Anda di halaman 1dari 13

SOAL-SOAL EDEMA PARU

1. Apa yang dimaksud dengan edema paru?


Edema paru adalah proses eksudasi cairan dari kapiler ke ruang ekstravaskuler, jaringan
intertisial dan alveoli yang terjadi secara akut dan disebabkan proses yang multifaktorial

2. Faktor2 apa yang menyebabkan terjadinya edema paru?


Berdasarkan hokum Starling maka edema paru dapat disebabkan oleh:
- Permeabilitas membrane berubah
- Tekanan hidrostatik mikrovaskuler (lumen) meningkat
- Tekanan osmotic mikrovaskuler (lumen) menurun
- Gangguan saluran limfe
- Tekanan osmotic perimikrovaskuler meningkat
- Tekanan hidrostatik perimikrovaskuler (itertisial) menurun.

3. Jelaskan tentang hokum Starling!


Qf= Kf (Pmv-Ppmv) – σ (πmv-πpmv).
Qf= aliran cairan transvaskuler
Kf= koefisien filtrasi
Pmv= tekaqnan hidrostatik dalam lumen
Ppmv=tekanan hidrostatik dalam jaringan intersial
σ (ssigma)= koefisien refleksi osmotic.
πmv= tekanan osmotic protein lumen
πpmv= tekanan osmotic protein dalam cairan intersial.

4. Apa penyebab tersering edema paru kadiogenik?


Gangguan fungsi ventrikel kiri atau obstruksi aliran balik pulmonal (vena pulmonalis).

5. Jelaskan stadium edema paru berdaarkan keparahan!


1. Redistribusi vaskuler paru
Disebut juga fase pre-edema  terjadi peningkatan tekanan baji kapiler pulmonal (PCWP)
adalah 15-20 mmhg (normal < 10 mmHg). Pada posisi upright position  pembuluh darah
lobus atas mengalami dilatasi dan ukuran relative pembuluh darah menjadi lebih besar.
Pada posisi normal, pembuluh darah lobus atas sama atau lebih kecil dibandingkan bronkus
yang diikutinya dan lebih kecil dibandingkan cabang arteri lobus bawah. Bila terjadi
redistribusi aliran darah, maka pembuluh darah lobus atas relative lebih besar dan bagian
bawah lebih kecil.
2. Edema intertisial
Sebagai tanda awal dekompensasi jantung. Tekanan PCWP 20-25 mmHg.
Edema intertisial dapat dibagi menjadi:
a. Edema perivaskuler
Pembuluh darah intrapulmonal tampak sebagai struktur dengan batas tegas
dibandingkan udara dalam paru. Pembuluh darah berada di jaringan intertisial yang
sama sebagaimana saluran limfatik dan bronkiolus, maka bila ada cairan berlebih
disekitarnya maka batas tersebut menjadi tidak jelas. Penebalan dinding bronkus bias
timbul dan tampak sebagai peribronchial cuffing.
b. Edema septa
Edema intertisial dapat bermanisfestasi sebagai penebalan septa.
Garis Kerley A = penebalan septa interlobular, tampak sebagai garis tipis, tidak
bercabang yang memanjang dari hilus, panjang 2-6 cm dan sering terlihat pada
pertengahan paru bagian atas antara hilus dan perifer paru.
Garis Kerley B = garis lurus, tidak lebih dari 2 cmyang peripheral dan perpendicular pada
permukaan pleura dan biasanya terlihat pada lobus bawah anterior dan lateral.
Garis ini disebabkan penebalan septa interlobular dan timbul saat tekanan vena
pulmonal mencapai 17-20 mmHg. Penyebab garis kerley C masih belum jelas, biasanya
lebih pendek dan cenderung membentuk retikuler di bagian bawah paru.
3. Edema alveolar
Edema alveolar akan Nampak bila udara dalam alveoli digantikan oleh cairan dalam
dinding alveoli masuk secra cepat ke dalam rongga alveoli. Gambaran ini muncul setelah
edema intertisial. Fase ini terjadi akibatvtekanan PCWP meningkat sekitar 25-30 mmHg.
Gambaran klasik edema alveolar akut adalah sentral atau distribusi butterfly dimana
edema tampak di daerah pusat sedangkan bagian perifer bersih.
6. Jelaskan klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme patofisiologi!
I. Ketidakseimbangan hukum Starling.
A. Peningkatan tekanan kapiler pulmonal
1. Peningkatan tekanan vena pulmonalis tanpa gagal jantung kiri
2. Peningkatan tekanan vena pulmonalis akibat gagal jantung kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru akibat peningkatan tekanan arteri pulmonal
(edema paru hiperperfusi).
B. Penurunan tekanan onkotik plasma
1. Hipoalbumin
C. Peningkatan tekanan negative jaringan intertisial
1. Evakuasi terlalu cepat pneumotoraks dengan penggunaan tekanan negative besar.
2. Tekanan negative pleura yang besar akibat obstruksi saluran napas dengan
peningkatan volume akhir ekspirasi (asma).
II. Gangguan permeabilitas membrane alveo-kapiler (ARDS)
A. Infeksi pneumonia --- bacterial, virus, parasit
B. Inhalasi toksin (ozone, chlorine, nitrogen oxide, smoke, Teflon fumes, phosgene)
C. Substansi benda asing dalam sirkulasi darah (bias ular, endotoksin bacterial).
D. Aspirasi isi lambung
E. Substansi vasoaktif endogen (histamine, kinin)
F. Immunologic --- hypersensitivity pneumonitis, obat (nitrofurantoin), leukoaglutinin.
G. Disseminated intravasculaer coagulation
H. Acute hemmorhagic pancreatitis
III. Insufisiensi limfatik
A. Pasca transplantasi paru
B. Lymphangitic carcinomatosis
C. Fibrosing lymphangitis (silikosis)
IV. Unknown atau belum diketahui secara jelas
A. High altitude pulmonary edema
B. Neurogenic pulmonary edem\Narcotic overdose
C. Pulmonary embolism
D. Eclampsia
E. After cardioversion
F. After anesthesia
G. After cardiopulmonary bypass.

7. Bagaimana cara membedakan edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik?

Edema paru kardiogenik Edema paru nonkardiogenik


Riwayat
Penyakit jantung akut Biasanya ada Biasanya tidak ada

Pemeriksaan fisis
Cardiac output Rendah Tinggi
(perifer dingin) (perifer hangat)
S3 gallop Ada Tidak ada
Distensi vena jugular Ada Tidak ada
Ronki Basah Kering
Penyakit dasar nonkardio Biasanya tidak ada Ada

Laboraorium
EKG Iskemik/infark Biasanya normal
Ronsen dada Distribusi perihiler Distribusi perifer
Enzim kardiak Mungkin meningkat Biasanya normal
Shunting intrapulmonary Kecil Besar
Tekanan kapiler pulmonal > 18 mmHg < 18 mmHg
Cairan edema/ protein serum <0,5 > 0,7

8. Apa saja yang tedema paru yang termasuk edema paru nonkardiogenik dan jelaskan!
- Edema paru neurogenik
- High Altitude Pulmonary Edema
- Re-expansion Pulmonary Edema
- ARDS
- Edema paru akibat obat
9. Apa yang dimaksud dengan edema paru neurogenik (EPN)
Terjadi pada penderita dengan trauma kepala, perdarahan serebral, perdarah subdural/
subaraknoid, serangan epilepsi, trauma kordda spinal, meningitis..

10. Bagaimana mekanisme terjadinya EPN?


- Perubahan pada tekanan hidostatik kapiler
Peningkatan TIK menyebabkan kompresi neuron, iskemik atau kerusakan yang dapat
meningkatkan aktivasi sistim saraf simpatk dan pelepasan katekolamin.
Venokonstriksi paru karena rangsangan simpatetik (neuron area A5 yang berlokasi di
bagian atas medulla yang menuju ke korda spinal) akan meningkatkan tekanan
hidrostatik kapiler dan menyebabkan edema paru.
Pelepasan katekolamin (Area A1 terletak pada ventrolateral medulla) memiliki efek
langsung pada gangguan ventrikel kiri. Katekolamin menginduksi cedera myocyte yang
didukung oleh adanya abnormalitas gerakan dinding jantung pada pemeriksaan
echocardiogram.
- Perubahan permeabilitas kapiler paru
Berdasarkan teori Blast: peningkatan tekanan kapiler paru menginduksi suatu
barotraumas yang bertanggungjawab terjadinya kerusakan membrane alveo-
kapiler. Struktur endotel paru mengalami kerusakan menyebabkan terjadinya
kebocoran vaskuler dan edema paru yang kaya protein. Teori Blast menduga
adanya dua mekanisme yang beraksi secata sinergis yaitu pengaruh tekanan
hidostatik yang tinggi dan kerusakan endotel paru.
Teori lain menyebutkan bahwa permeabilitas berubah akibat dari simpatetik massif
mempengaruhi pulmonary vascular bed paru atau disebut dengan “pulmonary
venule adrenergic hypersensitivity”.
Terdapat dua bentuk klinis EPN yaitu:
- Bentuk dini (early) biasanya klinis muncul dalam hitungan menit sampai jam setetah
cedera saraf. Bentuk ini paling sering terjadi.
- Bentuk lambat (delayed): klinis muncul 12-24 jam setelah cedera saraf.
Gajala klinis: sesak napas akut, takipnu, hipoksia dalam beberapa menit, pink, frothy
sputum,
Pemerikaan fisis: ronki bilateral.
Sympathetic hyperactivity paling sering dan gejala dapat disertai demam, takikardia,
hipertensi, dan dapat terjadi lekositosis.
EPN pada umumnya membaik sendiri dan jarang menganam jiwa.

11. Bagaimana penatalaksanaan EPN?


- Suplementasi oksigen
- Manitol MENURUNKAN TIK
- Diuretik

12. Jelaskan tentang High Altitude Pulmonary Edema (HAPE)!


HAPE adalah edema paru karena ketinggian yang terjadi karena kurangnya penyesuaian waktu
menuju ketinggian. HAPE dipengaruhi oleh kecepatan menuju ketinggian, ketinggian yang
dicapai, asal ketinggian dan fisiologi orangnya. Biasa terjadi pada dewasamuda yang mencapai
ketinggian diatas 2.700 m.
Orang dengan riwayat HAPE bila naik secara mendadak pada ketinggian 4.559m berisiko terkena
HAPE sebesar 60%.

13. Jelaskan pathogenesis HAPE


Pagenesisi HAPE: respons terhadap hipoksia yang meningkatkan respons terhadap tekanan yang
timbul dari hipoksia sehingga mengakibatkan peningkatan permebilitas kapiler.
Kejadian HAPE cenderung bersifat imunogenetik karena pada penderita HAPE mempunyai
kemampuan pembesihan alveolar yang menurun dan insidens antigen HLA-DQ4 dan HLA-DR6
meningkat.
14. Bagaimana cara diagnosis HAPE?
Gejala dan tanda klinis mulai muncul dalam 48 jam pertama setelah tiba di lokasi (rerata 4 hari)
Berdasarkan Kriteria Lake-Louise:
 Gejala klinis (minimal 2)
- Sesak napas saat istirahat
- Penurunan tampilan latihan/ kelemahan.
- Dada terasa penuh/ berat.
 Tanda klinis (minimal 2)
- Ronki atau mengi pada satu/ kedua paru
- Sianosis sentral
- Takipnea
- Takikardia

15. Bagaimana cara penatalaksanaan HAPE?


- Menurunkan pasien dari ketinggian, bila tidak memungkinkan  gunakan kantong seperti
tenda yang berfungsi sebagai Hyperbaric Chamber.
- Portable hyperbaric chamber
- Oksigen
- Medikamentosa:
 Asetazolamid 2x125 mg  (carbonic anhydrase inhibitor penghambat aktivitas
anhidrase karbonat otak, ginjal, dan darah)  menurunkan formasi ion hidrogen dan
bikarbonat ginjal serta menghambat reabsorpsi natrium bikarbonat  menurunkan 74%
gejala < 24 jam.
 Deksametason (analog hormon adrenokortikal)  memperbaiki fungsi sel endotelial
kapiler dan sel epitel alveolar, menurunkan permeabilitas kapiler pulmonal, menjaga sel
tipe II epitelial alveolar, menyebabkan sekresi surfaktan pulmonal, meningkatkan aliran
darah ginjal, dan menurunkan sekresi hormon antidiuretik  bekerja dalam waktu 12
jam.
 Nifedipin 10 mg/ 4 jam  calcium channel blockers penghambat pelepasan katekolamin
akhir saraf simpatis. Nifedipin efektif sebagai vasodilator  menurunkan tekanan arteri
pulmonalis kira-kira sebesar 30% tetapi tidak meningkatkan tekanan parsial oksigen
arteri.
16. Apa yang dimaksud dengan High Altitude Illness?
HAI adalah sindroma yang disebabkan oleh kelainan otak dan paru yang terjadi karena
kurangnya penyesuaian waktu menuju suatu tempat ketinggian. Sering terjadi pada ketinggian
diatas 2500 m.
Kelainan otak: Acute Mountain Sickness (AMS) dan High Alitude Cerebral Edema (HACE).
Kelainan paru: HAPE

17. Jelaskan tentang Reexpansion Pulmonary Edema (REPE)?


Edema paru yang terjadi akibat paru yang telah lama kolaps dilakukan drainase udara atau
cairan yang terlalu cepat pada kasus pneumotoraks atau hidrotoraks.

18. Bagaimana mekanisme terjadinya REPE?


Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (kadar protein dalam
cairaedema yang cukup tinggi). Paru yang kolaps mengalami reekspansi  aliran darah yang
cepat  reperfusi yg mendadak menyebabkan peningkatan sel2 inflamasi (monosit, makrofag,
netrofil)  kerusakan endotel kapiler  edema paru.

19. Bagaimana penatalaksanaan REPE?


- Biasanya mengalami resolusi spontan dalam beberapa hari
- Torasentesis harus segera dihentikan bila ditemukan gejala batuk dan sesak napas
spasmodic, terutama pada satu jam pertama drainase.
- Positive end expiratory pressure ventilation selama 2-3 jam sangat berperan dalam
manajemen edema paru.

20. Apa yang dimaksud dengan ARDS?


Sindroma inflamasi dan peningkatan permeabilitas yang berkaitan dengan abnormalitas
klinis,radiologis, dan fisiologi yang tidak berkaitan dengan peningkatan tekanan atriumkiri atau
kapiler paru.
Definisi ARDS berdasarkan Berlin yaitu
Waktu: 1 minggu dari perburukan klinis tdpt gejala baru/ perburukan
radiographic (opasitas bilateral yang bukan efusipleura, kolaps, nodul)
Asal edema: kegagalan respirasi yang bukan dari gagaljantung/ overload cairan
Kategori hipoksemia: mild (PaO2/FIO2 200 mm Hg - ≤ 300 mm Hg), moderate (100 mm Hg -
≤ 200 mm Hg), and severe (PaO2/FIO2 ≤ 100 mm Hg)
dan 4 variabel untuk ARDS berat yaitu: derajat berat radiographic (opasitas bilateral yang bukan
efusipleura, kolaps, nodul), komplians paru ≤40 mL/cm H2O, positive end-expiratory pressure
≥10 cm H2O) dan pemberian oksigen atau volume koreksi ekspirasi per menit ≥10 L/min.

21. Jelaskan fase ARDS secara patologi anatomi!


 Fase eksudatif akut (1-7 hari)
Kerusakan sel epitel tipe 1 dan 2  penurunan produksi surfaktan  mikroatelektasis
alveoli/ kolaps lokal.
Pada fase ini terjadi kerusakan alveolar yang difus pada minggu pertama sesudah onset
gagal napas. Fase ini merupakan fase awal cidera pada endotel dan epitel yang terjadi
inflamasi dan eksudasi cairan. Plasma protein dan sel debris yang keluar melewati barier
endotel-epitel yang rusak menuju alveoli. Membran hialin yang luas melapisi alveoli dan
terdapat sejumlah sel inflamasi di interstitial.
 Fase proliferatif (3-10 hari)
Terjadi proliferasi sel epitel tipe II dan berdiferensiasi menjadi sel epitel tipe I. Terjadi
proliferasi fibrolast di alveoli dan intertisial. Terjadi organisasi eksudat intraalveolar dan
interstitial dan mudah terjadi perubahan bentuk serta menetap.
 Fase fibrotik (>1-2 minggu)
Fase ini terjadi pemulihan dengan resolusi inflamasi dan terjadi perkembangan
bermacam-macam derajat fibrosis paru. Fibrosis yang luas pada alveoli, interstitial dan
obliterasi vaskuler, dan terjadi peningkatan progresif kolagen paru selama
berlangsungnya penyakit.

22. Jelaskan pathogenesis ARDS!


 Kelainan langsung yg mengenai paru
Makrofag alveolar berikatan dan berinteraksi dengan antigen atau toksin 
mensekresi sitokin IL-1, IL-8,dan TNF-α. IL-8 memicu kemotaksis dan aktivasi netrofil.
Netrofil melepaskan oksidan, protease, leukotrien dan molekul proinflamasi yang lain
seperti platelet activating factor (PAF)  merusak lapisan endotel mikrovaskuler dan
epitel alveoli  edema paru.
IL-1 menstimulasi fibroblast memproduksi matriks ekstraseluler  fibrotik.
Keberadaan mediator anti inflamasi, interleukin-1-receptor antagonists, soluble tumor
necrosis factor receptor, auto antibodi yang melawan interleukin-8 dan interleukin-10
menjaga keseimbangan alveolar.
 Kelainan yang tidak langsung mengenai paru
Melalui produksi mediator toksik yang dibentuk oleh bagian lain tubuh  sirkulasi
darah.
Infeksi gram negatif  TNFα  kerusakan endotel
23. Jelaskan patofisiologi ARDS!

Makrofag alveolar  IL1 IL8 IL10 TNFα

Netrofil

Fibroblas Oksidan, protease, leukotrien, PAF

Matriks ekstraseluler

Kerusakan endotel kapiler dan epitel alveoli

Edema intertisial dan alveoli Produksi surfaktan menurun

Paru menjadi rigid

Hipoksemia berat

Hipoksia

24. Bagaimana penatalaksanaan ARDS?


Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif, bantuan ventilator
dan terapi farmakologis.
1. Suportif dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome (MODS) meliputi:
- Identifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
- Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi nosokomial atau
toksisitas oksigen.
- Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan cara
meminimalkan angka metabolik.
- Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh.
- Dukungan nutrisi.
2. Ventilator
Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB) dan
PEEP yang adekuat, kedua pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi
adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2aman, menghindari barotraumas (tekanan
saluran napas <35cmH2O atau di bawah titik refleksi dari kurva pressure-volume) dan
menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi: ekspirasi (lebih tinggi atau kebalikan rasio waktu inspirasi
terhadap ekspirasi dan hiperkapnea yang diperbolehkan).
Selain pengaturan ventilasi dengan cara diatas, masih ada lagi teknik pengaturan ventilasi
untuk ARDS (strategi ventilasi terkini) meliputi high frequency ventilation(HVF),inverse ratio
ventilation (IRV),airway pressure release ventilation(APRV), prone position, pemberian
surfaktan eksogen, ventilasi mekanik cair danextracorporeal membrane oxygenation(ECMO)
sertaextracorporeal carbon dioxide removal (ECCO2R)
Mode IPPV (Intermitten positive pressure ventilation)
PEEP (Positive end expiratory pressure)  Positive end expiratory pressure(PEEP)
sebagai model ventilasi mekanis untuk mengatasi hipoksemia refrakter pada pasien ARDS
dan mencegah kerusakan paru akibat pembukaan dan penutupan bronkiolus dan alveolus
yang berulang sehingga mencegah kolaps paru saat akhir ekspirasi, meningkatkan oksigenasi
arteri dan meningkatkan bagian paru yang tidak terisi udara sehingga dapat mengakibatkan
perbaikan oksigenasi.
Penggunaan volume tidal rendah, sebagai berikut:
1. Volume tidal secara sistematik disesuaikan (4-6mL/kgBB) untuk mempertahankan
tekanan plateau 30 cmH2O.
2. Respiratory rate harus dititrasi sesuai kebutuhan (6-35 kali/menit) untuk
mempertahankan pH sebesar 7,3 hingga 7,45.
3. Kombinasi tepat dari fraction of inspired oxygen (FIO2) dan positive end-expiratory
pressure (PEEP) untuk mencapai oksigenasi yang adekuat (PaO2 55 -80 mmHg atau
saturasi pulsasi oksimetri ± 88%-95%).

3. Terapi farmakologis
Memperbaiki cidera paru
 Kortikosteroid (metilprednisolon) pada fase lanjut

Anda mungkin juga menyukai