Anda di halaman 1dari 26

Referat

TRAUMA ASAM DAN BASA

Oleh:

Rifka Purnama Sari, S. Ked 04054822022212

Melros Trinita Tampubolon, S. Ked 04054822022105

Nadhira Annisa Putri, S. Ked 04054822022106

Mia Rizki Aprilla, S.Ked 04054822022057

Danti Iwan Gusmana, S.Ked 04054822022038

Pembimbing:

dr. Baringin Sitanggang

DEPARTEMEN FORENSIK

RSUP DR MOH HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Trauma Asam dan Basa

Oleh:

Rifka Purnama Sari, S. Ked 04054822022212

Melros Trinita Tampubolon, S. Ked 04054822022105

Nadhira Annisa Putri, S.Ked 04054822022106

Mia Rizki Aprilla, S.Ked 04054822022057

Danti Iwan Gusmana, S.Ked 04054822022038

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Forensik Fakultas Kedokteran Univesitas
Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 2 Juni 2020 s/d 18
Juni 2020.

Palembang, 10 Juni 2020

dr. Baringin Sitangga

ii
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha


Kuasa atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan sehingga referat yang
berjudul “Trauma Asam dan Basa” ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Baringin Sitangga selaku pembimbing
kami yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing.

Sebagai penulis, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam


penyusunan laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan untuk
memperbaikinya. Di samping itu, diperlukan juga berbagai referensi lain untuk
mengembangkan laporan kasus ini.

Akhir kata, kami sangat berharap bahwa laporan kasus ini akan memberikan
manfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palembang, Juni 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

BAB III. KESIMPULAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma berarti kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup (living tissue).
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek fisik yang
berupa luka-luka. Luka adalah suatu keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan
tubuh yang disebabkan oleh trauma.1 Zat korosif adalah unsur yang dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh jika tubuh terkena zat tersebut akibat
koagulasi protoplasma, pengendapan dan penguraian protein serta penyerapan air.1,2
Saat ini kasus trauma zat kimia korosif (asam kuat dan basa kuat) banyak
terjadi. Hal ini pada umumnya terjadi karena ketidaksengajaan, misalnya kelalaian
kerja, kecelakaan serta anak-anak yang menelan zat-zat korosif secara tidak sengaja.
Kasus trauma akibat zat kimia korosif asam dan basa kuat di Indonesia yang
menyebabkan kematian kurang terekspos di media massa sehingga sulit untuk
mengetahui statistiknya karena pada umumnya kasus-kasus tersebut sudah ditangani
terlebih dahulu oleh dokter-dokter bedah. Pencetus terjadinya kasus tersebut antara
lain yaitu perselingkuhan dan penolakan lamaran (44,3%), perselisihan(30,37%),
kecelakaan industri (8,22%), ketidak sengajaan (4,48%), dan penyebab
lain(12,03%). 1
Bahan-bahan kimia yang bersifat korosif dapat menyebabkan luka bakar, dimana
gambaran luka bakar tersebut mempunyai ciri yang khusus, sesuai dengan bahan
kimia yang mengenai tubuh dalam hal ini kulit atau pada mukosa (selaput lendir).
Efek zat kimia korosif yang mengiritasi jaringan tubuh menyebabkan peradangan
lokal dan kerusakan jaringan. 1 Pada berbagai kasus trauma zat kimia korosif
ditemukan tanda-tanda pemeriksaan forensik yang berbeda. Hal ini sangat bergantung
pada jenis zat kimia korosif tersebut. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut
tentang jenis-jenis zat kimia korosif tersebut.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Kimia Asam dan Basa
Trauma kimia merupakan suatu iritasi atau kerusakan jaringan pada manusia yang
disebabkan oleh paparan bahan kimia, baik melalui kontak langsung dengan bahan
kimia maupun dengan uapnya saja. Trauma kimia dapat terjadi di rumah, sekolah,
tempat kerja akibat dari adanya kecelakaan, serangan atau ketidak sengajaan. Trauma
kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat (misalnya asam
hidroklorida atau natrium hidroklorida). 2
Asam didefinisikan sebagai donor proton (H+), dan basa didefinisikan sebagai
akseptor proton (OH-). Basa juga dikenal sebagai alkali. Kedua asam dan basa dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan apabila terjadi kontak dengan
anggota tubuh. Kekuatan asam didefinisikan oleh seberapa kuat ia mengikat proton.
Kekuatan asam dan basa didefinisikan dengan menggunakan skala pH kurang dari 2,
sedangkan basa membutuhkan pH 11,5 atau lebih untuk dapat melukai jaringan.
Trauma kimia ini merupakan efek korosif dari asam kuat dan basa kuat. Pada basa
kuat akan membentuk seperti penyabunan intra sel sehingga menimbulkan luka yang
basah, licin dan kerusakan akan terus berlanjut sampai dalam, sedangkan pada asam
kuat memiliki sifat mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi
yang kering, keras seperti kertas perkamen.2

2.2 Etiologi trauma kimia


Beberapa penyebab atau pencetus dari terjadinya kasus trauma kimia yaitu
adanya:2
1. Perselingkuhan dan penolakan lamaran (44,3%),
2. Perselisihan (30,37%),
3. Kecelakaan industri (8,22%),
4. Ketidak sengajaan (4,48%),
5. Penyebab lain (12,03%)

2
2.3 Epidemiologi
Diseluruh dunia bahan korosif biasanya digunakan untuk kekerasan dengan
menggunkan bahan kimia. Zat yang paling umum digunakan adalah alkali dan asam
sulfat. Zat korosif pada umumnya digunakan untuk kejahatan tindakan
penganiayaan. 3
Penganiayaan menggunakan zat kimia berbahaya di seluruh dunia lebih sering
terjadi pada wanita. Jumlah yang terpapar dengan bahan kimia baik pada dewasa
maupun pada anak hampir sama. Orang dewasa yang terpapar dengan zat kimia yang
bersifat korosif lebih sering menderita luka bakar yang berat. 3

2.4 Klasifikasi Bahan Kimia


Klasifikasi bahan kimia dapat dibagi menjadi empat berdasarkan reaksi kimia
yang ditimbulkan dari bahan kimia tersebut: 4
a. Asam:
Asam adalah donor proton yang melepaskan ion hidrogen dan mengurangi pH
menjadi nilai serendah nol. Ion hidrogen bebas memfasilitasi hidrolisis ikatan amida
yang menyebabkan denaturasi struktur protein. Contoh dari zat asam yaitu Asam
hidroklorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), dan asam nitrat (HNO3).
b. Basa
Basa merupakan akseptor proton. Zat basa akan membuang ion hydrogen dari
gugus amina terprotonasi dan gugus karboksilat. Basa dengan pH lebih dari 11,5 akan
menghasilkan cedera jaringan yang parah dengan nekrosis liquefaktif. contohnya
amoniak (NH4OH), kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH).
c. Organik:
Bahan organik dapat melarutkan selaput membrane lemak sel dan
mengganggu struktur protein
d. Anorganik
Bahan anorganik merusak dengan pembentukan garam (contoh: zinc, klorida,
kalium kloridaa, kalsium klorida, kalium oksalat). Reaksi dari larutan anorganik dapat

3
bersifat eksotermik, yang berkontribusi pada cedera jaringan. Lesi biasanya kering
dan putih.
1. Zat Kimia Asam Korosif
Asam memiliki sifat korosif yang apabila konsentrasinya pekat, bersifat
iritan pada konsentrasi yang agak pekat, dan bersifat perangsang pada
konsentrasi rendah. Cara kerja pada golongan ini dapat mengakibatkan luka
dengan mengekstraksi air dari jaringan, mengkoagulasi protein menjadi
albuminat, mengubah hemoglobin menjadi asam hematin dengan membentuk
asam albuminat melalui dehidrasi jaringan yang mengakibatkan perubahan
warna hitam atau coklat.5
2. Zat Kimia Basa Korosif
Basa memiliki sifat korosif pada konsentrasi yang pekat, dan bersifat iritan
pada konsentrasi yang lebih encer. Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat
bersentuhan dengan zat-zat ini adalah kulit terlihat basah dan edematous,
berwarna merah kecoklatan, dan pada perabaan lunak serta licin. 6

2.5 Gejala atau Tanda-tanda Trauma Kimia Asam dan Basa


Ciri-ciri akibat luka kimia asam:7
a. Terlihat kering.
b. Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan karena asam nitrat
berwarna
kuning kehijauan.
c. Perabaan keras dan kasar.
Dibawah ini beberapa zat kimia asam korosif yang dapat menyebabkan trauma
kimia: (7,8)
1. Asam hidroklorida
Asam hidroklorida adalah zat yang tajam dan tidak berwarna. Sumber
keracunan biasanya pada industri, laboratorium, pemakaian asam klorida
sebagai pembersih di lingkungan rumah tangga. Asam hidroklorida digunakan

4
untuk aborsi dengan cara disuntik pervaginam ke dalam uterus sehingga
menyebabkan kematian janin. Kasus yang sering kali terjadi pada penggunaan
asam ini adalah suicidal, dangan cara menelan cairan yang terkonsentrasi.
2. Asam sulfat
Asam sulfat adalah zat kimia yang sering digunakan pada proses
manufaktur dan reagen yang penting dalam laboratorium. Sumber keracunan
biasanya pada industri dan laboratorium. Asam sulfat memiliki sifat fisik
tidak berwarna, tidak berbau, tidak mudah terbakar pada udara terbuka, dan
jika ditambah air menghasilkan panas.

Gambar 1. Luka akibat asam sulfat


3. Asam nitrat
Asam nitrat digunakan secara luas pada proses manufaktur dan reagen yang
penting dalam laboratorium. Sumber keracunan dari industri, pabrik bahan
peledak, dan laboratorium. Asam nitrat memiliki sifat fisik merupakan cairan
bening tidak berwarna. Asam ini dapat menghancurkan bahan organik dengan
cara oksidasi dan reaksi xanthoproteic. Asam nitrat ini akan menimbulkan
kerusakan mukosa dan meninggalkan bekas berupa cetakan kuning kecoklatan
di mukosa.

5
Gambar 2. Luka akibat asam nitrat
Ciri-ciri akibat luka kimia basa:7
a. Terlihat basah dan edematous
b. Berwarna merah kecoklatan
c. Perabaan lunak dan licin
Dibawah ini beberapa zat kimia basa korosif yang dapat menyebabkan trauma kimia:
(7,8)

1. Amoniak
Sumber keracunan dari industri, rumah tangga dan laboratorium. Pada
rumah tangga sering kali digunakan sebagai pembersih. Ammoniak memiliki
sifat alkali kuat yang iritatif. Gas amoniak yang digunakan di lemari es
adakalanya lolos melalui kebocoran pada pipa. Jika gas tersebut tehirup, maka
inflamasi yang hebat pada saluran pernafasan akan terjadi, yang akan
mengakibatkan laringitis pseudomembranosa, purulen dan berwarna
kekuningan, trakitisbronkitis dan bronkopneumoni.
2. Kalium hidroksida
Kalium hidroksida memiliki sifat fisik berupa zat padat berwarna putih
keabuan, larut dalam air, perabaan licin dan rasanya pahit. Zat ini memiliki
sifat korosif yang kuat dan akan memberikan efek terbakar pada kulit
sebagaimana pada saluran gastrointestinal. Sebagian besar kasus adalah
suicidal dan kecelakaan dengan cara menelan zat tersebut.
3. Natrium hidroksida
Sodium hidroksida, NaOH dan soda kaustik adalah nama lain dari
natrium hidroksida. Cairan konsentrat yang terdiri dari natrium hidroksida

6
ditambah dengan sodium hidroksida dan sodium karbonat jika ditelan pada
kasus bunuh diri atau tertelan oleh anak-anak, dapat menyebabkan kematian
oleh karena kerusakan yang parah pada saluran gastrointestinal. Dalam
beberapa hal, cairan tesebut dapat dilempar kearah wajah atau tubuh individu
untuk menimbulkan luka seperti luka bakar dan juga menimbulkan perlukaan
pada kornea.

Gambar 3. Luka akibat natrium hidroksida


2.6 Patofisiologi
Zat korosif adalah unsur yang menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang
terkena zat tersebut, akibat koagulasi protoplasma, pengendapan dan penguraian
protein serta penyerapan air. 4,6
Asam kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka
korosi yang kering dan keras. Basa kuat bersifat membentuk reaksi penyabunan
intrasel sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan berlanjut
sampai dalam. Karena bahan kimia asam atau basa terdapat dalam bentuk cair
( larutan pekat), maka bentuk luka sesuai dengan mengalirnya bahan cair tersebut. 10,12
Satu fakta penting yang harus diingat bahwa penampakan post mortal tidak
serta merta memberikan gambaran akan waktu kematian, mengingat asam atau basa
kuat akan terus merusak jaringan sehingga perforasi akan sering didapat pada
penampakan post mortal.
Penelanan zat korosif seringkali menghasilkan efek yang merugikan pada
esofagus dan/atau lambung. Zat basa umumnya menyebabkan perlukaan esofagus,
sedangkan zat asam seringkali menyebabkan kerusakan lambung. Barisan epitel

7
skuamosa esofagus sensitif terharap zat basa; namun, dalam perjalanannya menuju
lambung, zat basa akan dinetralisir dengan cepat oleh keasaman lambung.
Sebaliknya, mukosa esofagus resisten terhadap zat asam, dan kemudian akan
menyebabkan peradangan hebat pada dinding lambung. Zat korosif baik asam
maupun basa dapat merusak esofagus dan lambung serta usus secara cepat. Jarang
sekali ditemukan nekrosis dari seluruh usus akibat penelanan zat korosif. 10,11,12
1. Asam kuat
Asam kuat bersifat korosif pada konsentrasi yang pekat, bersifat iritan pada
konsentrasi yang agak pekat dan bersifat perangsang pada konsentrasi rendah. 9,10
Luka akibat zat asam menyebabkan “nekrosis koagulasi” pada jaringan yang
terkena, koagulum ini kemudian akan membatasi penetrasi lebih dalam ke jaringan.
Di sisi lain, luka bakar memicu “pencairan nekrosis”, sebuah proses yang
menyebabkan penguraian protein dan kolagen, saponifikasi lemak, dehidrasi jaringan
dan trombosis pembuluh darah, yang menyebabkan perlukaan jaringan yang lebih
dalam. 10,11
Luka bakar akibat zat kimia pada saluran gastrointestinal bagian atas
dikelompokkan dalam golongan yang sama dengan luka bakar pada kulit. Luka ini
dikelompokkan dalam tiga derajat berdasarkan luas dan beratnya lesi superfisial.10
Penilaian kedalaman luka dapat memperbaiki penanganan luka, namun saat ini,
belum didapatkan pengukuran kedalaman yang tepat, dan penilaian derajat secara
subjektif masih dianggap yang terbaik.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan asam sehingga mengakibatkan luka ialah: 5
 Mengekstraksi air dari jaringan, sehingga luka terlihat kering dengan perabaan
keras dan kasar.
 Mengkoagulasi protein menjadi asam albuminat.
 Mengubah hemoglobin menjadi asam hematin, sehingga berubah warna
menjadi coklat kehitaman. Kecuali yang disebabkan oleh asam nitrat
berwarna kuning kehijauan.

8
Gangguan post mortem luka tergantung pada: 9
Kepekatan asam
 Banyaknya asam yang digunakan.
 Lamanya pasien dapat bertahan sejak meminum asam kuat tersebut.
Jika kematian dapat terjadi dengan singkat, maka ditemukan: 9
 Tanda-tanda korosi dan kerusakan pada mulut, tenggorokan, esofagus dan
lambung. Bentuknya bisa berupa sedikit erosi sampai merupakan bercak
kerusakan yang luas.
 Bisa dijumpai perforasi lambung yang mengakibatkan keluarnya isi lambung
kedalam rongga perineum. Dapat pula terjadi kerusakan pada organ perineum
atau pada organ-organ abdomen.

2. Basa kuat
Basa mempunyai sifat korosif dalam konsentrasi yang pekat dan bersifat iritan
pada konsentrasi yang lebih encer.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan basa sehingga menimbulkan luka ialah: 9
 Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkalin dan
sabun, sehingga terlihat basah dan edematus dengan perabaan lunak dan licin.
 Mengubah hemoglobin menjadi alkalin hematin, sehingga terlihat berwarna
merah kecoklatan.
Paparan zat korosif alkali seperti sodium hidroksida (NaOH), berakibat
penetrasi jaringan yang disebabkan oleh disosiasi OH- yang menimbulkan nekrosis
liquefaktif. Nekrosis liquefaktif berakibat disolusi protein, destruksi kolagen,
saponifikasi lemak, emulsifikasi membran sel, trombosis transmural dan kematian
sel. 9,11
Paparan zat alkali pada mata menyebabkan defek pada epitel kornea mata dan
menembus kedalam mata secara cepat.
Gambaran post mortem luka akibat basa meliputi: 9

9
 Tanda-tanda korosi tidak begitu jelas seperti yang disebabkan oleh asam.
 Apabila tertelan akan timbul tanda-tanda korosif pada saluran cerna dengan
gejala berupa nyeri pada mulut, esofagus dan epigastrium. Hipersalivasi,
muntah disertai bagian mukosa lambung dan darah. Seringkali suara serak
karena edema glotis.
 Sistem pencernaan menunjukkan bercak-bercak yang mengalami inflamasi
dan nekrosis.
 Bila terhirup akan mengakibatkan peradangan berat pada saluran pernapasan.
Saluran pernapasan berwarna kekuningan, purulen dan terjadi
laringitispseudomembran, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia.
Gejalanya adalah nyeri dada, batuk berat, spasme glotis dan tanda-tanda
infeksi paru-paru. Terdapat bentuk basa kuat dalam bentuk gas yang
mengakibatkan iritasi kornea dan konjungtiva jika kontak dengan mata.
 Perforasi jarang sekali terjadi.
 Traktus respiratorius bagian atas mungkin mengalami kongesti.

2.7 Dampak Trauma Kimia Pada Organ


Efek yang ditimbulkan oleh trauma kimia pada tubuh manusia bergantung dari
organ yang terkena, berikut akan dijelaskan mengenai efek zat kimia pada organ
tubuh manusia:
1. Mata
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan penglihatan.
Gejala-gejala awal yang biasa terjadi pada trauma kimia mata adalah mata
terasa sakit, kemerahan, iritasi pada mata, ketidakmampuan untuk membuka
mata, sensasi benda asing di mata, pembengkakan pada kelopak mata dan penglihatan
kabur.

10
Trauma kimia pada mata memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan
penglihatan permanen, bergantung kepada volume, pH, durasi paparan, derajat
15
penetrasi kimia. Pada trauma mata akibat bahan asam, asam berdisosiasi menjadi
ion hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular
dengan mengubah pH, sedangkan anion menyebabkan denaturasi protein, presipitasi,
dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi lebih dalam dari
asam dan menimbullan kekeruhan pada kornea.
Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari
luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan
suatu kegawatdaruratan. pH lebih besar dari 10 menghancurkan epitel kornea,
memungkinkan zat dasar ini terus berlanjut menembus lebih dalam ke kornea lama
setelah paparan awal. Pada trauma basa yang berat, dapat menimbulkan gambaran
”cooked fish eye” yang memiliki prognosis paling buruk. (14),(15)

Gambar 4. Trauma asam


Gambar 5. Trauma basa
2. Kulit
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga. Gejala yang nyata pada luka bakar bahan
kimia pada kulit tergantung pada bahan kimia yang menyebabkannya. Gejala tersebut
termasuk gatal-gatal, pengelupasan, eritema, erosi, kulit bewarna gelap, melepuh dan
ulserasi, nyeri, rasa terbakar. Asam hydrofluoric dapat melakukan penetrasi ke tulang
dan mengakibatka dekalsifikasi. (13).

11
Zat basa dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih berat dari asam, kecuali asam
hydrofluoric. Nekrosis kulit muncul berwarna coklat kemudian menjadi hitam. Kulit
menjadi kering, dan pecah-pecah. Tidak terdapat pelepuhan pada kulit. Zat basa
memecah protein dan lipid, dan terjadi saponifikasi dari asam lemak yang dihasilkan.

Gambar 6. Trauma
asam sulfur
3. Paru
Luka bakar inhalasi dapat disebabkan oleh asam hidroklorik, amonia, klorin,
atau bahan kimia lainnya setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Edema saluran
pernapasan atas, gangguan pernapasan, dan toksisitas karbon monoksida (CO) adalah
contoh dari trauma kimia dari inhalasi. Gejala ini muncul dalam waktu 12 sampai 24
jam setelah terjadi paparan. Pada suatu kondisi yang jarang dapat terjadi, bahan
kimia dapat mengoksidasi hemoglobin paru yang mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan gangguan pernapasan. Individu
dengan luka bakar inhalsi bahan kimia datang dengan radang tenggorokan, sesak
napas, dan nyeri dada. (14)

4. Saluran pencernaan
Trauma kimia pada sistem pencernaan dapat diakibatkan oleh menelan baik
tidak disengaja atau untuk mencederai diri sendiri. Gejala yang paling cepat timbul
adalah nyeri, muntah dan kesulitan bernapas, diikuti dengan syok pada kasus yang
berat. tanda khususnya yaitu bercak pada bibir, pipi, dagu dan leher, sama halnya

12
dengan luka bakar pada mukosa dari bibir sampai ke lambung, kadang-kadang
sampai ke usus halus. Perforasi esophagus dan gaster umumnya terjadi karena asam
sulfat dan asam hidroklorida.

Gambar 11. Nekrosis koagulasi pada berbagai


organ akibat dari zat asam

2.8 Pemeriksaan Forensik


1. Asam
1. Pada pemeriksaan luar didapatkan: 9
Tanda terbakar yang berwarna coklat kemerahan atau hitam, kering dan keras
sesuai dengan bagian yang terkena
2. Pada pemeriksaan dalam didapatkan: 9
 Mukosa teriritasi, memberikan gambaran merah terang atau merah
kecoklatan, mungkin didapatkan ulserasi.
 Tanda iritasi pada laring dan edema pada glotis.
 Peradangan yang memberikan gambaran pseudomembran pada trakea dan
bronkus yang mengakibatkan kerusakan epitel superfisial dan nekrosis
yang dapat terjadi sampai kelapisan submukosa.
2. Basa
1. Pada pemeriksaan luar didapatkan: 9
 Luka terlihat basa dan edematous berwarna merah kecoklatan, perabaan
lunak dan licin.
2. Pada pemeriksaan dalam didapatkan: 9

13
 Membran mukosa lembut, bengkak, edema dan merah dengan sedikit
bintik coklat.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu: 8,9
1. Pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus yang akan menunjukkan
perubahan warna.

Gambar 12. Pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus

2. Pemeriksaan patologi anatomi pada lapisan kulit.

Gambar 13. Jaringan histopatologis yang terpapar zat basa (kiri) dan asam (kanan)
 Asam kuat (H2SO4)
Pada pemeriksaan jaringan akibat luka asam kuat, terjadi penebalan pada
lapisan epidermis dan adanya granul-granul pada vesikel kolagen
berbentuk gelombang dan hiperemis.

14
 Basa (NaOH)
Pada pemeriksaan jaringan akibat luka basa kuat akan terjadi penebalan
dan nekrosis di semua jaringan sel di lapisan epidermis dan dermis.

2.10 Contoh Kasus


Seorang petani jenis kelamin laki-laki, berusia 60 tahun, ditemukan tewas
ditengah sawah milik Departemen Pekerjaan Umum. Pria tersebut merupakan salah
satu petani yang memprotes pengerukan illegal yang dilakukan di daerah tersebut. Di
TKP ditemukan cangkul dan botol yang terbuat dari ‘plastik’ (container bekas pupuk
yang tergolong ke dalam asam moderat) berada disebelah jenazah, memberi kesan
jika korban tewas bunuh diri akibat mengonsumsi cairan tersebut. Setelah
pemeriksaan forensik dilakukan, kematiannya dikonfirmasi bukan akibat bunuh diri
atau sebuah kecelakaan, melainkan pembunuhan. Kesimpulan ini diambil
berdasarkan pemeriksaan eksternal yang menunjukkan adanya tanda keracunan asam
kuaat dimana asam kuat membutuhkan container yang terbuat dari kaca bukan
plastic, empertimbangkan material plastic akan mudah terbakar oleh asam kuat.
Berdasarkan fenomena awal, kepolisian Demak melakukan investigasi dan
pertanyaan untuk mengungkapkan penyebab pasti kematian korban.2
Hasil pemeriksaan luar (eksternal) menunjukkan luka bakar berwarna cokelat
kemerahan atau hitam, kering dan keras pada kelopak mata, lubang hidung, bibir,
lidah, leher dan dada (gambar 1).

15
Pada pemeriksaan dalam (internal) ditemukan: 1) mukosa yang teriritasi,
memberikan gambaran coklat kemerahan, ditemukan ulserasi; 2) tanda-tanda iritasi
lidah dan laring, edema glottis dan esofagus; 3) inflamasi pseudomembranosa trakea
dan bronki menghasilkan kerusakan epitel superfisial dan nekrosis yang
memengaruhi lapusan submucosa (gambar 2); 4) edema otak (gambar 3).2

Pada pemeriksaan menggunakan kertas lakmus dan PA (patologi anatomi)


menunjukkan hasil: 1) pemeriksaan kertas lakmus menunjukkan perubahan menjadi
warna merah; 2) evaluasi trauma jaringan akibat asam kuat, penebalan lapisan
epidermis dan granula pada vesikel kolagen berbentuk gelombang dan hiperemia.

16
Berdasarkan dengan temuan yang diperoleh di TKP, penemuan botol bekas
pupuk yang terbuat dari plastik tidak mungkin digunakan sebagai container cairan
asam kuat karena asam kuat hanya dapat ditempatkan di wadah yang terbuat dari
kaca, sehingga dapat disimpulkan bahwa korban tewas diakibatkan pembunuhan
bukan sebuah kecelakaan.2

2.11 Penatalaksanaan Pada Korban Hidup


A. Airway (Jalur Napas)

Usahakan saluran napas tetap bebas sehingga pasien dapat bernapas


secara spontan. Pasien diletakkan pada posisi berbaring dan usahakan tidak
ada benda asing, sisa makanan, darah, atau muntah dari dalam mulut.
B. Breathing (Pernapasan)
Pada tindakan ini , pernapasan pasien perlu dijaga agar tetap baik.
Pemberian oksigen murni terutama untuk orang yang menderita sianosis).
Tetapi pemberian oksigen murni tidak boeh lebih lama dari 6-8 jam.
C. Circulation (Peredaran darah)
Pada tindakan ini, penting dipertahankan tekanan darah dan nadi pasien dalam
batas normal. Bila perlu, berikan cairan infus normal salin, dektrosa, atau
ringer laktat.16

Usaha Terapetik Lain


1. Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa
Pada kasus metabolik asidosis, dapat diberikan infsus larutan natrium
hidrogenkarbonat 8,5% atau larutan trometamol 0,3 molar. Sedangkan pada
metabolik alkalosis, maka diberikan infus L-argininhidroklorida 1 molar atau
L-lisinhidroklorida 1 molar dengan selalu mengawai kesetimbangan asam –
basa.
2. Decontamination (Pembersihan)

17
Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi absorbsi bahan racun dengan
melakukan pembersihan.16

Pertolongan pada organ yang terkena zat kimia

a. Trauma pada kulit


Apabila zat kimia mengenai kulit, maka pakaian yang terkena racun harus
diganti. Kemudian daerah yang terkena dibilas dengan air hangat atau pasien
diharuskan untuk mandi. Jika kulit terluka parah maka cuci dengan air (yang
tidak terlalu hangat) dan sabun. Penanganan lain yang dapat dilakukan yaitu
membersihkan dengan polietilenglikol 400.

b. Trauma pada mata


Jika zat merangsang mata (zat apapun tanpa membedakan jenis bahannya),
maka mata harus dicuci bersih dengan menggunakan banyak air, sebaiknya pada
kondisi kelopak mata terbalik. Kemudian mata dapat dibilas dengan larutan
seperti larutan hidrogenkarbonat 2% jika mata tekena zat asam ATAU dibilas
dengan asam asetat 1% / larutan asam borat 2% jika mata terkena alkali. Mata
harus dibilas terus menerus selama 5- 10 menit sebelum dilakukan pemeriksaan.

c. Penanganan pada keracunan oral


1. Menghindari absorbsi sejumlah racun yang ada dalam saluran pencernaan
dengan memberikan adsorbensia dan atau laksansia dan pada kasus
keracunan tertentu diberikan parafin cair
2. Mengosongkan saluran cerna dengan cepat dengan cara seperti: bilas
lambung atau membuat muntah sebelum absorbsi terjadi.
3. Eliminasi
Pada tindakan ini, dilakukan pembersihan racun dimana diperkirakan
racun telah beredar dalam darah, dengan cara antara lain: peningkatan

18
ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin dan
hemodialisa.
4. Antidotum spesifik
Antidot untuk melawan efek racun yang telah masuk kedalam organ
target.

Dekontaminasi

Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan paparan terhadap


racun, mengurangi absorbs dan mencegah kerusakan. Sebelum memberi Tindakan
harus menggunakan pelingdung berupa sarung tangan, masker, dan apron. Tindakan
dekontaminasi tergantung pada lokasi tubuh yang terkena racun yaitu:

Dekontaminasi pulmonal

Berupa Tindakan menjauhkan korban dari paparan inhalasi zat racun, monitor
kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen lembab 100% jika perlu beri
ventilator.

Dekontaminasi mata

Berupa Tindakan membersihkan mata dari racun dengan posisi pasien ditengadahkan
dan miring ke sisi mata yang terkena cairan kimia. Buka kelopak matanya perlahan
dan irigasi larutan aquades atau NaCl 0,9% perlahan sampai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang (hindari bekas larutan pencucian mengenai wajah atau
mata lainnya), selanjutnya tutup mata dengan kassa steri dan segera konsul ke dokter
mata.

Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)

Tindakan paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu, aksesori lainnya dan
masukkan ke wadah plastic yang kedap air dan tutup rapat, cuci (scrubbing) bagian

19
kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit, selanjutnya
keringkan dengan handuk kering dan lembut.

Dekontaminasi gastrointestinal

Penelanan merupakan rute tersering sehingga Tindakan pemberian bahan pengikat


(karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi
muntah atau aspirasi dan kumbang lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan
toksik.

Eliminasi

Merupakan tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar


dalam darah atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Apabila
masih dalam saluran cerna dapat digunakan pemberian karbon aktif yang diberikan
berulang dengan dosis 30 – 50 gram (0,5 – 1 gram/kgBB) setiap 4 jam
peroral/enteral. Tindakan ini bermanfaat pada keracunan obat seperti karbamazepin,
chlordecone, quinin, dapson, digoksin, nadolol, fenobarbital, fenilbutazone, fenitoin,
salisilat, teofilin, phenoxyacetate herbisida.

Tindakan eliminasi lain perlu dikonsultasikan pada dokter spesialis penyakit dalam
karena Tindakan spesialistik terkait cara eliminasi racun yaitu diuresis paksa (forced
diuresis), alkalinisasi urin, asidifikasi urin, hemodialisis/peritoneal dialysis.16,17

Antidotum

Pada kebanyakan kasus keracunan, hanya sedikit racun yang memiliki antidotumnya
dan sediaan obat antidot secara komersial sangat sedikit jumlahnya.2

20
KESIMPULAN
Trauma asam dan basa merupakan trauma kimia yang bersifat korosif dan
destruktif terhadap jaringan kulit dan mukosa. Dampak trauma kimi dan basa dapat
mengenai seluruh organ tubuh tergantung organ yang terkena.Trauma asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa. Pada
trauma asam terjadi suatu koagulasi protein yang umumnya mencegah penetrasi lebih
lanjut dari zat asam, sementara zat basa bersifat hidrofilik dan lipofilik sehingga
penetrasi terhadap jaringan dapat lebih dalam. Derajat keparahan trauma asam dan
basa tergantung pada tiga faktor, antara lain sifat korosif zat, kuantitas dan
konsentrasi dari zat, serta durasi kontak zat terhadap area tubuh.
Pemeriksaan forensik pada kasus trauma asam dan basa terdiri dari
pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksan
luar, trauma asam memiliki ciri luka dengan permukaan kering, berwarna coklat
kehitaman, dan pada perabaan terasa keras. Trauma basa memiliki ciri luka basah,
lunak, licin, berwarna merah kecoklatan. Pemeriksaan dalam pada trauma asam
mukosa berwarna merah terang-coklat, ulserasi, iritasi di laring, edem glotis, serta
pseudomembran trakea dan bronkus. Trauma basa didapatkan membran mukosa
lembut, edema, dan bintik merah kecoklatan. Pemeriksaan penunjang meliputi pH
dan patologi anatomi. Pemeriksaan patologi anatomi pada trauma asam menunjukkan
suatu gambaran nekrosis koagulatif, sedangkan trauma basa adalah nekrosis
likuifaksi.
Ilmu forensik berperan dalam penanganan kasus trauma asam dan basa
terutama pada kasus yang dicurigai tindakan pidana melalui pembuatan visum et
repertum berdasarkan pemeriksaan medis menyeluruh.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardhi T, Mun’im A, Sidhi, et al.


Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Trisdani Setyo. A Death of A Man Due to Strong Acid Trauma at A Rice
Field, Homicide or Suicide ?. Sains Medika, Vol. 7, No. 1, January - June
2016 : 35-39
3. D Cox, Robert. 2010. Epidemiology. In : Chemical Burns In Emergency
Medicine. Available from: https://fdokumen.com/document/luka-bakar-kimia-
long-casedoc.html
4. Dahlan, S. 2002. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
5. Chadha, P.V. 1997. Catatan Kuliah Ilmu Forensik Dan Toksikologi.
ed.Jakarta:Binarupa Aksara.
6. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 1997
7. Traumatologi Forensik.[citied on Februari 2012]. Available at
http://www.wikipedia.com
8. Burning Issues. United States. 2009. Available at http://cache gettymages com
9. Chadha, P.V. Catatan Kuliah Ilmu Forensik Dan Toksikologi.ed
5.Jakarta:Binarupa Aksara.1997
10. Corrosive Acid Poisoning-A Case Report.New Delhi 2011.Available at
www.ijfmt.com
11. Snepherd R, Simpsons. Forensik Medicine 12th edition. USA: Oxford
University Prees. 2003
12. Gonzales TA, Vance M, Helpern, Umberger CJ. Legal Medicine Pathology
and Toxicologi .2nd edition. New York: Appleton Century Crofts, Inc. 1954.
13. Palao R, Monge L, Ruiz M, Barret JP. Chemical burns: Pathophysiology and
treatment. BURNS. 2010;36:295–304
14. Dries DJ, Endorf FW. Inhalation injury: epidemiology, pathology, treatment
strategies. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency
Medicine. 2013;21(31):1-15.
15. Ramponi DR. Chemical Burns of the Eye. Adv Emerg Nurs J. 2017:
39(3):193–98
16. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
17. Eng V, Safitry O. Forensik pada Kasus Perlukaan (Traumatologi) dalam
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius;
2014.

22

Anda mungkin juga menyukai