KONJUNGTIVITIS NEONATROUM
Disusun oleh:
Baby Amelia
1910221005
Pembimbing :
dr. Risa F. S. Lubis, Sp.M
dr. Henry A. W, Sp.M (K)
dr. Hermansyah, Sp.M
dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M
dr. Susan Sri Anggraeni, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN MATA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 16 AGUSTUS 2021 – 04 ASEPTEMBER 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2021
Identitas Pasien
Nama : By. A
Usia : 21 hari
- TIO -
- Gerakan bola mata -
- Lapang Pandang -
Madarosis (-), Sikatrik (-) Supersilia Madarosis (-), Sikatrik (-)
Edema (+) Benjolan (-) Hiperemis (-) Nyeri tekan (-) Palpebra Superior dan Inferior Edema (+) Benjolan (-) Hiperemis (-) Nyeri tekan
(-)
Membran minimal (+) Membran (+) Hiperemis (-) Papil (-) Folikel (-)
Hiperemis (-) Papil (-) Folikel (-) Edema (-) Konjungtiva Tarsal Edema (-)
Sekret minimal (+) Darah (-), Kemosis (-) Injeksi Konjungtiva Sekret purulent (+) Darah (+) Kemosis minimal (+)
(-) Injeksi siliar (-) Konjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (+)
Perdarahan subkonjungtiva (-) Injeksi siliar (-) Perdarahan subkonjungtiva (-)
Putih Sklera Putih
Jernih Edema (-) Kornea Jernih Edema (-)
- Bilik Mata Depan -
Bentuk bulat reguler, berada di tengah, diameter 3 mm, Pupil Bentuk bulat reguler, berada di tengah, diameter
RCL (+), RCTL (+) 3 mm, RCL (+), RCTL (+)
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
STATUS
OFTALMOGIS Pada tanggal 20 Agustus 2021
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
Blink refleks + Visus Blink refleks +
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia
- TIO -
- Gerakan bola mata -
- Lapang Pandang -
Madarosis (-), Sikatrik (-) Supersilia Madarosis (-), Sikatrik (-)
Edema (+) Benjolan (-) Hiperemis (-) Nyeri tekan (-) Palpebra Superior dan Inferior Edema (+) Benjolan (-) Hiperemis (-) Nyeri
tekan (-)
Membran minimal (-) Membran (-) Hiperemis (-) Papil (-) Folikel (-)
Hiperemis (-) Papil (-) Folikel (-) Edema (-) Konjungtiva Tarsal Edema (-)
Sekret minimal (+) Darah (-), Kemosis (-) Injeksi Konjungtiva (-) Sekret minimal (+) Darah (-) Kemosis minimal
Injeksi siliar (-) Konjungtiva Bulbi (+) Injeksi Konjungtiva (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) Injeksi siliar (-) Perdarahan subkonjungtiva (-)
OD PEMERIKSAAN OS
Edema Palpebra Edema
Hiperemis (-) Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-)
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2014, h.124-30.
EPIDEMIOLO
GIdunia, insidensi oftalmia neonatorum tingi di daerah-
• Di seluruh
daerah dengan kejadian penyakit menular seksual yang juga
tinggi. Insidens berkisar dari 0,1% di negara-negara yang maju
dengan perawatan prenatal yang efektif, sedangkan berkisar
10% di daerah seperti Afrika Timur.
• Kejadian oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonore
yang terjadi pada neonatus berkisar 0,3 hingga 10% kejadian
tiap tahunnya
McCourt EA. Neonatal conjunctitivits (opthalmia neonatorum). USA; 2017. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview
ETIOLOGI
Infeksi dapat tejadi dalam tiga cara, yaitu sebelum kelahiran, selama proses persalinan atau
setelah lahir.
1. Sebelum Kelahiran
Infeksi sangat jarang terjadi melalui cairan amnion pada ibu yang mengalami rupture
membran.
2. Selama Proses Persalinan
Ini adalah cara infeksi yang paling umum terjadi. Infeksi dari jalan lahir yang terinfeksi
terutama ketika anak lahir dengan presentasi wajah atau dengan bantuan forceps.
3. Setelah Lahir
Infeksi dapat terjadi selama bayi baru lahir pertama kali mandi atau dari pakaian kotor atau
jari dengan lokia yang terinfeksi.
American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San Fransisco: AAO; 2011, p.186-7.
ETIOLOGI
9larutan perak nitrat (AgNO3), klamidia, gonorea, dan infeksi virus herpes.
American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San Fransisco: AAO; 2011, p.186-7.
FAKTOR
RESIKO
Faktor risiko untuk terjadinya ophtalmia neonatorum termasuk:
● 1. Vagintis pada ibu
● 2. Terdapatnya mekonium pada air ketuban saat bayi lahir
● 3. Ketuban pecah dini
● 4. Partus yang lama
● 5. Rendahnya tingkat lisozim dan imunoglobulin dalam konjungtiva neonatal
● 6. Kehamilan kurang dari 36 minggu
● 7. Tidakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril
American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San Fransisco: AAO; 2011, p.186-7.
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
● Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, dan sulit untuk mengidentifikasi agen
etiologis dari oftalmia neonatorum hanya berdasarkan temua klinis semata, sehingga
diagnose definitif membutuhkan minimal pemeriksaan kultur/sitologi.
● Penggunaan metode pemeriksaan lain seperti Polymerase Chain Reaction (PCR),
Transcription-mediated Amplification (TMA), ataupun Direct Fluorescein Antibody
(DFA) memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik ketimbang metode
konvensional, namun harganya yang mahal dan ketersediaan yang rendah belum
memungkinkan penggunaannya secara rutin.
American Academy of Pediatrics. Herpes Simplex. Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin DW, Long SS eds. Red Book 2009 Report of the Committee on Infectious
Diseases. 28th ed. Elk Grove Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009. 363-73
GEJALA KLINIS
(Lang, G.K. & Lang, G.E. 2000. Conjungtiva. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme Stuttgart. New York. Page 96-
98)
GEJALA KLINIS
(Lang, G.K. & Lang, G.E. 2000. Conjungtiva. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme Stuttgart. New York. Page 96-
98)
GEJALA KLINIS
(Lang, G.K. & Lang, G.E. 2000. Conjungtiva. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme Stuttgart. New York. Page 96-
98)
TATALAKSANA
Penatalaksanaan kasus oftalmia nenonatorum menitik beratkan aspek pencegahan, ketimbang berfokus pada
pengobatan
Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ed 4. India: New Age International (P) Limited; 2007, p.52, 71-3.
TATALAKSANA
1. Oftalmia neonatorum kimiawi
● Kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya (biasanya dalam 2-4 hari) dan tidak memerlukan
pengobatan apapun. Beri irigasi mata dengan larutan normal salin untuk membantu membersihkan debris
dan mencegah tersumbatnya saluran air mata.
2. Oftalmia neonatorum oleh bakteri lain
● Diberikan pengobatan dengan tetes antibiotik spektrum luas/salep selama 2 minggu. Edukasi orang tua
pasien untuk membawa bayi kembali setelah 2 minggu atau bila kondisi klinis tidak menunjukkan
perbaikan dalam 3-4 hari.
Matejcek A, Goldman RD. Treatment and prevention of ophthalmia neonatorum. Canadian Family Physician. 2013;59(11):1187-1190.
TATALAKSANA
3. Oftalmia neonatorum oleh Herpes simpleks
● Diberikan dosis rendah asiklovir sistemik (30mg/kg/hari secara intravena dibagi 3 kali atau vidarabine
(30 mg/kg/hari dalam dosis terbagi secara intravena) selama minimal 2 minggu untuk mencegah
penyebaran infeksi secara sistemik. Pengobatan topikal dapat diberikan secara bersamaan, yakni
asiklovir salep mata 3% 5 kali sehari.
4. Oftalmia neonatorum Chlamydial
● Diberikan eritromisin sistemik 50 mg/kg/hari per oral, dibagi menjadi 4 dosis sehari selama 2 minggu.
Tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5% topikal dapat diberikan 4 kali sehari sebagai adjuvan. Namun, tidak
dianjurkan untuk hanya memberikan terapi topikal saja. Kedua orang tua juga harus diobati dengan
eritromisin sistemik.
TATALAKSANA
5. Gonococcal conjunctivitis
Pengobatan dibagi menjadi topikal dan sistemik.
a. Terapi topikal:
- Pemberian irigasi dengan larutan garam salin 4x/hari hingga eksudat dari konjungtiva bersih.
- Salep mata Bacitracin 4 kali/hari
- Jika terjadi keterlibatan kornea maka atropin sulfat diberikan, dan dikonsultasikan pada Oftalmolog.
b. Terapi sistemik
Neonatus dengan gonokokal ophthalmia harus dirawat dengan salah satu regimen berikut (sesuai dengan hasil
kultur sensitivitas; bila hasil kultur belum tersedia, maka digunakan antibiotik sesuai pola resistensi lokal:
(Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Infeksi Menular Seksual 2011. Kementerian Kesehatan RI 2011)
TATALAKSANA
KOMPLIKASI
● Ulkus kornea
● Kebutaan permanen
● Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat menyebabkan endoftalmitis,
bahkan kematian. Pneumonia telah dilaporkan pada 10-20% kasus pada bayi
● infeksi sistemik gonokokal dalam bentuk rinitis, artritis septik, meningitis, infeksi anorektal, dan sepsis
● Infeksi sistemikChlamydia: pneumonia, otitis, serta kolonisasi faring dan rektum.
● Keratokonjungtivitis oleh VHS dapat menyebabkan jaringan parut kornea dan ulserasi. Selain itu, infeksi
HSV yang menyebar luas seringkali menyebabkan keterlibatan sistem saraf pusat.
Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ed 4. India: New Age International (P) Limited; 2007, p.52, 71-3.
PENCEGAHAN
● Edukasi pasien untuk kontrol antenatal yang teratur, agar infeksi urogenital dapat terdeteksi bilamana
terjadi dan segera ditangani
● Mengobati atau mengontrol penularan penyakit seksual ibu sebelum masa persalinan. Bila ibu terdeteksi
mengidap infeksi herpes urogenital yang aktif saat persalinan, maka operasi sesar sangat disarankan,
guna menghindari lewatnya janin pada jalan lahir.
ANALISA KASUS
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Anamnesis Konjungtivitis neonatorum merupakan radang konjungtiva dengan Pasien berusia 21 hari dengan keluhan
onset munculnya manifestasi dalam 28 hari. Biasanya datang dengan
– keluar darah dan kotoran mata (belekan) sekret
keluhan keluar kotoran (belekan) sekret purulen/mukopurulen/serosa,
purulen, mata yang agak lengket dan edema palpebra.
mata yang agak lengket edema palpebra, hiperemis konjungtiva,
riwayat demam serta ISPA, riwayat keluarga mengalami hal serupa, -Keluarga pasien tidak ada pernah mengalami keluhan
riwayat penyakit menular seksual dan genital. serupa sebelumnya dan infeksi menular seksual. Ibu
pasien saat hamil mengalami keputihan bulan ke-5
hingga ke-8.
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Pemeriksaan Fisik Konjungtivitis bakteri non-gonnorhoe : Pemeriksaan segmen anterior : Edema palpebra
Hiperemis, epifora, injeksi, discharge (+), hiperemis konjungtiva, membrane (+),
(purulen/mukopurulen),edema palpebra, sekret purulen (+), darah (-)
membran, ulserasi kornea perifer,
limfadenopati
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Tatalaksana Konjungtivitis ringan Medikamentosa:
Mata yang agak lengket sangat umum terjadi pada neonatus. Dapat diberikan antibiotik topikal
Tanggal 13 Agustus 2021
spektrum luas seperti kloramfenikol, eritromisin atau salep asam fusidat cukup dalam banyak kasus.
Konjungtivitis sedang - berat; - Ofloksasin ED 6 x 1 ODS
mikroskop dengan pewarnaan Gram saja sangat sensitif dan sering kali memberikan diagnosis kerja.
Jika diagnosis tidak pasti tetapi infeksi kemungkinan klamidia, eritromisin oral dapat dimulai. - Gentamycin ointment 4 x 1 ODS
Jika bakteri terbukti pada pewarnaan Gram, antibiotik topikal spektrum luas (misalnya
kloramfenikol, eritromisin atau bacitracin untuk organisme Gram-positif, neomisin, ofloksasin atau Tanggal 20 Agustus 2021
- Kontrol rutin
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Tatalaksana Medikamentosa:
Konjungtivitis biasanya self-limiting. Diberikan kloramfenikol ED (0.5% 1 drop di
conjungtiva bawah, setiap 2 jam untuk 2 hari pertama, dan setiap 4 jam untuk 3 Tanggal 13 Agustus 2021
hari selanjutnya) ATAU kloramfenikol ointment (1% setiap 4 jam sebelum tidur)
- Ofloksasin ED 6 x 1 ODS
Jika resisten bisa diberikan :
Asam fusidat ED (2 x 1 sehari continue sampai 2 hari setelah resolusi) ATAU - Gentamycin ointment 4 x 1 ODS
Golongan aminoglikosida (Tobramycin/neomisin (1-2 gtt setiap 4 jam
selama 7 hari) Tanggal 20 Agustus 2021
- Kontrol rutin
DAFTAR
1.
PUSTAKA
Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2016, h.5-6, 100-2,
120-1.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2014, h.124-30.
3. McCourt EA. Neonatal conjunctitivits (opthalmia neonatorum). USA; 2017. Tersedia di: http://
emedicine.medscape.com/article/1192190-overview
4. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San
Fransisco: AAO; 2011, p.186-7.
5. Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ed 4. India: New Age International (P) Limited; 2007, p.52,
71-3.
6. Riordan-Eva P, Cunningham E, Vaughan D, Asbury T. Oftalmología general. México, D.F.: McGraw-
Hill/Interamericana Editores; 2012.
7. Palafox, S.K et all. 2011. Ophtalmia Neonatorum. Clinic Experiment Ophthalmology Volume 2. Available
at: http://omicsonline.org/2155-9570/2155-9570-2-119.php
DAFTAR
PUSTAKA
8. American Academy of Pediatrics. Prevention of Neonatal Ophthalmia. Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin
DW, Long SS eds. Red Book 2009 Report of the Committee on Infectious Diseases. 28th ed. Elk Grove
Village, Ill: American Academy of Pediatrics; 2009. 827-9.
9. American Academy of Pediatrics. Herpes Simplex. Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin DW, Long SS eds.
Red Book 2009 Report of the Committee on Infectious Diseases. 28th ed. Elk Grove Village, Ill: American
Academy of Pediatrics; 2009. 363-73
10. Matejcek A, Goldman RD. Treatment and prevention of ophthalmia neonatorum. Canadian Family
Physician. 2013;59(11):1187-1190.
11. Milot, J. 2008. Ophthalmia neonatorum of the newborn and its treatments in Canadian medical
publications. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19297783.
12. Malika P, Asok T, Faisal H, Aziz S, Tan A, Intan G. Neonatal Conjunctivitis - A Review. Malays Fam
Physician [Internet]. 2008;3(2):77-81. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170304/2016.