokter yang
dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan
pelajarannya di Indonesia.
Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983
pada pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman
disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang dokter yang dituangkan
dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh seorang hakim dalam
membuat sebuah keputusan dalam sebuah persidangan.Hal ini mengingat, seorang
hakim sebagai pemutus perkara pada sebuah persidangan,tidak dibekali dengan
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kedokteran forensik ini. Dalam hal ini, hasil
pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 184 KUHAP tentang alat bukti. Artinya,
hasil Visum et Repertum ini bukan saja sebagai petunjuk dalam hal membuat
terang suatu perkara pidana namun juga mendukung proses penuntutan dan
pengadilan.

3
4

2. 2. Jenis - Jenis Visum et Repertum


Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek :
1. Visum et Repertum Korban Hidup :
a. Visum et Repertum :
Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa didapatkan
lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan atau aktivitasnya.
b. Visum et Repertum Sementara :
Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih
dirawat di rumah sakit akibat luka-lukanya akibat penganiayaan.
c. Visum et Repertum Lanjutan :
Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et
Repertum Sementara) kemudian lalu meninggalkan rumah sakit ataupun
akibat luka-lukanya tersebut si korban kemudian di pindahkan ke rumah
sakit atau dokter lain ataupun meninggal dunia.
2. Visum et Repertum Pada Mayat :
Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata lain
berdasarkan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada mayat.
3. Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
4. Visum et Repertum Penggalian Mayat.
5. Visum et Repertum Mengenai Umur.
6. Visum et Repertum Psikiatrik.
7. Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti : misalnya berupa jaringan tubuh
manusia, bercak darah, sperma dan sebagainya.
Menurut jenisnya, visum et repertum dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
1. Visum et Repertum Perlukaan.
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila.
3. Visum et Repertum Jenazah.
4. Visum et Repertum Psikiatrik.
5

Visum et Repertum yang dibuat oleh seorang ahli dalam bidang kedokteran
(dalam hal ini dokter) kemudian dapat menjadi suatu alat bukti yang sah pada saat
di pengadilan. Hal ini serupa dengan yang dijelaskan pada pasal 184 KUHAP
mengenenai alat bukti yang sah. Pada pasal tersebut terdapat beberapa barang
yang dapat dijadikan alat bukti yang sah, yaitu :
1. Keterangan Saksi.
2. Keterangan Ahli.
3. Surat.
4. Petunjuk.
5. Keterangan Terdakwa.

2. 3. Proses Permohonan Pembuatan Visum et Repertum


Untuk dapat membuat Visum et Repertum, seorang dokter harus menunggu
surat permintaan visum yang dibuat oleh pihak penyidik. Di dalam surat tersebut
harus jelas tertulis mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan (Pasal 133
KUHAP). Jika ternyata pemeriksaan bedah mayat (autopsi) perlu dilakukan, maka
pihak penyidik wajib untuk memberitahukan keluarga pasien terlebih dahulu
mengenai tindakan tersebut. Autopsi baru dapat dilakukan jika keluarga korban
sudah tidak keberatan atau jika minimal dua hari tidak ada tanggapan dari
keluarga korban (Pasal 134 KUHAP). Pada kasus-kasus lama, namun harus
dilakukan pemeriksaan autopsi, maka penggalian kubur guna autopsi juga dapat
dilakukan (Pasal 135 KUHAP) .

2. 4. Kaidah Penulisan Visum et Repertum


Dalam penulisan Visum et Repertum, dianjurkan untuk dibuat menggunakan
mesin ketik. Penulisan dilakukan pada sebuah kertas putih kosong yang harus
disertakan dengan adanya kop surat yang berasal dari institusi yang mengeluarkan
VeR tersebut. Menggunakan singkatan, bahasa asing termasuk bahasa medis tidak
dianjurkan dalam pembuatan visum. Jika terpaksa menggunakan bahasa asing,
6

maka keterangan jelas menggunakan bahasa Indonesia harus disertakan. Jika


dalam penulisan visum tidak berakhir pada tepi kanan format, maka penggunaan
garis pada akhir kalimat hingga ke batas ujung kanan format harus dilakukan.
Foto dapat diberikan dalam bentuk lampiran jika ternyata dibutuhkan untuk
memperjelas suatu VeR. Dalam penulisan VeR, ada 5 bagian yang harus selalu
disertakan, yaitu :
1. Kata Pro Justisia :
Diletakan di bagian kanan atas yang menjelaskan bahwa visum yang dibuat
adalah untuk tujan peradilan. Visum et Repertum tidak memerlukam materai
untuk menjadikannya alat bukti yang sah.
2. Pendahuluan :
Dalam pendahuluan terdapat keterangan seperti nama pembuat VeR, institusi
kesehatan, instansi penyidik lengkap dengan permintaan dan tanggal surat
permintaan. Selain itu, tempat, waktu dilakukannya pemeriksaan juga harus
ditulis. Jangan lupa pula sertakan identitas korban.
3. Pemberitaan :
Menjelaskan mengenai hasil pemeriksaan yang dilakukan, baik pemeriksaan luar
maupun pemeriksaan dalam.
4. Kesimpulan :
Berisi tentang pendapat dokter berdasarkan tentang keilmuannya yang meliputi
tentang jenis perlukaan, jenis kekerasan, zat penyebab, derajat luka dan penyebab
kematian.
5. Penutup :
Pada bagian ini berisi kalimat baku yang selalu digunakan untuk menutup suatu
visum, yaitu “ Demikianlah Visum et Repertum ini saya buat dengan
sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
7

2. 5. Peran Visum et Repertum terhadap Proses Penyidikan


Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) Visum et Repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna
untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai
alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari
tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional
Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan Visum et
Repertum.

2. 6. Dasar Hukum Visum et Repertum


Pasal 133 KUHAP menyebutkan :
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan
kepada seorang korban (baik korban hidup maupun tidak hidup) semata, akan
tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap seorang
tersangka sekalipun seperti VR Psikiatri. Hal ini selaras dengan apa yang
disampaikan dalam KUHAP yaitu :
Pasal 120 ayat 1 KUHAP :
1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.
8

Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka


pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44
KUHP sebagai berikut:
1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu
karena penyakit, tidak dipidana.
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena
penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan
dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
3. Ketentuan tersebut dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang
terganggu karena penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait,
yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa), yang dalam
persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum Psychiatricum,
digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka)
sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik
pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 ayat 1 butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 ayat1 butir
a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik
tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan
jiwa manusia. Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai
pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai
negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7 ayat 2 KUHAP). Sanksi hukum bila dokter
menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :
9

Pasal 216 KUHP :


1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-
galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
BAB III
KESIMPULAN

Pembuatan Visum et Repertum adalah sebagai salah satu barang bukti yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat
persidangan berlangsung. Jadi Visum er Repertum merupakan barang bukti yang
sah karena termasuk surat sah sesuai dengan Pasal 184 KUHP. Dengan membaca
Visum et Repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang sesungguhnya telah
terjadi pada seseorang sehingga orang tersebut bisa terluka, dan bagi para praktisi
hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia yang telah dilanggar haknya oleh pelaku.
Visum et Repertum juga sebagai alat bukti yang sah karena merupakan
keterangan ahli yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di
bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.
Pembuatan Visum Et repertum bekerjanya harus yang sesungguh-
sesungguhnya dan seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan
ditemukannya pada waktu pemeriksaan. Dengan demikian Visum Et Repertum
merupakan bukti psikis yang diambil dari keterangan seorang dokter forensik
berupa kesaksian tertulis. Dan tentunya akan membantu para petugas kepolisian,
kejaksaan, dan kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana dan
digunakan sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan dapat mengganti
sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan
sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna, Budi. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum Sebuah


Pengantar, Jakarta. 2008.
2. Abdussalam. Forensik, Jakarta : PTIK, 2012.
3. Ingeten, Sri. Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana, 2008
4. Sampurna, Budi. Pengantar Mediko-Legal, Jakarta, 2009
5. Afandi, Deidi. Visum et Repertum Pada Korban Hidup, 2008.

Anda mungkin juga menyukai