Pembimbing:
dr. Surjit Singh MBBS, Sp. F (K), DFM
Oleh:
1. I Nyoman Gandhi (20360248)
2. Muhammad harmono (20360201)
3. M. taufik ukhrowi (20360254)
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehendak dan Karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul ” TRAUMA
ASAM DAN BASA
”. Penyusunan tugas paper ini di maksudkan untuk mengembangkan
baik berupa petunjuk, bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada dr.
Surjit Singh MBBS, Sp. F (K), DFM selaku pembimbing dalam kepaniteraan
dari ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
Akhir kata semoga paper ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
kasus menyebabkan terjadinya kontraktur dan jaringan parut hipertropi, sekitar 86%
kasus membutuhkan penanganan operatif, 67% kasus membutuhkan skin graft, 11%
membutuhkan flap cover, 1% membutuhkan amputasi tangan, dan 3% kasus mengalami
kematian.(3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan, sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah
suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Berdasarkan sifat
serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat mekanik
misalnya kekerasan oleh benda tajam, benda tumpul atau tembakan senjata api,
kekerasan yag bersifat fisika misalnya suhu, petir, listrik, akustik dan radiasi dan
kekeasan yang bersifat kimia seperti asam atau basa kuat.(1)
Trauma kimia bisa disebabkan oleh asam atau basa yang kontak langsung dengan
jaringan. Asam didefinisikan sebagai donor proton (H +), dan basa didefinisikan sebagai
akseptor proton (OH). Basa juga dikenal sebagai alkali. Kedua asam dan basa dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan pada suatu kontak dengan anggota
tubuh. Kekuatan asam didefinisikan oleh seberapa kuat ia mengikat proton. Kekuatan
asam dan basa didefinisikan dengan menggunakan skala pH kurang dari 2, sedangkan
basa membutuhkan pH 11,5 atau lebih untuk dapat melukai jaringan.
Trauma kimia sebenanya hanya merupakan efek korosi dari asam kuat dan basa
kuat. Asam kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi
yang kering, keras seperti kertas perkamen, sedangkan basa kuat bersifat membentuk
reaksi penyabunan intra sel sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan
akan terus berlanjut sampai dalam. Karena biasanya bahan kimia asam atau basa terdapat
dalam bentuk cair (larutan pekat), maka bentuk luka biasanya sesuai dengan mengalirnya
bahan cair tersebut.
Trauma zat kimia (luka bakar) korosif asam dan basa konsentrasi kuat dapat
terjadi karena kesengajaan maupun ketidak sengajaan misalnya kelalain kerja,
kecelakaan, anakanak yang menelan zat korosif secara tidak sengaja. Asam bersifat
korosif pada konsentrasi yang tinggi, bersifat iritan pada konsentrasi yang sedang, dan
bersifat perangsang pada konsentrasi rendah. Luka akibat zat asam kuat menyebabkan
“nekrosis koagulasi” pada jaringan yang terkena, koagulan ini kemudian akan membatasi
penetrasi lebih dalam ke jaringan.(2)
2) Asam sulfat
Asam sulfat adalah zat kimia yang sering digunakan pada proses manufaktur dan
reagen yang penting dalam laboratorium. Sumber keracunan biasanya pada
industri dan laboratorium. Asam sulfat memiliki sifat fisik tidak berwarna, tidak
berbau, ridak mudah terbakar pada udara terbuka, jika ditambah air menghasilkan
panas, jika mengenai benda bersifat organik seperti kulit akan mengakibatkan
Gambar 2. Luka akibat Asam sulfat
3) Asam nitrat
Asam nitrat digunakan secara luas pada proses manufaktur dan reagen yang
penting dalam laboratorium. Sumber keracunan dari industri, pabrik bahan
peledak, dan laboratorium. Asam nitrat memiliki sifat fisik merupakan cairan
bening tidak berwarna. Asam nitrat yang berwarna merah kekuningan adalah
asam nitrat dipasaran yang mengandung nitrogen oksida. Dalam bentuk yang
tekonsentrasi, asam ini dapat menghancurkan bahan organik dengan cara oksidasi
dan reaksi xanthoproteic. Asam nitrat ini akan menimbulkan kerusakan mukosa
dan meninggalkan bekas berupa cetakan kuning kecoklatan di mukosa.
4) Asam asetat
Sumber keracunan dari industri, laboratorium, biasanya digunakan sebagai bahan
utama dari asam cuka. Larutan asam asetat glacial 99% yang digunakan pada
laboratorium kimia, dan merupakan zat korosif kuat serta asam yang berbau
menyengat dan khas. Keracunan sering kali disebabkan karena menghirup asap
dari asam asetat. Sifat fisik asam nitrat memiliki sifat tidak bewarna, pada asam
cuka berupa cairan yang berwarna kekuningan, berbau tajam dan khas.
2) Kalium hidroksida
Kalium hidroksida memiliki sifat fisik berupa zat padat berwarna putih keabuan,
larut dalam air, perabaan licin dan rasanya pahit. Zat ini memiliki sifat korosif
yang kuat dan akan memberikan efek terbakar pada kulit sebagaimana pada
saluran gastrointestinal. Sumber keracunan dari laboratorium, industri teutama
pabrik sabun. Pada sebagian besar kasus adalah suicidal dan kecelakaan dengan
cara menelan zat tersebut. Pada kasus yang jarang adalah homicidal pada anak
yang dipaksa menelan zat tesebut.
3) Natrium hidroksida
Sodium hidroksida, NaOH dan soda kaustik adalah nama lain dari natrium
hidroksida. Cairan konsentrat yang terdiri dari natrium hidroksida ditambah
dengan sodium hidroksida dan sodium karbonat jika ditelan pada kasus bunuh diri
atau tertelan oleh anak-anak, dapat menyebabkan kematian oleh karena kerusakan
yang parah pada saluran gastrointestinal. Dalam beberapa hal, cairan tesebut dapat
dilempar kearah wajah atau tubuh individu untuk menimbulkan luka seperti luka
bakar dan juga menimbulkan perlukaan pada kornea.
Gambar 6. Luka akibat soda kaustik
2.3 Patomekanisme
Zat korosif adalah unsur yang menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang
terkena zat tersebut, akibat koagulasi protoplasma, pengendapan dan penguraian protein
(6),(8)
serta penyerapan air. Karena bahan kimia asam atau basa terdapat dalam bentuk cair
( larutan pekat), maka bentuk luka sesuai dengan mengalirnya bahan cair tersebut.(5)
Penemuan paska mortal tidak serta merta memberikan gambaran akan waktu
kematian, mengingat asam atau basa kuat akan terus merusak jaringan sehingga perforasi
akan sering didapat pada penampakan post mortal.
1. Asam kuat
Asam adalah donor proton yang melepaskan ion hidrogen dan mengurangi pH
menjadi nilai serendah 0. Ion hidrogen bebas memfasilitasi hidrolisis ikatan amida yang
menyebabkan struktur protein runtuh. Asam dengan pKa kurang dari 2 (yaitu asam kuat)
dapat menghasilkan nekrosis koagulasi dengan pembentukan bekas luka pada jaringan
nekrotik. Nekrosis koagulasi menghasilkan perubahan jaringan yang cepat yang meliputi
konsolidasi jaringan ikat yang longgar, trombosis pembuluh darah, ulserasi, fibrosis, dan
Ketidakmampuan cairan lambung untuk menetralisir zat ini berkontribusi pada timbulnya
lesi di lambung dan usus, selain mulut dan kerongkongan. Bila tidak ditangani dengan
bilasan lambung dalam 30 menit, dapat terjadi nekrosis koagulatif dengan ketebalan yang
maksimal. Pada luka bakar yang parah, trombosis mikrovaskular dapat menjadi menebal,
yang dapat menyebabkan perut atau organ lainnya mengalami perforasi, yaitu dalam
keadaan puasa dan 24 jam setelah tertelan.(9)
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan asam sehingga mengakibatkan luka ialah: (4)
Menarik air dari jaringan, sehingga luka terlihat kering dengan perabaan keras dan
kasar.
Mengkoagulasi protein menjadi asam albuminat.
Mengubah hemoglobin menjadi asam hematin, sehingga berubah warna menjadi
coklat kehitaman. Kecuali yang disebabkan oleh asam nitrat berwarna kuning
kehijauan.
Gangguan post mortem luka tergantung pada: (4)
Kepekatan asam
Banyaknya asam yang digunakan.
Lamanya pasien dapat bertahan sejak meminum asam kuat tersebut.
Jika kematian dapat terjadi dengan singkat, maka dapat ditemukan: (4)
Tanda-tanda korosi dan kerusakan pada mulut, tenggorokan, esofagus dan
lambung. Bentuknya bisa berupa sedikit erosi sampai merupakan bercak
kerusakan yang luas.
Bisa dijumpai perforasi lambung yang mengakibatkan keluarnya isi lambung
kedalam rongga peritoneum. Dapat pula terjadi kerusakan pada organ peritoneum
atau pada organ-organ abdomen.
2. Basa kuat
Senyawa alkali/basa mencederai jaringan dengan tiga mekanisme utama:
(i) Mereka bergabung dengan lemak untuk membentuk sabun (saponifikasi
lemak) melalui reaksi eksotermik, menghasilkan sejumlah besar panas,
yang menyebabkan kerusakan jaringan parah. Penghancuran lemak
mengakibatkan peningkatan penetrasi air dari luka bakar karena
alkasi/basa, merusak fungsi lemak sebagai barier air
(ii) Mereka mengambil air yang cukup besar dari sel menyebabkan kerusakan
karena sifat higroskopis dari alkali;
(iii) Menerima ion hidrogen (proton) dari ikatan amida dari protein dengan
hidroksilasi, yang menyebabkan hidrolisis protein dan oleh karena itu
disolusi jaringan membentuk proteinase basa, yang mengandung ion
hidroksil (OH) yang dapat menyebabkan reaksi kimia lebih lanjut dan
memicu cedera yang lebih dalam pada jaringan.
Paparan zat korosif alkali seperti sodium hidroksida (NaOH), berakibat penetrasi
jaringan yang disebabkan oleh disosiasi OH- yang menimbulkan nekrosis liquefaktif.
Nekrosis liquefaktif berakibat disolusi protein, destruksi kolagen, saponifikasi lemak,
emulsifikasi membran sel, trombosis transmural dan kematian sel. (4),(7)
Paparan zat alkali pada mata menyebabkan defek pada epitel kornea mata dan
menembus kedalam mata secara cepat.
Gambaran post mortem luka akibat basa meliputi: (4)
Tanda-tanda korosi tidak begitu jelas seperti yang disebabkan oleh asam.
Apabila tertelan akan timbul tanda-tanda korosif pada saluran cerna dengan gejala
berupa nyeri pada mulut, esofagus dan epigastrium. Hipersalivasi, muntah disertai
bagian mukosa lambung dan darah. Seringkali suara serak karena edema glotis.
Sistem pencernaan menunjukkan bercak-bercak yang mengalami inflamasi dan
nekrosis.
Bila terhirup akan mengakibatkan peradangan berat pada saluran pernapasan.
Saluran pernapasan berwarna kekuningan, purulen dan terjadi
laringitispseudomembran, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Gejalanya
adalah nyeri dada, batuk berat, spasme glotis dan tanda-tanda infeksi paru-paru.
Terdapat bentuk basa kuat dalam bentuk gas yang mengakibatkan iritasi kornea
dan konjungtiva jika kontak dengan mata.
Perforasi jarang sekali terjadi.
Traktus respiratorius bagian atas dapat mengalami sumbatan.
Trauma mata akibat bahan basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina Trauma basa
akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat
pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. pH lebih
besar dari 10 menghancurkan epitel kornea, memungkinkan zat dasar ini terus berlanjut
menembus lebih dalam ke kornea lama setelah paparan awal. Basa akan menembus kornea,
kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada
trauma basa yang berat, dapat menimbulkan gambaran ”cooked fish eye” yang memiliki
Gambar 8. Gambaran “Cooked fish eye” trauma basa berat pada mata
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan
yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Berikut adalah derajat klasifikasi
Hughes :
Zat basa dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih berat dari asam, kecuali asam
hydrofluoric. Nekrosis kulit muncul berwarna coklat kemudian menjadi hitam. Kulit
menjadi kering, dan pecah-pecah. Tidak terdapat pelepuhan pada kulit. Zat basa
memecah protein dan lipid, dan terjadi saponifikasi dari asam lemak yang dihasilkan.
Efek emulsifikasi dari hasil saponifikasi menyebabkan penetrasi basa ke lapisan kulit
yang lebih dalam. Terkadang nekrosis pada kulit muncul setelah 8-12 jam terpapar zat. (14)
3. Paru
Luka bakar inhalasi dapat disebabkan oleh asam hidroklorik, amonia, klorin, atau
bahan kimia lainnya setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Sebagian besar zat,
ketika terbakar akan menghasilkan bahan beracun ke saluran pernapasan. Pembakaran
karet dan plastic menghasilkan belerang dioksida, nitrogen dioksida, ammonia dan klorin
dengan asam dan basa kuat, bila dikombinasikan dengan air pada saluran pernapasan atas
dan alveoli. Toksin yang diakibatkan oleh asap dapat merusak epitel dan sel endotel
kapiler pada saluran pernapasan. Terjadi kerusakan mukosiliar dan gangguan pada
pembersihan bakteri. Perubahan inflamasi diikuti oleh periode pembentukan eksudat
yang kemudian menyebar, edema bronkial dapat menjadi berat. Kombinasi nekrosis
bronchitis, edema bronkus dan bronkospasme dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas.
Wheezing muncul ketika terdapat stimulasi reseptor oleh iritan dan edema bronkus. (15)
Edema saluran pernapasan atas, gangguan pernapasan, dan toksisitas karbon
monoksida (CO) adalah contoh dari trauma kimia dari inhalasi. Gejala ini muncul dalam
waktu 12 sampai 24 jam setelah terjadi paparan. Pada suatu kondisi yang jarang dapat
terjadi, bahan kimia dapat mengoksidasi hemoglobin paru yang mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan gangguan pernapasan. Individu dengan
luka bakar inhalsi bahan kimia datang dengan radang tenggorokan, sesak napas, dan nyeri
dada. (15)
4. Saluran pencernaan
Trauma kimia pada sistem pencernaan dapat diakibatkan oleh menelan baik tidak
disengaja atau untuk mencederai diri sendiri. Gejala yang paling cepat timbul adalah
nyeri, muntah dan kesulitan bernapas, diikuti dengan syok pada kasus yang berat. tanda
khususnya yaitu bercak pada bibir, pipi, dagu dan leher, sama halnya dengan luka bakar
pada mukosa dari bibir sampai ke lambung, kadang-kadang sampai ke usus halus.
Perforasi esophagus dan gaster umumnya terjadi karena asam sulfat dan asam
hidroklorida.
Gambar 11. Nekrosis koagulasi pada berbagai organ akibat dari zat asam
5. Ginjal
Perubahan yang terjadi pada ginjal merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi
pada trauma kimia. Pada korban yang mengalami komplikasi berupa syok yang lama,
dapat terjadi nekrosis tubular akut pada tubulus proksimal dan distal, serta thrombosis
vena,. Pada korban yang mengalami luka bakar yang fatal dapat ditemukan adanya
pembesaran ginjal.
6. Sistem saraf pusat
Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi edema, kongesti, kenaikan tekanan intracranial dan
herniasi dari tonsillar cerebellum, serta adanya perdarahan intracranial, Perubahan-
perubahan ini diduga terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Sel-
sel neuron tidak menunjukkan perubahan-perubahan abnormal kecuali sel- sel purkinje
yang menunjukkan perubahan degenerative. Pada penderita yang mengalami komplikasi
berupa sepsis, maka dapat ditemukan adanya mikroabses dan meningitis hematogenous.
2.5 Pemeriksaan Kedokteran Forensik Pada Trauma Kimia
Pemeriksaaan forensik untuk mengidentifikasi trauma kimia pada tubuh manusia
dapat dilakukan secara berikut:
1. Pemeriksaan Luar
a. Mata
Pada mata dapat dilakukan pemeriksaan pH dan ketajaman visual. Setelah irigasi,
pemeriksaan ophthalmologi perlu diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan
adanya robekan, injeksi konjungtiva, injeksi skleral, kerusakan kornea, opasofikasi
kornea, uveitis, glaukoma, atau perforasi. Kemudian pencatatan penurunan ketajaman
visual. Evaluasi fluorescein diperlukan untuk menentukan tingkat cedera.
b. Kulit
Trauma kimia mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada kulit. Pada
pemeriksaan luar, tanda terbakar yang berwarna coklat kemerahan atau hitam, kering
dank eras menunjukkan paparan zat kimia asam. Luka yang terlihat basah, edema,
berwarna merah kecoklatan dengan perabaan lunak dan licin menggambarkan paparan zat
kimia basa.
Pada kulit dapat terjadi luka bakar, oleh karena itu, pada pemeriksaan luar perlu
ditentukan: keadaan luka,luas luka, dan dalamnya luka. Pada pemeriksaan luka ini perlu
dicari adanya tanda-tanda reaksi vital berupa daerah yang berwarna merah pada
perbatasan pada daerah yang terbakar.
Derajat luka bakar pada kulit terdiri dari :
Jenis Lapisan yang Gambaran Tekstur Sensasi
terlibat
Derajat I Epidermis Merah tanpa Kering Nyeri
(superficial) lepuh
Derajat II Meluas ke lapiran Merah dengan Lembab Sangat nyeri
(superficial dermis (papilare) lepuh yang jelas.
partial- thickness Pucat dengan
burns) tekanan
Derajat II (deep Meluas ke lapisan Kuning atau Sedikit Tekanan dan
partial- dermis dalam putih. Terdapat kering tidak nyaman
thickness burns (retikular) melepuh
Derajat III (full- Meluas ke seluruh Kaku dan Kasar Tidak nyeri
thickness burns) lapisan dermis putih/coklat
Derajat IV Meluas ke seluruh Hitam Kering Tidak nyeri
lapisan kulit, ke
dalam lapisan
lemak, otot dan
tulang dibawahnya
Pada trauma asam sulfur, didapatkan gambaran kulit dan mukosa berwarna hitam
kecoklatan. Tanda-tanda pada pada kulit dan mukosa yang terjadi akibat terpapar zat
kimia asam fluoride adalah terdapat nekrosis berwarna silver keabuan atau biru keabuan.
Tanda lainnya yang sering muncul adalah adanya maserasi, eritema, edema, ulkus,
nekrosis,dan pelepuhan. Area berwarna abu-abu menunjukkan terjadinya kerusakan
jaringan yang mengakibatkan ulkus yang dalam dan nekrosis. (16)
Asam nitrat mnghasilkan perubahan warna kekuningan pada oral, mukosa dan
kulit
Gambar 14. Warna kuning pada kulit akibat trauma zat asam nitrat
c. Paru
Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus diperiksa pada korban trauma kimia.
Pada pemeriksaan paru didapatkan peningkatan laju napas, bunyi mengi, atau suara
berderak dan suara ronki kasar di paru-paru yang berhubungan dengan edema. Tanda-
tanda tersebut menunjukkan individu mengalami kesulitan pernafasan.
2. Pemeriksaan dalam
a. Saluran pernapasan
Pada pemeriksaan post mortem, trauma kimia meninggalkan kesan korosi. Selain
itu didapatkan juga kongesti dan edema paru pada trauma kimia yang disebabkan oleh
bahan korosif asam. Inhalasi bahan kimia menyebabkan kerusakan sel yang parah pada
saluran pernapasan. Terjadinya peradangan akibat bahan kimia asam memberikan
gambaran pesudomembran pada trakea dan bronkus yang mengakibatkan kerusakan
epitel superfisial dan nekrosis yang dapat terjadi sampai ke lapisan submucosa. Mukosa
yang teriritasi menggambarkan warna terang atau merah kecoklatan dan mungkin
didapatkan ulserasi.
b. Jantung
Oedem intersisial dan fragmentasi miokard dapat terjadi pada penderita dengan
luka bakar thermis, tetapi perubahan-perubahan ini tidak khas dan dapat ditemukan pada
keadaan-keadaan lain. Pada penderita dengan septicemia, ditemukan adanya metastase
fokus septik pada miokardium dan endocardium. Perubahan lain berupa ptekie pada
pericardium dan endocardium.
c. Saluran pencernaan
Pada pemeriksaan dalam yang didapatkan pada trauma kimia, dapat diteykan
perforasi atau rupture pada gaster yang paling sering ditemukan karena trauma asam
sulfur, hidroklorida, asam fluoride dan asam nitrat. Asam sulfur mengakibatkan
terjadinya perforasi pada gastroesophageal junction, cardia dan fundus gaster dengan
pemisahan gaster komplit pada bagian gastroesophageal junction. Asam nitrat
mengakibatkan warna kekuningan pada mukosa. Asam hidroklorida yang tertelan dapat
menyebabkan warna hitam keabuan pada organ seperti esophagus, laring, dan limpa.
d. Otak
Pada pemeriksaan dalam, dapat terjadi perubahan warna pada otak. Perubahan
warna menjadi kehijauan pada bagian substansia grisea dan nucleus diakibatkan oleh
adanya sulfhemoglobin pada jenazah dengan trauma zat kimia hydrogen sulfida. (16)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus pada mata dan
luka pada kulit untuk mengetahui zat kimia yang mengakibatkan trauma. Pemeriksaan
pada mata dilakukan secara berkala. Irigasi pada mata tetap dilakukan sampai mencapai
pH yang normal. (10),(13)
2. Infeksi
Belakangan ini penyebab kematian akibat luka bakar adalah infeksi. Infeksi yang
paling sering menyebabkan kematian adalah pneumonia. Pneumonia biasanya disebabkan
karena penularan melalui udara dan hematogen dari fokus infeksi.
Septicemia adalah penyebab lain yang dapat menyebabkan kematian pada luka
bakar dan memiliki angka kematian yang tinggi pada kasus luka bakar. Septicemia
biasanya merupakan infeksi sekunder dari luka bakar, namun juga dapat terjadi karena
infeksi sekunder dari pneumonia atau infeksi hematogen lain. Kolonisasi bakteri biasanya
terjadi dalam beberapa hari setelah terjadinya luka bakar derajat III (seluruh lapisan
dermis) dengan mikrorganisme gram positif yang masih jarang pada minggu pertama dan
mikroorganisme yang padat pada minggu kedua. Kebanyakan septicemia terjadi antara 6-
10 hari setelah terjadinya luka bakar.
Infeksi pada luka bakar yang disebabkan organisme spesifik seperti Streptococcus
pyogenes atau Pseudomonas aeuginosa memiliki predisposisi untuk terjadinya sepsis
dengan penyebaran mikroorganisme ke jaringan yang sehat disekitar luka bakar. Toxic
shock syndrome dapat terjadi akibat infeksi Staphylococus aureus.
BAB III
KESIMPULAN
Trauma akibat bahan kimia dapat terjadi secara sengaja atau ketidaksengajaan
akibat kelalaian kerja. Trauma kimia sebenanya hanya merupakan efek korosi dari asam
kuat dan basa kuat. Kerusakan yang terjadi pada jaringan akibat zat kimia bergantung
pada kekuatan, konsentrasi, dan kuantitas dari bahan kimia yang terdapat di permukaan
kulit dan mukosa. Asam kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan
luka korosi yang kering, keras seperti kertas perkamen, sedangkan basa kuat bersifat
membentuk reaksi penyabunan intra sel sehingga menimbulkan luka yang basah, licin
dan kerusakan akan terus berlanjut sampai dalam. Karena biasanya bahan kimia asam
atau basa terdapat dalam bentuk cair (larutan pekat), maka bentuk luka biasanya sesuai
dengan mengalirnya bahan cair tersebut.
Penanganan awal dari semua luka akibat zat kimia adalah sama yaitu melepaskan
bahan kimia yang terkena pada bagian tubuh. Semua pakaian yang terkontaminasi harus
dilepas, dan irigasi secara menyeluruh bagian tubuh yang terkontaminasi. Hal tersebut
bertujuan untuk membatasi kedalaman luka akibat zat kimia terutama zat kima basa.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA