Oleh:
Sita Nuraini
NIM. 1930912320107
Pembimbing :
BANJARMASIN
Maret, 2022
DAFTAR ISI
Halaman
A. Definisi .............................................................................. 3
B. Epidemiologi ..................................................................... 3
D. Diagnosis ........................................................................... 6
E. Tatalaksana ........................................................................ 11
F. Komplikasi ......................................................................... 26
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
dalam beberapa menit dan hari setelah trauma awal akan menentukan perjalanan
klinis dan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Setelah terjadi trauma kimia,
tujuan terapi adalah untuk mengembalikan permukaan mata menjadi normal dan
kejernihan kornea. Jika terdapat jaringan parut kornea yang luas, pencangkokan
Secara epidemiologi, luka bakar akibat trauma kimia pada mata terjadi sekitar
22% dari semua trauma pada mata. Beberapa penelitian menunjukkan insidensi
trauma mata lebih sering terjadi pada laki-laki dan anak-anak usia 1-2 tahun
meningkat dua kali lipat dari pada orang dewasa. Meskipun hampir semua bahan
kimia dapat menyebabkan trauma pada mata, cedera serius umumnya disebabkan
oleh senyawa basa kuat atau asam kuat. Trauma asam cenderung lebih ringan
penetrasi zat asam ke lapisan yang lebih dalam. Kontraksi kornea dan sklera dapat
trabekulum dan debris inflamasi. Inflamasi konjungtiva dan rusaknya sel goblet
forniks.2,3,4
1
Universitas Lambung Mangkurat
Dibandingkan bahan asam, trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan
menembus kornea. Tujuan utama terapi pada trauma kimia okuli adalah untuk
mengembalikan struktur anatomi permukaan bola mata dan fungsi visual. Irigasi
daerah terkena trauma kimia merupakan tindakan segera yang harus dilakukan.5
2
Universitas Lambung Mangkurat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
penanganan segera, evaluasi, dan perawatan intensif. Trauma kimia terjadi akibat
terpaparnya bahan kimia yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur
bola mata. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 atau zat basa
pH > 7. Penanganan yang dilakukan dalam beberapa menit dan hari setelah trauma
awal akan menentukan perjalanan klinis dan dapat mencegah komplikasi lebih
lanjut. Setelah cedera kimia, tujuan terapi adalah untuk mengembalikan permukaan
B. Epidemiologi
Secara epidemiologi luka bakar akibat trauma kimia pada mata mencakup 22%
dari semua trauma pada mata. Trauma tersebut dapat terjadi pada berbagai keadaan,
baik karena trauma tidak sengaja contohnya paparan atau kontak yang tidak
disengaja di rumah, tempat kerja, sekolah maupun karena tindak kejahatan yang
disengaja. Trauma ini banyak terjadi di laboratorium industri kimia, pabrik mesin,
buruh, dan pekerja bangunan. Kejadian trauma kimia pada mata lebih sering terjadi
pada laki-laki dan lebih sering terjadi pada anak-anak usia 1-2 tahun dibanding
orang dewasa. Akan tetapi beberapa penelitian mengatakan trauma kimia mata juga
3
Universitas Lambung Mangkurat
Trauma kimia pada mata secara umum disebabkan paling sering oleh basa, dan
sisanya oleh asam maupun alkohol. Luka bakar oleh karena asam paling sering
disebabkan oleh asam sulfat, karena zat ini banyak ditemukan pada bahan
pembersih industrial dan baterai mobil. Luka bakar oleh karena basa paling sering
disebabkan oleh amonia yang umumnya ditemukan pada pupuk serta alat
pendingin.3,6
Trauma kimia terjadi akibat dari zat asam, basa atau netral. Sekitar 60% terjadi
karena trauma basa. Penyebab umum dari trauma kimia dapat dilihat pada Gambar
1 dan 2.6,7
Bahan cair atau padat dengan bahan basa atau asam dapat menyebabkan luka
bakar pada mata. Basa sangat terkenal karena kerusakan parah pada jaringan okular.
4
Universitas Lambung Mangkurat
Perbedan efek antara trauma asam dan basa terletak pada mekanisme kerjanya.
lebih lanjut dari agen pengganggu ke dalam struktur mata dibawahnya. Sebaliknya,
zat basa mengandung gugus hidroksil yang menyabunkan asam lemak yang
terbungkus dalam membran sel superfisial. Setelah fungsi membran sel terganggu,
kematian sel terjadi kemudian dan agen pengganggu lebih efisien mencapai
enzim ini diproduksi oleh sel epitel dan sel imun yang rusak atau beregenerasi yang
Trauma asam sama merusaknya dengan basa pada luka bakar yang parah.
Bahan kimia biasanya lebih aktif pada suhu yang lebih tinggi. Cairan lebih mudah
diirigasi dan dikeluarkan dari mata, berbeda dengan partikel padat yang dapat
Ketika bahan kimia mencapai bilik mata depan, ia bersirkulasi melalui air dan
didenaturasi dan menyusut sehingga saluran keluar terhambat dan TIO meningkat
5
Universitas Lambung Mangkurat
meskipun telah diobati, sehingga dapat menjadi alasan utama glaukoma dalam
jangka panjang.10
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Tingkat keparahan cedera mata tergantung pada empat faktor yaitu toksisitas
penetrasi bahan kimia dan luas area yang terkena. Oleh karena itu penting untuk
menggali tentang empat riwayat tersebut. Pasien harus ditanya kapan cedera terjadi,
apakah mereka membilas mata setelah itu dan untuk berapa lama, mekanisme
cedera, jenis bahan kimia yang terciprat ke mata, dan apakah mereka telah memakai
pelindung mata. Sangat penting jika didapatkan kemasan bahan kimia. Seringkali
ada informasi produk pada kemasan ini termasuk komposisi kimianya. Gejala yang
paling sering terjadi adalah nyeri hebat, epiphora, blepharospasm dan penurunan
visus.7
2. Pemeriksaan Fisik
tidak dalam kisaran fisiologis, maka mata harus diirigasi untuk membawa pH ke
kisaran yang sesuai (antara 7 dan 7,2). Disarankan untuk menunggu setidaknya lima
naik atau turun akibat partikel yang tersisa. Pemeriksaan fisik harus digunakan
untuk menilai luas dan dalamnya cedera. Tingkat keterlibatan kornea, konjungtiva
dan limbal harus dinilai, karena dapat digunakan untuk memprediksi hasil visual
akhir pasien.7
6
Universitas Lambung Mangkurat
Fisura palpebra harus diperiksa dan forniks harus disapu selama pemeriksaan
awal. Baik konjungtiva palpebra dan bulbar harus diperiksa dengan fluorescein di
bawah cahaya biru kobalt. Partikulat yang tertahan dapat menyebabkan kerusakan
Dua skema klasifikasi utama untuk luka bakar kornea adalah klasifikasi Roper-
pada derajat keterlibatan kornea dan iskemia limbal. Klasifikasi Dua didasarkan
konjungtiva. Dalam uji coba terkontrol secara acak dari luka bakar akut, klasifikasi
Dua ditemukan lebih unggul dari Roper-Hall dalam memprediksi hasil pada luka
bakar yang parah. Namun, kedua skema klasifikasi umumnya digunakan dalam
praktik sehari-hari.7
7
Universitas Lambung Mangkurat
Tabel 2.3 Klasifikasi Roper-Hall dan Dua.7
8
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.2 Grade II Setelah 1 Minggu Pasca Trauma.7
9
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.5 Luka Bakar Basa Berat. Gambaran putih pada mata terlihat karena
iskemik pembuluh darah konjungtiva. Foto diambil satu minggu setelah trauma.7
Strategi manajemen harus didasarkan tidak hanya pada tingkat keparahan luka
bakar tetapi juga pada staging kondisi pasien. Tahapan tersebut antara lain sebagai
berikut:1,7
Akut (hari 1-7) : Minggu pertama setelah fase langsung. Pada tahap akut, sisa-
sisa sel punca limbal mencoba mengisi kembali defek epitel di atas stroma
kornea. Tahap ini sangat penting karena enzim proteolitik yang larut dalam air
mata dan enzim yang diturunkan dari sel imun dapat dibawa ke stroma melalui
defek epitel dan mengakibatkan penipisan stroma dan perforasi pada tahap
selanjutnya.
Early reparative (hari ke 8-21) : Minggu ke-2 dan ke-3 setelah paparan
Late reparative (setelah hari ke 21) : Tahap ini merupakan komplikasi yang
paling parah dari luka bakar kimia pada mata, kecuali telah mendapatkan
10
Universitas Lambung Mangkurat
penanganan dan penilaian prognosis yang baik pada awalnya. Mata kering
E. Tatalaksana
Langkah pertama saat terjadi trauma kimia pada mata adalah dengan
melakukan irigasi terus-menerus. Irigasi dilakukan lebih dulu tanpa mencari zat
penyebab terjadinya trauma kimia. Irigasi tersebut harus dilakukan hingga zat kimia
Pemantauan pH ini bisa dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus. Pada luka
intracaeral. Irigasi juga dapat dilakukan saat prehospital dengan menggunakan air
bersih, hal ini terbukti mengurangi keparahan luka bakar pada trauma kimia.12
11
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.6 Manajemen Strategi pada Trauma Kimia.
Epitel utuh memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas stroma karena
secara efektif dapat menghambat zat kimia mencapai lapisan di bawahnya. Hal ini
1) Air mata buatan (Artificial Tears), dapat mengurangi defek epitel yang persisten
2) Fibronectin dan Laminin, pada model uji hewan dikatakan kedua zat ini dapat
3) Epidermal Growth Factor, faktor ini dapat meningkatkan proliferasi dari epitel
dan keratosit pada model uji hewan namun pada manusia masih sangat sedikit
4) Retinoic Acid, atau vitamin A merupakan zat penting untuk perkemangan dan
12
Universitas Lambung Mangkurat
percobaan pada hewan pemberian tetes mata retinol palminate (1500 IU/mL)
metalloproteinase. Zat ini menghambat migrasi dari sel neutrofil ke tempat luka.
8) Askorbat, pada saat terjadi trauma basa kadar askorbat menurun sebagai respon
yang kaya berbagai faktor pertumbuhan, sitokin, dan vitamin, dan telah terbukti
vaskularisasi kornea dan kerusakan limbal. Dalam uji klinis acak dengan luka
bakar kimia sedang hingga berat, kemanjuran 20% serum tali pusat terbukti lebih
unggul daripada 20% serum autologus atau air mata buatan dalam hal
13
Universitas Lambung Mangkurat
pengurangan gejala akut, penyembuhan cacat epitel, kejernihan kornea, dan
serum menciptakan plasma kaya trombosit (PRP) yang mungkin lebih efisien
direkomendasikan agar semua mata dengan klasifikasi grade III hingga VI Dua
menerima setidaknya satu jenis obat tetes mata biologis setiap 2 jam selama
sebulan mulai dari stadium akut dan dilanjutkan dengan pelan-pelan sampai
Kontrol inflamasi3
imun seperti neutrofil. Inflamasi pada fase ini memungkinkan terjadi dua hal yaitu
pengurangan jumlah sel goblet, meningkatkan stabilitas membran basal dan sel
endotel, mengurangi migrasi sel imun ke dalam luka dan mencegah degranulasi
dan preparat vitamin C akan mencegah ulserasi kornea yang diinduksi steroid.
14
Universitas Lambung Mangkurat
deksametason 0,1% setiap 2 jam pada stadium akut. Selanjutnya dapat
kortikosteroid penggunaan derivat ini masih kurang bermakna. Bukti kuat pada
3. Sitrat, natrium sitrat adalah penghambat kuat migrasi kolagenase dan leukosit.
dan prognosis yang lebih baik. Pada hewan coba, sitrat 10% topikal terbukti
lebih efektif daripada askorbat dan NAC. Saat ini, pemberian sitrat 10% topikal
hewan uji menghasilkan efek yang baik sebagai profilaksis untuk mencegah
Pencegahan komplikasi3,15
Trauma pada mata dapat menyebabkan komplikasi yang berat. Kornea dengan
defek pada epitel sangat rentan terjadi infeksi sekunder. Oleh karena itu, profilaksis
harus segera dilakukan uji kultur dan sensitivitas, setelah itu harus diberikan
pengobatan empiris segera. Pemantauan dari tekanan intraokular juga harus selalu
meningkat akibat kerusakan akibat trauma kimia yang menyebabkan gangguan dari
15
Universitas Lambung Mangkurat
anyaman trabekula dan menyebabkan kontraktur pada sklera. Tekanan intraokular
intervensi bedah. Semakin tinggi grading trauma maka semakin tinggi juga resiko
perlu diperhatikan bahwa obat anti-glaukoma dapat menjadi bahan toksik bagi
menangani kasus yang parah. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah terjadinya
sinekia posterior dan glaukoma skunder, pada kasus ini obat siklopegik dapat
mencegah dan mengatasi sinekia terseut. Siklopegik topikal dapat mengatasi nyeri
ringan akibat spasme badan siliaris, tetapi obat sistemik mungkin diperlukan pada
2. Tatalaksana Pembedahan3
Terapi pembedahan dilakukan jika trauma mencapai grade III hingga VI pada
klasifikasi Dua. Namun pada setiap grading trauma kimia, intervensi bedah
amnion yang mengelilingi fetus. Amniotik membra terdiri dari epitel kuboid
tunggal yang berada di atas membran basal. Membran basal tersebut mengandung
kolagen (tipe 4 dan 7), laminin (tipe 1 dan 5) dan fibronektin yang menyediakan
tempat untuk perkembangan sel epitel kornea. Dibawah membran basal terdapat
16
Universitas Lambung Mangkurat
lapisan yang disebut stroma yang terdiri dari jaringan ikat seluler yang berguna
untuk perbaikan epitel dan memproduksi berbagai macam growth factor yang
penting untuk proliferasi dan perbaikan dari stem sel kornea serta menghambat
produksi dari jaringan fibrotik yang dibuat oleh fibroblast. Beberapa penelitian
dapat dilakukan dengan satu layer atau multipel layer, layer tersebut dapat
tersebut dapat dibiarkan tanpa batasan waktu ataupun dapat dilepas setelah
okular, forniks, margin kelopak mata atau hanya menutupi area yang mengalami
ditutup dengan lensa perban untuk waktu tertentu. AMT memberikan kenyamanan
bagi pasien karena mengurangi rasa sakit, fotofobia dan epiforia. Beberapa penulis
klasifikasi Dua.16
17
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.7 Amniotic Membrane Transplant (AMT).
b) Tenoplasti
Pada kasus luka bakar kimia yang parah dimana terjadi gangguan pada
pembuluh darah limbal, maka tenoplasti merupakan salah satu pilihan. Prosedur ini
pengembangan kapsul tenon yang sehat dan berdekatan dengan limbus. Prosedur
ini dapat dilakukan tunggal atau dikombinasikan dengan AMT. Tujuannya adalah
untuk menyediakan pasokan darah sehingga tidak terjadi nekrosis segmen anterior
18
Universitas Lambung Mangkurat
Sebagian besar trauma kimia pada mata disebabkan oleh iskemik limbal dan
hilangnya sel punca. Sel punca berguna untuk repopulasi dari epitel kornea. LST
dapat digunakan untuk mengganti sekelompok sel tersebut. Autograft limbus dapat
berasal dari mata kontralateral yang sehat jika hanya satu mata yang terkena trauma.
Ketika kedua mata terluka maka transplantasi didapatkan dari donor yang masih
pada luka bakar kornea. Epiel didapatkan dari mukosa buccal pasien sendiri
19
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.9 Cultivated oral mucosal epithelial transplantation (COMET).
bekas luka luas hingga ke stroma dan perforasi yang signifikan. Penetrating
keratoplasty (PK) dan deep anterior lamellar keratoplasty (DALK) dapat dilakukan
pada kasus trauma kimia. Keratoplasti dapat dilakukan tanpa atau bersamaan
dengan AMT. Namun untuk pasien yang telah dilakukan LSCT paling tidak harus
ditunda selama tiga bulan pasca LSCT. Keratoprostesis dapat diindikasikan jika
prosedur keratoplasti telah gagal atau keberhasilannya sangat rendah. Pada pasien
dengan produksi air mata yang minimal, keratopeostesis tipe 1 Boston (B1-Kpro)
dapat dilakukan terutama jika ingin dikombinasikan dengan LSCT dan prosedur
rekonstruktif lainnya. Jika pada pasien dengan mata yang sangat kering dan
keratinisasi yang parah, atau kasus dimana terjadi disfungsi kelopak mata yang
parah maka dapat dilakukan keratoprostesis Boston tipe 2 (B2-KPro) atau osteo-
odonto-keratoprostesis (OOKP).
20
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.10 Penetrating Keratoplasty (PK).
3. Terapi Lainnya
a) Terapi Oksigen
diberikan selama 1 jam setiap 12 jam menghasilkan epitelisasi yang lebih cepat dan
21
Universitas Lambung Mangkurat
Jika perforasi kornea kecil (<3 mm) terjadi pada luka bakar kimia, maka fibrin
glue dan cyanoacrylate adhesive dapat diberikan untuk menutup luka perforasi.
Fibrin glue lebih sering digunakan karena menyebabkan lebih sedikit peradangan
dibanding cyanoacrylate adhesive. Jika pada kasus belum terdapat perforasi tetapi
bandage contact lens dapat digunakan. Penggunaan fibrin glue dapat dibiarkan
hingga terlepas secara spontan atau telah terjadi perbaikan vaskularisasi ocular.
c) Terapi Anti-angiogenik
faktor pertumbuhan endotel (anti-VEGF) telah dicoba pada penelitian pada hewan
dan manusia. Namun, korelasi klinisnya memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada
luka bakar yang parah, para ahli memilih untuk meningkatkan angiogenesis karena
22
Universitas Lambung Mangkurat
Tabel 2.4 Tatalaksana Trauma Kimia pada Mata Sesuai Onset Trauma
4. Rekomendasi tatalaksana3
Grade I
Pemberian antibiotik salep (eritromisin atau yang lainnya) empat kali sehari
Jika terdapat nyeri dapat diberikan siklopegik short acting seperti cyclopentolate
Grade II
23
Universitas Lambung Mangkurat
Prednisolone asetat 1% setiap jam selama pasien terbangun kira-kira 7-10 hari.
Jika epitel belum membaik hingga hari ke 10-14 maka lakukan tappering off.
Jika defek epitel terus memburuk pada hari ke 10 maka pertimangkan steroid
Grade III
Grade IV
Terapi operatif segera sangat diperlukan. Untuk nekrosis yang sangat signifikan
permukaan okular.
Fase inisial (hari ke 0), temuan klinis bervariasi sesuai dengan keparahan trauma.
24
Universitas Lambung Mangkurat
Fase akut (hari ke 0-7), pertumbuhan kembali epitel mulai terlihat jika masih ada
stem sel limbal yang tidak rusak. Tatalaksana harus berfokus untuk mendorong
Fase early repair (hari ke 7-21), epitel kornea dan konjungtiva serta keratosit
re-epitelisasi yang sempurna sedangkan pada kerusakan berat akan terlihat defek
epitel yang persisten. Kolagenase meningkat pada hari ke 14-21 dan sintesis
Fase late repair (setelah hari ke 21), pada kerusakan ringan dimana sel limbal
masih intak maka akan terjadi perbaikan sempurna. Pada trauma grade II dimana
dari kornea. Pada kerusakan yang lebih parah dapat terjadi gangguan para proses
yang permanen. Pada kasus kerusakan yang sangat parah, bahkan manajemen
25
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 2.12 Hasil Akhir dari Trauma Grade II dengan Fokal Konjungtivalisasi.
F. Komplikasi7
1. Glaukoma
Glaukoma cukup sering terjadi setelah trauma okular, dengan frekuensi sekitar
15-55% pada seluruh pasien dengan luka bakar kimia berat. Mekanisme glaukoma
pasca trauma, debris inflamasi yang berada pada trabecular meshwork dan
kerusakan dari trabecular meshwork. Pada klasifikasi Roper-Hall grade III atau IV
2. Mata Kering
berkurangnya atau bahkan sampai tidak adanya mucus pada tear film. Hal ini
26
Universitas Lambung Mangkurat
Trauma kimia dapat menyebabkan kerusakan secara langsung pada konjungtia
27
Universitas Lambung Mangkurat
BAB III
PENUTUP
Trauma kimia terjadi akibat terpaparnya bahan kimia yang bersifat asam atau
basa yang dapat merusak struktur bola mata. Trauma kimia diakibatkan oleh zat
asam dengan pH < 7 atau zat basa pH > 7. Tingkat keparahan cedera mata
tergantung pada empat faktor yaitu toksisitas bahan kimia,berapa lama bahan kimia
bersentuhan dengan mata, kedalaman penetrasi bahan kimia dan luas area yang
terkena.
Penanganan yang dilakukan dalam beberapa menit dan hari setelah trauma
awal akan menentukan perjalanan klinis dan dapat mencegah komplikasi lebih
lanjut. Setelah cedera kimia, tujuan terapi adalah untuk mengembalikan permukaan
mata menjadi normal dan mengembalikan kejernihan kornea. Langkah pertama saat
terjadi trauma kimia pada mata adalah dengan melakukan irigasi terus-menerus.
Terapi pembedahan dilakukan jika trauma mencapai grade III hingga VI pada
klasifikasi Dua. Namun pada setiap grading trauma kimia, intervensi bedah
28
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR PUSTAKA
5. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia; 2019.
6. Haring RS, Sheffield ID, Channa R, Canner JK, Schneider EB. Epidemiologic
trends of chemical ocular burns in the United States. JAMA Ophthalmol.
2016;134(10):1119.
8. Said DG, Dua HS. Chemical burns acid or alkali, what’s the difference? Eye.
2020;34(8):1299-1300.
10. Bunker DJL, George RJ, Kleinschmidt A, Kumar RJ, Maitz P. Alkali-related
ocular burns: a case series and review. Journal of Burn Care & Research.
2014;35(3):261-268.
29
Universitas Lambung Mangkurat
13. Kim EC, Kim TK, Park SH, Kim MS. The wound healing effects of vitamin A
eye drops after a corneal alkali burn in rats. Acta Ophthalmologica.
2012;90(7):e540-546.
16. Westekemper H, Figueiredo FC, Siah WF, Wagner N, Steuhl K-P, Meller D.
Clinical outcomes of amniotic membrane transplantation in the management
of acute ocular chemical injury. Br J Ophthalmol. 2017;101(2):103-107.
18. Lin MP, Ekşioğlu Ü, Mudumbai RC, Slabaugh MA, Chen PP. Glaucoma in
patients with ocular chemical burns. American Journal of Ophthalmology.
2012;154(3):481-485.
30
Universitas Lambung Mangkurat