TOPIK 4:
PENGAWETAN KIMIA, IRADIASI PENGION, DAN
PENGAWETAN NON-THERMAL
KELOMPOK 12
ANGGOTA KELOMPOK:
ANJELITA NADIA ANDARINA 1706044824
BILLY LUKITO NEOVAN 1706044963
HARTI NINGSIH 1706987192
JENNY AZZAHRA 1806199562
VIDYA ADNINA GANDHARI 1706044944
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan summary mata kuliah
Teknologi Pangan mengenai pengawetan makanan yang berjudul “Pengawetan
Kimia, Iradiasi Pengion, dan Pengawetan Non-Thermal”.
Dalam pembuatan summary ini, banyak halangan yang dihadapi oleh
penulis, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang terlibat dalam penulisan summary ini, yaitu:
1. Dr.Eng Muhammad Sahlan, S.Si., M. Eng., selaku dosen mata kuliah
Teknologi Pangan yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian
penulisan summary.
2. Teman-teman Kelompok 12 Teknologi Pangan yang telah saling
memberikan masukan dan semangat selama proses penulisan summary.
3. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Sebagai insan yang jauh dari kesempurnaan, penulis mohon maaf jika
dalam penulisan summary ini terdapat kesalahan ataupun kata-kata yang tidak
sesuai dengan hati dan pikiran pembaca. Maka dari itu, penulis mengharapkan
kritik dan masukan dari pembaca agar dapat memperbaiki summary ini di
kemudian hari. Semoga summary ini bermanfaat sehingga ilmu pengetahuan dan
wawasan pembaca bertambah setelah membaca summary ini.
Penulis
ii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB 1 PENGAWETAN KIMIA..........................................................................1
1.1. Prinsip Pengawetan Kimia........................................................................1
1.4. Antioksidan...............................................................................................8
BAB 4 KESIMPULAN........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
iii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iv
Universitas Indonesia
BAB 1
PENGAWETAN KIMIA
1
Universitas Indonesia
2
Untuk efek waktu, biasanya diasumsikan kinetika ordo pertama (Luck dan
Jager, 1997). Pada konsentrasi agen anti-mikroba konstan, kinetika orde pertama
memiliki model log-linear:
N
−log ( )
N0
=kt
Universitas Indonesia
3
1.3.1 Garam
Garam ditambahkan ke dalam makanan untuk menambah rasa atau
pengawetan. Garam biasanya digunakan sebagai pengawet makanan terpenting,
meskipun garam tidak dianggap sebagai bahan aditif makanan. Garam
Universitas Indonesia
4
1.3.2 Pengsapan
Pengasapan adalah salah satu metode pengawetan tertua. Terutama
diterapkan pada daging, sosis, ikan, unggas, dan beberapa jenis keju. Ada dua
jenis pengasapan, yaitu pengasapan dingin pada suhu lingkungan dan pengasapan
panas pada suhu 60-100℃. Asap buatan atau aplikasi “cairan asap” ke permukaan
makanan memberikan rasa berasap dan telah terbukti memiliki beberapa efek
antimikroba. Tindakan pengawetan dengan asap disebabkan oleh tiga faktor, yaitu
sifat antimikroba zat fenolik dalam asap, pengeringan, dan inaktivasi thermal.
Garam biasanya ditambahkan selama pengasapan sehingga efek antimikroba yang
diamati harus dikaitkan dengan aksi gabungan asap dan garam. Asap dipercaya
dapat menghambat bakteri aerob karena berkurangnya kandungan oksigen
atmosfer di ruang asap. Keberadaan karbon monoksida dan karbon dioksida
dalam asap dapat berkontribusi pada tindakan penghambatan terhadap
mikroorganisme aerobik.
Universitas Indonesia
5
menonaktifkan sejumlah besar bakteri, ragi, dan jamur. Sebagai gas, karbon
dioksida dengan mudah menembus makanan berpori dan multifasa seperti daging
giling. Efektivitas antimikroba karbon dioksida tergantung pada durasi kontak,
tekanan suhu, pH, dan aktivitas air. Dalam kombinasi dengan suhu rendah, karbon
dioksida digunakan untuk menjaga kesegaran cangkang telur selama penyimpanan
jangka panjang. Gas karbon dioksida menonaktifkan mikroorganisme secara
langsung dan tidak langsung dengan menghilangkan pasokan oksigen yang cukup
dari sel, karena mikroorganisme anaerobik juga dihancurkan. Efektivitas karbon
dioksida antagonis dengan menurunkan aktivitas air, sehingga tidak adanya efek
antimikroba jika diaplikasikan pada rempah-rempah kering.
1.3.5 pH Rendah
Keasaman makanan adalah salah satu parameter utama yang mengatur
pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri lebih suka berada pada pH 6-7,5 dan juga
mentolerir kisaran yang lebih luas yaitu pH 4-9. Ragi dan jamur lebih tahan asam,
dan beberapa dapat tumbuh pada pH serendah 3,5. pH rendah telah dianggap
sebagai tanda keamanan terhadap sebagian besar patogen makanan. pH makanan
dapat diturunkan dengan penambahan asam atau dengan pembentukan asam laktat
secara in-situ melalui fermentasi. Untuk pengasaman buatan, asam makanan
(asetat, sitrat, malat, fosfat, glukonik, dll) diterapkan secara luas untuk
Universitas Indonesia
6
memungkinkan kondisi retorsi yang kurang drastik pada produk yang sensitif
terhadap panas seperti jamur kalengan.
1.3.6 Etanol
Fermentasi alcohol pada awalnya digunakan untuk pengawetan. Pada
konsentrasi yang cukup tinggi (60-70%), etanol digunakan sebagai disinfektan
dan membunuh segala jenis mikroorganisme dengan mendenaturasi protein
vitalnya. Etanol memiliki efek antimikroba pada konsentrasi yang lebih rendah
yaitu 5-20% yang tidak berpengaruh pada spora bakteri. Saat ini, penggunaan
etanol dalam pengolahan makanan sebagai pengawet tambahan sangat terbatas.
Salah satu contohnya adalah jus anggur yang diawetkan dengan penambahan
sekitar 20% etanol yang digunakan untuk memperkaya rasa manis pada jus
anggur.
Universitas Indonesia
7
rendah serupa terhadap pembusukan oleh ragi dan jamur, tetapi tidak melawan
bakteri. Kerugian dari benzoat yang aktif hanya pada pH rendah menyebabkan
perkembangan paraben, yaitu ester asam parahydroxy-benzoic yang aktif
melawan bakteri dan jauh lebih efektif melawan jamur dan ragi dalam kisaran pH
yang luas.
1.3.11 Bakteriosin
Bakteriosin adalah polipeptida yang diproduksi oleh mikroorganisme
tertentu yang memiliki sifat antimikroba terhadap mikroorganisme dari spesies
yang sama. Bakteriosin tidak disebut sebagai antibiotik karena spektrum kerjanya
yang sempit dan komposisi protein yang dapat dicerna tidak termasuk toksisitas
bagi manusia. Bakteriosin secara alami ada dalam makanan dan dalam
Universitas Indonesia
8
1.4. Antioksidan
Oksidasi merupakan salah satu prinsip utama makanan dapat memburuk.
Oksidasi makanan menyebabkan degradasi rasa, warna, aroma, dan gizi. Beberapa
proses oksidatif di makanan yaitu:
Autoksidasi lipid, menghasilkan rasa pahit dan bau anyir
Oksidasi zat fenolik terkatalisis polifenol oksidase, mengakibatkan
perubahan warna (pencoklatan enzimatik) pada buah dan sayuran
Oksidasi volatile aroma, mengakibatkan hilangnya aroma
Oksidasi pigmen karotenoid, mengakibatkan hilangnya aktivitas vitamin
A.
Oksidasi asam askorbat, mengakibatkan hilangnya aktivitas vitamin C.
Pembentukan produk akhir dengan sifat toksik
Pembangkitan senyawa karbonilik, yang menyebabkan pencoklatan non-
enzimatis.
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
adalah sebagai agen pereduksi (oxygen scavenger). Asam askorbat larut dalam air
sehingga tidak dapat digunakan untuk lemak.
Asam sitrat bukan antioksidan, namun meningkatkan keefektifan
antioksidan primer fenolik dengan mengkelat ion logam yang mengkatalisis
autoksidasi lipid. Dengan demikian, ini banyak digunakan untuk stabilisasi
minyak. Dalam kombinasi dengan asam askorbat, digunakan untuk pencegahan
pencoklatan enzimatik pada produk buah dan sayuran.
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
BAB 2
IRADIASI PENGION
→ −¿¿
A hv A +¿+e ¿
Dimana ion-ion yang terbentuk ini tidak stabil, dan dapat dengan cepat
mengalami perubahan yang menghasilkan spesi kimia lain, seperti radikal bebas,
ion lain atau molekul stabil baru. Spesies kimia baru ini, terutama radikal bebas,
bertanggung jawab atas proses biologis yang signifikan secara teknologi, seperti
penghancuran mikroorganisme, parasit, dan serangga.
Dalam praktiknya, hanya dua jenis radiasi pengion yang digunakan dalam
pemrosesan makanan. Yang pertama Berkas elektron seperti sinar beta, sinar
katoda, dan Gelombang elektromagnetik, seperti sinar γ, sinar-X. Radiasi
dicirikan oleh energi partikel atau fotonnya, biasanya dinyatakan dalam satuan
MeV (juta elektron-volt). Dimana 1 MeV sama dengan sekitar 1.6 x 10-13 J.
14
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
elektromagnetik (sinar-X) melalui efek Roentgen. Jenis utama sumber mesin yang
digunakan untuk iradiasi pengion skala industri adalah akselerator linier (Linac),
di mana “paket” elektron dipercepat melalui susunan pelat linier yang tegangan
tinggi, bergantian dalam resonansi dengan emisi berkas elektron. Kapasitas
keluaran akselerator ini dinyatakan dalam bentuk tenaga.
Jika dibandingkan antara kedua sumber ini, maka Sumber isotop lebih
murah dalam biaya modal, pemeliharaan dan pengeluaran energi. Akan tetapi,
isotop tidak dapat dimatikan maka dapat habis bahkan saat tidak digunakan,
sehingga dapat dianggap kurang aman bagi lingkungan. Sedangkan Sumber mesin
dapat dinonaktifkan saat tidak digunakan.
Universitas Indonesia
17
I =I 0 e−μx
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
N −D
log =
N 0 D 10
Tabel berikut ini menunjukkan nilai khas dari dosis pengurangan desimal
berbagai mikroorganisme. Dalam kasus tertentu, media memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap radio-resistensi mikroorganisme.
Tabel 2.3 Dosis Pengurangan Desimal dari Berbagai Mikroorganisme
Mikroorganisme Media D10 (kGy)
Spora Clostridium botulinum Buffer 3,3
Air 2,2
Salmonella typhimurium Buffer 0,2
Kuning Telur 0,8
Eschericia coli Buffer 0,1
Staphylococcus aureus Buffer 0,2
Saccharomyces cereviseae Saline 0,5
Aspergillus niger Saline 0,5
Virus kaki dan mulut Beku 13
(Sumber: Berk, 2013)
Universitas Indonesia
21
Aplikasi terpenting iradiasi pengion dalam industri pangan saat ini adalah
sebagai berikut.
a. Desinfeksi rempah dan bumbu kering.
b. Kontrol Salmonella dan E. coli pada daging giling, unggas, dan makanan laut.
c. Pra-sterilisasi bahan kemasan untuk proses aseptik.
d. Pra-perlakuan bahan mentah dari hewan untuk produksi makanan hewan.
e. Desinfeksi permukaan buah dan sayuran segar.
Universitas Indonesia
BAB 3
PENGAWETAN NON-THERMAL
Alat High Hydrostatic Pressure terdiri dari chamber bertekanan tinggi dan
pompa bertekanan tinggi. Makanan atau minuman yang telah dikemas dalam
kemasan, dimasukan ke dalam keranjang, kemudian dimasukkan ke dalam
chamber.Medium pentransmisi tekanan adalah air yang dipompa hingga memiliki
tekanan operasi pada tekanan yang berkisar antara 300-1000 Mpa. Tekanan dari
air menyebabkan tekanan isostatik pada makanan. Proses kurang lebih
berlangsung selama 1-6 menit.
22
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
Intesitas dari medan listrik didefinisikan sama dengan voltase per unit jarak
V
E= ¿)
z
Universitas Indonesia
25
Jumlah denyut,n, yang dialami oleh sel selama waktu t dapat dihitung dengan
rumus berikut
n=t /τ
Pada gambar 3.6 di atas dapat dilihat contoh peralatan PEF yang terlebih
dari tangki penyimpanan bahan mentah, chamber perlakuan, sistem pendinginan
atau penghangatan, serta tangki untuk menyimpan produk. Sistem ini memerlukan
sistem pengubah suhu karena proses denyutan listrik dapat menimbulkan kalor,
namun karena proses berlangsung sangat singkat maka kalor yang dihasilkan tidak
sebanyak yang dihasilkan pada proses preservasi termal pada umumnya. Hal ini
menyebabkan teknik ini dapat menjaga kualitas dan nutrisi dari makanan atau
minuman yang dipreservasi.
Teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti temperatur yang jauh
lebih rendah dibandingkan pasteurisasi dengan suhu tinggi, hal ini akan menjaga
nutrisi dan kualitas dari bahan yang dipreservasi. Lalu, teknik ini akan
meningkatkan permeabilitas pada sel makanan, sehingga memudahkan dalam
Universitas Indonesia
26
proses ekstraksi (contohnya pada buah). Kebutuhan energi dari proses ini
tergolong rendah yakni sekitar1-150 J/kg.
Gambar 3.7 Gambar sel L.monocytogenes a.) tidak diberi perlakuan, b.) 150 pulse (30s), c.) 900
pulse (180 s), d.) 1000 detik pencahayaan UV-C pada 254 nm
(Sumber : Bhavya & Hebbar, 2017)
Universitas Indonesia
27
Gambar 3.8 di atas ini merupakan ilustrasi alat pulse intense light yang
digunakan pada industri. Makanan yang akan dipreservasi diletakkan pada
konveyor, kemudian dengan panel kontrol, intensitas cahaya dan waktu
pencahayaan dapat diatur, generator denyut cahaya akan menghasilkan cahaya
yang akan menginaktivasi mikroorganisme. Adapun beberapa kelebihan dari
teknologi ini adalah operasi yang relatif rendah, waktu disinfeksi yang lebih
singkat, mampu membantu meningkatkan shelf life dari produk, tidak
menggunakan bahan kimia, dan tidak menghasilkan residu
Universitas Indonesia
28
memiliki waktu simpan/ shelf life 0-45 hari, lebih lama dibandingkan dengan
proses biasa.
Tabel 3.1 Contoh Aplikasi Penggunaan HHP di Industri
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN
30
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abida, J., Rayees, B. and Marsoodi, F., 2014. Pulsed light technology: a novel
method for food preservation. International Food Research Journal, 21(3),
pp.839-848.
Abbas Syed, Q., 2017. Pulsed Electric Field Technology in Food Preservation: A
Review. Journal of Nutritional Health & Food Engineering, 6(6).
Ahmad, S., Branen, A.L., 1981. Inhibition of mold growth by butylated
hydroxyanisole. J. Food Sci. 46 (4), 1059 1063.
Alam, S., Shah,H.U.,Magan,N., 2010. Effect of calcium propionate andwater
activiy on growth and aflatoxin production by Aspergillus flavus. J. Food
Sci. 75 (2),M61 M64.
Bae,Y.Y.,Kim,N.H.,Kim,K.H.,Kim,B.C.,Rhee,M.S.,2011a.Supercritical carbon
dioxide as apotential intervention in ground pork decontamination.
J.FoodSaf.31 (1),48 53.
Bargiota, E., Rico-Mun˜oz, E., Davidson, P.M., 1987. Lethal effect of methyl and
propyl parabens as related to Staphylococcus aureus lipid composition.
Intl J. FoodMicrobiol. 4 (3), 257 266.
Berk, Zeki. 2013. Food Process Engineering and Technology. Second Edition.
AS: Academic Press.
Bhavya, M. and Umesh Hebbar, H., 2017. Pulsed light processing of foods for
microbial safety. Food Quality and Safety, 1(3), pp.187-202.
Delves-Broughton, J.1990. Nisin and its uses as a food preservative. Food
Technol. 100-112.
Erkmen, O. and Doǧan, C., 2004. Kinetic analysis of Escherichia coli inactivation
by high hydrostatic pressure in broth and foods. Food Microbiology,
21(2), pp.181-185.
hydrofreshhpp.com. 2020. Benefits Of HPP | High Pressure Processing | Clean
Label & Safer Food. [online] Available at:
<https://hydrofreshhpp.com/what-is-hpp/benefits-of-hpp/> [Accessed 14
November 2020].
31
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia