Anda di halaman 1dari 25

PENCABULAN

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di

SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Deli Serdang

Disusun Oleh:

Arie Franata 18360028

Pembimbing :

dr. H. Abdul Gafar Parinduri, Sp.F. M.Ked (For)

1967073120081001

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan referat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
di RSUD Deli Serdang.
Referat ini bertujuan agar bagian SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUD Deli Serdang dengan judul “Pencabulan” untuk
mengembangkan wawasan serta kreativitas penulis dan menambah wawasan
bagi pembaca khususnya, serta melengkapi tugas KKS Coass Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal yang diberikan pembimbing.
Dalam menyusun refarat ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih banyak kepada dr. H. Abdul Gafar Parinduri, Sp.F. Mked
(For), pembimbing dalam Kepanitraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal serta dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca referat ini. Harapan penulis semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Medan, September 2019

Penulis

Universitas Malahayati Page


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar belakang ..........................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3


2.1 Pencabulan.................................................................................................3

2.1.1 Definisi......................................................................................................3

2.1.2 Jenis Pencabulan........................................................................................4

2.1.3 Pencabulan dalam Pandangan Hukum......................................................5

2.1.4 Pemeriksaan Forensik Pada Kasus Perkosaan dan Pencabulan 8

2.2.1 Anamnesis.................................................................................................9

2.2.2 Pemeriksaan Fisik....................................................................................10

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................16

BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................22
REFERENSI.........................................................................................................23

Universitas Malahayati Page


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejahatan seksual (sexual offences), sebagai salah satu bentuk dari
kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai
kaitan yang erat dengan ilmu kedokteran forensik yaitu di dalam upaya
pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut memang telah terjadi.

Kejahatan seksual adalah kepuasan seksual yang diperoleh melalui


persetubuhan. Pemerkosaan merupakan kasus kejahatan seksual yang sering
terjadi di indonesia. Selain pemerkosaan, kejahatan yang juga marak terjadi
adalah pencabulan yang merupakan setiap penyerangan seksual tanpa terjadi
persetubuhan. Di indonesia korban yang paling sering mengalami kejahatan
seksual adalah wanita dan anak-anak.

Pemerkosaan dan pencabulan juga merupakan kejahatan yang melanggar


hak asasi manusia (ham). Adanya kaitan antara ilmu kedokteran dengan
kejahatan seksual dapat dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam
kitab undang-undang hukum pidana (kuhp) serta kitab undang-undang acara
hukum pidana (kuhap), yang memuat ancaman hukuman serta tatacara
pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam pengertian kasus
kejahatan seksual.

Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor keterbatasan


di dalam ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya
dengan faktor waktu serta faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun
faktor-faktor dari pelaku kejahatan seksual itu sendiri.

Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada


setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam pembuktian ada
tidaknya tanda-tanda persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan,
perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas

Universitas Malahayati Page 1


atau sudah mampu untuk dikawin atau tidak.

Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana ini,


hendaknya dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan
semua bukti-bukti yang ditemukannya karena tidak adanya kesempatan untuk
melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti.
Dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter hendaknya tidak meletakkan
kepentingan korban di bawah kepentingan pemeriksaan. Terutama bila korban
adalah anak-anak pemeriksaan sebaiknya tidak sampai menambah trauma psikis
yang sudah dideritanya.

Di indonesia, pemeriksaan korban persetubuhan yang diduga merupakan


tindak kejahatan seksual umumnya dilakukan oleh dokter ahli ilmu kebidanan
dan penyakit kandungan, kecuali di tempat yang tidak ada dokter ahli tersebut,
maka pemeriksaan harus dilakukan oleh dokter umum.

Sebaiknya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang telah


mengalami cedera fisik dan atau mental sehingga lebih baik dilakukan
pemeriksaan oleh dokter di klinik. Penundaan pemeriksaan dapat memberi hasil
yang kurang memuaskan.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan refarat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan para dokter


muda khususnya mengenai pencabulan dalam ilmu forensik dan medikolegal.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Malahayati Page 2


2.1 Pencabulan

2.1.1 Definisi

Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual

dengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengan

kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah kata

dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun

(tidak senonoh), tidak susila, bercabul: berzinah, melakukan tindak pidana asusila,

mencabul: menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan, film

cabul: film porno. Keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesusilaan,

kesopanan).6
Pencabulan oleh Moeljatno dikatakan sebagai segala perbuatan yang

melanggar susila atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu ke

kelaminannya.7 Definisi yang diungkapkan Moeljatno lebih menitikberatkan pada

perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berdasarkan nafsu kelaminanya, di

mana langsung atau tidak langsung merupakan perbuatan yang melanggar

susila dan dapat dipidana.


R. Soesilo memberikan penjelasan terhadap perbuatan cabul yaitu segala

perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.8

Universitas Malahayati Page 3


 Umumnya cabul diterjemahkan dengan “dissolute”. Pada “The
Lexicon Webster Dictionary” dimuat artinya:“Loose in behavior and
morals”.
 Belanda : persetubuhan diluar perkawinan yang dilarang yang
diancam pidana.
 Buku Kejahatan Seks dan Aspek Medikolegal Gangguan
Psikoseksual, maka definisi pencabulan : semua perbuatan yang
dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus
mengganggu kehormatan kesusilaan.
 KUHP yaitu “segala perbuatan yang melanggar kesusilaan
(kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan
nafsu birahi kelamin”

2.1.2 Jenis Pencabulan


1. Acquaintence molestation.
Pencabulan yang dilakukan oleh orang yang dikenal oleh korban. Jenis
ini debedakan lagi dengan intrafami-lial molestation, pelaku adalah
anggota keluarga dan ektra-familial molestation, pelaku adalah orang
dikenal di luar keluarga. Realitanya, kasus acquaintence molestation
paling banyak terjadi. Pelaku biasanya ayah baik kandung atau tiri,
paman, kakek, sepupu, tetangga, guru sekolah, guru ngaji,
pendeta/rohaniawan, pengasuh anak, penjual mainan/makanan di depan
sekolah hingga dukun.
2. Stranger molestation.
Pelaku adalah orang asing yang tidak dikenal oleh korban. Jumlahnya
hanya berkisar 1-5 % dari total kasus yang di laporkan. Namun,
walaupun hanya sedikit, pencabulan jenis jauh lebih berbahaya dari tipe
yang pertama. Karena biasanya tidak hanya pencabulan saja, namun
diawali dengan penculikan dan akhirnya kor ban di bunuh. Dan
pelakunya sering menjadi residivis.

Universitas Malahayati Page 4


Dalam KUHP perbuatan cabul diatur dari pasal 289 sampai pasal 296,
dimana dikategorikan sebagai berikut:

a. Perbuatan cabul dengan Kekerasan atau ancaman kekerasan. Hal ini


dirumuskan pada pasal 289 KUHP sebagai berikut:
“Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan
memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanya
perbuatan cabul, dihukum karena salahnya melakukan perbuatan
melanggar kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya
Sembilan tahun”.
Persepsi terhadap kata “cabul” tidak di muat dalam KUHP. Kamus
Besar Bahasa Indonesia memuat artinya sebagai berikut: “Keji dan
kotor, tidak senonoh (melanggar kesopanan, kesusilaan)”
Perbuatan cabul sebagaimana dijelaskan pada RUU KUHP adalah dalam
lingkungan nafsu birahi kelamin misalnnya:

 Seorang laki-laki dengan paksa menarik tangan seorang


wanita dan menyentuhkan pada alat kelaminnya.
 Seorang laki-laki merabai badan seorang anak laki-laki dan
kemudian membuka kancing baju asank tersebut untuk
dapat mengelus dan menciuminya. Pelaku melakukan hal
tersebut untuk memuaskan nafsu seksualnya.
b. Perbuatan cabul dengan orang pingsan
Hal ini dimuat pada pasal 290 ayat (1) KUHP yang rumusannya
sebagai berikut:
“Di hukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun: barang
siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.”

2.1.3 Pencabulan dalam Pandangan Hukum

Pasal-pasal yang mengatur tentang kejahatan pencabulan dalam KUHP, di


jelaskan dalam Pasal 289, Pasal 290, Pasal 292, Pasal 293,Pasal 294, Pasal 295,
dan Pasal 296. Sedangkan Undang-undang no.23 tahun 2002 tentang

Universitas Malahayati Page 5


perlindungan anak di jelaskan dalam Pasal 82. Adapun isi dari pasal-pasal yang
mengatur tentang delik pencabulan sebagai berikut:

Pasal 289 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang


melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum
karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan tahun.

Pasal 290 KUHP

1e. “Barang siapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang
diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya” .

2e. “Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang


diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15
tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya,bahwa orang itu belum belum
masanya buat dikawin”.

3e. “Barang siapa membujuk (menggoda) seseorang yang diketahuinya atau patut
harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak
nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin, akan melakukan atau
atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh
dengan orang lain dengan tiada kawin”.

Pasal 292 KUHP

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa
dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya
hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 293 (1) KUHP

Barang siapa dengan mempergunakan hadiah atau perjanjian akan memberikan


uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang berkelebih-

Universitas Malahayati Page 6


lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya ada atau
dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak bercacat
kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum dewasa, akan
melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan
yang demikian pada dirinya, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 294 KUHP

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa,
anak tiri atau anak pungutnya,anak peliharaannya, atau dengan seorang yang
belum dewasa yang di percajakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga,
atau dengan bujang atau orang sebawahnyayang belum dewasa, dihukum penjara
selama-lamanya tujuh tahun .

Pasal 295 KUHP

1e. “Dengan hukuman penjara selama-lamanyalima tahun, berang siapa yang


dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang dikerjakan
oleh anaknya, anak tirinya atau anak angkatnya yang belum dewasa, oleh anak
yang dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa yang diserahkan
kepadanya, supaya dipeliharanya, dididiknya atau dijaganya atau bujangnya yang
dibawah umur atau orang yang dibawahnyadengan orang lain”.

2e. “Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, barang siapa yang
dengan sengaja, diluar hal-hal yang tersebut pada 1e, menyebabkan atau
memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain yang dikerjakan oleh orang
belum dewasa yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa ia ada belum
dewasa.

Pasal 296 KUHP

Barang siapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja


mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum

Universitas Malahayati Page 7


penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.15.000 ( lima belas ribu rupiah).

Pasal 82 Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan


menegaskan bahwa :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman


kekerasan,memaksa melakukan tipu muslihat serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

2.1.4 Pemeriksaan Forensik Pada Kasus Perkosaan dan Pencabulan

Setiap pemeriksaan korban kekerasan seksual untuk kepentingan


pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang.
Korban juga harus diantar oleh polisi penyidik sehingga keutuhan dan originalitas
barang bukti dapat terjamin. Apabila korban tidak diantar oleh polisi penyidik,
dokter harus memastikan identitas korban yang diperiksa dengan mencocokkan
antara identitas korban yang tercantum dalam SPV dengan tanda identitas sah
yang dimiliki korban, seperti KTP, paspor, atau akta lahir. Catat pula dalam rekam
medis bahwa korban tidak diantar oleh polisi. Hal ini harus dilakukan untuk
menghindari kemungkinan kesalahan identifikasi dalam memeriksa korban.3
Secara umum tujuan pemeriksaan korban kekerasan seksual adalah untuk :
- Melakukan identifikasi
- Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan, dan waktu terjadinya, bila
mungkin;
- Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan, termasuk tanda intoksikasi
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA);
- Menentukan pantas/tidaknya korban untuk dikawin, termasuk tingkat
perkembangan seksual; dan membantu identifikasi pelaku.

Universitas Malahayati Page 8


Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan korban
kekerasan seksual :
- Lakukan pemeriksaan sedini mungkin setelah kejadian, jangan dibiarkan
menunggu terlalu lama.
- Pada saat pemeriksaan, dokter harus didampingi perawat yang sama jenis
kelaminnya dengan korban (biasanya wanita) atau bidan.
- Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dan menyeluruh terhadap
seluruh bagian tubuh korban, tidak hanya terhadap daerah kelamin saja.
- Catat dan dokumentasikan semua temuan, termasuk temuan negatif
Langkah-langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut :3
2.2.1. Anamnesis
Pada korban kekerasan seksual, anamnesis harus dilakukan dengan bahasa
awam yang mudah dimengerti oleh korban.Anamnesis dapat dibagi dalam
anamnesis umum dan khusus. Pada anamnesis umum dapat ditanyakan :
- Umur atau tanggal lahir,
- Status pernikahan,
- Riwayat paritas dan/atau abortus,
- Riwayat haid (menarche, hari pertama haid terakhir, siklus haid),
- Riwayat koitus (sudah pernah atau belum, riwayat koitus sebelum dan/atau
setelah kejadian kekerasan seksual, dengan siapa, penggunaan kondom
atau alat kontrasepsi lainnya),
- Penggunaan obat-obatan (termasuk NAPZA),
- Riwayat penyakit (sekarang dan dahulu), serta
- Keluhan atau gejala yang dirasakan pada saat pemeriksaan.
Pada anamnesis khusus mencakup keterangan yang terkait kejadian
kekerasan seksual yang dilaporkan dan dapat menuntun pemeriksaan fisik, seperti:
• What & How:
- Jenis tindakan (pemerkosaan, persetubuhan, pencabulan, dan sebagainya),
- Adanya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan, serta jenisnya,
- Adanya upaya perlawanan,
- Apakah korban sadar atau tidak pada saat atau setelah kejadian,

Universitas Malahayati Page 9


- Adanya pemberian minuman, makanan, atau obat oleh pelaku sebelum
atau setelah kejadian,
- Adanya penetrasi dan sampai mana (parsial atau komplit),
- Apakah ada nyeri di daerah kemaluan,
- Apakah ada nyeri saat buang air kecil/besar,
- Adanya perdarahan dari daerah kemaluan,
- Adanya ejakulasi dan apakah terjadi di luar atau di dalam vagina,
penggunaan kondom, dan tindakan yang dilakukan korban setelah
kejadian, misalnya apakah korban sudah buang air, tindakan
membasuh/douching, mandi, ganti baju, dan sebagainya.
• When:
- Tanggal dan jam kejadian, bandingkan dengan tanggal dan jam melapor,
dan
- Apakah tindakan tersebut baru satu kali terjadi atau sudah berulang.
• Where:
- Tempat kejadian, dan
- Jenis tempat kejadian (untuk mencari kemungkinan trace evidence dari
tempat kejadian yang melekat pada tubuh dan/atau pakaian korban).
• Who:
- Apakah pelaku dikenal oleh korban atau tidak,
- Jumlah pelaku,
- Usia pelaku, dan
- Hubungan antara pelaku dengan korban

2.2.2. Pemeriksaan Fisik


Saat melakukan pemeriksaan fisik, gunakan prinsip “top-to-toe”. Artinya,
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ke
ujung kaki. Pelaksanaan pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan keadaan
umum korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda dan dokter fokus untuk ”life-
saving” terlebih dahulu.3

Universitas Malahayati Page 10


Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan fisik umum dan khusus,
pemeriksaan umum meliputi :
- Keadaan Umum : Tingkat kesadaran, penampilan secara keseluruhan,
keadaan emosional (tenang, sedih / gelisah)
- Tanda vital
- Periksa gigi-geligi (pertumbuhan gigi ke 7 & 8)

- Pada persetubuhn oral, periksa lecet, bintik perdarahan /memar pada


palatum, lakukan swab pada laring dan tonsil
- Perkembangan seks sekunder (pertumbuhan mammae, rambut axilla dan
rambut pubis)
- Jika pada baju ada bercak mani (kaku), bila mungkin pakaian diminta,
masukkan dalam amplop

- Tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta status lokalis dari luka-luka yang


terdapat pada bagian tubuh selain daerah kemaluan.
Untuk mempermudah pencatatan luka-luka, dapat digunakan diagram tubuh
seperti pada gambar

Universitas Malahayati Page 11


Gambar 1 Diagram tubuh manusia untuk pencatatan luka3

Pemeriksaan fisik khusus bertujuan mencari bukti-bukti fisik yang terkait


dengan tindakan kekerasan seksual yang diakui korban, prosedurnya meliputi : 3,9
- Posisi litotomi
- Periksa daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada
jaringan lunak atau bercak cairan mani;
- Periksa luka-luka sekitar vulva, perineum dan paha (adanya perlukaan
pada jaringan lunak, bercak cairan mani)
- Jika ada bercak, kerok dengan skalpel dan masukkan dalam amplop
- Rambut pubis disisir, rambut yang lepas dimasukkan dalam amplop
- Jika ada rambut pubis yang menggumpal, gunting dan masukkan dalam
amplop, cabut 3-10 lembar rambut dan masukkan dalam amplop lain

- Labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada
perlukaan pada jaringan lunak atau bercak cairan mani;

Universitas Malahayati Page 12


- Vestibulum dan fourchette posterior (pertemuan bibir kemaluan bagian
bawah), apakah ada perlukaan;
- Hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau
ketebalan, adanya perlukaan seperti robekan, memar, lecet, atau hiperemi).
Apabila ditemukan robekan hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah
robekan (sesuai arah pada jarum jam, dengan korban dalam posisi
litotomi), apakah robekan mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan adanya
perdarahan atau tanda penyembuhan pada tepi robekan;
- Swab daerah vestibulum, buat sediaan hapus

Gambar 2. Robekan Hymen9

- Vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir;

- Serviks dan portio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan

dan adanya cairan atau lendir;

- Uterus (rahim), periksa apakah ada tanda kehamilan;

- Anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan

anamnesis;

Universitas Malahayati Page 13


Gambar 3. Laserasi anal9

- Mulut, apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis,

- Daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk mencari

bercak mani atau air liur dari pelaku; serta

- Tanda-tanda kehamilan pada payudara dan perut

- Tanda kehilangan kesadaran (pemberian obat tidur / bius) needle marks

indikassi pemeriksaan darah dan urin

Kesulitan utama yang umumnya dihadapi oleh dokter pemeriksa adalah

pemeriksaan selaput dara. Bentuk dan karakteristik selaput dara sangat bervariasi.

Pada jenis-jenis selaput dara tertentu, adanya lipatan-lipatan dapat menyerupai

robekan. Karena itu, pemeriksaan selaput dara dilakukan dengan traksi lateral dari

labia minora secara perlahan, yang diikuti dengan penelusuran tepi selaput dara

dengan lidi kapas yang kecil untuk membedakan lipatan dengan robekan.Pada

penelusuran tersebut, umumnya lipatan akan menghilang, sedangkan robekan

tetap tampak dengan tepi yang tajam.3

Universitas Malahayati Page 14


1. Penetrasi penis ke dalam vagina dapat mengakibatkan robekan selaput

dara atau bila dilakukan dengan kasar dapat merusak selaput lendir daerah

vulva dan vagina ataupun laserasi, terutama daerah posterior fourchette.

Robekan selaput dara akan bermakna jika masih baru, masih menunjukan

adanya tanda kemerahan disekitar robekan. Pada beberapa korban ada

yang memiliki selaput dara yang elastis sehingga tidak mudah robek.

Pembuktian persetubuhan akan menghadapi kendala jika : korban dengan

selaput dara yang sebelumnya telah robek lama, korban diperiksa sudah

lama, korban yang memiliki selaput dara elastis, penetrasi yang tidak

lengkap.10

Universitas Malahayati Page 15


Gambar 4. Beragam jenis selaput dara2

Saat melakukan pemeriksaan fisik, dokumentasi yang baik sangat penting.

Selain melakukan pencatatan dalam rekam medis, perlu dilakukan pemotretan

bukti-bukti fisik yang ditemukan. Foto-foto dapat membantu dokter membuat

visum et repertum. Dengan pemotretan, korban juga tidak perlu diperiksa terlalu

lama karena foto-foto tersebut dapat membantu dokter mendeskripsi temuan

secara detil setelah pemeriksaan selesai.

Universitas Malahayati Page 16


2.2.3. Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang

sesuai indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban.

Pembuktian persetubuhan yang lain adalah dengan memeriksa cairan mani di

dalam liang vagina korban. Dari pemeriksaan cairan mani akan diperiksa sel

spermatozoa dan cairan mani sendiri.5

a. Menentukan cairan mani

Untuk menentukan adanya cairan mani dalam secret vagina perlu dideteksi

adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani, beberapa pemeriksaan

yang dapat dilakukan untuk membuktikan hal tersebut adalah :9

1. Reaksi Fosfatase Asam

Fosfatase asam adalah enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat di

dalam cairan semen/mani dan didapatkan pada konsentrasi tertinggi di atas 400

kali dalam mani dibandingkan yang mengalir dalam tubuh lain. Dengan

menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, daapt

ditentukan apakah bercak tersebut mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A per 1cc

ekstrak yang diperoleh 1 cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani

2. Reaksi Berberio

Prinsip reaksi ini adalah menentukan adanya spermin dalam semen.

Spermin yang terkandung pada cairan mani akan beraksi dengan larutan asam

pikrat jenuh membentuk kristal spermin pikrat.Bercak diekstraksi dengan sedikit

Universitas Malahayati Page 17


aquades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan

kaca penutup. Reagen diteteskan dengan pipet di bawah kaca penutup.

Interpretasi : hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang

kekuning-kuningan atau coklat berbentuk jarum dengan ujung tumpul.

3. Reaksi Florence

Dasar reaksi adalah untuk menemukan adanya kholin. Bila terdapat bercak

mani, tampak kristal kholin-peryodida berwarna coklat, berbentuk jarum dengan

ujung terbelah.

b. Pemeriksaan Spermatozoa

1. Tanpa pewarnaan / pemeriksaan langsung

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang

bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk

memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam

2-3 jam setelah persetubuhan, masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak

dalam vagina. Bila tidak ditemukan lagi, belum tentu dalam vagina tidak ada

ejakulat.

Universitas Malahayati Page 18


Gambar 5. Sperma pada pewarnaan langsung9

2. Dengan pewarnaan (pulasan Malachite green 1 %)

Interpretasi : pada pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat

gambaran sperma dengan kepala sperma tampak berwarna ungu menyala dan

lehernya merah muda, sedangkan ekornya berwarna hijau.

Gambar 6. Sperma dengan pewarnaan Malachite Green9

3. Pewarnaan Baecchi

Prinsip kerja nya yaitu asam fukhsin dan metilen biru merupakan zat

warna dasar dengan kromogen bermuatan positif. Asam nukleat pada kepala

spermatozoa dan komponen sel tertentu pada ekor membawa muatan negatif,

Universitas Malahayati Page 19


maka akan berikatan secara kuat dengan kromogen kationik tadi. Sehingga terjadi

pewarnaan pada kepala spermatozoa.

Interpretasi : Kepala spermatozoa berwarna merah, ekor merah muda,

menempel pada serabut benang

Pemeriksaan pria tersangka, meliputi :

- Pemeriksaan golongan darah


- Menentukan adanya sel epitel vagina pada glans penis, menggunakan

larutan lugol
- Pemeriksaan sekret uretra
- Dalam populasi 85% golongan sekretor yang dalam cairan tubuh (cairan

mani, keringat,liur) mengandung golongan darah. Jika bersetubuh dan

ejakulasi maka golongan darah ada pada tubuh korban


- Dalam kepala sel sperma terdapat DNA inti (c-DNA) dan dalam leher sel

sperma ada DNA mitochondria (mt-DNA). Ketika ejakulasi yang

mengandung sel sperma,akan meninggalkan jejak DNA pelaku. Dengan

pemeriksaan DNA akan diketahui siapa dan berapa orang pelaku.

BAB 3

KESIMPULAN

Universitas Malahayati Page 20


Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentanggan

dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang yang semuanya dalam

lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya seorang laki-laki meraba kelamin

seorang perempuan.4
Perbuatan cabul yakni semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan

kenikmatan seksual sekaligus menganggu kehormatan kesusilaan dijelaskan

dalam KUHP 289. Sedangkan dalam konsep KUHP yang baru ditambahkan kata

“persetubuhan” disamping pencabulan, sehingga pencabulan dan persetubuhan

dibedakan.

Pemeriksaan forensik pada kasus kejahatan seksual meliputi anamnesis

mengenai kronologi kejadian, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik

khusus untuk mencari bukti-bukti fisik kekerasan, serta pemeriksaan penunjang

untuk pembuktian persetubuhan dan membuktikan kejahatan seksual tersebut

termasuk dalam pemerkosaan atau pencabulan.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Malahayati Page 21


1. Burgess AW, Marchetti CH. Contemporary issues. In: Hazelwood RR,
Burgess AW, editors. Practical aspects of rape investigation: A
multidisiplinary approach. 4th ed. Boca Raton (FL): CRC Press; 2014. h.
3-23.
2. Komnas Perempuan. Kekerasan seksual: Kenali dan tangani. Komnas
Perempuan; 2015. h. 1-5.
3. Meilia, Putri Dianita Ika. Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan
Korban (P3K) Kekerasan Seksual. Cermin Dunia Kedokteran-196. 2015;
39(8); 579-583.
4. Syamsuddin, Rahman. Peranan Visum et Repertum di Pengadilan. Al-
Risalah. 2016; 11(1); 187-200.
5. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2014: 130-131.
6. Departermen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit, h. 142.
7. Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta:Bumi
Aksara. 2013.h. 106.
8. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta
komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal.1996. Bogor : Politeia. h.
212.

9. Nofiandi, Rifki. Pemeriksaan forensik pada pencabulan dan pemekosaan.


Diunduh dari http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 2 November
2018
10. Susanti, Rika. Paradigma Baru Peran Dokter Dalam Pelayanan Kedokteran
Forensik. Majalah Kedokteran Andalas.2017; 36 (2); 146-152.

Universitas Malahayati Page 22

Anda mungkin juga menyukai