Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

TRAUMA KIMIA ASAM BASA

Pembimbing :
dr. Viora Rianda Piscaloka, Sp. M

Disusun oleh :
Muhammad Thoriq Zulhaj
122810092

Program Pendidikan Profesi Dokter Departement Ilmu Penyakit Mata


Rumah Sakit Umum Daerah Waled
Universitas Swadaya Gunung Jati
Cirebon
2023
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Trauma Kimia Asam Basa”.
Referat ini ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan mengenai trauma
kimia asam basa merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing dr. Viora Rianda Piscaloka, Sp. M yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal
hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik yang membangun
dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga referat ini dapat berguna
bagi kita semua.

Cirebon, Maret 2023

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 3


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Kimia ....................................................................................... 4


2.1.1 Definisi................................................................................ 4
2.1.2 Etiologi ............................................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi ........................................................................ 5
2.1.4 Klasifikasi ........................................................................... 7
2.1.5 Diagnosis ............................................................................ 8
2.1.6 Anamnesis ........................................................................... 8
2.1.7 Pemeriksaan Fisik ................................................................ 9
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 10
2.1.9 Penatalaksanaan................................................................... 11
2.1.10 Operasi ................................................................................ 14
2.1.11 Komplikasi .......................................................................... 15
2.1.12 Prognosis ............................................................................. 17

BAB III Kesimpulan .....................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 19


3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kimia pada konjungtiva dan kornea merupakan keadaan


kedaruratan okular yang membutuhkan intervensi segera. Cedera kimia pada mata
dapat menyebabkan kerusakan luas pada permukaan okular dan segmen anterior
sehingga menimbulkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.1

Trauma kimia menjadi penyebab sekitar 10% kunjungan pasien ke rumah


sakit dengan keluhan pada mata. Lebih dari 60 % trauma terjadi di tempat kerja,
dan 30 % terjadi di rumah. Sekitar 20 % trauma kimia menyebabkan gangguan
penglihatan dan kosmetik, hanya 15 % pasien dengan trauma kimia berat yang
dapat mencapai penglihatan fungsionalnya setelah dilakukan rehabilitasi. Trauma
kimia dapat terjadi pada seluruh usia, namun kebanyakan terjadi pada usia 16-45
tahun. Pria tiga kali lebih sering terkena dari wanita, hal ini mungkin akibat
predominasi pria dalam pekerjaan perindustrian, seperti konstruksi dan
pertambangan yang risiko tinggi untuk trauma okular.2

Kerusakan penglihatan dan kebutaan yang dihasilkan memiliki implikasi


kesehatan, sosial-ekonomi dan kualitas-kehidupan pasien, yang dapat
menyebabkan hilangnya keuntungan ekonomi, dan hilangnya kesempatan kerja
dan kesempatan pendidikan, yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup secara
umum. Gejala-gejala luka bakar mata kimia termasuk fotofobia, keluarnya air
mata dan rasa sakit, dan ditemukan hiperemia konjungtiva, perdarahan
subkonjungtiva dan kemosis.3

Walaupun demikian kekhawatiran dan gangguan penglihatan yang


disebabkan oleh cedera bahan kimia asam tidak dapat diabaikan. Tujuan
pengobatan pada trauma mata akibat kimia adalah meminimalkan kerusakan lebih
lanjut pada permukaan mata dan mengembalikan anatomi permukaan mata yang
normal dan fungsi visual.4
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Kimia Pada Mata


2.1.1 Definisi

Trauma bahan kimia pada mata merupakan kejadian gawat darurat dan
harus diterapi sebagai kegawatdaruratan mata.3 Trauma kimia mata merupakan
trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau
yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang
tersemprot atau terpercik pada wajah. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila
mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.2

2.1.2 Etiologi

Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan


menjadi 2 kelompok :1

1. Asam
Tabel 1. Etiologi trauma kimia asam

Kandungan Komposisi Dapat ditemukan


Sulfuric acid H2SO4 Aki mobil
Sulfurous acid H2SO3 Pengawet sayur dan buah
Pembersih karat, pengilat
aluminium, penggosok
Hydrofluric acid HF
kaca.

Acetic acid CH3COOH Cuka


Kolam renang, zat
Hydrochloric acid HCL
pembersih
5

2. Basa
Tabel 2. Etiologi trauma kimia basa
Kandungan Komposisi kimia Dapat ditemukan
Bahan pembersih
Ammonia NH3 rumah tangga, zat
pendingin, pupuk
Potassium Hydroxide KOH Caustic potash
Lye NaOH Pembersih pipa
Magnesium Hydroxide Mg(OH)2 Kembang api
Perekat, mortar,
Lime Ca(OH)2
semen, kapur

2.1.3 Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang
lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang
disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang
diakibatkan oleh zat kimia basa.2
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer
dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka
kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga
mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel
kornea terlepas.Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma
basa.Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali.
6

Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini
terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini
dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.2
Trauma basa menyebabkan basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan
kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada
membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma
dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi,
yang merangsang enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan.
Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen
anterior dan dapat menembus dengan cepat sampai dengan jaringan retina.2
McCulley mengelompokkan patofisiologi dan perjalanan penyakit trauma
kimia okuli ke dalam empat fase klinis, yaitu:

1. Manifestasi klinis segera


tampak saat agen kimia berkontak dengan permukaan mata.
Gambaran klinis pada permukaan mata akibat trauma kimia pada tahap
akut hingga satu minggu paska cedera yaitu : periiskemia limbal, defek
kornea dan epitel konjungtiva terutama jika terdapat partikel kimia yang
tertahan di forniks. Trauma kimia yang lebih ringan menunjukkan re-
epitelisasi secara bertahap dengan atau tanpa pengobatan.
2. Fase pemulihan akut
Terjadi pada 7 hari pertama setelah cedera mata kimia. Selama
waktu ini, jaringan membersihkan diri dari kontaminan sambil
membangun kembali lapisan pelindung superfisial epitel kornea. Epitel
berfungsi sebagai penghalang pelindung terhadap enzim dalam air mata
yang menyebabkan penipisan kornea dan perkembangan perforasi. Ini juga
memodulasi regenerasi dan perbaikan stroma. Mekanisme inflamasi yang
signifikan mulai berkembang pada permukaan okular dan di dalam mata.
Pada tahap ini, dapat terjadi peningkatan TIO secara bimodal
3. Reparative awal (8-20 hari)
Periode transisi penyembuhan okular, terjadi regenerasi epitel
permukaan okular dan kejadian inflamasi akut yang berubah menjadi
7

inflamasi kronis, perbaikan stroma, dan jaringan parut. Selama tahap ini,
ulserasi kornea cenderung terjadi.
4. Reparative akhir
Tiga minggu setelah cedera kimia terjadi, proses penyembuhan
dimulai pada fase reparatif yang terlambat. Komplikasi akhir dari cedera
kimia termasuk penglihatan yang buruk, terbentuk jaringan parut di
kornea, xerophthalmia, mata kering, symblepharon, glaukoma
ankyloblepharon, uveitis, katarak, kelainan adeneksal seperti
lagophthalmos, entropion, ectropion dan trichiasis. Ulserasi stroma dapat
terjadi dan diduga berhubungan dengan aksi enzim pencernaan seperti
kolagenase, metaloproteinase dan protease lain yang dilepaskan dari
regenerasi epitel kornea dan leukosit polimorfonuklear. 4

2.1.4 Klasifikasi derajat keparahan


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan
derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab
trauma.Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai
dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan
prognosis.Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea
dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai
patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda). 5
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis
adalah:
1. Klasifikasi Roper-Hall
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga
terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus
8

Gambar1. Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b)


derajat 2 (c) derajat 3(d) derajat 4.6

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah
mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus
gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat. 7

2.1.6 Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada
anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan
penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan
cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah
terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata
merah dan rasa terbakar.
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol
bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang
9

mengenai mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera
setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat
kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam
diagnosis.7

2.1.7 Pemeriksaan Fisik


Sebelum Pemeriksaan fisik mata lengkap, kedua pH mata harus
diperiksa. Mata harus diirigasi untuk membawa pH ke kisaran yang sesuai
(7-7,2) dianjurkan untuk menunggu setidaknya lima menit setelah irigasi
sebelum memeriksa pH untuk memastikan bahwa pH tidak naik atau turun
akibat sisa partikel.1
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah
defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai
kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat
dijumpai :
a. Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai
opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
b. Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
c. Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells.
Temuan ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan
penetrasi yang lebih dalam.
d. Peningkatan tekanan intraokular
e. Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose
permukaan bola yang telah terkena trauma.
f. Inflamasi konjungtiva.
g. Iskemia perilimbus
h. Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan
kekeruhan kornea.7
10

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi
pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan
bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui
lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat
dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk
mengetahui tekanan intraocular.
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia
basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan,
kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan
pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya.7
Tabel 3. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa
No Perbedaan Trauma Trauma Kimia
Kimia Asam Basa
1 Kerusakan yang Kerusakan yang Kerusakan yang
ditimbulkan ditimbulkan ditimbulkan
lebih terbatas, lebih berat
batas tegas dan karena sudah
bersifat tidak mencapai bagian
progresif yang lebih dalam
yaitu stroma
2 Kemampuan Tidak sekuat Penetrasi bisa
penetrasi pada trauma basa terjadi lebih
organ mata dalam hingga
mencapai stroma
3 Mekanisme Koagulasi pada • Saponifikasi
terjadinya permukaan dari selular
kerusakan pada protein yang barrier
mata akan membentuk • Denaturasi
barier mucoid
• Pembengkaka
n kolagen
• Disrupsi
mukopolisakar
ida stroma
11

4 Derajat Lebih ringan Lebih berat


kerusakan karena hanya di
bagian
permukaan
5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.1.9 Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan
tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan
inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi. 8
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:
1. Irigasi yang melimpah
Sangat penting untuk meminimalkan durasi kontak dengan bahan kimia
dan menormalkan pH di kantung konjungtiva sesegera mungkin, dan
kecepatan serta kemanjuran irigasi adalah faktor prognostik yang paling
penting setelah cedera kimia. Anestesi topikal harus ditanamkan sebelum
irigasi, karena hal ini secara dramatis meningkatkan kenyamanan dan
memfasilitasi kerja sama. Spekulum tutup mungkin bisa membantu. Air
mengalir harus digunakan jika perlu untuk menghindari penundaan, tetapi
larutan buffer seimbang yang steril, seperti salin normal atau Ringer laktat,
harus digunakan untuk mengairi mata selama 15-30 menit atau sampai pH
yang terukur netral.6
2. Eversi ganda kelopak mata atas
Harus dilakukan sehingga partikel yang tertahan yang terperangkap dalam
forniks dapat diidentifikasi dan dihilangkan.
3. Debridemen
Area nekrotik epitel kornea harus dilakukan pada slit lamp untuk
mempromosikan re-epitelisasi dan menghilangkan residu kimia yang
terkait.
4. Rujuk
Ke rumah sakit biasanya akan diperlukan untuk cedera parah (grade 4±3)
untuk memastikan tetes mata yang memadai pada tahap awal.
12

Sebagian besar luka ringan (tingkat 1 dan 2) diobati dengan salep


antibiotic topikal selama sekitar satu minggu, dengan steroid topical dan
sikloplegik jika perlu. Tujuan utama pengobatan luka bakar yang lebih
parah adalah untuk mengurangi peradangan, meningkatkan regenerasi
epitel dan mencegah ulserasi kornea. Untuk cedera sedang hingga berat,
tetes bebas pengawet harus digunakan.6
a) Steroid mengurangi peradangan dan infiltrasi neutrofil, dan
mengatasi uveitis anterior. Namun, mereka juga merusak
penyembuhan stroma dengan mengurangi sintesis kolagen dan
menghambat migrasi fibroblas. Untuk alasan ini steroid topikal
dapat digunakan pada awalnya (biasanya 4-8 kali sehari, kekuatan
tergantung pada tingkat keparahan cedera) tetapi harus dihentikan
setelah 7-10 hari ketika ulserasi kornea steril kemungkinan besar
terjadi. Steroid dapat diganti dengan obat antiinflamasi nonsteroid
topikal, yang tidak memengaruhi fungsi keratosit.
b) Cycloplegia dapat meningkatkan kenyamanan.
c) Antibiotik topical tetes digunakan untuk profilaksis infeksi bakteri
(misalnya empat kali sehari).
d) Asam askorbat membalikkan keadaan scorbutic jaringan lokal
dan meningkatkan penyembuhan luka, mempromosikan sintesis
kolagen dewasa oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat topikal
10% dapat diberikan setiap 2 jam sebagai tambahan dosis sistemik
1-2 g vitamin C (asam L-askorbat) empat kali sehari (tidak pada
pasien dengan penyakit ginjal).
e) Asam sitrat adalah penghambat aktivitas neutrofil yang kuat dan
mengurangi intensitas respons inflamasi. Chelation kalsium
ekstraseluler oleh sitrat juga tampaknya menghambat kolagenase.
Natrium sitrat topikal 10% diberikan setiap 2 jam selama sekitar 10
hari, dan dapat juga diberikan secara oral (2 g empat kali sehari).
Tujuannya adalah untuk menghilangkan fagosit gelombang kedua,
13

yang biasanya terjadi sekitar 7 hari setelah cedera. Askorbat dan


sitrat dapat diruncingkan saat epitel sembuh.
f) Tetrasiklin adalah penghambat kolagenase yang efektif dan juga
menghambat aktivitas neutrofil dan mengurangi ulserasi. Mereka
harus dipertimbangkan jika ada pelelehan kornea yang signifikan
dan dapat diberikan baik secara topikal (salep tetrasiklin empat kali
sehari) dan sistemik (doksisiklin 100 mg dua kali sehari secara
bertahap menjadi sekali sehari). Acetylcysteine 10% enam kali
sehari adalah agen anticollagenase alternatif yang diberikan secara
topikal.7
g) Symblepharon pembentukan harus dicegah seperlunya dengan
melisiskan adhesi yang berkembang dengan batang kaca steril atau
cotton bud basah.
h) TIO harus dipantau, dengan pengobatan jika perlu; acetazolamide
oral dianjurkan untuk menghindari penambahan beban permukaan
okular lebih lanjut.
i) Cedera kulit periocular mungkin memerlukan pendapat
dermatologi.6

Tabel 4. Penatalaksanaan cedera kimia berdasarkan tingkat cedera.

• Salep antibiotik topikal (salep eritromisin atau


sejenisnya) empat kali sehari
• Prednisolon asetat 1% empat kali sehari
Grade I • Air mata buatan bebas pengawet sesuai kebutuhan
• Jika ada rasa sakit, pertimbangkan sikloplegik kerja
singkat seperti siklopentolat tiga kali sehari

• Tetes antibiotik topikal seperti fluoroquinolone empat


kali sehari
• Prednisolon asetat 1% setiap jam saat bangun selama
Grade II 7-10 hari pertama. Pertimbangkan pengurangan steroid
jika epitel belum sembuh pada hari ke 10-14. Jika
defek epitel menetap setelah hari ke-10, pertimbangkan
steroid progestasional (1% medroksiprogesteron empat
kali sehari)
14

• Sikloplegik kerja panjang seperti atropin


• Vitamin C oral, 2 gram empat kali sehari
• Doksisiklin, 100 mg dua kali sehari (hindari pada anak-
anak)
• Natrium askorbat turun (10%) setiap jam saat bangun
• Air mata buatan bebas pengawet sesuai kebutuhan
• Debridemen epitel nekrotik dan penerapan perekat
jaringan sesuai kebutuhan

• Sama dengan grade II


• Pertimbangkan operasi AMT. Ini idealnya dilakukan
Grade III
pada minggu pertama cedera.

• Sama dengan Grade II/III


• Pembedahan dini biasanya diperlukan. Untuk nekrosis
Grade IV yang signifikan, Tenonplasty dapat membantu
membangun kembali vaskularisasi limbal.

2.1.10 Operasi

A. Amniotic Membrane Transplantation (AMT)


Membran amnion mengandung matriks avaskular, yang
menghambat angiogenesis sehingga meminimalkan vaskularisasi selama
penyembuhan. Ini menunjukkan sifat anti-inflamasi, meminimalkan
jaringan parut selama proses penyembuhan sehingga dapat
mengembalikan fungsi dan penampilan.
B. Tenonplasty
Prosedur ini mencakup debridemen jaringan nekrotik yang
memadai, diikuti dengan memajukan kapsul Tenon sehat yang tersisa di
dekat limbus. 1Ini dapat dijahit sendiri atau dikombinasikan dengan AMT
atau dapat ditambah dengan perekat jaringan. Tujuannya adalah untuk
menyediakan limbus iskemik dengan jaringan ikat vaskular yang sehat
sehingga mencegah nekrosis segmen anterior dan/atau ulserasi
15

korneosklera dan pencairan sementara perbaikan jaringan dan


penyembuhan luka.
C. Debridement of Necrotic Tissue
Jaringan nekrotik bisa menyebabkan ketidakseimbangan jaringan.
Oleh karena itu, alangkah baiknya untuk membuang jaringan yang rusak.
D. Limbal Stem-Cell Transplantation (LCST)
Defisiensi sterm sel adalah komplikasi jangka panjang yang
melumpuhkan dari luka bakar kimia okular. Itu mungkin sebagian atau
seluruhnya; pusat-melibatkan atau non-pusatmelibatkan. Gejala sisa
meliputi konjungtivasi kornea, erosi epitel berulang, bekas luka, defek
epitel persisten, ulkus, pelelehan, dan perforasi.
E. Keratoplasty
Transplantasi kornea dipertimbangkan bagi mereka yang memiliki
bekas luka dan perforasi stroma yang signifikan secara visual. Baik
keratoplasti penetrasi dan keratoplasti lamellar anterior dalam dapat
diterima tetapi yang terakhir adalah pilihan yang lebih baik karena
kemungkinan penolakan yang lebih kecil. Keratoplasti dapat dilakukan
sendiri atau dikombinasikan dengan AMT. Keratoplasty tidak boleh
dijadwalkan jika LSCT diantisipasi.9

2.1.11 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya
trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada
kasus trauma kimia pada mata antara lain:
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein
dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia
3. Sindroma mata kering.
16

4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering


menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata
menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar
glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka
jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada
drainase cairan aqueous humour
6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi
jangka panjang pada trauma kimia. 1

Gambar 2.Simblefaron

Gambar 3. Phtisis Bulbi


17

2.1.12 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan
penyebab trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus
dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan
prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah
limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye
dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga
yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye
syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.
18

BAB III
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan
kedaruratan oftalmologi.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat
asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
. Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak
dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya
memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana
dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut
mata depan, bahkan sampai retina.
Penatalaksanaan awal yang terpenting pada kegawatdaruratan
trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera sampai pH mata kembali
normal. Manajemen awal yang cepat tepat dan akurat mempengaruhi
perbaikan pada pasien dan menurunkan risiko kecacatan.
19

Daftar Pustaka

1. Trief et al. 2021. Chemical (Alkali and Acid) Injury of the Conjunctiva
and Cornea. American Academy of Ophtalmology
2. Subagio Serafina; Trauma Kimia Asam Okuli Dextra, Vol. 6. No.1
Juni 2019, Journal Argomedicine

3. Putri Diptha R, Himayani R. Diagnosis Tatalaksana Luka Bakar Pada


Mata. 2020. Vol. 8. No.2, JIMKI
4. Dasrinal; Trauma Kimia Pada Mata, Vol.4 No.3, September 2021
Collaborative Medical Journal (CMJ) E-ISSN: 2615-6741
5. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2019
6. Jack J Kanski, 2015, Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach
8th Edition, Elsevier, Saunders Ltd. p 51-58

7. Utomo et al. Case report: Trauma Kimia Okuli Roper-Hall Derajat IV


Bilateral. Ophthalmol Ina 2021;47(2):25-34.
8. Baxter R, Hastings N, Law A, Glass EJ. Vaughan&Asbury’s General
Opthalmology. 19th ed. Vol. 39, Animal Genetics. McGraw Hill
Education; 2018. 178 p.

9. Solaeimani M, Naderan M. Management Strategies of Ocular


Chemical Burns: Current Perspective. 2020. Dove press

Anda mungkin juga menyukai