Anda di halaman 1dari 33

1

PEMERIKSAAN KESADARAN

Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Secara sederhana,
tingkat kesadaran dibagi atas : kesadaran yang normal (compos mentis), somnolen, sopor,
koma ringan dan koma.
1. Somnolen
eadaan mengantuk. esadaran dapat pulih bila dirangsang. Somnolen disebut
juga sebagai : letargi, optundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya
penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rasa
nyeri.

2. Sopor (stupor)
antuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang
kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti
suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsangan
nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak
konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

3. Koma ringan (semi koma)
Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. ReIlek (kornea,
pupil dan sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon
terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi,
merupakan jawaban 'primitiI. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

4. Koma (dalam atau komplit)
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya.




Skala Koma Glasgow
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow
yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan
nilai pada respon tersebut. Tanggapan atau respon penderita yang perlu diperhatikan
adalah :
a. embuka mata
b. Respon verbal (bicara)
c. Respon motorik (gerakan)

RESPON NILAI
a Membuka mata
O SponLan
O @adap blcaa
(suu pasln mmbuka maLa)
O ngan angsang nyl
(Lkan pada saaf supaoblLa aLau kuku [al)
O @ldak ada aksl
(dngan angsang nyl pasln Lldak mmbuka maLa)


4
3





1
b espon verba| (b|cara)
O alk dan Lldak dlsolnLasl
(dapaL mn[awab dngan kallmaL yang balk dan Lau dlmana la
bada Lau wakLu al bulan)
O acau (n#)
(dapaL blcaa dalam kallmaL namun ada dlsolnLasl wakLu
dan LmpaL)
O @ldak LpaL
(dapaL mngucapkan kaLakaLa namun Lldak bupa kallmaL dan
Lldak LpaL)
O ,ngang
(Lldak mngucapkan kaLa anya suaa mngang)
O @ldak ada [awaban

5



4


3





1
c espon motor|k (gerakan)
O ,nuuL plnLa
(mlsalnya suu AngkaL Langan!#)
O ,ngLaul lokasl nyl

6


5
3

(blkan angsang nyl mlsalnya mnkan dngan [al pada
supaoblLa lla ol asa nyl pasln mngangkaL Langannya
sampal mlwaLl dagu unLuk maksud mnapls angsang LsbuL
baLl la dapaL mngLaul lokasl nyl)
O aksl mnglnda
O aksl flksl (dkoLlkasl)
(blkan angsang nyl mlsalnya mnkan dngan ob[k kas
spLl ballpolnL pada [al kuku lla sbagal [awaban slku
mmflksl LdapaL aksl flksl Ladap nyl (flksl pada
pglangan Langan mungkln ada aLau Lldak ada)
O aksl ksLnsl (dsbasl)
(dngan angsang nyl LsbuL dl aLas L[adl ksLnsl pada
slku lnl slalu dlsLal flksl spasLlc pada pglangan Langan)
O @ldak ada aksl
(sblum mmuLuskan bawa Lldak ada aksl aus dlyaklnkan
bawa angsang nyl mmang cukup adkuaL dlblkan)






4
3








1

Bila kita gunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma, maka koma tidak
didapatkan respons membuka mata, bicara dan gerakan dengan jumlah nilai 3.


RANGSANG MENINGEAL

Bila selaput otak meradang (misalnya pada meningitis) atau di rongga subarachnoid
terdapat benda asing (misalnya darah, seperti pada perdarahan subarachnoid), maka hal
ini dapat merangsang selaput otak, dan terjadilah iritasi meningeal atau rangsang selaput
otak. aniIestasi subjektiI dari keadaan ini ialah keluhan yang dapat berupa sakit kepala,
kuduk terasa kaku, IotoIobia (peka terhadap cahaya) dan hiperakusis (peka terhadap
suara).
Selain, itu rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala, diantaranya kaku
kuduk, tanda Laseque, ernig, Brudzinski I (Brud:inskis neck sign) dan Brudzinski II
(Brud:inskis contralateral leg sign).


4

1. Kaku Kuduk (nuchal (neck) rigidity)
Cara pemeriksaan : tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring. emudian kepala ditekukkan (Ileksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. aku kuduk dapat bersiIat ringan
atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala
terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang
dialami waktu menekukkan kepala.
Pada pasien yang pingsan (koma) kadang-kadang kaku kuduk menghilang atau
berkurang. Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan kesadaran yang
menurun, sebaiknya penekukan kepala dilakukan sewaktu pernaIasan pasien dalam
keadaan ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi, biasanya (pada keadaan
normal) kita juga mendapatkan sedikit tahanan, dan hal ini dapat mengakibatkan salah
taIsir. Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh miositis otot
kuduk, abses retroIaringeal atau arthritis di servikal.

2. Tanda Laseque
Cara pemeriksaan : pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya. emudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (Ileksi) pada
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita
mencapai 70 derajat, maka disebut tanda Laseque positip. Namun demikian, pada pasien
yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat. Tanda Laseque positip dijumpai
pada kelainan berikut : rangsang selaput otak, ischialgia, dan iritasi pleksus lumbosakral
(misalnya hernia nucleus pulposus lumbalis).
5


Tanda Laseque

3. Tanda Kernig
Cara pemeriksaan : penderita yang sedang berbaring diIleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai
sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda ernig positip.
Sebagaimana halnya dengan tanda Laseque, maka tanda ernig positip terjadi pada
kelainan rangsang selaput otak, dan iritasi akar lumbosakral atau pleksusnya (misalnya
pada HNP-lumbal). Pada meningitis tandanya biasanya positip bilateral, sedangkan pada
HNP-lumbal dapat unilateral.

Tanda ernig

6

4. Tanda Brudzinski I (Brudzinski's neck sign)
Cara pemeriksaan : dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampa dagu mencapai dada.
Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan. Bila tanda Brudzinski positip, maka tindakan ini mengakibatkan
Ileksi kedua tungkai. Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya tidka lumpuh.
Sebab jika lumpuh, tentulah tungkai tidak akan diIleksikan.

Tanda Brudzinski I

5.Tanda Brudzinski II (Brudzinski's contralateral leg sign)
Cara pemeriksaan : pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai diIleksikan pada
persendian panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Bila tungkai ini ikut pula terIleksi, maka disebut tanda Brudzinski II positip.
Sebagaimana halnya dalam memeriksa adanya tanda Brudzinski I, perlu diperhatikan
terlebih dahulu apakah terdapat kelumpuhan tungkai.




7

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS )

Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk
mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraI atau penyakit
hidung lokal.

Cara pemeriksaan.
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan
tertentu yang tidak merangsang . Zat yang meransang mukosa hidung seperti
mentol, amoniak, alcohol dan cuka.Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu
dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya
periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip.
Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.
Istilah :
Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak
sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olIaktorik yang tidak menyenangkan
atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain
yaitu kakosmia.
Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olIaktorik
merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi
bila tercium suatu modalitas olIaktorik tanpa adanya perangsangan maka
kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi
olIaktorik.



SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS )

Tujuan pemeriksaan :
Untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus) dan menentukan apakah kelainan
pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraI.
Untuk mempelajari lapang pandang.

Cara pemeriksaan.
1. Pemeriksaan penglihatan ( visus )
etajaman penglihatan diperiksa dengan :
embandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien
disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca
huruI di buku atau koran.
elakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien
diminta untuk melihat huruI huruI sehingga tiap huruI dilihat pada jarak
tertentu, kartu snellen ialah huruI huruI yang disusun makin kebawah
makin kecil , barisan paling bawah mempunyai huruI huruI paling kecil
yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter.
enggunakan jari jari yang digerakkan harus dapat dilihat dalam jarak 60
meter. Contoh visus 60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari
pada jarak meter.
Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika
kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka
visusnya ialah 1300. Contoh Visus 3300 pasien hanya dapat melihat
pergerakan tangan pada jarak 3 meter.
Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan terang maka visus
nya 1=, bila dengan sinar lampu masih belum dapat melihat maka
dikatakan visus pasien tersebut adalah nol.
Bila hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri
harus ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
9

Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan
ketajaman penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oItalmologik (
bukan saraI ) misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan reIraksi maka
dengan menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan
kesan adanya Iaktor reIraksi dalam penurunan visus, bila dengan melihat
melalui lubang kecil huruI bertambah jelas maka Iaktor yang berperan
mungkin gangguan reIraksi

. Pemeriksaan lapang pandang.
Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode onIrontasi dari
Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1
meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka
mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa
harus menutup mata kanannya. emudian pasien disuruh melihat terus
pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata
kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang
pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah
luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari jari pemeriksa , ia
harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah
iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan (
visual Iield ) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan
tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing
masing mata harus diperiksa.
Ada bagian bagian visual Iield yang buta dimana pasien tidak dapat
melihatnya, ini disebut dengan SOTOA.
Skotoma positiI : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya
skotoma.
Skotoma negatiI: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya
skotoma.
acam macam gangguan visual Iield antara lain.
hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal ).
10

homonymous hemianopsia.
homonymous quadrantanopsia.
total blindness dsb


SARAF OTAK III, IV, VI (NERVUS OKULOMOTORIUS, TROKLEARIS,
ABDUSENS)
ungsi dari N. Okulomotorius ialah mempersaraIi semua otot-otot bola mata eksterna
kecuali m.oblikus superior ( gerakan bola mata ke arah lateral bawah ) dan muskulus
rektus lateralis ( gerakan bola mata ke lateral ). edua otot tersebut dipersaraIi masing-
masing oleh n.trochlearis dan n.abduscens. disamping persaraIan tadi, n.okulomotorius
masih mempersaraIi m.levator palpebra dan konstriksi pupil ( parasimpatikus ).

1. Pemeriksaan gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang
digerakkan kesegala jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan
matanya. Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola mata.
Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya.
OItalmoparesis oItalmoplegi ( kelemahan otot bola mata ) : bila
mengenai seluruh otot disebut sebagai oItalmoparesis total dan bila
sebagian disebut parsial. elemahan salah satu otot bola mata akan
menimbulkan tanda-tanda seperti :
- gerakan bola mata terbatas, kontraksi sekunder dari antagonisnya,
deviasi primer bola mata yang tampak sebagai strabismus, deviasi
sekunder di bola mata yang sehat, diplopia akibat salah satu
proyeksi yang menimbulkan bayangan yang salah dan letak kepala
menjadi abnormal.
Nistagmus : gerakan bolak balik mata yang involunter. Gerakan tersebut
dapat horizontal, vertikal, rotator ( berputar ) atau gerakan kombinasi ).
Nistagmus dapat terlihat bila pasien diminta untuk melirik ke samping, ke
11

atas atau ke bawah, tetapi kadang-kadang dapat dilihat tanpa peragaan (
spontan ).

. Pemeriksaan kelopak mata:
embandingkan celah mataIissura palpebralis kiri dan kanan .
Ptosis adalah kelopak mata yang menutup.
Enophtalmus dan bleIarospasme : celah kelopak mata menyempit oleh
kerana kelopak atas turun dan kelopak bawah naik.
Exophtalmus : pelebaran celah terjadi oleh kerana kelopak mata atas dan
bawah tertarik ke belakang, mungkin juga sebagai akibat penonjolan mata
karena penambahan masa jaringan retrobulber atau kombinasi kedua
kelainan itu.

3. Pemeriksaan pupil
Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor )
Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
Pemeriksaan reIleks pupil:
a) ReIleks cahaya
irek/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil ( miosis ).
Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran
kembali yang tidak terjadi dengan segera.
Indirek/tidak langsung: reIleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan
pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.

b) ReIleks akomodasi.
Caranya , pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak
yang cukup jauh, kemudian dengan tiba tiba dekatkanlah pada pasien
lalu perhatikan reIlek konvergensi pasien dimana dalam keadaan
normal kedua bola mata akan berputar kedalam atau nasal.
1

ReIlek akomodasi yang positiI pada orang normal tampak dengan
miosis pupil.

c) ReIleks ciliospinal.
Rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi midriasis ( melebar
) dari pupil homolateral. eadaan ini disebut normal.

d) ReIleks okulosensorik.
Rangsangan nyeri pada bola matadaerah sekitarnya, normal akan
memberikan miosis atau midriasis yang segera disusul miosis.

e) ReIleks terhadap obat-obatan.
Atropine dan skopolamine akan memberikan pelebaran
pupilmidriasis.
Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan miosis.


SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).

Cara pemeriksaan.
1. Pemeriksaan motorik.
Pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan m.
Temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang
bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai
pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat
parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri.
Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita
beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah.

. Pemeriksaan sensorik.
13

Ada tiga cabang sensorik, yaitu oItalmik, maksila dan mandibula. Pemeriksaan
dilakukan pada ketiga cabang saraI tersebut dengan membandingkan sisi yang
satu dengan sisi yang lain. Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan
suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

3. Pemeriksaan reIleks.
a) ReIleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V).
ornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya
atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

b) ReIleks masseter Jaw reIlex ( berasal dari motorik Nervus V).
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu,
lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan hammer
reIleks
Normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada.
Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m
pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reIleks
meninggi.

c) ReIleks supraorbital.
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan
menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan
menutupnya mata yang lain ).


SARAF OTAK VII ( NERVUS FASIALIS )

Pemeriksaan fungsi motorik
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah
simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan
14

kulit nasolabial dan sudut mulut.emudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya
antara lain:
engerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
engangkat alis, bandingkan kanan dan kiri. Pada kelainan sesisi, penderita dapat
mengangkat alis dan mengerutkan dahinya, sebab otot-otot ini mendapat
persaraIan bilateral. Pada kelumpuhan jenis periIer terlihat adanya asimetri.
enutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa. Jika
lumpuhnya berat, penderita tidak dapat memejamkan mata, bila lumpuhnya
ringan, tenaga pejaman kurang kuat. emudian disuruh memejamkan matanya
satu-persatu. Hal ini untuk melihat adanya parese ringan. Jika terdapat parese
pasien tidak dapat menutup matanya pada sisi yang lumpuh.
oncongkan bibir atau menyengir.
Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan
apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi
yang lumpuh.
elumpuhan nervus VII periIer dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral
dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus
Iasialis bilateral ( kelainan sentral ) wajah masih tampak simetrik. elumpuhan baru
nyata bila penderita disuruh melakukan gerakan contohnya menyerigai.

Pemeriksaan fungsi sensorik
Dilakukan pada 3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah ,
kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang
pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya
adalah:Glukosa 5 , Nacl ,5 , Asam sitrat 1 , inine 0,075 .
Sekresi air mata.
Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 15 mm ( lama 5 menit ).


15

SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS VESTIBULARIS )

Pemeriksaan N. Kokhlearis.
ungsi N. okhlearis adalah untuk pendengaran.
1. Pemeriksaan Weber.
aksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan
dan kiri pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan
normal kiri dan kanan sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana
yang lebih keras ).
Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal:
otitis media kiri , pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat
nerve deaIness disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih
keras .

. Pemeriksaan Rinne.
aksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih
lama dari pada melalui tulang.
Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. emudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus
eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test
positip. Pada orang normal test Rinne ini positiI. Pada Conduction
deaIness test Rinne negatiI.

3. Pemeriksaan Schwabach
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran
pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian
ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan
bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih
terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih
pendek ( untuk konduksi udara ).
16

emudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada
tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah
tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid
pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan
Schwabach ( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.

Pemeriksaan N. Vestibularis
1. Pemeriksaan dengan test kalori.
Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul nystagmus kekanan. Bila
telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri. Nystagmus ini
disebut sesuai dengan Iasenya yaitu : Iase cepat dan Iase pelan, misalnya
nystagmus kekiri berarti Iase cepat kekiri.
Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas
memberikan reaksi.

. Pemeriksaan 'past pointing test.
Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,
kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya
pasien haru dapat melakukannya.

3. Test Romberg
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang
lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan
dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri
dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

4. Test melangkah ditempat ( Stepping test ).
Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah
dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk
berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test
berlangsung.
17

Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari
tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

SARAF OTAK IX & X ( NERVUS GLOSOFARINGEUS & NERVUS VAGUS)

Cara pemeriksaan:
Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruI ' a . Jika ada
gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan
akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor.
Jadi pada saat mengucapkan huruI a dinding pharynx terangkat sedang yang
lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik
kesisi yang sehat.
Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan
bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi reIleks muntah.
Pemeriksaan Iungsi menelan : meminta penderita minum air dan perhatikan
mampu minum air atau air masuk hidung. Pada keadaan normal, mampu minum
air dnegan baik. Pada kelainan, air akan masuk ke hidung pada lesi nervus IX
bilateral.

SARAF OTAK XI ( NERVUS AKSESORIUS)

Cara pemeriksaan.
emeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien
diminta untuk mengangkat pundaknya.
emeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan
dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.
Sternocleidomastoideus.




1

SARAF OTAK XII ( NERVUS HIPOGLOSUS )

Cara pemeriksaan.
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat
diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh
karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok
kesisi yang sakit.
elihat apakah ada atroIi atau Iasikulasi pada otot lidah .
ekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi
dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.


CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK

1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.
Simetri tubuh dan ektremitas.
elumpuhan badan dan anggota gerak. dll.
2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
engangkat kedua tangan pada sendi bahu.
leksi dan ekstensi artikulus kubiti.
engepal dan membuka jari-jari tangan.
engangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
leksi dan ekstensi artikulus genu.
Plantar Ileksi dan dorso Ileksi kaki.
Gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
19

ontraktur.
onsistensi ( kekenyalan ).
onsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
- Spasmus otot akibat iritasi radix saraI spinalis, misal: meningitis, HNP.
- elumpuhan jenis UN ( spastisitas ).
- Gangguan UN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
- ontraktur otot.
onsistensi otot yang menurun terdapat pada.
- elumpuhan jenis LN akibat denervasi otot.
- elumpuhan jenis LN akibat lesi di motor end plate.
4. Perkusi otot
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersiIat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau detik saja.
iodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya
terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
iotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan Ileksi dan ekstensi pada sendi siku
dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
laccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai
pada kelumpuhan UN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
. ekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada
dua cara:
- Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini.
0

- Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan
Cara menilai kekuatan otot :
- Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
: Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya
berat ( gravitasi ).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Cara menilai kekuatan otot ada dua cara.
Dengan menggunakan angka dari 0 minus 4
Nilai 0 -1 - -3 -4
Gerakan bebas -
elawan gravitasi - -
elawan pemeriksa - - -
Nilai O berarti normal, -1 parese ringan, - parese moderat, -3 parese
hebat, -4 paralisis.

. Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersiIat positiI,
yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan
ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus
pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi,
substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelum.
1

Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus
striatum ( nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan
penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma
Parkinson.
Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar,
disebabkan gangguan mekanisme 'Ieedback oleh serebellum terhadap
aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan
gerakan volunter.
horea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan,
eksplosiI, cepat berganti siIat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang
hanya terhenti pada waktu tidur. horea disebabkan oleh lesi di corpus
striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan
atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit ,
torsi ekstensi atau torsi Ileksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai maniIestasi lesi di nukleus kaudatus.
Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra,
hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini
dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral
dan berkas porel.
asikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot
yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron.
ontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit.
yokimia: Iasikulasi benigna. rekwensi keduten tidak secepat Iasikulasi dan
berlangsung lebih lama dari Iasikulasi.
yokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung
sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot
skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.





. ungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat
yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal
ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan
lintasan lintasan yang mengirimkan inIormasi ke serebelum serta lesi pada
serebelum dapat mengakibatkan gangguan Iungsi koordinasi atau sering disebut
'Cerebellar sign '
acam-macam pemeriksaan ' Cerebellar sign
- Test telunjuk hidung.
- Test jari jari tangan.
- Test tumit lutut.
- Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping jari tangan. Sering
ditemukan pada pasien multipel sklerosis dan tumor cerebellar.
- Test Ienomena rebound Stewart-Holmes sign : pada gangguan serebelar,
Ienomena rebound berarti tidak mampu menghentikan gerakan tepat pada
waktunya.
- Test mempertahankan sikap.
- Test nistagmus.
- Test disgraIia.
- Test romberg.
Test romberg positiI: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup,
pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan (
bergoyang goyang ).
- Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan
gejala jalan yang khas yang disebut ' celebellar gait '
- Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau
tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

. Gait dan Station.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu.
Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan
3

pada orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri
dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki dan
mintalah pasien untuk melakukan.
- Jalan diatas tumit.
- Jalan diatas jari kaki.
- Tandem walking.
- Jalan lurus lalu putar.
- Jalan mundur.
- Hopping.
- Berdiri dengan satu kaki
acam macam Gait:
- Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara
sirkumduksi.
- Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai,
misalnya spastik paraparese.
- Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
- Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese Ilaccid atau
paralisis n. Peroneus.
- Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang
berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot
gluteus.
- Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk,
kedua tungkai berIleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah
dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.







4

CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.

1enis-1enis pemeriksaan sensorik yang sering digunakan :
1. Sensibilitas eksteroseptiI atau protopatik.
Terdiri dari:
Rasa nyeri.
Rasa suhu
Rasa raba.
. Sensibilitas proprioseptiI : rasa raba dalam.
3. Sensibilitas diskriminatiI
daya untuk mengenal bentukukuran.
daya untuk mengenal mengetahui berat sesuatu benda dsb.

Tujuan pemeriksaan sensorik
enetapkan adanya gangguan sensorik.
engetahui modalitasnya.
enetapkan polanya.
enyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari gangguan sensorik yang
akhirnya dinilai bersama sama dengan pemeriksaan motorik , kesadaran dll.

Tahap Pemeriksaan.
1. Test untuk rasa raba halus.
Alat pemeriksa : kapas.
Cara pemeriksaan:
- permukaan diraba dengan ujung ujung kapas tersebut.
- dari atas ke bawah sebaliknya.
- Dibandingkan kanan dan kiri.
Yang perlu diingat:
- Daerah lateral kurang peka dari medial.
- Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae, genetalia.

5

. Test untuk rasa nyeri superIicial.
Alat pemeriksa : jarum bundle
Cara pemeriksaan : jarum diletakkan tegak lurus dan cara sama spt diatas.

3. Test untuk rasa suhu.
Alat pemeriksa :
Botoltabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
Botoltabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.
Cara pemeriksaan :
Botol botol tersebut harus kering betul.
Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitiI dari bagian tubuh
yang terbuka.
Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang Iisiologik.

4. Test untuk rasa sikap.
Alat pemeriksa : bagian tubuh pasien sendiri.
Cara pemeriksaan :
Tempatkan salah satu lengantungkai pasien pada suatu posisi tertentu,
kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai.
Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung
jari kelingking kiri dsb.

5. Test untuk rasa gerakposisi sendi.
Alat pemeriksan : sendi sendijari jari tangan kaki pasien
Cara pemeriksaan: pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan
jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping
kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol
nya berada diatas atau dibawah atau disamping kanan kiri

6. Test untuk rasa getar.
Alat pemeriksa : garpu tala
6

Cara pemeriksaan: Garpu tala digetarkan duludiketuk pada meja atau benda keras
lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab
untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.

7. Test untuk diskriminatiI.
Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum bundel.
Cara pemeriksaan :
Rasa stereognosis : Dengan mata tertutup pasien diminta untuk
mengenal benda benda yang disodorkan kepadanya.
Rasa diskriminasi titik.
- Lidah : 1 mm.
- Ujung jari tangan : 7 mm.
- Telapak tangan : 1 mm
- Dorsum manus : 0-30 mm
- Dada : 40 mm
- Paha : 70 75 mm.
- Jari kaki : 3 mm.

Rasa Gramestesia : Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang
digoreskan diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
Rasa Barognosia : Untuk mengenal berat suatu benda.
Rasa topognosia : Untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang
disentuh pasien

Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik
Rasa eksteroseptiI.
- Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
- Berkurangnya rasa raba : HIPOSTESIA.
- Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.


7

Rasa Nyeri.
- Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
- Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
- Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA

Rasa suhu.
- Hilangnya rasa suhu : THEROANESTHESIA.
- Berkurangnya rasa suhu : THEROHIPESTHESIA.
- Berlebihnya rasa suhu : THEROHIPERESTHESIA.

Rasa abnormal dipermukaan tubuh.
- kesemuten : PARESTHESIA.
- nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA

Rasa PROPIOSEPTI RASA RABA DALA.
- rasa gerak : INESTHESIA.
- rasa sikap : STATESTESIA.
- rasa getar : PALESTHESIA.
- rasa tekan : BARESTHESIA.

Rasa DISRIINATI.
- engenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan:
STEREOGNOSIS.
- engenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
- engenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
- engenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit :
GRAESTESIA.
- engenal diskriminasi titik : DISRIINASI SPASIAL.
- engenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri : AUTOTOPOGNOSIS




PEMERIKSAAN REFLEKS

Hasil pemeriksaan reIleks merupakan inIormasi penting yang sangat menentukan.
Penilaian reIleks selalu berarti penilaian secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan.
Respon terhadap suatu perangsangan tentu tergantung pada intensitas. Oleh karena itu
reIleks kedua belah tubuh yang dapat dibandingkan harus merupakan hasil perangsangan
yang berintensitas sama.
ReIleks Iisiologis yang dibangkitkan untuk pemeriksaan klinis meliputi reIleks
superIicial dan reIleks tendon atau periosteum. Pada penderita penyakit syaraI tertentu
dapat dibandingkan reIleks patologis atau juga reIleks primitiI. Dari penilaian terhadap
reIleks Iisiologis dan patologis ini kita dapat memperkirakan letak jenis lesi.

Refleks superficial
1. ReIleks dinding perut :
Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigastrik, supraumbilical, inIra
Umbilical dari lateral ke medial.
Respons : kontraksi dinding perut
AIIerent : n. intercostal T 5 7 ( epigastrik )
n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical )
n. intercostal T 9 11 ( umbilica )
n. intercostal T 11 L 1 ( inIra umbilical )
n. iliohypogastricus
n. ilioinguinalis
EIIerent : idem
. ReIleks cremaster :
Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respons : elevasi testis Ipsilateral
AIIerent : n. ilioinguinal ( L 1- )
EIIerent : n. genitoIemoralis

Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
9

1. ReIleks biseps ( B P R ) :
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendonm. biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respons : Ileksi lengan pada sendi siku
AIIerent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
EIIerenst : idem

. ReIleks triceps ( T P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan Ileksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
AIIerent : n. radialis ( C 6-7- )
EIIerenst : idem

3. ReIleks periosto radialis :
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah
Ileksi dan sedikit pronasi
Respons : Ileksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.
brachioradialis
AIIerent : n. radialis ( C 5-6 )
EIIerenst : idem

4. ReIleks periosto ulnaris :
Stimulus : ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea, posisi lengan
setengah Ileksi dan antara pronasi supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadrates
AIIerent: n. ulnaris ( C B-T1 )
EIIerent : idem

5. ReIleks patella ( P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon patella
30

Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps emoris.
EIIerent : n. Iemoralis ( L -3-4 )
AIIerent : idem

6. ReIleks achilles ( A P R )
Stimulus : ketukan pada tendon Achilles
Respons : plantar Ileksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius
EIIerent : n. tibialis ( L. 5-S, 1- )
AIIerent : idem

Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

1. lonus lutut :
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respons : kontraksi reIlektorik m. quadriceps Iemoris selama stimulus
berlangsung.

. lonus kaki :
Stimulus : dorsoIleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai Ileksi di sendi
lutut.
Respons : kontraksi reIlektorik otot betis selama stimulus berlangsung.

Refleks patologis
1. BabinskI
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (Ianning) jari jari kaki.

. Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus
lateralis dari posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
31


3. Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke dista
Respons : seperti babinski

4. GordoN
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski

5. SchaIIer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons: seperti babinski

6. Gonda
Stimulus : penekukan ( planta Ileksi) maksimal jari kaki keempat
Respons: seperti babinski

7. Stransky
Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
Respons: seperti babinski

. Rossolimo
Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
Respons: Ileksi jari jari kaki pada sendi interphalangealnya

9. endel - Bechterew
Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada daerah os cuboideum
Respons : seperti rossolimo

10.HoIIman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
3

Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya BereIleksi

11.Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti HoIIman

1.Leri
Stimulus : Ileksi maksimal tangan pada pergelangan tangan sikap lengan
diluruskan dengan bagian ventral menghadap keatas
respons : tidak terjadi Ileksi di sendi siku

13.ayer
Stimulus : Ileksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak tangan.
Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari
14.Sucking reIleks
Stimulus : sentuhan pada bibir
Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah olah menyusu

15.Snout reIleks
Stimulus : ketukan pada bibir atas
Respons : kontraksi otot otot disekitar bibir dibawah hidung (menyusu)

Refleks Primitif
1. Graps reIleks
Stimulus : penekanan penempatan jari si pemeriksa pada telapak tangan pasien.
Respons : tangan pasien mengepal

. Palmo mental reIleks
Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian Thenar.
Respons : kontraksi otot mentalis dan orbicularis oris ipsilateral.

33

REFERAT

PEMERIKSAAN NEUROLOGI




Disusun oleh :

NURARAHIN ALI
11-009-1
NOR ALINA AZIZ
11-010- 1
NURUL AIN OHD SHAHPERI
11-010-15



DEPARTEMEN NEUROLOGI
RS HUSADA , 1AKARTA
SEPTEMBER 2011

Anda mungkin juga menyukai