Anda di halaman 1dari 19

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN REFERAT

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL DESEMBER 2020


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

LUKA AKIBAT BAHAN KIMIA

OLEH:

Nur Aisiyah Sakti

K1A114066

PEMBIMBING:
dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Luka Akibat Bahan Kimia


Nama : Nur Aisiyah Sakti

Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter


Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan pembacaan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2020


Menyetujui,
Pembimbing

dr. Denny Mathius,M.Kes, Sp.F

2
BAB I
PENDAHULUAN

Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan atau
trauma yang dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat mekanik misalnya kekerasan oleh
benda tajam, benda tumpul atau tembakan senjata api, kekerasan yag bersifat fisika misalnya
suhu, petir, listrik, akustik dan radiasi dan kekeasan yang bersifat kimia seperti asam atau basa
kuat. Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan. 1

Lebih dari 60% dari trauma kimia terjadi dalam kecelakaan kerja, 30% di rumah, dan
10% akibat kekerasan. Sebanyak 20% trauma kimia secara signifikan mengakibatkan cacat
visual dan kosmetik. Hanya 15% dari pasien dengan trauma kimia berat yang mencapai
perbaikan visual yang fungsional. Secara global, predileksi ras tidak bisa dipastikan, akan tetapi
pria muda berkulit hitam lebih cenderung berpotensi tinggi. Pria 3 kali lebih cenderung
mengalami trauma kimia daripada wanita. Trauma kima dapat menyerang setiap umur, akan
tetapi, trauma paling banyak terjadi pada pasien berusia 16 – 45 tahun.2

Luka akibat bahan kimia atau trauma kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi
misalnya karena kontak dengan zat – zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan
militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka akibat bahan kimia atau trauma kimia adalah luka bakar pada organ luar maupun
organ dalam tubuh yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang merupakan asam kuat atau
basa kuat dan zat produksi petroleum. Luka bakar akibat bahan kimia terjadi pada saat tubuh
atau kulit terpapar oleh asam atau basa. Bahan kimia ini dapat menimbulkan reaksi terbatas
pada kulit, reaksi pada seluruh tubuh ataupun keduanya. Luka bakar alkali lebih berbahaya
daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan
lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja. Disebabkan karena adanya
kontak kulit dengan bahan toksik yang dapat disebabkan oleh alkali, asam dan campuran.4
Trauma kimia sebenanya hanya merupakan efek korosi dari asam kuat dan basa kuat.
Asam kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi yang
kering, keras seperti kertas perkamen, sedangkan basa kuat bersifat membentuk reaksi
penyabunan intra sel sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan terus
berlanjut sampai dalam. Karena biasanya bahan kimia asam atau basa terdapat dalam bentuk
cair (larutan pekat), maka bentuk luka biasanya sesuai dengan mengalirnya bahan cair
tersebut.5

B. Etiologi
Banyak bahan kimia yang digunakan di rumah-rumah dan lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan trauma kimia.6
1. Bahan Asam (acids) :
a. Umumnya asam menyebabkan cedera (trauma) ocular termasuk asam sulfat, asam
hidroklorik, asam nitrat, asam asetat, asam khromik, dan asam hidrofluorat.
b. Ledakan accu mobil, yang menyebabkan luka bakar (cedera) asam sulfat, mungkin
merupakan asam yang paling sering mencederai mata.
c. Asam hidrofluorat dapat ditemukan pada pembersih karat di rumah, pengkilat
alumunium, dan petugas pembersihan. Industri tertentu yang menggunakan asam
hidrofluorat untuk membersihkan batu bata, pengikisan kaca, electropolishing,
tanning kulit. Asam hidrofluorat juga digunakan untuk fermentasi control di pabrik.

4
d. Toksisitas hidrofluorat okuler dapat terjadi dari paparan gas dan cairan.
e. Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau kolam
renang dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis.
2. Bahan Basa (alkalis) :
a. Zat alkali pada umumnya mengandung ammonium hidroksida, potasium hidroksida,
sodium hidroksida, kalsium hidroksida, dan magnesium hidroksida. Zat yang
mengandung seperti senyawa tersebut dan dapat ditemukan di rumah seperti larutan
alkali, semen, kapur, dan ammonia.
b. Semprotan balon udara dengan sodium hidroklorida pada pemompaan dan mungkin
dapat menyebabkan keratitis alkali. Selain itu, bunga api dan percikan api
mengandung magnesium hidroksida dan fosfor.
c. Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan
pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi protein.
3. Organic Compounds
Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapat menyebabkan
kerusakan kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver.

C. Klasifikasi
1. Zat Kimia Asam Korosif
Asam bersifat korosif bila konsentrasinya pekat, bersifat iritan pada konsentrasi
yang agak pekat, dan bersifat perangsang pada konsentrasi rendah. Cara kerja pada
golongan ini dapat mengakibatkan luka dengan mengekstraksi air dari jaringan,
mengkoagulasi protein menjadi albuminat, mengubah hemoglobin menjadi asam hematin
dengan membentuk asam albuminat melalui dehidrasi jaringan yang mengakibatkan
perubahan warna hitam atau coklat.7,8 Berikut adalah contoh zat kimia asam korosif yang
sering menyebabkan trauma kimia pada manusia:
a. Asam hidroklorida
Asam hidroklorida adalah zat yang tajam dan tidak berwarna. Sumber keracunan
biasanya pada industry, laboratorium, pemakaian asam klorida sebagai pembersih di
lingkungan rumah tangga. Asam hiroklorida digunakan untuk aborsi dengan cara
disuntik pervaginam ke dalam uterus sehingga menyebabkan kematian janin.

5
b. Asam nitrat
Asam nitrat digunakan secara luas pada proses manufaktur dan reagen yang penting
dalam laboratorium. Sumber keracunan dari industry, pabrik bahan peledak dan
laboratorium. Asam nitrat memiliki sifat fisik merupakan cairan bening tidak
berwarna. Asam nitrat yang berwarna merah kekuningan adalah asam nitrat dipasaran
yang mengandung nitrogen oksida. Asam nitrat akan menimbulkan kerusakan
mukosa dan meninggalkan bekas berupa cetakan kuning kecoklatan di mukosa.
c. Asam sulfat
Asam sulfat adalah zat kimia yang sering digunakan pada proses manufaktur dan
reagen yang penting dalam laboratorium. Sumber keracunan biasanya pada industry
dan laboratorium. Asam sulfat memiliki sifat fisik tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mudah terbakar pada udara terbuka, jika ditambah air menghasilkan panas, jika
mengenai benda bersifat organik seperti kulit akan mengakibatkan perubahan
perubahan warna menjadi hitam seperti terbakar.
d. Asam asetat
Sumber keracunan dari industru, laboratorium, biasanya digunakan sebagai bahan
utama dari asam cuka. Larutan asam asetat glacial 99% yang digunakan pada
laboratorium kimia, dan merupakan zat korosif kuat serta asam yang berbau
menyengat dan khas. Sifat fisik asam nitrat memiliki sifat tidak berwarna, pada asam
cuka berupa cairan yang berwarna kekuningan, berbau tajam dan khas.
e. Asam oksalat
Sifat dari asam oksalat tidak begitu korosif tapi masih bersifat racun dan kerjanya
cepat, kematian dapat timbul dalam beberapa menit sampai 1 jam. Asam bersifat
korosif lokal dan berefek sistemik yang dapat berakibat fatal meskipun kerusakan
lokalnya non letal. Saat otopsi bila tertelan asam kuat maka akan timbul efek
pemutihan mukosa mulut, faring, dan esophagus walaupun perdarahan lokal juga bisa
terjadi, diperut juga terjadi kerusakan mukosa dan warnanya menjadi coklat tua atau
hitam yang berasal dari hematin dan dindingnya erosi. Kematian pada korban yang
telah melewati fase akut disebabkan karena kelainan fungsi otot (termasuk kelainan
miokardium) karena hipokalemi.9,10

6
2. Zat Kimia Basa Korosif
Zat kimia basa seperti halnya asam mempunyai sifat korosif dalam konsentrasi
yang pekat, dan bersifat iritan pada konsentras yang lebih encer. Ciri-ciri luka yang
terjadi sebagai akibat bersentuhan dengan zat-zat ini adalah kulit terlihat basah dan
edematous, berwarna merah kecoklatan dan pada perabaan lunak serta licin.9
a. Kalium hidroksida
Kalium hidroksida memiliki safat fisik berupa zat padat berwarna putih keabuan, larut
dalam air, perabaan licin dan rasanya pahit. Zat ini memiliki sifat korosif yang kuat
dan akan memberikan efek terbakar pada kulit sebagaimana pada saluran
gastrointestinal. Pada sebagian kasus adalah suicidal dan kecelakaan dengan cara
menelan zat tersebut.
b. Amoniak
Sumber keracunan dari industri, rumah tangga dan laboratorium. Pada rumah tangga
sering kali digunakan sebagai pembersih. Amoniak memiliki sifat alkali kuat yang
iritatif. Gas amoniak yang digunakan di lemari es terkadang lolos melalui kebocoran
pada pipa. Jika gas tersebut terhirup, maka inflamasi yang hebat pada saluran
pernapasan akan terjadi, yang akan mengakibatkan laringitis pseudomembranosa,
purulen dan berwarna kekuningan, dan bronkopneumonia.
c. Natrium hidroksida
Cairan konsentrat yang terdiri dari natrium hidroksida ditambah dengan sodium
hidroksida dan sodium karbonat jika ditelan pada suatu kasus bunuh diri atau ditelan
oleh anak-anak sehingga dapat menyebabkan kematian oleh karena kerusakan pada
saluran gastrointestinal.

D. Patomekanisme
1. Asam kuat
Asam adalah donor proton yang melepaskan ion hydrogen dan mengurangi pH
menjadi nilai serendah 0. Ion hydrogen bebas memfasilitasi hidrolisis ikatan amida yang
menyebabkan struktur protein runtuh. Asam kuat dapat menghasilkan nekrosis koagulasi
dengan pembentukan bekas luka pada jaringan nekrotik. Nekrosis koagulasi
menghasilkan perubahan jaringan yang cepat yang meliputi konsolidasi jaringan ikat

7
yang longgar, thrombosis pembuluh darah, ulserasi, dan fibrosis. Ketidakmampuan cairan
lambung untuk menetralisir zat ini berkontribusi pada timbulnya lesi di lambung dan
usus, selain mulut dan kerongkongan. Bila tidak dilakukan bilas lambung dalam 30
menit, dapat terjadi nekrosis koagulatif dengan ketebalan yang maksimal. Pada luka
bakar yang parah, thrombosis mikrovaskular dapat menjadi menebal yang dapat
menyebabkan organ dapat mengalami perforasi.11
2. Basa kuat
Senyawa basa dapat mencederai jaringan melalui beberapa mekanisme, diantaranya:
a. Senyawa basa bergabung bersama lemak sehingga membentuk saponifikasi lemak
melalui reaksi eksotermik, menghasilkan sejumlah besar panas yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang parah. Hancurnya lemak dapat meningkatkan
penetrasi air dari luka bakar karena basa kuat dapat merusak fungsi lemak sebagai
barier air.
b. Senyawa basa mengambil air cukup besar dari sel menyebabkan kerusakan karena
senyawa basa bersifat higroskopis.
c. Senyawa basa menerima ion hydrogen dari ikatan amida dari protein dengan
hidroksilasi yang menyebabkan hidrolisis protein dan oleh karena itu disolusi jaringan
membentuk proteinasi basa yang mengandung ion hidroksil (OH) yang dapat
menyebabkan reaksi kimia lebih lanjut dan memicu cedera yang lebih dalam pada
jaringan.8,9

E. Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala dari trauma kimia berupa :
1. Pada daerah yang terkena akan terasa panas, terjadi iritasi serta kemerahan.
2. Nyeri dan terasa baal.
3. Pembentukan jaringan kulit mati yang berwarna hitam (eschar) - ini sebagian terjadi
akibat luka bakar yang diakibatkan oleh bahan asam yang menghasilkan neksrosis
koagulasi dengan jalan denaturasi protein.
4. Luka bakar akibat alkali menghasilkan luka bakar yang dalam pada jaringan akibat
produksi dari pengenceran jaringan nekrosis yang melibatkan denaturasi protein dan
juga saponifikasi jaringan lemak.

8
5. Gangguan penglihatan atau kebutaan total terjadi bila bahan kimia masuk ke dalam
mata.
Pada kasus trauma kimia yang berat dimana bahan tersebut tertelan, terhirup atau
terabsorbsi ke dalam pembuluh darah, gejala sistemik yang dapat timbul antara lain :
1. Batuk atau sesak napas.
2. Penurunan tekanan darah.
3. Pusing, lemas sampai pingsan.
4. Nyeri kepala.
5. Kejang otot.
6. Henti jantung atau aritmia.

F. Dampak Trauma Kimia pada Organ


Efek yang ditimbulkan oleh trauma kimia pada tubuh manusia bergantung dari organ
yang terkena, seperti:
1. Mata
Trauma kimia pada mata adalah salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai
kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat
merusak struktur bola mata tersebut. Trauma kimia biasanya hasil dari suatu zat yang
disemprotkan atau disiramkan di muka.12
Gejala awal yang biasa terjadi pada trauma kimia mata adalah mata terasa sakit,
kemerahan, iritasi pada mata, ketidakmampuan untuk membuka mata, sensasi benda
asing di mata, pembengkakan pada kelopak mata dan penglihatan kabur. Patofisiologi
pada luka akibat bahan kimia pada mata menyebabkan kerusakan pada kelopak mata,
konjungtiva dan segmen anterior mata. Trauma kimia pada mata memiliki potensi untuk
menyebabkan gangguan penglihatan permanen, bergantung kepada volume, pH, durasi
paparan, derajat penetrasi kimia.13
Pada trauma mata akibat bahan asam, asam berdisosiasi menjadi ion hydrogen
dan anion di kornea. Molekul hydrogen merusak permukaan ocular dengan mengubah
pH, sedangkan anion menyebabkan denaturasi protein, presipitasi, dan koagulasi.

9
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi lebih dalam dari asam dan
menimbulkan kekeruhan pada kornea.14
Trauma mata akibat bahan basa biasanya lebih berat daripada trauma asam,
karena bahan-bahan basa memiliki dia sifat yaitu hidrofilik dan lipofilik dimana dapat
secara cepat untuk penetrasi sel membrane dan masuk ke bilik mata depan, bahkan
sampai retina. Trauma basa kana memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari
luar. Namun , apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan
suatu kegawatdaruratan. pH lebih besar dari 10 menghancurkan epitel kornea,
kemungkinan zat dasar ini terus berlanjut menembus lebih dalam ke kornea setelah
paparan awal. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan
cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa berat dapat menimbulkan
gambaran “cooked fish eye” yang memiliki prognosis yang buruk.12,13
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan
yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Berikut derajat klasifikasi
Hughes:
a. Derajat 1 : kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus.
b. Derajat 2 : kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus.
c. Derajat 3 : epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris yang
tidak jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus.
d. Derajat 4 : kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus.15
2. Kulit
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan
yang akut dapat menyebabkan trauma pada kulit yang ireversibel dan terjadi kematian
sel. Bahan kimia pun dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Luka bakar dapat
merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal.
Luka bakar akibat bahan kimia ditandai oleh eritema, bula, erosi, nekrosis dengan
eritema. Seringkali, gejala berkembang dengan cepat, tetapi pada beberapa bahan kimia
seperti phenol, asam hydrofluoric dan sulfur dapat menyebabkan reaksi lambat yang

10
muncul setelah beberapa jam atau hari setelah paparan. Asam yang kuat mengkoagulasi
protein pada kulit. Beberapa asam mengubah warna kulit seperti menghasilkan warna
kuning pada asam nitrat. Aksi asam hydrofluoric pada kulit berbeda dengan asam kuat
lainnya. Asam hidroflurid mengakibatkan nyeri yang lebih luas dibandingkan dengan
asam lain. Nyeri yang kuat diakibatkan oleh ikatan fluorin dan kalsium di jaringan yang
mempengaruhi sistem saraf.
Zat basa mengakibatkan kerusakan yang lebih berat dari asam, kecuali asam
hydrofluoric. Nekrosis kulit muncul berwarna coklat kemudian menjadi hitam. Kulit
menjadi kering dan pecah-pecah. Tidak terdapat pelepuhan pada kulit. Zat basa memecah
protein dan lipid dan terjadi saponifikasi dari asam lemak yang dihasilkan. Efek
emulsifikasi dari hasil saponifikasi menyebabkan penetrasi basa ke lapisan kulit yang
lebih dalam. Terkadang nekrosis pada kulit muncul setelah 8-12 jam terpapar zat.17
3. Paru
Trauma kimia yang terjadi melalui inhalasi dapat disebabkan oleh asam
hidroklorik atau bahan kimia lainnya setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Edema
saluran pernapasan atas, gangguan pernapasan, dan toksisitas karbon monoksida
(CO)  adalah contoh dari trauma kimia dari inhalasi. Gejala ini muncul dalam waktu 12
sampai 24 jam setelah kejadian. Juga suatu kondisi yang jarang dapat terjadi di mana
bahan kimia mengoksidasi hemoglobin paru-paru yang mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan gangguan pernapasan. Menghirup bahan
kimia beracun dapat menyebabkan luka bakar di jalan napas atas dan bawah. Individu
dengan luka bakar inhalsi bahan kimia datang dengan radang tenggorokan, sesak napas,
dan nyeri dada.16
4. Ginjal
Perubahan yang terjadi pada ginjal merupakan akibat dari komplikasi yang
terjadi pada trauma kimia. Pada korban yang mengalami komplikasi berupa syok yang
lama, dapat terjadi nekrosis tubular akut pada tubulus proksimal dan distal serta
thrombosis vena. Pada korban yang mengalami luka bakar yang fatal dapat ditemukan
adanya pembesaran ginjal.

11
5. Saluran pencernaan
Di negara maju dan berkembang, trauma kimia pada sistem pencernaan akibat
menelan baik tidak disengaja atau untuk mencederai diri sendiri telah berkurang
dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikaitkan dengan peraturan yang lebih ketat terhadap
deterjen dan bahan korosif lainnya, serta kesan dari kesadaran umum. Gejala yang paling
cepat timbul adalah nyeri, muntah dan kesulitan bernapas dan edema, diikuti dengan syok
pada kasus yang berat. Tanda khususnya yaitu bercak pada bibir, pipi, dagu dan leher,
sama halnya dengan luka bakar pada mukosa dari bibir sampai ke lambung, kadang-
kadang sampai ke usus halus. Perforasi esophagus dan gaster umumnya terjadi karena
asam sulfat dan asam hidroklorida.
6. Sistem saraf pusat
Pada sistem saraf pusat dapat terjadi edema, kongesti, kenaikan tekanan
intracranial dan herniasi dari tonsilar cerebellum serta adanya perdarahan intracranial.
Perubahan-perubahan ini diduga terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Sel-sel neuron tidak menunjukkan perubahan-perubahan abnormal kecuali sel-
sel purkinje yang menunjukkan perubahan degenerative. Pada penderita yang mengalami
komplikasi berupa sepsis, maka dapat ditemukan adanya mikroabses dan meningitis
hematogenous.

G. Pemeriksaan Forensik pada Trauma Kimia


1. Pemeriksaan Luar
a. Mata
Pemeriksaan mata dapat dilakukan pemeriksaan pH dan ketajaman visual.
Pemeriksaan ophtalmologi dilakukan setelah irigasi pada mata. Hal ini dilakukan
untuk melihat adanya robekan, injeksi konjungtiva, injeksi sclera, kerusakan kornea,
opasifikasi kornea, uveitis, glaucoma atau perforasi.18
b. Kulit
Trauma kimia mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada kulit. Pada
pemeriksaan luar, tanda terbakar berwarna coklat kemerahan atau hitam, kering dank
eras menunjukkan paparan zat kimia asam. Luka yang terlihat basah, edema,

12
berwarna merah kecoklatan dengan perabaan lunak dan licin menggambarkan
paparan zat kimia basa.
Pada trauma asam sulfur, didapatkan gambaran kulit dan mukosa berwarna hitam
kecoklatan. Tanda-tanda pada kulit dan mukosa yang terjadi akibat terpapar zat kimia
asam fluoride adalah terdapat nekrosis berwarna biru keabuan. Tanda lainnya yang
sering muncul adalah adanya maserasi, eritema, edema, ulkus, nekrosis dan
pelepuhan.
c. Paru
Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus diperiksa pada korban trauma kimia.
Pada pemeriksaan paru didapatkan peningkatan laju napas, wheezing, dan suara ronki
kasar di paru-paru yang berhubungan dengan edema. Tanda utamanya yaitu kesulitan
bernapas.
2. Pemeriksaan Dalam
a. Otak
Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan perubahan warna pada otak.
Perubahan warna menjadi kehijauan pada bagian substansia grisea dan nucleus
diakibatkan oleh adanya sulfhemoglobin pada jenazah dengan trauma zat hydrogen
sulfida.
b. Saluran Pernapasan
Pada pemeriksaan post mortem, trauma kimia meninggalkan kesan korosif.
Selain itu didapatkan juga kongesti dan edema paru pada trauma kimia yang
disebabkan oleh bahan korosif asam. Inhalasi bahan kimia menyebabkan kerusakan
sel yang parah pada saluran pernapasan. Terjadinya peradangan akibat bahan kimia
asam memberikan gambaran pseudomembran pada trakea dan bronkus yang
mengakibatkan kerusakan epitel superficial dan nekrosis yang dapat terjadi sampai ke
lapisan submucosa. Mukosa yang teriritasi menggambarkan warna terang atau merah
kecoklatan dan didapatkan ulserasi.
c. Jantung
Edema interstitial dan fragmentasi miokard dapat terjadi pada penderita dengan
luka bakar termis, tetapi perubahan-perubahan ini tidak khas dan dapat ditemukan

13
pada keadaan-keadaan lain. Pada penderita dengan septicemia, ditemukan adanya
metastase focus septik pada miokardium dan endokardium.
d. Saluran Pencernaan
Pada pemeriksaan dalam yang didapatkan pada trauma kimia, dapat ditemukan
perforasi atau rupture pada gaster yang paling sering ditemukan karena trauma asam
sulfur, hidroklorida, asam fluoride dan asam nitrat.asam sulfur mengakibatkan
terjadinya perforasi pada gastroesophageal junction, cardia dan fundus gaster dengan
pemisahan gaster komplit pada bagian tersebut.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus pada mata dan
luka pada kulit untuk mengetahui zat kimia yang mengakibatkan trauma.
Pemeriksaan pada mata dilakukan secara berkala. Irigasi pada mata tetap dilakukan
sampai mencapai pH yang normal.
b. Pemeriksaan patologi anatomi pada lapisan kulit
Pemeriksaan jaringan akibat luka asam kuat, terjadi penebalan pada lapisan
epidermis dan adanya granul-granul pada vesikel kolagen berbentuk gelombang dan
hiperemis. Sedangkan pada pemeriksaan jaringan akibat luka basa kuat, akan terjadi
penebalan dan nekrosis di semua jaringan sel di lapisan epidermis dan dermis. Selain
pemeriksaan patologi anatomi pada lapisan kulit, pemeriksaan patologi anatomi juga
dapat dilakukan pada organ lainnya seperti jantung, paru, otak, pancreas, lambung
dan hepar. Pada trauma asam didapatkan gambaran nekrosis koagulasi pada organ-
organ solid kecuali otak. Sedangkan pada trauma basa didapatkan gambaran nekrosis
likuefaksi yang dapat dilihat pada organ otak.18

H. Mekanisme Kematian pada Trauma Kimia


Mekanisme kematian akibat trauma kimia secara langsung adalah akibat syok, namun
selain itu juga dapat terjadi karena infeksi. Bila terdapat pasien yang mengalami luka bakar
akibat trauma kimia dan luka bakar sudah berlangsung beberapa jari maka akan

14
menimbulkan potensi untuk terjadinya infeksi, jika terjadi infeksi maka sebab kematian dari
luka bakar adalah akibat infeksi.
1. Syok
Syok akibat luka bakar ini terjadi karena syok hipovolemik yang dapat ditemukan
dalam 72 jam setelah terjadinya luka bakar. Luka bakar yang luas akan menyebabkan
syok hipovolemik, menurunnya kardiak output, hipoproteinemia, hiponatremia, dan
meningkatnya hematokrit. Syok hipovolemik terjadi akibat edema interstitial massif.
Edema intrasel disebabkan oleh fungsi sel yang rusak, dan bagian kulit yang terkena luka
bakar mengalami evaporasi. Pada kulit orang dewasa normal kehilangan cairan sebanyak
40ml/jam, namun dengan luka bakar yang luas cairan yang hilang dapat mencapai
300ml/jam. Edema interstisial merupakan akibat dari vasodilatasi, permeabilitas
pembuluh darah yang meningkat dan terjadinya peningkatan tekanan osmotic
ekstraseluler pada bagian kulit yang terkena luka bakar.
Menurunnya kardiak output terjadi dalam hitungan menit setelah terjadinya luka bakar
merupakan akibat dari syok hipovolemik, namun kardiak output tidak akan kembali
dalam waktu 12-24 jam setelah terjadinya luka bakar, meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan secara efektif.
2. Infeksi
Septicemia adalah penyebab lain yang dapat menyebabkan kematian pada luka bakar
dan memiliki angka kematian yang tinggi pada kasus luka bakar. Septicemia biasanya
merupakan infeksi sekunder dari pneumonia atau infeksi hematogen lain. Kolonisasi
bakteri biasanya terjadi dalam beberapa hari setelah terjadinya luka bakar derajat III
(seluruh lapisan dermis) dengan mikroorganisme gram positif yang masih jarang pada
minggu pertama dan mikroorganisme yang padat pada minggu kedua. Kebanyakan
septicemia terjadi antara 6-10 hari setelah terjadinya luka bakar.
Infeksi pada luka bakar yang disebabkan organism spesifik seperti streptococcus
pyogenes atau pseudomonas aeruginosa memiliki predisposisi untuk terjadinya sepsis
dan penyebaran mikroorganisme ke jaringan yang sehat disekitar luka bakar. Toxic shock
syndrome dapat terjadi akibat infeksi staphylococcus aureus.

15
I. Aspek Hukum Trauma Kimia
Aspek hukum perlukaan tergantung pada jenis luka apa yang terjadi, jenis kekerasan
atau senjata apa yang menyebabkan luka serta bagaimana kualifikasi luka tersebut, seperti
yang tercantum dalam KUHP pasal 351, 352, Bab IX pasal 90.19
1. Pasal 351
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dikenakan pidana penjara lima tahun
3. Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara tujuh tahun
4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
2. Pasal 352
1. Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan, atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap
orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
3. Bab IX, Pasal 90
Luka berat :
- Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
- Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian;
- Kehilangan salah satu panca indera;
- Mendapat cacat berat;
- Menderita sakit lumpuh;
- Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
- Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Luka akibat bahan kimia atau trauma kimia adalah luka bakar pada organ luar maupun
organ dalam tubuh yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang merupakan asam kuat atau
basa kuat dan zat produksi petroleum. Tanda dan gejala dari luka bakar akibat trauma kimia,
tergantung pada beberapa faktor termasuk pH, konsentrasi, durasi, bentuk fisik dari bahan,
lokasi, tertelan atau terhirup. Dampak luka bakar kimia dapat mengenai seluruh organ tubuh
tergantung organ yang terkena. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada luka bakar kimia
dapat dilakukan pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam. Aspek hukum perlukaan
tergantung pada jenis luka apa yang terjadi, jenis kekerasan atau senjata apa ynag
menyebabkan luka serta bagaimana kualifikasi luka tersebut, seperti yang tercantum dalam
KUHP pasal 351, 352, Bab IX pasal 90.

B. Saran
Diharapkan para dokter mengetahui efek dari zat kimia yang korosif seperti asam dan
basa, dengan pengetahuan ini akan dapat membantu dalam menanggulangi kasus-kasus yang
disebabkan oleh zat kimia korosif ini.
Zat kimia korosif dapat menyebabkan trauma bahkan sampai bisa menyebabkan kematian
pada indvidu yang terkena. oleh karena sifat dari zat kimia korosif ini yang bisa
menyebabkan kerusakan pada permukaan tubuh dan organ yang terkena, maka hal ini yang
membuat zat kimia korosif ini sering digunakan dengan tujuan untuk melukai orang lain
maupun diri sendiri.
Penting untuk para dokter ketahui sifat, jenis dan efek samping dari zat kimia korosif
yang dapat menyebabkan trauma fisik pada individu yang terkena untuk tujuan perawatan
dan dalam proses penegakkan hukum apabila terjadi pada kasus penganiyaan.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, dkk. 1994. Ilmu Kedokteran Forensik . Edisi 1. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia
2. Randleman JB, Bansal AS. Burns Chemical: eMedicine Journal. 2009.
3. Tutik R. 2012. Penatalaksanaan luka bakar . Bhakti Mulia Sukoharjo. Vol. 08/Februari-
September 2012.
4. Dewi H. 2012. Luka Bakar. Sub Bagian Bedah Plastik RSUD dr. Moewardi. FK UNS.
5. Trisdani S. 2016. A Death of A Man Due to Strong Acid Trauma at A Rice Field, Homicide
or Suicide. Sains Medika, Volume 7, No 1. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Sultan Agung
6. Weaver CNM, Rosen CL. 2010. Burns, Ocular: eMedicine Journal.
7. Dahlan S. 2002. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
8. Snepherd R. 2003. Forensic Medicine 12th Edition. USA: Oxford University Prees.
9. Chadha PV. 1997. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikolegal. Jakarta: Binarupa
Aksara.
10. Gonzales TA, dkk. 1954. Legal Medicine Pathology and Toxicologi 2nd Edition. New York:
Appleton Century Crofts.
11. Dinis-Oliveira R, dkk. 2014. Clinical and forensic signs related to chemical burns: A
mechanistic approach. Portugal: Department of Legal Medicine and Forensic Sciences,
Faculty of Medicine, University of Porto.
12. Venkatesh R. 2009. Ocular Trauma – Chemical Injuries. India: Bombay Hospital.
13. Ramponi DR. 2017. Chemical Burns of the Eye. Adv Emergency Nurse.
14. Eslani M, dkk. Review Article: The Ocular Surface Chemical Burns. J. Ophthalmol 1-9.
15. Kosoko A. 2009. Chemical Ocular Burns: A Case Review. America: Journal of Clinical
Medicine.
16. Palao R, Monge L, dkk. 2010. Chemical Burns: Pathophysiology and treatment. BURNS.
17. Dries DJ, Endorf FW. 2013. Inhalation Injury: epidemiology, pathology, treatment strategies.
Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine.
18. Dinis RJ, Calvalho F, dkk. 2014. Clinical Forensic signs related to chemical burns: A
mechanistic approach. JBUR.

18
19. Djumadi A.2014. Perlukaan. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unhas.
Makassar.

19

Anda mungkin juga menyukai