Anda di halaman 1dari 130

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
STANDAR DAN INSTRUMEN AKREDITASI
PUSKESMAS EDISI KEDUA, VERSI TAHUN
2019

BAB 1. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

Standar

1.1 Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan secara


terpadu dengan lintas program dan lintas sektor serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.

Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan tata


nilai, analisis kebutuhan masyarakat , analisis peluang pengembangan
pelayanan, serta analisis risiko pelayanan termasuk umpan balik dari
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Kriteria
1.1.1 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi, misi,
tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis peluang
pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan ketentuan
peraturan perundangan yang dituangkan dalam perencanaan. (lihat juga
PMP 5.1; dan PMP 5.2 )

Pokok Pikiran:
• Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan
Penunjang dan penunjang(UKPPP) tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
• Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang
kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja
profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Tata Nilai yang
mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penyedia layanan
UKM maupun UKPPP. (lihat PP 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah)
• Visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas mengacu visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai acuan dalam penyelenggaraan
Puskesmas.
• Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang
pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan peraturan
perundangan.
• Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu
dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas, analisis situasi dan
perumusan masalah yang dirasakan masyarakat termasuk data PIS-PK..
( Lihat juga KMP : 1.6.11, UKM : 2.1.1 dan 2.6.)
• Data yang dimaksud meliputi:
a) Data dasar
b) Data UKM esensial
c) Data UKM Pengembangan
d) Data UKPP
e) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, laboratorium dan
data kefarmasian
f) Kondisi kesehatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang
diperoleh dari Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui
pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PIS PK). (lihat juga KMP : 1.6.11 dan UKM: 2.1.1,
2.6.1, 2.6.2)
g) Data capaian Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota,
h) Kebijakan/ Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari dinas kesehatan provinsi dan
Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dan atau referensi lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
i) Hasil-hasil survei kepuasan,
j) Survei Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat
Desa (MMD
k) kegiatan survei yang lain
• Jenis data sampai dengan tahapan analisis dilakukan merujuk pada
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Manajemen
Puskesmas.
• Dari data huruf a sampai huruf i maka ditentukan indikator
keberhasilannya yang dituangkan ke dalam indikator kinerja.
• Berdasarkan hasil penilaian kinerja Puskesmas maka dilakukan
perumusan masalah terhadap indikator yang tidak tercapai sebagai
dasar penentuan indikator mutu. (lihat juga KMP: 1.1.3; 1.6.11; 1.8.1;
PMP: 5.1.2 )
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
dilakukan analisis peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
• Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat
maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang perlu
diidentifikasi, dianalisis dan dikelola agar pelayanan yang disediakan
aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
• Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah
direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai
untuk pencegahan dan mitigasi risiko. (lihat juga 5.2.1)
• Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan
penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan
harapan masyarakat, b) hasil identifikasi dan analisis peluang
pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c) hasil identifikasi
dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit pelayanan baik
dari sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko terkait bangunan,
prasarana, peralatan Puskesmas.
-3-

Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. (R) ( Lihat
juga KMP : 1.6.1)
2. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan sesuai dengan yang
diminta dalam pokok pikiran. (R)
3. Jenis-jenis pelayanan ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi dan
analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran pada paragraf
terakhir. (D,W)

Kriteria
1.1.2 Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan
tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan,
analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan
masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota serta dapat direvisi sesuai dengan
capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.

Pokok Pikiran:
• Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis
kesehatan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan,
dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor
terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang
diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, serta sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai
Puskesmas.
• Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya
kesehatan masyarakat (UKM), dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang dan penunjang (UKPP).
• Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana
Operasional Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang
merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dan
menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan
berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
• Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui
penetapan Tim Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam
musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian
diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
• Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan
berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil
pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
• Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun
dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan
Puskesmas.
-4-

• Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat


sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang perencanaan sesuai dengan yang
diminta pada pokok pikiran (R)
2. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
3. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima Tahunan
Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D)
4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara
lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
5. Ada kesesuaian antara Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dengan
Rencana Usulan kegiatan (RUK) dan rencana lima tahunan Puskesmas.
(D,O,W)
6. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan
capaian kinerja bulanan. (D)
7. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria

1.1.3 Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya


Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam
perencanaan.

Pokok Pikiran:
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas,
serta perbaikan mutu dan kinerja.(Lihat juga PMP 5.1)
• Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang
terjadi di Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang sama.
• Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai
hasil analisis kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area
prioritas perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus
untuk melakukan inovasi perbaikan, dan didukung baik oleh
Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang
(UKPP) (Lihat juga 1.1.1)
• Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas
Puskesmas. (Lihat 5.1.2)
• Contoh masalah prioritas tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai
dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya
prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada
kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk
mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja
-5-

pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan


dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas
untuk perbaikan dan pengembangan tingkat Puskesmas sesuai
dengan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja yang terdiri atas
area KMP, UKM dan UKPP. (R) (Lihat juga PMP : 5.1.2)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan
pengembangan penyelenggaraan upaya Puskesmas untuk indikator
mutu prioritas tingkat Puskesmas yang sudah ditetapkan dan upaya
perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan Puskesmas. (D, W)

Kriteria
1.1.4 Penjadwalan pelaksanaan kegiatan dan pelayanan direncanakan dan
disepakati bersama dengan lintas program, lintas sektor dan
masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan maupun rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK) bulanan harus memuat kerangka waktu
yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan dalam bentuk jadwal
pelaksanaan kegiatan. (lihat juga UKM : 2.2.1)
• Jadwal pelaksanaan kegiatan yang memuat kegiatan KMP, UKM dan
UKPP, sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
• Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas
program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat
waktu dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan.
• Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas
program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat
waktu dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan.
• Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan disusun dengan melakukan
hal sebagai berikut :
a) mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui
b) membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK
yang diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK
c) menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang
akan dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan
dan lokasi pelaksanaan
d) mengadakan Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk membahas
kesepakatan RPK
e) membuat RPK tahunan yang telah disusun dalam bentuk matriks.
f) Merinci RPK tahunan menjadi RPK bulanan bersama dengan
target pencapaiannya, dan direncanakan kegiatan pengawasan
dan pengendaliannya.
• RPK dimungkinkan untuk dirubah/ disesuaikan dengan kebutuhan
saat itu apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian
kegiatan bulanan dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, konflik,
Kejadian Luar Biasa, perubahan kebijakan mendesak, dll) yang harus
dituangkan kedalam RPK.
-6-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penjadwalan kegiatan dan
pelayanan Puskesmas. (R)
2. Jadwal kegiatan Puskesmas disepakati sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dan dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tahunan dan Bulanan. (D, W)
3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan memuat
kerangka waktu pelaksanaan kegiatan yang direncanakan. (D)

Kriteria
1.1.5 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam
rangka perbaikan kinerja Puskesmas

Pokok Pikiran :
• Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan
kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki
otonomi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan daerah.
• Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan
bagian dari tugas, fungsi dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota.
• Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan evaluasi, dan pelaporan serta peningkatan
mutu pelayanan kesehatan.
• Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas
dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam rangka
pencapaian Program Prioritas Nasional, khususnya yang tercantum
dalam bab 4 dalam standar ini. (Lihat juga KMP : 1.6.2 dan 1.8; UKM:
2.8.5 ; dan 2.8.6, serta PPN)

Elemen Penilaian :
1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur
organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan. (R)
2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan
pembinaan Puskesmas dan program kerjanya secara periodik. (R, D)
3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang
berkesinambungan dengan menggunakan indikator pembinaan
program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada Puskesmas.
(D,W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas. (D,
W)
5. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan sesuai
dengan anggaran yang sudah ditetapkan. (D, W)
-7-

6. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjuti


pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas yang menjadi wewenang
dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang
tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D, W)
7. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas.
(D, W)
8. Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W)

Standar
1.2 Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan
kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat
pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan,
dan untuk menyampaikan umpan balik

Kriteria
1.2.1 Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas dan
lintas sektor mendapat informasi yang memadai tentang jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta masyarakat
memanfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan . (Lihat juga KMP : 1.1.4
dan UKM : 2.2.1)

Pokok Pikiran:
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan dengan memperhatikan kebutuhan dan
harapan masyarakat.
• Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya.
• Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya
perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas
program, dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama, saling
memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan
upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.
• Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses
masyarakat terhadap pelayanan yang dibutuhkan (lihat juga 1.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk menyampaikan informasi
tentang tujuan, sasaran, tugas pokok, fungsi dan kegiatan Puskesmas
baik kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor. (R)
2. Ada jadwal pelaksanaan kegiatan dan diinformasikan kepada
masyarakat, lintas program dan lintas sektor. (D,W)
3. Masyarakat, Lintas Program dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas. (W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi
kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor. (D, W)
-8-

5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pemanfaatan pelayanan


dan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan jadwal yang disusun. (D)

Kriteria
1.2.2 Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai
kebutuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap
pelayanan. (Lihat juga KMP : 1.8.3 dan UKM : 2.2.1; 2.2.2; 2.8.5; 2.8.6)

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh
masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk pelayanan
preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai dengan
kemampuan Puskesmas.
• Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain
melalui papan pengumuman, pemberian arah tanda yang jelas, media
cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun
internet.
• Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan
terhadap pelayanan dan penyampaian umpan balik.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan umpan balik dari
masyarakat tentang pelayanan dan penyelenggaraan Upaya Puskesmas.
(R)
2. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat. (D,
O, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan
balik dari masyarakat. (D, O, W)

Standar
1.3 Puskesmas memenuhi persyaratan sumberdaya sesuai standar
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan
Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan,
prasarana, peralatan Puskesmas, dan ketenagaan.

Kriteria
1.3.1 Puskesmas memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan,
prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.

Pokok Pikiran:
• Setiap Puskesmas harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Pendirian Puskesmas perlu memperhatikan persyaratan lokasi:
dibangun di setiap kecamatan, memperhatikan kebutuhan pelayanan
sesuai rasio ketersediaan pelayanan kesehatan dengan jumlah
penduduk, mudah diakses, dan mematuhi persyaratan kesehatan
lingkungan.
-9-

• Dokumen analisis pendirian Puskesmas dibuat oleh Dinas Kesehatan


Daerah Kabupaten/ Kota dengan mempertimbangkan tata ruang
daerah, dan rasio ketersediaan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk dan aksesibilitas (geografis) yang dituangkan dalam
rencana strategis atau rencana pembangunan Puskesmas.
• Untuk menghindari gangguan dan dampak keberadaan Puskesmas
terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan, maka
pendirian Puskesmas perlu didirikan di atas bangunan yang permanen
dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain.
• Yang dimaksud unit kerja yang lain adalah unit kerja yang tidak ada
kaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Puskesmas.
• Ketersediaan bangunan yang memenuhi persyaratan dan dipelihara
dengan baik akan menjamin kelancaran dan keamanan dalam
pelaksanaan kegiatan (lihat juga KMP : 1.4.2)
• Ketersediaan ruang untuk pelayanan harus bersih dan sesuai dengan
jenis pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Puskesmas.
• Ruang yang minimal harus tersedia adalah: ruang pendaftaran dan
ruang tunggu, ruang administrasi, ruang pemeriksaan, ruang
konsultasi dokter, ruang tindakan, ruang farmasi, ruang laboratorium,
ruang ASI, kamar mandi dan WC, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
dimanfaatkan untuk Taman Obat Keluarga (TOGA), dan ruang lain
sesuai kebutuhan pelayanan.
• Pengaturan ruang memperhatikan fungsi, keamanan, kebersihan,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan untuk
memudahkan pasien/keluarga pasien untuk akses yang mudah
termasuk memberi kemudahan dengan kebutuhan khusus, antara
lain: disabilitas, anak-anak, ibu hamil dan orang usia lanjut, termasuk
jika ada pasien dengan gaduh gelisah, pasien TB, penyalahgunaan zat,
HIV/AIDS, korban kekerasan/ penelantaran, gawat darurat, demikian
juga memperhatikan keamanan, kebutuhan akan privasi, dan
kemudahan bagi petugas dalam memberikan pelayanan.
• Sebagai upaya pencegahan infeksi, pengaturan ruangan juga harus
memperhatikan zona pemeriksaan bagi orang sehat dan zona
pemeriksaan bagi orang sakit.
• Untuk kelancaran dalam memberikan pelayanan dan menjamin
kesinambungan pelayanan maka Puskesmas harus dilengkapi dengan
prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan jenis pelayanan
yang disediakan.
• Prasarana adalah alat, jaringan, dan sistem yang membuat suatu
sarana dapat berfungsi.
• Prasarana yang dipersyaratkan tersebut meliputi: sistem penyediaan
air bersih, sistem penghawaan (ventilasi), sistem pencahayaan, sistem
sanitasi, sistem kelistrikan, sistem komunikasi, sistem gas medik,
sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran, sarana evakuasi,
sistem pengendalian kebisingan, dan kendaraan di Puskemas (lihat
juga 1.4.7)
• Peralatan Puskesmas terdiri dari alat kesehatan, perbekalan
kesehatan lain, bahan habis pakai, dan perlengkapan.
• Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
-10-

orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/ atau


membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
• Agar pelayanan diberikan dengan aman dan bermutu Peralatan
Puskesmas tersebut terpelihara, terjamin dan berfungsi dengan baik,
dan dikalibrasi untuk alat-alat ukur yang digunakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (lihat juga 1.4.1; 1.4.6)
• Alat kesehatan yang memerlukan perizinan harus memiliki izin yang
berlaku.
• Pembelian, penggunaan dan pemusnahan alat kesehatan yang
mengandung merkuri tidak diperkenankan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ada bukti pendirian Puskesmas didasarkan pada analisis dengan
mempertimbangkan tata ruang daerah, rasio jumlah penduduk,
aksesibilitas (geografis) dan ketersediaan pelayanan kesehatan. (D)
2. Puskesmas diselenggarakan di atas bangunan yang permanen, tidak
bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain, dan
memenuhi persyaratan lingkungan sehat. (D,O)
3. Ketersediaan ruang memenuhi persyaratan minimal dan kebutuhan
pelayanan. (D,O)
4. Pemeliharaan Bangunan dan Penataan ruang memperhatikan akses,
keamanan, kebersihan, kenyamanan dan ruang terbuka hijau. (D,O)
5. Penataan ruang memisahkan zona pemeriksaan orang sehat dari zona
pemeriksaan orang sakit. (D,O)
6. Tersedia prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai standar
berdasarkan kebutuhan pelayanan. (D, O)
7. Ada bukti alat kesehatan yang memerlukan izin memiliki kelengkapan
izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,
O)
8. Ada bukti Puskesmas memiliki izin yang berlaku. (D)

Kriteria
1.3.2 Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan
(ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan
terhadap standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

Pokok Pikiran :
• Keterpenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan Puskesmas
sesuai standar di puskesmas adalah faktor penting dalam upaya
menjamin terselenggaranya pelayanan di puskesmas.
• Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus
diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya.
( Lihat juga KMP : 1.6.11 )
• Besarnya nilai prosentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat
kesehatan dalam ASPAK memberikan gambaran kondisi pemenuhan
sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas.
• Batas terendah persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat
kesehatan dalam ASPAK adalah 60% atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-11-

• Jika terjadi perubahan peraturan tentang batasan terendah


persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam
ASPAK, maka batas terendah pemenuhan standar mengikuti
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkannya petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan
input data sarana, prasarana dan alat Kesehatan dalam ASPAK. (R)
2. Input data sarana, prasarana dan alat kesehatan dalam ASPAK
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang -undangan dan
divalidasi oleh Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D, O, W)
(lihat juga KMP :1.1.5)
3. Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK digunakan
untuk perencanaan Puskesmas. (D, W)

Kriteria

1.3.3 Kepala Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang kompeten sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:

• Agar Puskesmas dikelola dengan baik, efektif dan efisien, maka


Puskesmas harus dipimpin oleh tenaga kesehatan yang kompeten
untuk mengelola fasilitas tersebut, sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
• Uraian tugas sebagai dasar bagi Kepala Puskesmas dalam
melaksanakan tugas sebagai pimpinan.
• Kepala Puskesmas adalah dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan
lainnya paling rendah strata 1 (S1) bidang kesehatan atau Diploma 4
(D4) bidang kesehatan ( Lihat UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan,
pasal 8 sampai dengan pasal 11)
• Untuk daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, Kepala
Puskesmas dapat dijabat oleh tenaga kesehatan minimal dengan
Jenjang Pendidikan D3.

Elemen Penilaian:
1. Ada kejelasan persyaratan dan uraian tugas Kepala Puskesmas yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(R)
2. Kepala Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (D)

Kriteria
1.3.4 Tersedia dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non
kesehatan dengan jumlah, jenis, dan kompetensi sesuai kebutuhan
dan jenis pelayanan yang disediakan.

Pokok Pikiran:
• Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan aman
bagi pasien dan masyarakat yang dilayani perlu dilakukan analisis
kebutuhan tenaga baik dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya,
-12-

dan tenaga non kesehatan sebagai dasar penyusunan pola ketenagaan


dan rencana pengembangan tenaga,
• Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan
pasien dan masyarakat, dilakukan upaya untuk pemenuhan
ketersedian tenaga baik jenis, jumlah dan persyaratan kompetensi.
• Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai
dengan struktur organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis
tenaga yang dibutuhkan. (R)
2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai
dengan pelayanan yang disediakan.(D, W)
3. Ada rencana pengembangan tenaga sesuai dengan hasil analisis
kebutuhan tenaga. (D)
4. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai dengan
rencana pengembangan tenaga yang disusun. (D)

Standar
1.4 Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas,
dan keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan


keselamatan lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan (MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan dan dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko. (lihat
juga PMP : 5.2)

Kriteria
1.4.1. Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan
Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan keamanan fasilitas,
pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen bencana,
pengamanan kebakaran, alat kesehatan, dan sistem utilisasi

Pokok Pikiran :
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan
menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, pengunjung,
petugas, dan masyarakat.
• Puskesmas perlu menyusun program manajemen fasilitas dan
keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi
pasien, petugas, dan masyarakat.
• Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang
meliputi:
a) Manajemen Keselamatan dan keamanan.
-13-

Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan,


halaman/ground, prasarana, peralatan Puskesmas, tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, petugas dan
pengunjung, dan masyarakat
Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan,
pengrusakan dan kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kode-
kode darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang
tidak berwenang.
b) Manajemen Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3),
yang meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan
bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan, dan limbah bahan
berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:
1) penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundan-undangan
2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundan-undangan
3) sistem pelabelan B3 sesuai ketentuan peraturan perundan-
undangan
4) sistem pendokumentasian dan perizinan B3 sesuai ketentuan
peraturan perundan-undangan
5) penaganan tumpahan dan paparan B3 sesuai ketentuan
peraturan perundan-udangan
6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan
atau paparan sesuai ketentuan peraturan perundan-udangan
7) penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundan-
udangan
c) Manajemen Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap
wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana
direncanakan dan efektif.
Program manajemen bencana perlu disusun dalam upaya
menanggapi bila terjadi bencana internal dan/ atau eksternal
yang meliputi:
1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang
mungkin terjadi (HVA),
2) menentukan peran Puskesmas dalam kejadian tersebut
3) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
4) manajemen sumber daya,
5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan
manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana,
7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber
daya masyarakat yang tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu
program kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan
setiap tahun yang meliputi 2) sampai dengan 6) dari program
manajemen bencana.

d) Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib


melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara
umum meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan
melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan
-14-

ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang


mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif.
Secara khusus, program penanggulangan akan berisi:
1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi
dan penanggulangan kebakaran secara periodik (minimal satu
kali dalam satu tahun)
2) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan.
3) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan
kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan
4) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi pasien
yang efektif pada situasi bencana
e) Manajemen Alat kesehatan
Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan
digunakan sesuai dengan ketentuan. Kegiatan tersebut ditujukan
untuk:
1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan berfungsi
dengan baik
2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan
memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten
f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber
PLN, sistem air, sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya
seperti generator (Genset), perpipaan air dipelihara untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus
dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat ) jam
g) Pendidikan (edukasi) petugas tentang Manajemen MFK.
• Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas,
pengunjung dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan
peta terhadap area berisiko yang meliputi poin a sd f.
• Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang
merefleksikan keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.
• Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau
penanggungjawab yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
• Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk
memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan
lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat sesuai
dengan rencana.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan MFK yang sesuai
dengan yang diuraikan dalam pokok pikiran. (R)
2. Ditetapkan petugas yang bertanggungjawab dalam MFK. (R)
3. Ada rencana program MFK yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan
identifikasi risiko. (R)
4. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi huruf
a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap
pelaksanaan program MFK meliputi huruf a sampai huruf f pada
pokok pikiran. (D)

Kriteria
1.4.2. Puskesmas melaksanakan program keselamatan dan keamanan.
-15-

Pokok Pikiran:
• Program untuk keselamatan dirancang untuk mencegah terjadinya
cedera bagi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat akibat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti tertusuk jarum,
tertimpa bangunan, kebakaran, gedung roboh, dan tersengat listrik.
• Program keselamatan bagi petugas terintegrasi dengan program
keselamatan dan kesehatan kerja
• Area-area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu
diidentifikasi dan dibuatkan peta, dipantau untuk meminimalkan
terjadinya insiden dan kekerasan fisik baik bagi pasien, petugas,
maupun pengunjung yang lain (lihat juga KMP : 1.4.1).
• Program untuk keamanan dengan menyediakan lingkungan fisik yang
aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung Puskesmas perlu
direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik
maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti
penculikan bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.
• Agar dapat berjalan dengan baik, maka program tersebut juga
didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk
mendukung keamanan dan fasilitas seperti penyediaan Closed Circuit
Television (CCTV), alarm, APAR, jalur evakuasi, titik kumpul, rambu-
rambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda pintu darurat.
• Pemberian tanda pengenal pada pasien, pengunjung, karyawan,
termasuk tenaga outsource merupakan upaya untuk menyediakan
lingkungan yang aman.
• Kode-kode darurat minimal yang perlu ditetapkan dan diterapkan
seperti:
a) kode merah atau alarm untuk pemberitahuan darurat kebakaran
b) kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan
medik
c) kode pink untuk pemberitahuan telah tejadi penculikan bayi
• Apabila Puskesmas mengalami renovasi dan atau konstruksi
bangunan maka perlu disusun Infection Control Risk Assesment (ICRA)
renovasi untuk memastikan proses renovasi dan atau konstruksi
bangunan dilakukan secara aman dan mengontrol terjadinya
penyebaran infeksi (lihat juga PPI 5.5.2)
• Dilakukan inspeksi fasilitas yang meliputi bangunan, prasarana,
peralatan Puskesmas kecuali alat kesehatan, dan halaman/ground.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas, dan pegawai
kontrak. (D, O, W)
2. Dilakukan inspeksi fasilitas secara berkala meliputi bangunan,
prasarana, dan peralatan Puskesmas kecuali alat kesehatan. (D, 0, W)
3. Ada strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi
bangunan. (D, W)
4. Dilaksanakan program keselamatan dan keamanan sesuai dengan
rencana. (D, O, W)
5. Dilakukan pelaporan, tindak lanjut dan dokumentasi terhadap
kejadian, kekerasan fisik, dan cedera terkait dengan keamanan
lingkungan fisik. (D)
-16-

Kriteria
1.4.3. Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya beracun serta pengendalian dan pembuangan limbah
bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang
memadai dan ketentuan perundangan.

Pokok Pikiran:
• Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan
dikendalikan secara aman. (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan 1.7.1;
UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4)
• WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta
limbahnya dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan
anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat; kontainer bertekanan;
benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif.
• Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan
jumlah serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu
mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.
• Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan,
pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
• Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam
pada huruf b pada kriteria 1.4.1. (R)
2. Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan,
pewadahan dan penimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
3. Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan. (D, O) (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan 1.7.1; UKPP :
3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4)
4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan
terhadap B3 dan atau limbah B3. (D,W)

Kriteria
1.4.4. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi
program tanggap darurat bencana internal dan eksternal

Pokok Pikiran:
• Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu
dan yang lain.
• Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut
bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun eksternal.
• Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun
sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability Assesment).
• Program kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan
(disaster drill) setiap tahun secara internal atau melibatkan komunitas
secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan sistem 2) sd
6) yang telah diuraikan di kriteria 1.4.1.
-17-

• Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi


dalam pelaksanaan program tanggap darurat agar siap jika sewaktu-
waktu terjadi bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali.
• Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi
bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi.
• Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal
sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap
pelayanan. (D)
2. Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi
angka satu sampai dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.4.1 (D,
W).
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai
dengan angka enam huruf c pada kriteria 1.4.1 terhadap program
kesiapan menghadapi bencana yang disusun, yang dilanjutkan
dengan debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4. Dilakukan perbaikan terhadap program kesiapan menghadapi
bencana sesuai hasil simulai dan evaluasi tahunan. (D)

Kriteria
1.4.5. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi program pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
termasuk sarana evakuasi.

Pokok Pikiran:
• Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko
terhadap terjadinya kebakaran. Program pencegahan dan
penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan
Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran,
pasien, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga
keselamatannya.
• Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi
kebakaran baik aktif mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya
APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan
proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu
darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
• Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi
sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan
larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas, pasien,
dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh petugas,
pasien dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap
pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran
angka satu sampai angka empat huruf d pada kriteria 1.4.1 (D, O, W)
2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi
dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian alat
pemadam api. (D, O, W)
-18-

3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program


pengamanan kebakaran. (D, W)
4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pasien, dan
pengunjung di area Puskesmas. (R)
5. Kebijakan larangan merokok dilaksanakan, dipantau , dievaluasi dan
ditindaklanjuti terhadap hasil pelaksanaan larangan merokok (D, O,
W)

Kriteria
1.4.6. Puskesmas menyusun program untuk menjamin ketersediaan alat
kesehatan yang dapat digunakan setiap saat.

Pokok Pikiran:
• Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan
pasien, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap
digunakan setiap saat diperlukan. Program yang dimaksud meliputi
kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai dengan
panduan produk tiap alat kesehatan. (lihat 1.4.1)
• Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas memeriksa
antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status
kalibrasi, dan fungsi alat.
• Alat kesehatan dapat dilakukan recall oleh pemerintah dan/atau
produsen dan/atau distributor akibat adanya risiko keselamatan
• Jika ada alat kesehatan yang dilakukan recall, harus dilaksanakan
penarikan agar tidak digunakan dan dipandu oleh prosedur yang
baku.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan sesuai
dengan ASPAK (lihat juga KMP : 1.3.2). (R)
2. Dilaksanakan program untuk menjamin ketersedian alat kesehatan
sesuai huruf e pada kriteria 1.4.1 . (D,W)
3. Dilakukan inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara
periodik (D, 0, W)
4. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara
periodik (D,O,W)
5. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan
penarikan (recall) (D, W)

Kriteria
1.4.7. Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk memastikan
semua prasarana atau sistem utilisasi berfungsi dan mencegah
terjadinya ketidak tersediaan, kegagalan, atau kontaminasi.

Pokok Pikiran:
• Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan
sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air
dan lainnya.
• Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien, dibutuhkan
ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti
-19-

Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan


teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai dengan
kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program pengelolaan sistem
utilitas perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan
dalam menunjang kegiatan pelayanan Puskesmas.
• Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
• Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika
terjadi kegagalan air dan/ atau listrik.
• Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset,
perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk
menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan
pasien.
• Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih,
termasuk pemeriksaan uji kualitas air secara periodik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem
penunjang lainnya sesuai huruf f pada kriteria 1.4.1. (R)
2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk
pelayanan di Puskesmas. (D)

Kriteria
1.4.8. Puskesmas menyusun dan melaksanakan pendidikan manajemen
fasilitas dan keselamatan bagi petugas.

Pokok Pikiran:
• Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan
keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan
keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan petugas agar dapat
menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang
aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
• Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house
training/workshop/lokakarya.
• Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam rencana
program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan.

Elemen Penilaian:
1. Ada rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas. (R)
2. Dilaksanakan program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas sesuai rencana. (D, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan dalam pelaksanaan
program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi
petugas. (D, W)

Standar
1.5. Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan
dan kesehatan kerja.
-20-

Kriteria
1.5.1 Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja.

Pokok Pikiran:
• Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap karyawan wajib memahami
uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
• Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
• Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.
• Bagi tenaga non ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan
surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di
Puskesmas berdasarkan standar kompetensi lulusan
• Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
• Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan yang
diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan tugas
sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut adalah Bidan,
dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara.
• Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas
tambahan untuk setiap karyawan. (R)
2. Uraian tugas disosialisasikan kepada pengemban tugas dan lintas
program terkait. (D)

Kriteria
1.5.2 Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian yang
lengkap dan mutakhir.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang
bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya
pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
• Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan,
bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi (STR)
dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga kesehatan, bukti
pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang
dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau rincian wewenang
klinis tenaga kesehatan, hasil penilaian kinerja karyawan, dan bukti
evaluasi penerapan hasil pelatihan termasuk bukti orientasi.
-21-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Pukesmas. (R)
2. Dokumen kepegawaian dipelihara dan berisi kelengkapan sesuai
dengan yang ditetapkan. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap
kelengkapan dan pemutakhiran data kepegawaian. (D)

Kriteria
1.5.3 Asuhan klinis dilakukan secara legal dan profesional

Pokok Pikiran:
• Asuhan klinis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tepat dan
kompeten.
• Untuk menjamin bahwa asuhan klinis dilakukan secara legal dan
profesional maka harus ada kejelasan tugas dan wewenang untuk tiap
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan klinis di Puskesmas.
• Wewenang klinis diberikan sesuai dengan kompetensi lulusan yang
dimiliki berdasar bukti pendidikan dan pelatihan yang dimiliki.
• Dalam kondisi tertentu, jika tenaga kesehatan yang memenuhi
persyaratan tidak tersedia, maka dapat ditetapkan tenaga kesehatan
dengan pemberian wewenang khusus untuk menjalankan asuhan
klinis tertentu oleh pejabat yang berwenang.
• Pemberian wewenang khusus yang dimaksud pada kriteria 1.5.3
berupa pelimpahan wewenang delegatif yang diberikan sesuai
dengan persyaratan pendidikan dan pelatihan yang terdiri dari :
- bagi tenaga perawat dapat diberikan pelimpahan wewenang
delegatif pada saat keadaan tidak adanya tenaga medis dan
tenaga kefarmasian. (lihat UU no.38 tahun 2014 tentang
Keperawatan)
- bagi tenaga bidan dapat diberikan pelimpahan wewenang
delegatif pada saat keadaan tidak adanya tenaga medis dan atau
tenaga kesehatan lain (lihat UU no.4 tahun 2019 tentang
Kebidana)

Elemen Penilaian:
1. Setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan mempunyai rincian wewenang klinis sesuai dengan
kompetensi lulusan yang dimiliki. (R)
2. Jika tidak tersedia tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan
untuk menjalankan wewenang dalam pelayanan pelayanan kesehatan
perseorangan, ditetapkan petugas kesehatan dengan persyaratan
tertentu untuk diberi wewenang khusus. (R)
3. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan melaksanakan asuhan sesuai dengan rincian wewenang
klinis dan/atau wewenang khusus yang diberikan. (D, O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan uraian
tugas dan wewenang bagi setiap tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan perseorangan. (D, W)
-22-

Kriteria
1.5.4 Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar
memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.

Pokok Pikiran:
• Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru
dan alih tugas, baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan,
maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
• Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
• Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis
besar visi, misi, tata nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur
organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan
pasien, serta program pengendalian infeksi.
• Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas
yang menjadi tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan. Pada
kegiatan orientasi ini karyawan baru diberi/dijelaskan terkait apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan dengan
aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya
dan pedoman program lainnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta kerangka acuan yang
mengatur tentang kewajiban orientasi karyawan kegiatan yang baru
maupun alih tugas (R, D)
2. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun.
(D, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi
(D.W)

Kriteria
1.5.5 Dilakukan penilaian kinerja untuk tiap karyawan yang bekerja di
Puskesmas berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.

Pokok Pikiran:
• Setiap karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing
sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan agar dapat
menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang
diemban.
• Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan
terhadap sistem, mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan
kepuasan pengguna jasa.
• Indikator penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan
ditetapkan berdasarkan:
a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya baik uraian tugas
pokok dan tugas tambahan
b. tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya profesionalisme
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
-23-

• Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi karyawan


ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
• Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja
masing-masing karyawan.
• Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian kinerja
karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja karyawan.(R)
2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana diminta
dalam pokok pikiran. (R)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil penilaian kinerja
karyawan untuk perbaikan. (D)

Kriteria
1.5.6 Karyawan wajib mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan Puskesmas baik upaya kesehatan masyarakat maupun
Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang harus dilayani oleh
tenaga yang profesional dan kompeten.
• Untuk memenuhi persyaratan kompetensi tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan.
• Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan harus direncanakan sesuai
dengan hasil analisis kebutuhan Pendidikan dan pelatihan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur mengikuti pendidikan dan
pelatihan bagi karyawan Puskesmas. (R)
2. Ada rencana usulan mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi
karyawan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
(D, W)
3. Ada bukti pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
rencana yang diusulkan. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut penerapan hasil pelatihan
terhadap karyawan yang mengikuti pendidikan atau pelatihan. (D, W)

Kriteria
1.5.7 Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).

Pokok Pikiran:
• Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar
infeksi terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan
pasien baik langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu
-24-

karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan


dan perlindungan terhadap kesehatannya.
• Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian
juga pemberian imunisasi bagi karyawan sesuai dengan hasil
identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses
pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan,
dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
• Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan
yang dilakukan oleh pasien, keluarga pasien, maupun oleh sesama
karyawan. Program perlindungan karyawan terhadap kekerasan fisik
termasuk proses pelaporan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan
konseling, perlu disusun dan diterapkan. (lihat juga KMP : 1.4.2)
• Dalam pengelolaan limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
harus memperhatikan jarum suntik dan limbah benda tajam yang lain
dikumpulkan dalam wadah khusus untuk membuang jarum suntik
dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus benda
tajam, dan tidak bocor (lihat juga KMP : 1.4.3; dan PMP : 5.5.4)
• Jika limbah limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
diserahkan kepada pihak ketiga, harus dipastikan bahwa limbah
tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(K3) bagi karyawan. (R)
2. Disusun dan ditetapkan proggram K3 bagi karyawan (R, D, W)
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk
menjaga kesehatan karyawan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
4. Dilakukan identifikasi area berpotensi risiko dan ada bukti dilakukan
upaya terukur untuk mengurangi risiko tersebut. (D, O)
5. Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi karyawan sesuai dengan
tingkat risiko dalam pelayanan. (D, W)
6. Dilakukan pengelolaan jarum suntik dan benda tajam untuk
menghindari perlukaan (D.W) (lihat juga PMP : 5.5.4)
7. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang
terpapar penyakit infeksi atau cedera akibat kerja. (D, W)

Standar
1.6 Penggerakan dan Pelaksanaan Puskesmas harus mengacu pada visi,
misi, tujuan dan tata nilai, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Puskesmas yang ditetapkan
Kegiatan Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan
tata nilai, tugas pokok dan fungsi Puskesmas secara efektif dan efisien

Kriteria
1.6.1. Visi, misi, tujuan dan tata nilai dipahami oleh seluruh petugas sebagai
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas dan dikomunikasikan
kepada masyarakat dan pihak terkait.
-25-

Pokok Pikiran :
• Kegiatan penyelenggaraan Puskesmas harus dipandu oleh visi, misi,
tujuan dan tata nilai yang ditetapkan oleh Pimpinan Puskesmas agar
mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Tata nilai yang disusun mencerminkan diterapkannya budaya mutu
dan keselamatan pasien/masyarakat.
• Setiap karyawan wajib memahami visi, misi, tujuan dan tata nilai, dan
menerapkan dalam kegiatan penyelenggaraan Puskesmas
Elemen Penilaian:
1. Ada kebijakan dan prosedur untuk mengkomunikasikan visi, misi,
tujuan, dan tata nilai yang relevan dengan kebutuhan dan harapan
pengguna pelayanan. (R)
2. Setiap petugas memahami penerapan visi, misi, tujuan dan tata nilai
dalam memberikan pelayanan. (D, O, W)

Kriteria
1.6.2. Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan tata hubungan kerja.

Pokok Pikiran:
• Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu
disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota.
• Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota,
perlu ada kejelasan tugas, wewenang, tanggungjawab dan persyaratan
jabatan.
• Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam
struktur organisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota.
• Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan
berdasarkan persyaratan jabatan.
• Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara
periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada
dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan. (lihat juga 1.1.5)

Elemen Penilaian:
1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur
komunikasi dan koordinasi antar posisi dalam struktur (R) (lihat juga
KMP : 1.1.5)
2. Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat
uraian tugas, tanggung jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan. (R)
3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya Puskesmas.
(R)
4. Dilakukan kajian secara periodik terhadap struktur dan/ atau
pengisian jabatan. (D, W)
-26-

5. Hasil kajian ditindak lanjuti dengan usulan perbaikan struktur ke


dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pengisian jabatan.
(D)

Kriteria
1.6.3. Adanya peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku
dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai Puskesmas (lihat juga KMP : 1.1.1)

Pokok Pikiran :
• Perlu disusun peraturan internal yang mengatur tata tertib dan
perilaku Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan Puskesmas yang
sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas termasuk
budaya mutu dan keselamatan pasien.
• Ada indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku pemberi
pelayanan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan peraturan internal yang disepakati bersama oleh Pimpinan
Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas, koordinator
pelayanan dan pelaksana dalam melaksanakan upaya Puskesmas dan
kegiatan pelayanan Puskesmas. (R)
2. Peraturan internal tersebut disusun sesuai dengan visi, misi, tujuan
dan tata nilai Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan. (D)

Kriteria
1.6.4. Kepala Puskesmas melaksanakan komunikasi internal, pengarahan,
koordinasi, perbaikan dan umpan balik dalam pelaksanaan kegiatan
dan upaya pencapaian indikator kinerja sebagai bentuk tanggung
jawab terhadap pencapaian tujuan, kualitas kinerja, dan penggunaan
sumber daya

Pokok Pikiran:
• Untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
pelayanan dan kegiatan manajerial perlu dilakukan komunikasi
internal. Komunikasi internal dilakukan dalam rangka melakukan
pengarahan, koordinasi internal, perbaikan dan penyampaian umpan
balik.
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator
pelayanan mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Arahan dan dukungan dapat diberikan dalam bentuk
kebijakan lokal, Lokmin, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi
dan pembimbingan oleh pimpinan (lihat juga UKM : 2.4.1)
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator
pelayanan mempunyai kewajiban memantau pelaksanaan kegiatan
apakah sesuai dengan rencana yang disusun dan capaian kinerja yang
didukung oleh sistem pencatatan dan pelaporan yang baku, baik
melalui perbaikan terhadap capaian kinerja dari laporan yang disusun,
pembahasan dalam pertemuan, lokakarya mini, maupun perbaikan
langsung terhadap pelaksanaan kegiatan.
-27-

• Koordinator pelayanan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan


laporan dan/atau umpan balik terkait dengan capaian kinerja dan
pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan laporan dan umpan balik
tersebut dilakukan upaya perbaikan (lihat juga KMP : 1.8.1 dan 1.6.11)

Elemen Penilaian:
1. Ada kebijakan tentang komunikasi internal dengan lintas program
dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas. (R)
2. Ada prosedur yang jelas tentang pengarahan dan koordinasi oleh
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya, koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab mereka. (R)
3. Ada prosedur perbaikan pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja
pelayanan baik oleh Kepala Puskesmas maupun Penanggung jawab
upaya dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. (R)
4. Ada prosedur penyampaian laporan dan umpan balik dari pelaksana
kepada koordinator pelayanan, dari koordinator ke penanggung jawab
upaya, dan dari penanggung jawab upaya kepada Kepala Pukesmas.
(R)
5. Dilaksanakan pengarahan dan koordinasi oleh Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dalam pelaksanaan
kegiatan. (D.W)
6. Dilaksanakan perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan dan capaian
kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W)
7. Dilakukan pelaporan dan umpan balik pelaksanaan kegiatan dan
capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria
1.6.5. Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab upaya mendelegasikan
wewenang manajerial apabila meninggalkan tugas.

Pokok Pikiran:
• Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab
upaya Puskesmas wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada
pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
• Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian
wewenang terkait dengan besarnya beban dalam pelaksanaan
kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab upaya,
agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang yang
tepat (pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian
manajerial)

Elemen Penilaian:
1. Ada kriteria yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dan dari Penanggung
jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas. (R)
2. Ada prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dari Penanggung jawab
upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan
kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas. (R)
-28-

3. Terdapat bukti pelaksanaan pendelegasian wewenang sesuai dengan


kriteria dan prosedur yang ditetapkan. (D)

Kriteria
1.6.6. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya membina tata
hubungan kerja dengan pihak terkait lintas sektoral.

Pokok Pikiran:
• Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat tidak dapat
dilakukan oleh sektor kesehatan sendiri, program kesehatan perlu
didukung oleh sektor di luar kesehatan, demikian juga pembangunan
berwawasan kesehatan harus dipahami oleh sektor terkait.
• Mekanisme pembinaan, komunikasi, dan koordinasi perlu ditetapkan
dengan prosedur yang jelas, misalnya melalui pertemuan/lokakarya
lintas sektoral (lihat juga UKM : 2.4.1)

Elemen Penilaian:
1. Dietatapkan kebijakan dan prosedur komunikasi dan koordinasi
eksternal dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas.
(R)
2. Dilakukan identifikasi dan penetapan peran lintas sektor dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan Upaya Kesehatan
Perseorangan dan Penunjang. (D, W)
3. Dilakukan komunikasi dan koordinasi lintas sektor sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun. (D, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi peran
lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas minimal
setahun sekali. (D, W)

Kriteria
1.6.7. Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait
pelaksanaan kegiatan disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan,
serta dokumen bukti pelaksanaan kegiatan dikendalikan.

Pokok Pikiran:
• Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh
dokumen perlu disusun Pedoman tata naskah.
• Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
regulasi yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan,
dan prosedur, maupun dalam pengendalian dokumen dan dokumen
bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
• Pedoman tata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan,
pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang
yang ditunjuk
b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan
c. pengendalikan dokumen
d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan
e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
-29-

g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundangan


yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut
tidak digunakan secara salah.
• Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara
konsisten dan reliabel maka perlu disusun pedoman kerja dan
prosedur kerja.
• Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan,
demikian juga dokumen bukti rekaman sebagai bentuk pelaksanaan
prosedur juga harus dikendalikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
• Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja harus
ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan.

Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta


dalam pokok pikiran mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka
acuan KMP, penyelenggaraan UKM dan UKPP. (R)

Kriteria
1.6.8. Pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas dipandu dengan
kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur.

Pokok Pikiran:
• Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya
Kesehatan Perseorangan dan Penunjang maupun Upaya Kesehatan
Masyarakat dapat terlaksana secara efektif dalam mencapai tujuan
yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk
pelaksanaan kegiatan tiap upaya kesehatan masyarakat.
• Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun
pedoman pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam
proses pemberian pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam
memberikan pelayanan kepada pasien, tenaga kesehatan wajib
bekerja sesuai dengan rincian wewenang klinis dan berdasarkan pada
panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang jelas dalam
pelaksanaan pelayanan klinis.

Elemen Penilaian:
1. Kegiatan KMP, UKM, dan UKPP dilaksanakan mengacu pada
kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang
ditetapkan. (R, D)
2. Pimpinan Puskesmas memastikan pelaksanaan kegiatan KMP , UKM,
dan UKPP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan, kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka
acuan, dan prosedur yang disusun. (D, O, W)
-30-

Kriteria
1.6.9. Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di
wilayah kerja dikelola dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses
dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di
wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau
rujukan di bidang upaya kesehatan
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab Upaya Puskesmas
mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan
kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Agar
jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi
implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP
yang mudah diakses oleh masyarakat.
• Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi : Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
• Jejaring fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti klinik,
Puskesmas, apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga kesehatan,
dan Fasilitas kesehatan lainnya.
• Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk
pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam
upaya pemberian pelayanan yang bermutu

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. (D)
2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring
fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung
jawab yang jelas. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal
pelaksanaan program pembinaan jaringan dan jejaring. (D)

Kriteria
1.6.10. Kepala Puskesmas melaksanakan manajemen keuangan

Pokok Pikiran:
• Anggaran yang tersedia di Puskesmas harus dikelola secara
transparan akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-
prinsip manajemen keuangan.
• Agar pengelolaan anggaran dapat dilakukan secara transparan,
akuntabel, efektif dan efisien, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur manajemen keuangan yang mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Untuk Puskesmas yang menerapkan PPK BLUD harus mengikuti
peraturan perundangan dalam manajemen keuangan BLUD dan
menerapkan Standar Akuntansi Profesi (SAP).
-31-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Petugas Pengelola Keuangan Puskesmas dengan kejelasan
tugas, tanggung jawab dan wewenang. (R)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam
pelaksanaan pelayanan Puskesmas. (R)

Kriteria
1.6.11. Adanya jaminan ketersediaan data dan informasi melalui
terselenggaranya sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas .

Pokok Pikiran:
• Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status kesehatan
masyarakat perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi.
• Sistem manajemen data dan informasi tersebut harus dapat menjamin
ketersediaan data dan informasi hasil kinerja Puskesmas .
• Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja,
demografi, budaya dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit
terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi dan pencapaian kinerja,
PIS-PK, data dan informasi lain yang ditetapkan oleh dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan . (lihat juga KMP : 1.1.1. dan UKM : 2.1.1 dan 2.6.)
• Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan
keputusan di Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun
pengembangan program-program kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada
tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota
termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak
terkait.
• Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat penting untuk
kebutuhan kegiatan penilaian kinerja Puskesmas, Peningkatan Mutu
Puskesmas, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi.
• Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi:
a) Hasil pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP
(layanan klinis). (lihat juga KMP :1.8.1; dan PMP : 5.1.2)
b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pasien (lihat juga PMP :
5.1.2; 5.3 dan 5.4)
c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) . (Lihat juga PMP : 5.1.2; dan 5.5)
d) Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan
kinerja KMP, UKM dan UKPP. (Lihat juga KMP :1.1.3 dan 1.8.1;
PMP 5.1.2; dan kriteria 5.1.5)
• Sistem manajemen data dan informasi juga diperlukan untuk dapat
menyediakan data untuk mendukung penilaian kinerja karyawan,
baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan.
• Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka
pada gilirannya akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para
penanggung jawab upaya pelayanan, dan masing-masing pelaksana
pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit kerja
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
-32-

keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan


pasien.
• Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Sistem Informasi Puskesmas
• Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik
dan/atau secara nonelektronik

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang sistem manajemen data dan informasi
di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran. (R)
2. Tersedia prosedur pelaporan data dan distribusi informasi kepada
pihak-pihak yang membutuhkan dan berhak memperoleh data dan
informasi (R)
3. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di
sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas (D)
4. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan
pelaporan serta distribusi informasi sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan (D
5. Tersedia data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas yang dapat diakses oleh para
penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan
Pasien, PPI, serta penilaian kinerja karyawan (D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas secara periodik (D, W)

Standar
1.7 Kerjasama/Kontrak Pihak Ketiga Dilaksanakan Sesuai Dengan
Ketentuan Peraturan Perundangan-undangan.
Jika sebagian kegiatan dikerjasamakan/dikontrakkan kepada pihak
ketiga, Kepala Puskesmas memastikan bahwa pihak ketiga memenuhi
standar yang ditetapkan

Kriteria
1.7.1 Adanya dokumen kerjasama/kontrak yang jelas dengan pihak ketiga
yang ditandatangani oleh para pihak dengan spesifikasi pekerjaan
yang jelas dan memenuhi standar yang berlaku

Pokok Pikiran :
• Jika ada wewenang pada pengelola Puskesmas untuk mengontrakkan
sebagian kegiatan kepada pihak ketiga, maka proses kontrak harus
mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, dan menjamin
bahwa kegiatan yang dikontrakkan pada pihak ketiga tersebut
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan menaati peraturan
perundangan yang berlaku.
• Isi dokumen kontrak/perjanjian kerja sama meliputi kejelasan ruang
lingkup kontrak kegiatan yang harus dilakukan, misal Manajemen,
Klinis, Obat dan BMHP, Alat Kesehatan, SDM, Gizi, Kebersihan,
pengolahan limbah termasuk B3, dan IT, peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak, personil yang melaksanakan kegiatan,
kualifikasi, indikator dan standar kinerja, masa berlakunya
-33-

Kontrak/Perjanjian Kerja Sama, proses kalau terjadi perbedaan


pendapat, termasuk bila terjadi pemutusan hubungan kerja.
• Pengelolaan kontrak mengacu pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018

Elemen Penilaian:
1. Ada dokumen Kontrak/Perjanjian Kerja Sama yang memuat
sebagaimana diminta dalam pokok pikiran, dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (D)
2. Ada kejelasan indikator dan standar kinerja pada pihak ketiga dalam
melaksanakan kegiatan. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan oleh pengelola
pelayanan terhadap pihak ketiga berdasarkan indikator dan standar
kinerja (D)

Standar
1.8 Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan secara
periodik.

Untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,


kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja dapat berupa pemantauan, supervisi, lokmin, audit
internal, dan rapat tinjauan manajemen.

Kriteria
1.8.1 Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan
menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah. ( Lihat juga
KMP : 1.1.1 ; dan 1.1.5 ; UKM : 2.8.1 dan 2.8.2)

Pokok Pikiran:
• Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk
memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan
perencanaan pada periode berikutnya
• Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan
dan manajemen Puskesmas
• Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu
disusun, dipantau dan dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk
perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya
• Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:
a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas
b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM
c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKPP
• Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada
Standar Pelayanan Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari
Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
-34-

• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan


sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan
Puskesmas serta perencanaan tahunan dan perencanaan lima
tahunan.
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja KMP,
UKM, dan UKPP diumpan balikkan pada lintas program dan lintas
sektor untuk mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan
kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode
berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk melakukan pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja yang dilakukan oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggungjawab jenis layanan (R)
2. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah (R)
3. Kepala Puskesmas bersama dengan penanggung jawab, koordinator
dan pelaksana menetapkan tahapan pencapaian kinerja untuk tiap
indikator yang ditetapkan (D, W)
4. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara
periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan
hasilnya diumpan-balikkan pada lintas program dan lintas sektor (D)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan dan
penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji
banding dengan Puskesmas lain (D)
6. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan
masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan
Puskesmas (D)
7. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja
disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan
bulanan (D, W)
8. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk
Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan
kinerja dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
(D)

Kriteria
1.8.2 Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor
dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur (lihat juga KMP :
1.8.1)

Pokok Pikiran :
• Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu
dikomunikasikan oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Upaya
baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas program dan lintas
sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas
pelaksanaan upaya Puskesmas.
• Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini
bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
-35-

• Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih


terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu)
bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran,
pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang
diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan; menggalang
kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas.
• Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara
konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga)
bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor
(antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan; menggalang kerjasama,
komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan-
kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan; meningkatkan motivasi
dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan
masyarakat kecamatan

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan Lokmin Bulanan dan
Lokmin triwulanan (R)
2. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten
dan periodik untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan upaya – upaya Puskesmas (D,W)
3. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini
bulanan dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan.
(D,W)

Kriteria
1.8.3 Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan,
pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas,
masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan
(lihat juga KMP : 1.8.1)

Pokok Pikiran:
• Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu
dipantau apakah mencapai target yang ditetapkan.
• Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal
yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
• Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pasien, dan Penanggung jawab atau Tim PPI,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan.
• Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan
Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
-36-

2. Disusun rencana program audit internal tahunan dan kerangka acuan


audit sebagai acuan untuk melakukan audit dengan penjadwalan yang
jelas. (R)
3. Kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
kerangka acuan yang disusun. (D, W)
4. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
5. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil
audit internal baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab
maupun pelaksana. (D)

Kriteria
1.8.4 Dilakukan tinjauan manajemen secara periodik yang bertujuan untuk
meninjau dan menilai efektivitas sistem manajemen untuk
ditindaklanjuti dengan perbaikan (lihat juga 1.8.1)

Pokok Pikiran:
• Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dipantau
serta ditindaklanjuti. (lihat juga PMP : 5.1.5)
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan
balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil
penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan
kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan.
• Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pertemuan
tinjauan manajemen. (R)
2. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen. (D, W)
3. Dilaksanakan Pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil
penilaian kinerja, perubahan proses atau sistem penyelenggaraan
Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, perubahan
sistem manajemen, maupun perubahan kebijakan mutu jika
diperlukan, serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen
sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan (D)
4. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti
dan dievaluasi. (D)
-37-

BAB 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


2.1. Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu.
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan
analisis kebutuhan masyarakat, data hasil penilaian kinerja Puskesmas
serta hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PIS PK). (lihat juga KMP : 1.1.2 terkait perencanaan dan KMP :
1.6.11 )

Kriteria
2.1.1. Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun berdasarkan
hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, analisis data
pencapaian kinerja pelayanan UKM serta analisis data PIS PK. (lihat
juga KMP: 1.1.1 dan UKM : 2.6)

Pokok Pikiran:
• Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan
UKM dilakukan dengan Survei Mawas Diri dan Musyawarah
Masyarakat Desa maupun melalui pertemuan pertemuan konsultatif
lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, temu muka, survei
mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya (lihat juga
KMP : 1.1.1)
• Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat
mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
• Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah
dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor,
selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana
usulan kegiatan UKM.
• Hasil analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dan data PIS PK
dibahas bersama lintas program dan lintas sektor sebagai dasar dalam
penyusunan rencana usulan kegiatan UKM. ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
• Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun
oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
mengacu pada analisis data kinerja, analisis data PIS PK, pedoman
atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan program prioritas nasional
(antara lain penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi,
Penanggulangan TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular,
penurunan Angka Kematian Ibu/ AKI dan Angka Kematian Neonatus/
AKN), serta memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan
kata “program”, contoh: Program Promkes menjadi Pelayanan Promkes.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, dan prosedur sebagai dasar dalam melakukan
Identifikasi Kebutuhan dan Harapan Masyarakat (R)
2. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok
masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran
pelayanan UKM. (D, W)
3. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis
bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk
pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
-38-

4. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dan Data PIS PK


dianalisis bersama lintas program dan lintas sektor sebagai bahan
untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
5. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data
capaian kinerja pelayanan UKM dan analisis data PIS PK(D,W)

Kriteria
2.1.2. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan
dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana proses
kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan oleh masyarakat
sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas. (lihat juga KMP :1.1.2 dan
UKM: 2.1.1)

Pokok Pikiran:
• Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap
pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan,dan penanggung jawab
UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi pembangunan yang
berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
• Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya
disebut Pemberdayaan masyarakat adalah proses untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu,
keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya
kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan
masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif serta
memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat
• Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi :
a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;
b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan
masyarakat;
c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku
kepentingan;
e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga
kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan,dan swasta;
f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis
kearifan lokal; dan
• Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap :
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
g. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan
Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan
kebutuhan dan kesepakatan masyaraka
-39-

• Perencanaan pemberdayaan masyarakat teritegrasi dengan Profil


Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK).
• Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community
organization) dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan
peran dan fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari
kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan
membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka,
berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya
yang dimiliki.
• Bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan melalui kegiatan UKBM seperti Komunitas Peduli
Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli HIV/AIDS, Peduli TB,
Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau
melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar,
tempat ibadah dan lain-lain.
• Kegiatan fasilitasi berupa:
a. melakanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat,
pemangku kepentingan dan mitra terkait untuk mendukung
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
b. melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku
kepentingan di wilayah kerja puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat;
d. membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan
swasta di wilayah kerja puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat
e. mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi
kesehatan terkait Pemberdayaan Masyarakat dengan
memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan local;
f. melakukan peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping
Pemberdayaan Masyarakat dan Kader;
g. melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada
masyarakat;
h. menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat;
i. melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan dan
kabupaten/kota secara berkala; dan
j. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja puskesmas secara
berkala
• Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat tersebut.
-40-

• Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam


Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana Kerja setiap Koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur yang mewajibkan Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
untuk memfasilitasi pembangunan berwawasan kesehatan dan proses
pemberdayaan masyarakat. (R)
2. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang
dituangkan dalam RUK dan RPK Puskesmas dan sudah disepakati
bersama masyarakat. (D, W)
3. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan
diwilayahnya. (D.W)
4. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat
dan atau kontribusi swasta. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berwawasan
kesehatan. (D)

Kriteria
2.1.3. Rencana Pelaksanaan Pelayanan (RPK) UKM terintegrasi lintas
program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi
lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan
perencanaan Puskesmas. (lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM: 2.1.1)
• Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK. Jika sebagian kegiatan
yang direncanakan dalam RUK tidak dapat dilaksanakan karena
keterbatasn sumber daya, maka dimungkinkan sebagian kegiatan
yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK
• RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan
dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan setiap bulan.
• RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/ disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan
kondisi – kondisi tertentu.
• RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing
pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan UKM yang
terintegrasi dalam rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan
Puskesmas dengan kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaannya untuk setiap kegiatan. (R)
2. Tersedia RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan UKM yang
disusun setiap bulan dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R)
-41-

3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari


masing-masing Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R)
4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil pemantauan (D.W)
5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu maka
dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan (D

Standar
2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM

Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan


masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta
penyampaian umpan balik dan keluhan. (lihat juga KMP :1.2.2)

Kriteria
2.2.1. Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati
bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang
dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana. ( Lihat juga KMP :
1.1.4 ;1.2.2; 1.8.2; dan UKM : 2.1.3)

Pokok Pikiran:
• Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari
sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas
sektor terkait dan disepakati bersama. Jadwal tersebut memuat waktu,
tempat dan sasaran kegiatan.
• Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan
aktif dalam kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus
disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat,
lintas program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media
komunikasi yang sudah ditetapkan.
• Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan
diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh
sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun
berdasarkan hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor
melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W).
3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi
perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W)
4. Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM
dievaluasi dan ditindaklanjuti (D.W)
-42-

Kriteria
2.2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap
informasi, kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan
balik dan keluhan. (lihat juga KMP : 1.2.2)

Pokok Pikiran:
• Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan
jadwal kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan lintas
sektor terkait agar mereka dapat optimal berkontribusi dalam
pencapaian tujuan kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi
sasaran perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan,
sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
mereka, dan menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat
waktu.
• Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi
terhadap penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian informasi
yang dilaksanakan Puskesmas.
• Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pada
peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu
yang menjadi sasaran.
• Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan
kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai
budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan
teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti
untuk perbaikan dalam mempermudah akses dan penyediaan
kegiatan UKM.
• Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan
dan tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
Contoh: Ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain
sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model, LCD, film
dan lain sebagainya.
• Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran
kegiatan diperlukan umpan balik dari masyarakat dan sasaran
kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan
dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
• Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung
dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat
menyampaikan keluhan secara langsung maupun tidak langsung
kepada Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
• Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau
pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok
masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran
melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun Puskesmas,
konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum komunikasi yang lain.
-43-

• Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan


dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan
sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan
jadwal kegiatan disampaikan kepada kelompok masyarakat,
masyarakat, sasaran, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang
dikenal oleh masyarakat atau sasaran. (D,W)
3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan
sasaran diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap akses informasi, akses
kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik dan
keluhan terhadap kegiatan UKM.(D,W)

Standar
2.3. Pelayanan UKM dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan
sasaran yang mengacu pada peraturan/ kebijakan, pedoman/panduan,
dan prosedur yang disusun berdasar ketentuan peraturan
perundangan-undangan.

Kriteria
2.3.1. Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur
pengelolaan pelayanan UKM Puskesmas yang menjadi acuan dalam
pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan ditetapkan, dikendalikan dan
didokumentasikan. (lihat juga KMP : 1.6.7 dan 1.6.8)

Pokok Pikiran:
• Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang
menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas tersedia di Puskesmas.
• Penyusunan kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan
prosedur mengacu pada ketentuan peraturan perundangan dan
pedoman-pedoman yang merupakan dokumen eksternal dan harus
tersedia.
• Format-format dokumen yang digunakan dalam pengelolaan dan
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus ditetapkan dan
seragam untuk satu Puskesmas (lihat juga KMP: 1.6.7)
• Kegiatan pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas mengacu
pada rencana pelaksanaan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam
rangka mencapai indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator
mutu pelayanan UKM yang telah ditetapkan termasuk upaya dalam
rangka mendukung Program Prioritas Nasional seperti penurunan AKI
dan AKN, pencegahan dan penurunan stunting, peningkatan cakupan
dan kualitas imunisasi, penanggulangan TB, dan pengendalian
Penyakit Tidak Menular.
• Catatan hasil pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas harus dikendalikan. Pengendalian dokumen meliputi:
-44-

penomoran, tanggal terbit, catatan tentang revisi, pemberlakuan, dan


tanda tangan Kepala Puskesmas.
• Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang
disusun, dapat dikaji ulang dan direvisi bila diperlukan sesuai dengan
kebutuhan dan bila terjadi perubahan kebijakan pemerintah.
• Pedoman/panduan adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi
arah langkah-langkah yang harus dilakukan.
• Pedoman merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan
kegiatan.
• Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat
diartikan pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan
hanya mengatur 1 (satu) kegiatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang menjadi
acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas.(R)
2. Tersedia Peraturan Perundangan dan Pedoman Eskternal yang
menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
sebagai dokumen eksternal yang dikendalikan. (D)
3. Peraturan, kebijakan, prosedur, dan format-format dokumen
pelayanan UKM yang digunakan dan dikendalikan sesuai dengan
pedoman pengendalian dokumen yang sudah ditetapkan. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap regulasi yang disusun
dan menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas (D.W)

Standar
2.4. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan
dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor terkait.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai
dengan kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acuan
yang disusun dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini
bulanan dan triwulan.

Kriteria
2.4.1. Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan pelayanan
UKM Puskesmas (lihat juga KMP : 1.6.4 dan 1.6.6)

Pokok Pikiran:
• Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika
dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun
lintas sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.
• Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan
antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan
penggunaan media/tekhnologi informasi.
• Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam
penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan
acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
-45-

• Evaluasi komunikasi & koordinasi dilaksanakan sesuai dengan


mekanisme komunikasi & koordinasi yang ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur komunikasi dan
koordinasi. (R)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi
kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan,
panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap pelaksanaan
komunikasi dan koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W).

Standar
2.5. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan,
menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut.

Kriteria
2.5.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian
tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan
penggunaan sumber daya,

Pokok Pikiran:
• Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan,
pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
• Pembinaan penanggungjawab UKM Puskesmas kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman
pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
• Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan
pelaksanaan kegiatan UKM, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi
masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan
jadwal yang disepakati.(D,W) (lihat juga KMP : 1.6.4; UKM : 2.2.1 dan
2.2.2)
-46-

2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana


kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM, (D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan analisis penyebab masalah dan
hambatan, dan merencanakan tindak lanjut untuk mengatasi
masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)

Standar
2.6. Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya
mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui
pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan
sehat yang merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Germas).

Kriteria
2.6.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM bersama dengan Tim Pembina Keluarga melaksanakan
pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan
keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.

Pokok Pikiran:
• Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina
Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan
Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan
didokumentasikan.
• Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry
pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat
(Prokesga).
• Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan
hasil intervensi lanjut.
• Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi
(pemutakhiran/update) dokumentasi dilakukan oleh tim data
Puskesmas (admin dan surveior). ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
• Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil
kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab
UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar
dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut
• Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang
dibentuk oleh Kepala Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala
Puskesmas.
• Kegiatan UKM melalui PISPK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang
menjadi sasaran. (Lihat juga UKM : 2.1.2)
-47-

Elemen Penilaian :
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveyor
dengan uraian tugas yang jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi
awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan, dan
didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga
sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan
Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi
Keluarga Sehat). (D)
4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan
kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama
melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut
kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat
keluarga.(D,W)
6. Penanggungjawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut.
(D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan
intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan
kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan
pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)

Kriteria
2.6.2. Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas
berdasarkan permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan
terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan
penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas,
baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang
secara wilayah kerja Puskesmas.
• Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas
program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada
analisis IKS awal.
• Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain
dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif),
pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM dan tatanan-
tananan (sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain-lain).
• Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi
lanjutan oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.
• Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan
pelayanan UKM Puskesmas.
• Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan
mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan
keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis indeks keluarga
sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis
perubahan IKS.
-48-

• Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan


kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
• Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang
bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan
PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi
kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi dapat
dipertanggungjawabkan.

Elemen Penilaian :
1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM
melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan
wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut
secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor
terkait (D, W)
2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan
dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulan
Puskesmas.(D,W)
3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang
disusun (D,W)
4. Penanggungjawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan Penanggung
jawab UKPP, Penanggungjawab Jaringan dan Jejaring Pelayanan
Puskesmas melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan
yang dilakukan (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan
PIS PK antara lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan
pertemuan-pertemuan penilaian kinerja.(D,W)

Kriteria
2.6.3 Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai
bagian dari intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat
terhadap masalah-masalah kesehatan

Pokok pikiran
• Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
• Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut
terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat dilihat dari
perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik.
• Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif,
hidup dalam lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut : peningkatan edukasi hidup sehat,
peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan
aktivitas fisik.
• Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan
Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu,
keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat
sehari-hari.
-49-

• Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain


melalui kegiatan pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur
melalui Indeks individu dan keluarga sehat, pemberdayaan
masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan
Indeks Masyarakat Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.
• Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis
kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam
kegiatan UKM Puskesmas.

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi
dalam kegiatan UKM Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan
lintas program dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan
perubahan perilaku sasaran Germas. (D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam
mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan
semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah dan
terbentuknya UKBM. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
pembinaan gerakan masyarakat hidup sehat. (D,W)

Standar
2.7. Penyelenggaraan UKM Esensial
Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial direncanakan, dilaksanakan
dipantau dan dievaluasi
Kriteria
2.7.1. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan

Pokok Pikiran:

• Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan 3 indikator


yaitu:
a. persentasi posyandu aktif,
b. terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman
c. melakukan proses pemberdayaan masyarakat.
• Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu
melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu
hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan dan
penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing minimal 50%
dan melakukan kegiatan tambahan.
• Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya
yang dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk
tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan dengan melakukan
proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan
menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar
berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan
-50-

sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat.


Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lain-lain
• Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah memfasilitasi
proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan :
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan
upaya sebagai berikut:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku
kepentingan dan masyarakat;
b. pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
pemberdayaan masyarakat;
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku
kepentingan di wilayah kerja puskesmas;
d. membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah
kerja puskesmas, mengembangkan media KIE,
e. melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi
kesehatan kepada masyarakat; dan
f. penggerakan masyarakat.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan yang
telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM esensial Promosi
Kesehatan (R). (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.8.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Promkes sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D.W.O)

Kriteria
2.7.2. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan

Pokok Pikiran:
• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan 3
indikator utama, yaitu:
a. jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat kesehatan
dan;
c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi
syarat kesehatan.
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Lingkungan
dilakukan upaya sebagai berikut:
- pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta up date data,
dan lain-lain
-51-

- melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TTU dan TPP, data


dan lain-lain
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Kesehatan
Lingkungan yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Lingkungan (R) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.8.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Lingkungan sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D.W.O)

Kriteria
2.7.3. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial KIA.

Pokok Pikiran:

• Cakupan UKM esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan 5 indikator


utama yaitu:
a. Persentasi ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal terpadu
b. presentasi balita yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar pelayanan minimal
c. Persentasi remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan peduli
remaja
d. Persentasi calon pengantin yang mendapatkan pelayanan
kesehatan
e. Persentasi lanjut usia yang mendapatkan pelayanan
• Pelayanan Antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal
komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil
serta terpadu dengan program lain yang memerlukan intervensi
selama kehamilannya.
• Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di
wilayah kerja Puskesmas.
• Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana dalam standar pelayanan
minimal:
a. penimbangan berat badan
b. pengukuran panjang bada/tinggi badan
c. pemantauan perkembangan
d. imunisasi
e. pemberian vitamin a
f. pelayanan balita sakit
• Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas
• Kriteria Puskesmas mampu laksanan Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) jika memnuhi kriteria:
a. ada tenaga terlatij/terorientasi pkpr
-52-

b. ada pedoman pkpr


c. menyediakan layanan konseling bagi remaja
• Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan dalam
dan luar Gedung, meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan
penunjang dan rujukannya, konseling, pemberian KIE dan Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), Pemberdayaan kader remaja baik
di sekolah maupun di masyarakat melalui posyandu remaja.
• Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas PKPR
mengikuti prinsip-prinsip menjamin privasi dan kerahasian,
mempromosikan kemandirian remaja tanpa mensyaratkan izin orang
tua, kebebasan berkunjung, biaya terjangkau/gratis, memperhatikan
keadilan dan kesetaraan gender.
• Pelayanan kesehatan reproduksi Catin minimal meliputi:
a. anamnesa
b. pemeriksaan fisik
c. pemeriksaan status gizi
d. pemeriksaan darah (hb, golongan darah)
e. skrinning imunisasi TT
f. KIE Kesprocatin
• Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan
(pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pasien Geriatri,
pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolsteraol, asam urat),
Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT, pengobatan,
rujukan dan pemberian Buku Kesehatan Lansia)
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA dilakukan upaya sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minila 50% desa
sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
b. Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K
c. Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali
dalam setahun
d. Penanggungjawab UKM tahu cara menghitung sasaran ibu hamil
dan balita
e. Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA
melalui pelaksanaan kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader
kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB
f. Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar Gedung
melalui UKS baik di sekolah umum maupun SLB, pesantren,
posyandu remaja, prmauka, pelayanan ke panti/LKSA dan rutan
anak/LPKA
g. Puskesmas melakukan kerjasama dengan KUA, Lembaga agama lin
dan LS, terkait lainnya dalam mendorong catin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi.
h. Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin
yang berkualitas dengan penyediaan SDM dan sarana prasarana
untuk melakukan KIE dan screening kesehatan
i. Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayanan
bagi catin dan pelayanan KB
j. Pelayanan Lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti
prinsip-prinsip:
- memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas
- memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan
penyediaan sarana yang aman dan mudah diakses
-53-

- memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan


keluarga secara berkesinambungan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya
- melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan
pelayanan di luar gedung
- melakukan korrdinasi dengan lintas program dengan
pendekatan siklus hidup
- dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi
kemasyarakatan maupun dunia usaha dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup lansia.
• Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 5 indikator
utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balitam
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita,
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi
calon pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta
laporan kegiatan.
• Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan UKM
Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau ditindaklanjuti
melalui RUK Puskesmas.
• Adanya sumber pembiayaan dalam mengatasi permasalahan
pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan
dalam RKA Puskesmas.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial KIA yang telah dilakukan
.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM Esensial KIA (R) (lihat
juga KMP 1.8.1, UKM 2.8.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)

Kriteria
2.7.4. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi.

Pokok Pikiran:

• Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani akan berisiko melahirkan bayi
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu penyumbang
masalah stunting.
• ASI Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan
Bayi dan Anak yang akan menyumbang kejadian Gizi Kurang dan
stunting.
• Surveilan gizi berupaya memantau secara terus menerus masalah-
masalah yang terjadi agarbila ada masalah cepat tertangani dan
menjadi dasar untuk perencanaan yang baik
• Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan 3 indikator utama :
-54-

a. Puskesmas melaksanakan Surveilans Gizi


b. Persentasi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI
Eksklusif.
c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
• Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan
upaya sebagai berikut:
a. Melaksanakan Surveilans Gizi, melalui:
• pengumpulan data dalam EPPGBM (elektronik pencatatan
dan pelaporan gizi berbasis masyarakat)
• pengolahan dan analisis data EPPGBM
• diseminasi pemanfaatan data EPPGBM
• pemberian PMT kepada ibu hamil KEK
• pemberian TTD kepada ibu hamil
• pemberian TTD pada remaja putri
b. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan melalui;
• Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan ibu
balita
• Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui
• Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung Ibu Menyusui
dan ibu balita
c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui:
• Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang kompeten dalam
pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita
• Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP dalam Tata
Laksana Gizi Buruk pada balita
• Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk (rawat
jalan/rawat inap)
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Gizi yang telah dilakukan
meliputi:
a. Pelaksanaan EPPGBM yang memuat:
1) data sasaran serta pemberian pmt bumil kek
2) pemberian TTD pada ibu hamil
3) pemberian TTD pada remaja putri
b. Analisa dan diseminasi hasil EPPGBM
c. Adanya Tim Asuhan Gizi dalam penanganan dan Tata Laksana Gizi
Buruk, adanya pelaporan Gizi buruk yang telah ditindak lanjuti
d. Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita
e. Pelaksanaan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM esensial Gizi (R) (lihat
juga KMP 1.8.1, UKM 2.8.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D.W.O)

Kriteria
-55-

2.7.5. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit

Pokok Pikiran:

• Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)


diukur dengan 3 indikator utama P2P yang ditetapkan oleh
Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit dilakukan upaya sesuai dengan pedoman yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. (R) (lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.8.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebagaimana pokok
pikiran (D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)

Standar
2.8. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM
Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja
pelayanan UKM

Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk


menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja
pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan supervisi
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan menggunakan indikator
kinerja pelayanan UKM (lihat juga KMP : 1.8.1)

Kriteria
2.8.1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan
dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan UKM (lihat juga
KMP : 1.8.1)

Pokok Pikiran:
• Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk
pemantauan dan /atau supervisi secara periodik untuk ditindak
lanjuti dalam upaya perbaikan.
• Pemantauan dan supervisi proses pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas perlu dilakukan secara periodik oleh Kepala Puskesmas
dan Penanggung jawab UKM Puskesmas untuk menjaga agar
-56-

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang


sudah ditetapkan.
• Agar sasaran dan tujuan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dicapai dengan optimal, maka perlu ditetapkan kebijakan yang
mengatur pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan UKM
sampai dengan pelaporannya.
• Pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan meliputi sasaran,
waktu, tempat, dan metode kegiatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan dan capaian kegiatan pelayanan UKM
Puskesmas. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian pelayanan UKM (D.W)

Kriteria
2.8.2. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi untuk mengendalikan pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas secara periodik.

Pokok Pikiran:
• Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu
dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik
dengan jadwal yang jelas (lihat juga KMP : 1.6.4; UKM : 2.2.1; dan
2.2.2)
• Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas,
sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas
melaksanakan kegiatan supervisi dan bersama koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut
perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas.
• Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM memberitahukan
kepada Koordinator Pelayanan terhadap rencana pelaksnaan kegiatan
pengawasan dan pengendalian
• Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan
pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
• Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada
koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat
menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas
yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama
Penanggung Jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di
tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan
pembahasan dan tindaklanjut perbaikan
-57-

Elemen Penilaian:
1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal
supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas yang
diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM . (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan
UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan. (D,W)
3. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan
supervisi dan jadwal yang disusun. (D,W)
4. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti
hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan
permasalahan yang ditemukan. (D,W)

Kriteria
2.8.3. Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya
pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang sudah disusun
agar dapat mengambil langkah tindak lanjut untuk perbaikan. (lihat
juga KMP :1.6.4; UKM : 2.2.1 dan 2.2.2)

Pokok Pikiran:
• Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses
sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan
jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.
• Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang
disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang disusun.
• Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya
Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk
memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan
UKM.
• Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat
direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah
dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta
usulan-usulan perbaikan yang rasional.
• Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap
bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini
bulanan Puskesmas.
• Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan
perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran
kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.
• Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila
terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan
kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan
pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan
-58-

usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor


terkait.
• Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan
yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

Elemen Penilaian:

1. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap


kerangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
2. Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian
kegiatan pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab
UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triwulan. (D,W)
3. Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil
pemantauan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan PJ UKM bersama Lintas Program dan Lintas
Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan
hasil perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan
harapan masyarakat atau sasaran.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian
rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan,
sasaran kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)

Kriteria
2.8.4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan uraian tugas (lihat juga KMP: 1.5.1. dan 1.5.5)

Pokok Pikiran:
• Penanggungjawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan uraian
tugas yang telah ditetapkan.
• Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
berpedoman pada kebijakan dan prosedur agar dapat mencapai hasil
kinerja yang diharapkan.
• Uraian Tugas yang dimaksud adalah uraian tugas pelaksanaan
pelayanan UKM

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas melakukan pemantauan terhadap Penanggung
jawab UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian
tugas.(D,W)
2. Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan pemantauan
terhadap koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam
melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W)
3. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh
Penanggung jawab UKM, Kepala Puskesmas melakukan tindak lanjut
terhadap hasil perbaikan .(D,W)
4. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan, Penanggung jawab
-59-

UKM Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil


perbaikan .(D,W)

Kriteria
2.8.5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya
perbaikan terhadap hasil penilaian capaian kinerja pelayanan UKM
(lihat juga PP : 5.1.5)

Pokok Pikiran :
• Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan UKM
yang disusun berdasar Standar Pelayanan Minimal,
Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman dari
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan Puskesmas
untuk masing- masing kegiatan UKM. ( lihat juga KMP : 1.1.5 dan 1.8.1)
• Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM
yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM
disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan
tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan
laporan. ( Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan
informasi)
• Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja
berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu
pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian
kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan. (Lihat juga KMP :
1.1.1 dan 1.1.3; dan PMP: 5.1.2).

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu
pelayanan UKM. (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan
pengumpulan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM dan
indikator mutu pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi
pengumpulan yang telah ditetapkan. (D,W)
3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana
kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama
dengan lintas program. (D,W)
4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian
kinerja pelayanan UKM. (D,W)
5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta kegiatan UKM
kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)
6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja
pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota. (D)

Kriteria
2.8.6. Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM
dilaksanakan secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam
pengelolaan pelayanan UKM. (Lihat juga KMP :1.8.1)
-60-

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM bertanggungjawab dalam
membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan,
konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan
prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan
penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik.
• Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukan akuntabilitas
dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan
perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang
diharapkan.
• Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama
dengan Penanggungjawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur tentang penilaian kinerja dalam
penyelenggaraan pelayanan UKM secara berkesinambungan (R).
2. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian
kinerja paling sedikit dua kali setahun (D,W)
3. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian
kinerja pelayanan UKM (D,W).
4. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota (D)
5. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan
UKM (D)
6. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D)
-61-

Bab 3 . Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang


(UKPP)

Standar
3.1. Hak dan Kewajiban
Hak dan Kewajiban Pasien diperhatikan dan dipenuhi oleh
penyelenggara pelayanan kesehatan

Kriteria
3.1.1. Hak dan kewajiban pasien, keluarga, dan petugas dipertimbangkan
dan diinformasikan pada saat pendaftaran (Lihat juga UKPP : 3.2.1;
3.3.6 dan 3.6.2)

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan pemberian pelayanan kepada pasien yang
melindungi hak pasien dan keluarga. Seluruh karyawan harus
mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban pasien dan keluarga,
serta hak dan kewajiban sebagai karyawan Puskesmas dalam
memberikan pelayanan sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku. Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan
klinis wajib mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh petugas
bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak dan
pemenuhan kewajiban dalam pelayanan pasien. Untuk melindungi
secara efektif dan mengedepankan hak pasien, Kepala Puskesmas dan
penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan berusaha
memahami tanggung jawab mereka dalam hubungannya dengan
komunitas yang dilayani, sedangkan petugas yang melayani dijamin
akan memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana
ditetapkan.
• Hak pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari
proses pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas pasien dan
keluarga. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan dan dilaksanakan
untuk menjamin bahwa petugas Puskesmas yang terkait dalam
pelayanan pasien memberi respons terhadap hak pasien dan keluarga,
ketika mereka melayani pasien. Hak pasien tersebut perlu dipahami
baik oleh pasien maupun oleh petugas yang memberikan pelayanan,
oleh karena itu pasien perlu mendapatkan informasi tentang hak dan
kewajiban pasien sejak proses pendaftaran.
• Hak dan kewajiban meliputi :
Hak-hak pasien meliputi:
(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Puskesmas;
-62-

(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada


dokter dan dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;
(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya; ( Lihat juga KMP :
1.6.12)
(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya perkiraan
biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pasien
lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Puskesmas terhadap dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran
termasuk kerahasiaan rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian
dalam suatu penelitian kesehatan;
(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan
yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila
Puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Kewajiban Pasien:
(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(2) memberikan ijin kepada fasilitas pelayanan kesehatan terhadap
akses rekam medis, baik rekam medis non elektronik maupun
rekam medis elektronik
(3) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(4) menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak
Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di
Puskesmas ;
(5) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat
sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya;
(6) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
-63-

(7) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga


Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh Pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(8) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit
atau masalah kesehatannya; dan
(9) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyampaian hak dan kewajiban
pasien/keluarga selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa
yang dipahami oleh pasien dan/keluarga (R)
2. Hak dan kewajiban pasien diinformasikan selama proses pendaftaran
dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga
sesuai regulasi. (D, O, W, S)

Kriteria
3.1.2. Seluruh petugas kesehatan dalam memberikan asuhan
memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak pasien selama
pelaksanaan layanan. (lihat juga UKPP : 3.2.1; 3.3.6 dan 3.6.2 )

Pokok Pikiran:
• Selama proses pelaksanaan layanan pasien, petugas kesehatan harus
memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak pasien.
Kebutuhan dan keluhan pasien diidentifikasi selama proses
pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan pasien/keluarga pasien,
menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut untuk
perbaikan.
• Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan
atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan
yang menunjukkan kerusakan jaringan
• Ada beberapa cara untuk membantu menilai nyeri dengan
menggunakan skala assessment nyeri, misalnya :

▪ Visual Analog Scale (VAS)


Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan
secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang
pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm,
dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua
ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif.
Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang
lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala
dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi
menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien
anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk
-64-

periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS


memerlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan
konsentrasi

No Worst
Pain Possible
Pain
▪ Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan
pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala
numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca bedah,
karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan
koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata -
kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang,
parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali
tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri
hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata
pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

No Mild Moderate Severe Very Worst


Pain Pain Pain Pain Severe Possible
Pain Pain

▪ Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap
dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS
terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya
adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa
nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri
dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar
kata yang menggambarkan efek analgesik.

▪ Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka
-65-

Elemen Penilaian:
1. Pemberi asuhan memperhatikan hak pasien/keluarga termasuk tata
nilai dan kepercayaan pasien selama proses asuhan. (O,W)
2. Privasi pasien dan kebutuhan pasien akan privasi diidentifikasi dan
diperhatikan pada waktu melakukan anamnesis, pemeriksaan,
pelaksanaan asuhan, pemberian tindakan, dan
transportasi/pemindahan pasien. (D, O,W)
3. Pasien dimotivasi untuk berpartisipasi dalam proses asuhan. (O,W)
4. Pemberi asuhan melakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W)
5. Pasien diberi informasi tentang proses untuk menyampaikan keluhan
pasien/keluarga pasien (D,O,W)
6. Keluhan pasien diidentifikasi, dievaluasi dan ditindaklanjuti. (D,O,W)

Kriteria
3.1.3. Persetujuan umum diminta pada waktu mendaftar rawat jalan dan
setiap rawat inap, dan persetujuan tindakan medik yang berisiko
tinggi diminta sebelum pelaksanaan tindakan berisiko tinggi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas wajib meminta persetujuan umum (general consent)
kepada pasien atau keluarganya yang berisi persetujuan terhadap
tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik, pengobatan
medis lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan persetujuan
lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan tentang hak
dan kewajiban pasien
• Persetujuan umum tersebut diminta pada saat pasien datang pertama
kali untuk rawat jalan dan setiap rawat inap.
• Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan
tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan
informed consent/informed choice. Setiap tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien, harus mendapatkan persetujuan.
Untuk menyetujui/memilih tindakan, pasien harus diberi
penjelasan/konseling tentang hal yang berhubungan dengan
pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suatu
keputusan persetujuan.
• Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) perkiraan pembiayaan
• Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
-66-

penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan dilakukan


terhadap pasien
• lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam
proses pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika pasien
masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau pengobatan
tertentu yang berisiko. Proses persetujuan ditetapkan dengan jelas
oleh Puskesmas dalam kebijakan dan prosedur, yang mengacu kepada
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
• Pasien dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosedur, dan
pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana
mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan secara
lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan cara
lain). Pasien dan keluarga memahami siapa yang dapat memberikan
persetujuan selain pasien. Petugas pelaksana tindakan yang diberi
wewenang telah terlatih untuk memberikan penjelasan kepada pasien
dan mendokumentasikan persetujuan tersebut.
• Pasien atau mereka yang membuat keputusan atas nama pasien,
dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau
pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau
pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
• Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari
keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan
keputusan tersebut. Pasien dan keluarganya diberitahu tentang
alternatif pelayanan dan pengobatan.
• Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah
alternatif lain dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan
misalnya pasien diare menolak di infus maka pasien diedukasi agar
minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur persetujuan umum (general
consent), dan persetujuan tindakan medik (informed consent). (R)
2. Persetujuan umum diminta saat pertama kali pasien masuk rawat
jalan dan setiap kali masuk rawat inap (D, W)
3. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan
medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan
sebelum memberikan persetujuan atau penolakan termasuk
konsekuensi dari keputusan penolakan tersebut. (D)
4. Pelaksanaan general consent dan informed consent didokumentasikan.
(D)

Standar
3.2. Proses Pendaftaran Pasien dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan pelanggan dan keselamatan pasien.
Proses pendaftaran pasien memenuhi kebutuhan pelanggan dan
didukung oleh sarana dan lingkungan yang memadai.
-67-

Kriteria
3.2.1. Pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, informasi tentang pendaftaran dan fasilitas
rujukan tersedia pada waktu pendaftaran.

Pokok Pikiran:
• Pasien harus diberi kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pendaftaran pasien meliputi:
pendaftaran pasien rawat jalan, pendaftaran pasien rawat inap, dan
menahan pasien untuk observasi atau stabilitasi.
• Kebutuhan pasien perlu diperhatikan, diupayakan dan dipenuhi
sesuai dengan misi dan sumber daya yang tersedia di Puskesmas. Jika
kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi, maka dapat dilakukan
rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
• Kebijakan dan prosedur pendaftaran perlu disusun yang memuat:
a) proses pendaftaran
b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c) keselamatan pasien
d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain
• Keselamatan pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak
pertama pasien kontak dengan Puskesmas, dengan demikian prosedur
pendaftaran sudah mencerminkan penerapan upaya keselamatan
pasien, terutama dalam hal identifikasi pasien minimal dengan 2
identitas yang relatif tidak berubah: nama lengkap pasien, tanggal
lahir, nomor identitas kependudukan dan nomor rekam media.
• Pedoman pendaftaran perlu disusun sebagai acuan bagi petugas
dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam
melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan tentang alur
pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang
diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan prinsip
sasaran keselamatan pasien. (lihat juga PMP : 5.1.1 dan 5.3.1)
• Di tempat pendaftaran, pasien dan masyarakat dapat memperoleh
informasi tentang sarana pelayanan, antara lain: tarif, jenis pelayanan,
alur dan proses pendaftaran, alur dan proses pelayanan, rujukan, dan
ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas perawatan/rawat inap.
• Informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah
diakses, dan dipahami oleh pasien dan masyarakat, dengan
memperhatikan latar belakang tata nilai, budaya dan bahasa.
• Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tahapan
pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian sampai
pemulangan. Tahapan pelayanan klinis adalah tahapan pelayanan
sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan meninggalkan tempat
pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan. Informasi
tersebut termasuk apabila pasien perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih
tinggi. (Lihat juga UKPP : 3.1)
• Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk
ketersediaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang memuat
jenis pelayanan yang disediakan.
-68-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur pendaftaran (R)
2. Tersedia bagan alur pendaftaran yang dapat diakses oleh pelanggan.
(D, O, W)
3. Tersedia informasi tentang pendaftaran, jenis pelayanan, prosedur
dan alur pelayanan, jadwal pelayanan dan informasi lain tentang
sarana pelayanan yang dapat diakses oleh pelanggan serta tentang
kerjasama dengan fasilitas rujukan untuk menjamin kesinambungan
pelayanan klinis (D, O, W)
4. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
dengan memperhatikan keselamatan pasien (O,W,S)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
pendaftaran (D.W)

Kriteria
3.2.2. Pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus diidentifikasi
dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis yang optimal.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk
diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus,
antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas,lanjut usia, kendala bahasa,
budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat terjadinya hambatan
atau tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan
klinis.
• Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat
dilakukan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan kesulitan
atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran, pemberian asuhan,
sampai dengan pemulangan.

Elemen penilaian:
1. Pimpinan dan staf Puskesmas melakukan identifikasi jenis-jenis
pasien dengan kendala dan/atau berkebutuhan khusus. (D)
2. Disusun rencana tindak lanjut untuk mengatasi keterbatasan,
kendala, dan kebutuhan khusus yang lain pada pasien dengan
kebutuhan khusus. (D)
3. Dilakukan fasilitasi kepada pasien dengan kendala dan atau
berkebutuhan khusus dalam proses pelayanan. (O,S)

Kriteria
3.2.3. Pasien gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen sebagai
bentuk pelaksanaan triase.

Pokok Pikiran:
• Pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase mengacu
pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan
penentuan atau penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk
mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa
yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
-69-

b) Dapat meninggal dalam hitungan jam


c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien
yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan
diberikan pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
• Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila
tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan
pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
• Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak,
atau segera, prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan
untuk pasien dengan risiko penularan infeksi, misalnya infeksi melalui
udara/airborne.

Elemen penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur tentang pelaksanaan
proses triase dalam memprioritaskan pasien dengan kebutuhan gawat
darurat. (R)
2. Pasien diprioritaskan atas dasar kegawat daruratannya seperti yang
tercantum di pokok pikiran. (D,O,S)
3. Pasien gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL, diperiksa dan
dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan Puskesmas dan
dipastikan dapat diterima di FKRTL (D,O)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan triase (D.W)

Standar
3.3. Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan dilaksanakan
secara paripurna.
Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana
dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan profesional
dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan untuk menyusun
keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan
pasien/keluarga dilaksanakan sesuai rencana yang disusun, dipandu
oleh kebijakan dan prosedur, dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku

Kriteria
3.3.1. Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pasien/keluarga.

Pokok Pikiran:
• Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan
dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan
dilakukan.
• Kajian pasien meliputi tugas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisis, psikologis,
status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan
informasi tersebut dilakukan anamnesis (data Subjektif = S),
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (data Objektif = O).
(Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan informasi)
-70-

b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan


masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien (asesmen atau analisis = A)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi
kebutuhan pasien.
• Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk
selanjutnya dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik
pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan
perkembangan kondisi kesehatannya.
• Ketika pasien diterima di Puskesmas untuk memperoleh pelayanan
klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh tenaga medis,
keperawatan/kebidanan, dan disiplin yang lain meliputi: status
fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat
kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh,
asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, ,
kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
• Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan
rincian wewenang klinis.
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian harus
dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam medis
harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan pada
saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan keselamatan
pasien. Rekam medis pasien adalah catatan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelayanan medis, penunjang medis, dan
keperawatan/kebidanan.
• Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan penetapan
pelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana tindak lanjut
dan evaluasinya.
• Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu
atau tidaknya dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang
meragukan, dengan kajian medis, kajian penunjang medis, kajian
keperawatan/kebidanan, dan kajian lain wajib didokumentasikan
dengan baik. Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan
mudah ditemukan kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain
yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani
pasien.
• Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pasien memerlukan
rencana pemulangan (discharge planning) berdasar kriteria yang
ditetapkan sesuai dengan keragaman kebutuhan pasien.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara
kolaboratif antar praktisi klinis. (R)
2. Terdapat prosedur kajian awal untuk mengidentifikasi berbagai
kebutuhan dan harapan pasien dan keluarga pasien, mencakup
pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan/kebidanan, dan
pelayanan klinis yang lain. (R)
3. Dilakukan kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada
standar profesi, dicatat dalam rekam medis, digunakan untuk
-71-

penyusunan rencana asuhan, koordinasi dalam pemberian asuhan,


dan rencana pemulangan. (D, O, W)
4. Disusun rencana pemulangan untuk pasien yang memerlukan
rencana pemulangan sesuai dengan hasil kajian awal (D, W)

Kriteria
3.3.2. Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang
profesional melakukan kajian pasien untuk menetapkan diagnosis

Pokok Pikiran:
• Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh
tenaga professional yang kompeten. Proses kajian tersebut dapat
dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh tim kesehatan
antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan
tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan
pasien.
• Kajian pasien baik kajian awal maupun kajian ulang harus dicatat
dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan perkembangan
kondisi pasien.
• Yang dimaksud dengan tenaga professional yang kompeten adalah
tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh
standar dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai
dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan
dengan adanya sertifikat kompetensi.
• Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk
melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada
perawat, bidan atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain
secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat dilakukan
dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat, dan/atau karena
keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
• Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut
dilakukan dengan ketentuan:
1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan
3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan
4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan
5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.

Elemen Penilaian:
1. Kajian pasien dan penetapan diagnosis dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang profesional dan kompeten, dan dicatat dalam rekam
medis. (R,D,O)
2. Tersedia tim kesehatan antar profesi untuk melakukan kajian jika
diperlukan penanganan secara tim. (R,D,O)
3. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat
dilakukan pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/ atau
bidan untuk melakukan kajian awal medis. (R,D)
-72-

4. Perawat atau bidan yang diberi wewenang telah mengikuti pelatihan


untuk melakukan kajian medis dan pemberian asuhan medis sesuai
dengan wewenang delegatif yang diberikan (D)

Kriteria
3.3.3. Terdapat prosedur yang efektif untuk menyusun rencana asuhan baik
asuhan klinis maupun asuhan terpadu jika pasien membutuhkan
penanganan oleh tim kesehatan yang terkoordinasi.

Pokok Pikiran:
• Rencana asuhan ditetapkan berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan
dalam bentuk diagnosis dan asuhan klinis yang akan diberikan.
• Dalam menyusun rencana asuhan perlu dipandu oleh kebijakan dan
prosedur yang jelas sesuai dengan kebutuhan pasien dan sesuai
dengan panduan praktik klinis dan/atau standar pelayanan yang
ditetapkan. Luaran klinis tergantung dari ketepatan dalam
penyusunan rencana asuhan yang sesuai dengan kondisi pasien dan
standar pelayanan klinis.
• Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus
dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyusunan rencana asuhan
dan/ atau rencana asuhan terpadu (R)
2. Rencana asuhan klinis dan/atau rencana asuhan terpadu disusun
sesuai dengan kebutuhan pasien dan kebijakan serta prosedur yang
ditetapkan (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kepatuhan tenaga kesehatan
terhadap kebijakan dan prosedur penyusunan rencana asuhan klinis
dan/ atau rencana asuhan terpadu. (D)

Kriteria
3.3.4. Panduan Praktik Klinis dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
asuhan klinis

Pokok Pikiran:
• Sebelum asuhan dilaksanakan, pasien/keluarga perlu memperoleh
informasi yang jelas tentang rencana asuhan, dan memberikan
persetujuan tentang rencana asuhan yang akan diberikan, dan
Pelaksanaan asuhan harus dipandu dengan panduan praktik klinis
dan prosedur-prosedur asuhan klinis yang berlaku di Puskesmas,
sesuai dengan kemampuan Puskesmas dengan referensi yang jelas,
dan bila memungkinkan berbasis evidens terkini yang tersedia untuk
memperoleh luaran klinis yang optimal. Untuk menjamin
kesinambungan pelayanan, pelaksanaannya harus dicatat dalam
rekam medis pasien.
• Pelaksanaan asuhan klinis dilakukan sesuai rencana asuhan dengan
menggunakan panduan praktik klinis, prosedur-prosedur asuhan
klinis dan algoritme yang berlaku, misalnya tata laksana balita sakit
dengan pendekatan MTBS.
-73-

Elemen Penilaian:
1. Tersedia Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis yang
disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan.
(R)
2. Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan rencana asuhan dan pelaksanaan asuhan
pasien. (D, O, W)

Kriteria
3.3.5. Pelaksanaan layanan bagi pasien gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi lainnya dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Pokok Pikiran:
• Pasien berisiko tinggi adalah pasien yang dikategorikan berisiko tinggi
karena usia, kondisi kesehatan, atau mempunyai kebutuhan kritis
untuk segera mendapat pertolongan, termasuk pasien rentan yang
karena kondisinya tidak mampu menjaga diri sendiri terhadap adanya
bahaya atau kekerasan.
• Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi
perlu diidentifikasi, dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam
pelayanan pasien gawat darurat 24 jam
• Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi
terjadinya kematian atau cedera termasuk kasus gawat darurat pada
ibu hamil/ melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan
kasus yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas,
pasien dan masyarakat.
• Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar
panduan praktik klinis untuk penanganan pasien gawat darurat
dengan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan.
• Penanganan pasien gawat darurat di Puskesmas Non Rawat Inap
dilakukan di ruang tindakan untuk pelayanan pasien gawat darurat.
• Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan
terjadinya penularan baik bagi petugas maupun pasien yang lain perlu
diperhatikan sesuai dengan prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi yang sering terjadi.(D)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan pasien gawat darurat
(emergensi), pasien berisiko tinggi yang mudah diakses oleh petugas.
(R)
3. Pemberian asuhan pada pasien gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan dan prosedur yang
ditetapkan (O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
penanganan pasien gawat darurat (D.W)
-74-

Kriteria
3.3.6. Rencana asuhan klinis disusun bersama pasien dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
tata nilai budaya pasien.

Pokok Pikiran:
• Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan
yang akan diperoleh. Pasien/keluarga diberi peluang untuk
bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan
dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut harus
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
memperhatikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh pasien.
• Resiko yang mungkin terjadi pada pasien antara lain resiko alergi,
infeksi, jatuh dan efek samping asuhan serta obat
• Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan
edukasi pada pasien dan keluarga

Elemen Penilaian:
1. Petugas kesehatan dan/ atau tim kesehatan melibatkan setiap pasien
dalam menyusun rencana asuhan termasuk pendidikan/penyuluhan
pasien (D,O)
2. Risiko dan efek samping yang mungkin terjadi pada pasien
dipertimbangkan sejak awal dalam menyusun rencana asuhan dan
diinformasikan kepada pasien. (D)

Kriteria
3.3.7. Asuhan Pasien diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi lulusan
dengan kejelasan rincian wewenang yang sesuai dengan wewenang
yang dimiliki.

Pokok Pikiran:
• Kompetensi Lulusan Medis
a) Setiap pasien dilayani oleh dokter atau dokter gigi penanggung
jawab pelayanan yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai
kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis dilaksanakan berdasarkan
panduan pelayanan medis dan/atau prosedur pelayanan medis
sesuai dengan rencana asuhan yang disusun. Dalam keadaan
dokter atau dokter gigi tidak tersedia atau tidak berada di tempat,
dapat dilakukan pemberian wewenang delegatif kepada perawat
atau bidan atau dengan pemberian wewenang khusus sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
b) Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya harus menghindari
pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan upaya
pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan
dipadukan sebagai hasil kajian dalam merencanakan dan
melaksanakan layananklinis bagi pasien.
c) Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan fisis dan
neuorologi, permintaan pemeriksaan penunjang yang sebelumnya
sudah dilakukan, pemberian obat sejenis atau dengan tujuan yang
sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
-75-

d) Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan


prosedur terintegrasi, semua pemeriksaan penunjang, pemberian
obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat dalam rekam medis
sehingga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai
pertimbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun
permintaan pemeriksaan penunjang.
• Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan :
Setiap pasien dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi klinis lain yang
mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yang dimiliki.
Asuhan dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan
keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan klinis lain
sesuai dengan rencana asuhan yang disusun.

Elemen Penilaian:
1. Asuhan Pasien diberikan oleh dokter atau dokter gigi penanggung
jawab pelayanan, perawat/ bidan, dan tenaga kesehatan pemberi
asuhan yang lain. (D, W)
2. Asuhan Pasien dilakukan sesuai rencana asuhan dan panduan
praktik klinis dan/atau prosedur-prosedur asuhan klinis, tidak terjadi
pengulangan yang tidak perlu, dan dicatat dalam rekam medis
pasien(D, W)
3. Asuhan yang diberikan dan perkembangan kondisi pasien serta
kemajuan dalam pemberian asuhan dicatat dalam rekam medis pasien
(D)

Kriteria
3.3.8. Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, yang disusun
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan.

Pokok Pikiran:
• Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan
malnutrisi maka perlu penanganan secara terpadu dari dokter,
nutrisionis dan penanggungjawab program TB, pasien memerlukan
asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan,
asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan
kebutuhan pasien.
• Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan berkewajiban
mengkoordinasikan pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai
luaran klinis yang diharapkan, dan upaya promotif maupun preventif
bagi keluarga dan masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Dokter yang bertanggungjawab terhadap pelayanan pasien melakukan
koordinasi pelaksanaan asuhan terpadu. (D)
2. Asuhan terpadu dilaksanakan secara kolaboratif oleh pemberi asuhan
sesuai dengan rencana asuhan terpadu, panduan praktik klinis, dan
prosedur asuhan klinis dan dicatat dalam rekam medis secara
terintegrasi. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan terhadap
pelaksanaan asuhan terpadu dan kemajuan kondisi pasien. (D)
-76-

Kriteria
3.3.9. Penyiapan, penggunaan, dan pemberian obat dan/ atau cairan
intravena dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

Pokok Pikiran:
• Penggunaan dan pemberian obat dan/ atau cairan intravena
merupakan kegiatan yang berisiko terhadap terjadinya infeksi, oleh
karena itu perlu dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
• Prinsip-prinsip aseptik digunakan dalam pemberian obat dan/atau
cairan intravena.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyiapan, penggunaan dan
pemberian obat/cairan intravena (R)
2. Obat/cairan intravena diberikan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur (D)

Kriteria
3.3.10. Pasien/keluarga memperoleh edukasi kesehatan dengan pendekatan
yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami

Pokok Pikiran:
• Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama
antara petugas kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga
perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait
dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien, oleh karena itu
penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga perlu dipadukan dalam
pelayanan klinis. Pendidikan dan penyuluhan kepada pasien
termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
• Agar penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan
dengan efektif maka dilakukan dengan pendekatan komunikasi
interpersonal antara pasien dan petugas kesehatan, dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien/keluarga.
• Dalam proses memberikan penyuluhan/ pendidikan pada pasien,
didorong agar pasien/keluarga pasien untuk berbicara/ bertanya
terkait dengan masalah kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan
kebutuhan pasien.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyuluhan/ pendidikan
kesehatan bagi pasien dan keluarga. (R)
2. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pasien dan
keluarga dengan metoda yang dapat dipahami oleh pasien dan
keluarga. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap efektivitas
penyampaian informasi kepada pasien/ keluarga pasien agar mereka
dapat berperan aktif dalam proses layanan dan memahami
konsekuensi layanan yang diberikan.(D)

Standar
3.4. Pelayanan anastesi lokal dan pembedahan minor di Puskesmas
dilaksanakan sesuai standar.
-77-

Tersedia pelayanan anestesi lokal dan pembedahan minor untuk


memenuhi kebutuhan pasien

Kriteria
3.4.1 Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar
dan peraturan perundangan yang berlaku.

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang
membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut
harus memenuhi standar dan peraturan perundangan yang berlaku,
serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
dewasa, geriatri dan anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana
e) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
f) teknik melakukan anestesi lokal
g) frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan
h) tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat
i) tata laksana terhadap komplikasi
j) bantuan hidup dasar

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan anestesi lokal (R)
2. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten sesuai dengan kebijakan. (D, O, W)
3. Dilakukan pemantauan status fisiologi pasien selama pemberian
anestesi lokal oleh petugas melakukan anestesi lokal dan dicatat
dalam rekam medis pasien (D)
4. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal ditulis dalam rekam medis
pasien.(D)

Kriteria
3.4.2 Pelayanan bedah di Puskesmas direncanakan dan dilaksanakan
memenuhi standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang
membutuhkan anestesi. Pelaksanaan bedah minor tersebut harus
memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Dokter yang melakukan pembedahan wajib :
a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pasien
b. menyusun rencana tindakan pembedahan berdasar kajian pasien
-78-

c. edukasi pada pasien/keluarga terkait pembedahan yang akan


dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin terjadi dan hasil
yang tidak diharapkan
d. melaksanakan prosedur pembedahan yang aman
e. menyusun laporan pembedahan yang meliputi: diagnosis
sesudah pembedahan, nama dokter yang melakukan
pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian
temuan, ada tidaknya komplikasi, specimen yang dikirim untuk
diperiksa (jika ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang
bertanggung jawab.
f. melakukan perbaikan pasien pada saat pemulihan
g. melakukan perbaikan pasca pembedahan termasuk memberikan
instruksi pemulangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan pembedahan (R)
2. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor
membuat kajian sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan
pembedahan.(D)
3. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor
menjelaskan risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan alternatif
kepada pasien/keluarga pasien.(D)
4. Laporan/catatan operasi dituliskan dalam rekam medis.(D)
5. Status fisiologi pasien dipantau terus menerus selama dan segera
setelah pembedahan dan dituliskan dalam rekam medis. (D,O)

Standar
3.5. Pemberian makanan dan terapi gizi sesuai dengan kebutuhan
pasien dan ketentuan peraturan perundangan
Pemberian makanan dan terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi
pasien secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya
dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta
dalam perencanaan dan seleksi makanan
Kriteria
3.5.1. Pemberian makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten
dengan asuhan klinis tersedia secara reguler.

Pokok Pikiran
• Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan
asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan
perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien
berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
• Pemesanan dan pemberian makanan hanya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten.
• Setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar
angka kecukupan gizi
• Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata
zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal
-79-

• Pemberian makanan kepada pasien di Puskesmas diberikan secara


reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian
status gizi dan kebutuhan pasien sesuai Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan Gizi
di Puskesmas.
• Pemberian makanan kepada pasien rawat inap harus dicatat dan
didokumentasikan dengan baik.
• Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan
bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan
rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang
berkompeten.
• Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien,
mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/ kontra
indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk
informasi tentang interaksi obat dengan makanan.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian makanan pada pasien
sesuai dengan status gizi dan rencana asuhan gizi. (R)
2. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian kebutuhan gizi pada
pasien sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien. (D)
3. Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan
pemesanan. (D, W)
4. Pasien dan/ atau keluarga diberi edukasi tentang pembatasan diit
pasien dan keamanan/kebersihan makanan, bila keluarga ikut
menyediakan makanan bagi pasien. (D)
5. Dilakukan dokumentasi asuhan gizi yang diberikan kepada semua
pasien gizi. (D,W)

Standar
3.6. Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur yang
tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain,
rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana
pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

Kriteria
3.6.1 Pemulangan dan tindak lanjut pasien yang bertujuan untuk
kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur pemulangan pasien dan tindak lanjut.
• Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain
menyusun rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau
dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun
keluarga pasien pada saat pemulangan maupun tindak lanjut di
rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
-80-

• Pemulangan dilakukan oleh dokter/ dokter gigi yang


bertanggungjawab terhadap pasien.
• Pemulangan pasien dilakukan berdasar kriteria yang ditetapkan oleh
dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk
memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan akan
memperoleh tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya
pasien rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap,
pasien rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di
Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan rujukan ke
FKRTL, pasien yang karena kondisinya dapat dirawat di rumah atau
rumah perawatan, pasien yang menolak untuk perawatan rawat inap,
pasien/ keluarga yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
• Resume medis berisikan :
a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pasien rawat inap, diagnosis dan kormobiditas lain
c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pasien
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien, termasuk
nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi darurat
• Informasi yang diberikan kepada pasien/ keluarga pada saat
pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan
agar pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan
untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.
• Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat
inap terdiri dari :
a) data umum pasien
b) anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
c) pemeriksaan
d) terapi, tindakan dan atau anjuran

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan dan/ tindak lanjut
oleh dokter/dokter gigi dengan kriteria pemulangan dan/ tindak lanjut
yang jelas. (R)
2. Pasien dan/ atau keluarga pasien mendapat penjelasan tentang
rencana pemulangan dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. (D,O,W)
3. Dokter/dokter gigi menyusun rencana pemulangan dan rencana
tindak lanjut pasien. (D)
4. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain
melaksanakan pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan
rencana tindak lanjut yang disusun. (D)
5. Resume medis diberikan kepada pasien saat pemulangan. (D, O, W)

Standar
3.7 Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan yang
bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama

Kriteria
3.7.1 Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas
-81-

Pokok Pikiran:
• Jika kebutuhan pasien akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh
Puskesmas, maka pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
mampu menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien.
• Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk
alternatif rujukan sehingga pasien dijamin memperoleh pelayanan
yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.
• Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan
untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.
• Pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai dengan standar
rujukan
• Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi
tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu disampaikan kepada
pasien meliputi: alasan rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju,
termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya, jika ada, sehingga
pasien/keluarga dapat memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih,
serta kapan rujukan harus dilakukan. (lihat juga UKP : 3.1.2 dan 3.2.3)
• Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib
diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan
pilihan pasien agar pasien memperoleh kepastian mendapat
pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan
konsekuensinya.
• Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya
kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi,
sarana medis dan keluarga yang menemani termasuk pilihan fasilitas
kesehatan rujukan) selama proses rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur rujukan. (R)
2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi
persetujuan untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain
(D)
3. Proses rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan kriteria
rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan.(D)
4. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi
tujuan rujukan untuk memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk
menerima rujukan.(D)
5. Dilakukan tindakan stabilisasi sebelum pasien dirujuk sesuai kondisi
pasien, indikasi medis dan kemampuan dan wewenang yang dimiliki,
agar keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin.
(D,W)
6. Jika pasien/keluarga pasien menolak untuk dilakukan rujukan,
pasien/keluarga pasien harus menyatakan secara tertulis penolakan
rujukan setelah mendapat informasi tentang konsekuensi jika
menolak rujukan, dan tanggung jawab mereka akibat menolak
rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin dilakukan (D)

Kriteria
3.7.2 Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi asuhan yang
-82-

kompeten terus memantau kondisi pasien, dan Fasilitas kesehatan


penerima rujukan diberi resume tertulis mengenai kondisi klinis
pasien dan tindakan yang telah dilakukan.

Pokok Pikiran:
• Merujuk pasien secara langsung ke fasilitas kesehatan lain dapat
merupakan proses yang singkat dengan pasien yang sadar dan dapat
berbicara, atau merujuk pasien koma yang membutuhkan
pengawasan keperawatan atau medis yang terus menerus. Pada kedua
kasus tersebut pasien perlu dipantau oleh petugas yang kompeten.
Kompetensi pemberi asuhan yang mendampingi selama transfer
ditentukan oleh kondisi pasien. Petugas yang mendampingi pasien
memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pasien
kepada petugas penerima transfer pasien.
• Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan pihak Puskemas dengan menggunakan fasilitas
transportasi yang disediakan oleh pihak Puskesmas, dilakukan
perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan
kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah
dihubungi sebelumnya.
• Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan dengan proses pelaksanaannya diserahkan kepada pasien.
• Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai
kondisi pasien dikirim bersama pasien. Salinan resume pasien
tersebut diberikan kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan
bersama dengan pasien.
• Resume tersebut memuat kondisi klinis pasien, prosedur, dan
pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut.

Elemen penilaian
1. Tersedia fasilitas transportasi untuk merujuk pasien sesuai standar.
(O)
2. Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dipantau
dan dicatat oleh pemberi asuhan yang kompeten dengan
memperhatikan kondisi pasien. (D)
3. Informasi klinis pasien atau resume klinis pasien dikirim ke fasilitas
kesehatan penerima rujukan bersama pasien dan resume klinis
memuat kondisi pasien, prosedur dan tindakan-tindakan lain yang
telah dilakukan serta kebutuhan pasien akan pelayanan lebih lanjut.
(D, O. W)
4. Dilakukan serah terima pasien yang disertai dengan informasi yang
lengkap (SBAR) kepada petugas di FKRTL ketika melakukan rujukan
secara langsung. (D)

Kriteria
3.7.3 Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL

Pokok Pikiran:
• Pasien yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan umpan balik
rujukan dan dicatat dalam rekam medis.
-83-

• Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas


kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, maka
perlu dilakukan tindak lanjut terhadap pasien sesuai prosedur yang
berlaku melalui proses kajian dengan memperhatikan rekomendasi
umpan balik rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian asuhan pasien rujuk
balik dari FKRTL. (R)
2. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian
ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari
FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)
3. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak
lanjut terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)

Standar
3.8 Penyelenggaraan Rekam Medis
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan
informasi asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan pasien,
dan dapat diakses oleh petugas kesehatan pemberian asuhan,
manajemen dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses
terhadap rekam medis untuk kepentingan pasien, asuransi, sesuai
peraturan perundangan. (Lihat juga KMP : 1.6.11)

Kriteria
3.8.1 Ada pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, simbol, dan
istilah yang dipakai

Pokok Pikiran:
• Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan,
memfasilitasi pembandingan data dan informasi di dalam maupun di
luar Puskesmas termasuk FKRTL. Keseragaman penggunaan kode
diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan
analisis data.
• Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang
tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan
standar lokal, nasional, dan internasional.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode
klasifikasi tindakan, terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh
dan tidak boleh digunakan dalam pelayanan klinis. (R)
2. Kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminologi lain,
dan singkatan digunakan dalam pelayanan klinis sesuai dengan yang
ditetapkan. (D)

Kriteria
3.8.2 Petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan
tanggung jawab pekerjaan
-84-

Pokok Pikiran:
• Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama
mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga
merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna
dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu tersedia
selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta
dijaga selalu diperbaharui (up to date).
• Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya
tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan
Puskesmas mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang
mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin
kerahasiaan informasi pasien.
• Privasi dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama
data dan informasi yang sensitif. Penggunaan data rekam medis
untuk keperluan selain pelayanan pasien, misalnya untuk penelitian
perlu diatur untuk menjaga kerahasian informasi rekam medis. ( Lihat
juga KMP : 1.6.11)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan hak akses petugas terhadap
informasi medis dengan mempertimbangkan tugas, tanggung jawab
petugas, kerahasiaan dan keamanan informasi (R)
2. Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D, O, W)

Kriteria
3.8.3 Adanya sistem pengisian informasi klinis secara lengkap dan jelas
didalam rekam medis

Pokok Pikiran
• Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin
kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien
terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan
dan prosedur kelengkapan rekam medis.
• Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain
bersama-sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan
kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan
pasien.
• Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak
pasien masuk sampai pasien pulang, dirujuk atau meninggal, meliputi
kegiatan :
▪ Registrasi pasien
▪ Pendistribusian rekam medis
▪ Pengisian informasi klinis
▪ Pengolahan data dan pengkodean
▪ Klaim pembiayaan
▪ Penyimpanan rekam medis
▪ Penjaminan mutu
▪ Pelepasan informasi kesehatan
▪ Pemusnahan rekam medis
-85-

• Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga
Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
• Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau
Tenaga Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis
dibuat secara terintegrasi
• Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah
pasien menerima pelayanan serta mencantumkan nama, waktu dan
tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan secara berurutan sesuai waktu pelayanan dan
sesuai dengan kompetensi lulusannya
• Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis, Dokter,
Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lain dapat dilakukan
pembetulan. Apabila pencatatan rekam medis dilakukan secara
konvensional maka pembetulan dilakukan dengan cara mencoret 1
(satu) garis, diparaf dan diberi tanggal, dalam hal diperlukan
penambahan kata atau kalimat diperlukan paraf dan tanggal
• Isi Informasi klinis pada rawat jalan di FKTP, paling sedikit meliputi :
▪ Identitas pasien
▪ Tanggal dan waktu
▪ Hasil anamnesis
▪ Hasil pemeriksaan
▪ Diagnosis
▪ Rencana penatalaksanaan
▪ Pengobatan dan atau tindakan
▪ Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan
▪ Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
• Dalam hal pasien rawat inap atau perawatan 1 (satu) hari isi rekam
medis sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan :
▪ Lembaran monitoring untuk pasien rujukan sebelum masuk ruang
rawat inap
▪ surat rujukan untuk pasien rujukan;
▪ catatan perjalanan perawatan pasien mulai dari dirawat inap
sampai pasien pulang
▪ salinan resume medis
• Rekam Medis untuk pasien gawat darurat, ditambahkan :
▪ Hasil pemeriksaan triase
▪ Identitas dan nomor kontak pengantar pasien
▪ Sarana transportasi yang digunakan untuk mengantar pasien
• Resume Medis pasien paling sedikit terdiri dari :
▪ Identitas Pasien
▪ Diagnosis Masuk dan indikasi pasien dirawat
▪ Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir,
pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
▪ Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan
pelayanan kesehatan
• Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat
inap terdiri dari :
▪ Data umum pasien
▪ Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
▪ Pemeriksaan
▪ Terapi, tindakan dan atau anjuran
-86-

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengisian rekam medis mencakup
diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan
yang diberikan (R, D)
2. Rekam Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau
Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan
perseorangan (D, O, W)
3. Koreksi dan penambahan data pada Rekam Medis dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku (D, O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kelengkapan isi rekam
medis (D, W)

Kriteria
3.8.4 Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam
medis

Pokok Pikiran:
• Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang
menjadi pedoman retensi berkas rekam medis pasien dan data serta
informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan
informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang
cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi
yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang
penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan
informasi tersebut. Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi,
maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data
serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali
ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka
waktu tertentu sesuai peraturan yang berlaku.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis
dengan kejelasan masa retensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (R)
2. Puskesmas mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan
metode identifikasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan. (D, W)
3. Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi dilakukan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W)

Standar
3.9 Pelayanan Laboratorium dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
Pelayanan Laboratorium Tersedia Tepat Waktu untuk Memenuhi
Kebutuhan Pengkajian Pasien, serta Mematuhi Standar, Peraturan
Perundangan yang Berlaku.

Kriteria
3.9.1 Ditetapkan Kebijakan, jenis-jenis, dan prosedur pemeriksaan
laboratorium
-87-

Pokok Pikiran:
• Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di
Puskesmas
• Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil
pemeriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan,
penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan
reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil
pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan
limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3). (lihat juga KMP :
1.4.3; 1.5.7 dan 1.7.1; PMP : 5.2.1 dan 5.5.4 terkait limbah)
• Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap specimen
yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan
kecurigaan tuberculosis, darah dari pasien dengan kecurigaan
hepatitis B, HIV/AIDS.
• Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang
meliputi kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan
laboratorium yang mengatur tentang:
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen,
pengambilan, dan penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat
inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam
kerja
f) proses pemeriksaan laboratorium
g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
• Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas
karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan
pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, jenis-jenis, dan prosedur pelayanan
laboratorium di Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan
kemampuan Puskesmas (R)
2. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang
kompeten (R. D. O)
3. Ada prosedur rujukan spesimen dan pasien, jika pemeriksaan
laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas (D, O)

Kriteria:
3.9.2 Hasil pemeriksaan laboratorium selesai dan tersedia dalam waktu
sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan

Pokok Pikiran:
• Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang
dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil
-88-

dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pasien,


pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi
pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam
kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.
• Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat
diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan
laboratorium dilakukan bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil
pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.

Elemen Penilaian:
1. Pimpinan Puskesmas menetapkan waktu pelaporan hasil pemeriksaan
laboratorium. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap ketepatan waktu
pelaporan hasil pemeriksaan. (D, W)

Kriteria:
3.9.3 Reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan sehari-hari selalu
tersedia dan dievaluasi untuk memastikan akurasi dan presisi hasil.

Pokok Pikiran
• Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk
pelayanan laboratorium bagi pasien harus diidentifikasi dan
ditetapkan. Suatu proses yang efektif untuk pemesanan atau
menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang
diperlukan.
• Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau
instruksi penyimpanan yang ada pada kemasan. Evaluasi periodik
dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia
untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
• Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian
label yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang
digunakan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan reagensia esensial dan bahan lain yang harus tersedia,
termasuk proses untuk menyatakan jika regen tidak tersedia. (R)
2. Reagensia tersedia, diberi label, dan disimpan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. (D, O,W)

Kriteria:
3.9.4 Ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan yang
digunakan untuk interpertasi dan pelaporan hasil laboratorium

Pokok Pikiran:
• Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di
laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai
rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
• Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan
klinis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah
-89-

• Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil


pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi
perubahan metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan, atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan
tehnologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu terhadap
ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal dan rentang nilai rujukan
untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan dan disertakan dalam
laporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R. D)
2. Rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan dievaluasi secara
berkala dan direvisi jika diperlukan. (D,W)

Kriteria
3.9.5 Pemantapan mutu dilakukan, ditindaklanjuti dan didokumentasi
untuk setiap pemeriksaan laboratorium

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan
upaya pemantapan mutu internal maupun eksternal di Puskesmas.
Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan
peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
• Puskesmas wajib mengikuti Pemantaban Mutu Eskternal (PME) secara
periodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh
pemerintah
• Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil
pemeriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan
mengirimkan sampel yang sama ke laboratorium lain/ rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemantapan mutu pelayanan
laboratorium (R)
2. Terdapat bukti dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan
mutu eksternal terhadap pelayanan laboratorium sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi
penyimpangan (D,O,W)

Standar
3.10 Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan.
Obat, dan bahan medis habis pakai tersedia dan dikelola sesuai
ketentuan untuk memenuhi kebutuhan pasien

Kriteria
3.10.1 Berbagai jenis obat dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan
kebutuhan tersedia

Pokok Pikiran:
• Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu
jenis dan jumlah obat, serta bahan medis habis pakai harus tersedia
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
-90-

• Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang


dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai
acuan dalam pemberian pelayanan pada pasien, mengacu pada
formularium nasional dan pemilihan jenis obat melalui proses
kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan
kebutuhan pasien, keamanan, dan efisiensi.
• Dalam hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi
untuk Program Rujuk Balik (PRB), maka obat dapat dilakukan
kerjasama dengan apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
• Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman,
kurangnya stok nasional atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi
dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses
untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat
tersebut dan saran untuk penggantinya.
• Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan,
oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat.
Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.
( lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM : 2.1.1)
• Kebijakan, pedoman, dan prosedur-prosedur pelayanan farmasi harus
disusun sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi:
a) kebijakan dan pedoman pelayanan farmasi
b) kebijakan dan prosedur perencanaan kebutuhan obat dan bahan
medis habis pakai
c) kebijakan dan prosedur pengadaan, penyediaan dan penggunaan
obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
d) kebijakan dan prosedur yang mengatur: proses peresepan,
pemesanan, dan pengelolaan obat
e) kebijakan dan prosedur penggunaan obat-obatan pasien rawat
inap, yang dibawa sendiri oleh pasien/ keluarga pasien
f) kebijakan dan prosedur untuk menjaga tidak terjadinya
pemberian obat yang kedaluwarsa kepada pasien
g) kebijakan dan prosedur jika terjadi kekosongan obat
h) perbaikan dan pengendalian pengadaan, penyediaan dan
penggunaan obat
i) pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
j) ketersediaan formularium obat

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur Pelayanan Farmasi di Puskesmas.
(R)
2. Disusun rencana kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
berdasarkan kebutuhan pelayanan. (R)
3. Dilakukan pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan. (D,O,W)
4. Tersedia pelayanan farmasi selama tujuh hari dalam seminggu dan 24
jam pada Puskesmas yang memberikan pelayanan gawat darurat. (O)
5. Tersedia daftar formularium obat Puskesmas.(D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kesesuaian peresepan dan
ketersediaan obat dibandingkan dengan formularium Puskesmas.
(D,W)
-91-

Kriteria
3.10.2 Peresepan, pemesanan dan pengelolaan obat dipandu kebijakan dan
prosedur

Pokok Pikiran:
• Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan
pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Puskesmas bertanggung
jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan
pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan berdasarkan
lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian
obat. Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan
yang diizinkan untuk memberikan obat. Untuk menjamin agar obat
tersedia dengan cukup dan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak
kedaluwarsa, maka perlu ditetapkan dan diterapkan kebijakan
pengelolaan obat mulai dari proses analisis kebutuhan, pemesanan,
pengadaan, pendistribusian, pelayanan peresepan, pencatatan dan
pelaporan.
• Apabila persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam penyediaan
obat tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat pelatihan
khusus tentang penyediaan obat.
• Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh
pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau yang
diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat dalam
rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat,
terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
• Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang
meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan
kerugian besar pada pasien.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
- obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin,
heparin, atau kemoterapeutik;
- obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik
tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound
alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine
atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang petugas yang berhak memberikan resep
dan petugas yang berhak memberikan obat termasuk penggunaan
obat pasien rawat inap yang dibawa sendiri oleh pasien. (R)
2. Peresepan dan pemberian obat dilakukan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi pengawasan
penggunaan dan pengelolaan obat yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. (D, W)

Kriteria
3.10.3 Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam penyimpanan,
penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa/ rusak/out of date/substitusi
-92-

Pokok Pikiran:
• Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka kebersihan dan
keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari
proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian
obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa
dan/atau rusak/out of date/substitusi.
• Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian
obat kepada pasien agar pasien memahami indikasi, dosis, cara
penggunaan obat, dan efek samping yang mungkin terjadi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan penyimpanan obat dan dilaksanakan sesuai
dengan persyaratan tersebut. (R,D,O,W)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan obat yang
kadaluarsa/ rusak/ ditarik dari peredaran. (R)
3. Pemberian obat kepada pasien disertai dengan label obat yang jelas:
nama, dosis, waktu, cara pemakaian obat, dan tanggal
kadaluwarsa.(O,W)
4. Pemberian obat disertai dengan informasi penggunaan obat,
kemungkinan efek samping dan efek yang tidak diharapkan, serta
petunjuk penyimpanan obat di rumah dengan bahasa yang dapat
dimengerti oleh pasien/keluarga pasien.(O,W)
5. Obat kadaluarsa/rusak/ditarik dari peredaran dikelola sesuai
kebijakan dan prosedur.(D,W)

Kriteria
3.10.4 Dilakukan dokumentasi dalam rekam medis tentang efek obat dan
efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang diresepkan
atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu

Pokok Pikiran:
• Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja
bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan
pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap
gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien
terhadap kejadian efek samping obat.
• Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat
disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons
pasien terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan kepada
pasien. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons
terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi obat yang
tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau efek
obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap
kejadian salah obat (medication error).
• Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan
pelaporan semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait
dengan penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah
penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute
pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang.
-93-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mencatat, memantau efek
obat, dan melaporkan bila terjadi efek samping penggunaan obat. (R)
2. Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti serta
didokumentasikan dalam rekam medis. (D)

Kriteria
3.10.5 Obat-obatan emergensi tersedia, dipantau dan aman bilamana
disimpan di luar farmasi.

Pokok Pikiran:
• Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat
emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi
penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan dan obat-obat
emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
• Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan,
perlu tersedia prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian
atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan
bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kedaluwarsa.
Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat
penyimpanan obat emergensi perlu dipenuhi.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan pengelolaan obat emergensi. (R)
2. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana akan diperlukan atau
dapat terakses segera untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
emergensi. (O)
3. Obat emergensi dipantau dan diganti secara tepat waktu sesuai
kebijakan Puskesmas setelah digunakan atau bila kadaluwarsa atau
rusak atau ditarik dari peredaran. (D,W)

Standar
3.11 Pelayanan Radiodiagnostik dilaksanakan sesuai peraturan
perundangan.
Pelayanan radiodiagnostik disediakan sesuai kebutuhan pasien,
dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, dan mematuhi persyaratan
perundangan yang berlaku

Kriteria
3.11.1 Pelayanan radiodiagnostik disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pasien, dan memenuhi standar nasional, peraturan perundangan yang
berlaku.

Pokok Pikiran:
• Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pada masyarakat di wilayah
kerja, dan kebutuhan pemberi pelayanan klinis, dapat disediakan
pelayanan radiodiagnostik sebagai upaya untuk meningkatkan
ketepatan dalam menetapkan diagnosis.
• Pelayanan radiodiagnostik tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk menjaga
keselamatan pasien, masyarakat dan petugas.
-94-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan radiodiagnostik
sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran. (D, O, W)
2. Pelayanan radiodiagnostik dilakukan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan. (D, O, W)

Kriteria
3.11.2 Staf yang kompeten dan memiliki wewenang melaksanakan
pemeriksaan radiodiagnostik, menginterpretasi hasil, dan melaporkan
hasil pemeriksaan tepat waktu sesuai ketentuan yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas menetapkan petugas pemberi pelayanan
radiodiagnostik untuk melakukan pemeriksaan diagnostik,
menginterpretasi hasil atau memverifikasi dan membuat laporan hasil
pemeriksaan.
• Petugas tersebut mendapat peningkatan kompetensi dapat melalui
pelatihan/inhouse training/on the job training.
• Jika tidak tersedia tenaga yang kompeten, maka dapat dilakukan
kerjasama dengan fasilitas kesehatan yang memiliki wewenang
tersebut.
• Jangka waktu pelaporan hasil pemeriksaan radiologi diagnostik perlu
ditetapkan. Hasil yang dilaporkan dalam kerangka waktu didasarkan
pada kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan
pemberi pelayanan klinis. Kebutuhan tes untuk pelayanan gawat
darurat, pemeriksaan diluar jam kerja serta akhir minggu termasuk
dalam ketentuan ini.
• Hasil pemeriksaan radiologi yang cito untuk pasien gawat darurat
harus diberi perhatian khusus dalam proses pengukuran mutu. Hasil
pemeriksaan radiodiagnostik yang dilaksanakan dengan kontrak
pelayanan oleh pihak di luar Puskesmas dilaporkan sesuai dengan
kebijakan atau ketentuan dalam kontrak.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan tentang waktu pelaporan hasil
pemeriksaan.(R)
2. Pemeriksaan radiodiagnostik, interpretasi hasil, dan pelaporan hasil
pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan (D,W)
3. Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan diukur, dipantau , dan
ditindaklanjuti. (D,W)

Standar
3.12 Audit Klinis dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan
Audit Klinis dilakukan untuk meningkatkan mutu dan luaran klinis
menjadi penilaian kesesuaian terhadap panduan dan prosedur
pelayanan klinis
Kriteria
3.12.1 Dilakukan audit klinis secara periodik untuk mengevaluasi
kesesuaian penyelenggaraan asuhan dengan panduan dan prosedur
-95-

praktik klinis

Pokok Pikiran
• Audit klinis merupakan suatu upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan klinis yang diberikan kepada pasien dengan
menggunakan rekam medis pasien yang dilaksanakan oleh profesi
pemberi layanan klinis.
• Profesi pemberi layanan klinis adalah tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan kepada pasien terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, apoteker, nutrisionis dan tenaga kesehatan lain.
• Untuk memantau mutu pelayanan klinis yang dilaksanakan di
Puskesmas, tim audit klinis melakukan audit klinis minimal 1 tahun
sekali dengan mengacu panduan dan prosedur praktik klinis yang
telah ditetapkan.
• Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan penelusuran
sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna
mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang.
• Audit maternal perinatal harus dilakukan melalui investigasi kualitatif
mendalam mengenai penyebab dan situasi kematian maternal dan
perinatal.
• Audit Maternal Perinatal diselenggarakan oleh tim di tingkat
kabupaten/kota dan provinsi berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi pemantauan wilayah setempat oleh Puskesmas, untuk
meningkatkan dan menjaga mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak.
• Hasil audit maternal perinatal merupakan dasar bagi pelaksanaan
intervensi yang terdiri atas:
a) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan
menangani kasus risiko tinggi secara memadai;
b) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga
kesehatan terampil, pelayanan pascapersalinan dan kelahiran;
c) Pelayanan Emergensi Kebidanan dan Neonatal Dasar (PONED) dan
Pelayanan Emergensi Kebidanan dan Neonatal Komprehensif
(PONEK) yang dapat dijangkau; dan/atau
d) Rujukan yang efektif untuk kasus risiko tinggi dan komplikasi yang
terjadi

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman, dan, prosedur audit klinis (R)
2. Ditetapkan tim audit klinis yang bertanggungjawab terhadap mutu
pelayanan klinis (R)
3. Dilakukan audit klinis sesuai dengan pedoman dan prosedur yang
ditetapkan. (D, W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan menindaklanjuti laporan kematian ibu
dalam bentuk pertemuan AMP. (D,W)
-96-

BAB 4. Program Prioritas Nasional

Standar
4.1. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
neonatus (AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan
dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
Kriteria
4.1.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga melahirkan.
• Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut
persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 (enam)
jam sesudah melahirkan.
• Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu
selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah melahirkan).
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan
kesehatan neonatal esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan
neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28 hari.
• Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah
melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan standar
dalam pedoman yang berlaku.
• Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
a) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode
kehamilan (K4) dengan ketentuan:
1. Satu kali pada trimester pertama.
2. Satu kali pada trimester kedua.
3. Dua kali pada trimester ketiga
b) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T,
meliputi:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
6. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
8. Tes Laboratorium.
9. Tatalaksana/penanganan kasus.
10. Temu wicara (konseling)
• Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1. Persalinan normal.
-97-

2. Persalinan dengan komplikasi


• Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN)
sesuai standar.
a) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
b) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
1) Dokter dan bidan,
2) atau 2 orang bidan, atau
3) Bidan dan perawat.
• Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL.
• Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4
kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah
persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah
persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah
persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah
persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:
a) pemeriksaan status mental ibu
b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan
e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
• Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas
dan standar kualitas.
a) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali
selama periode neonatal, dengan ketentuan:
1. Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
2. Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
3. Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
b) Standar kualitas:
1. Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
-98-

(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam


kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang
lebih mampu
2. Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi
(1) menjaga bayi tetap hangat
(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku KIA).
(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas
kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam
yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kangguru bagi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
• Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus
melakukan pelayanan sesuai dengan wewenangnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundangan
• Untuk menjamin kesuksesan penyusunan program penuruan angka
kematian ibu dan angka kematian neonatus melibatkan Lintas
Program dan Lintas Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk
keterlibatan dalam kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi
dalam tim yang bertujuan untuk menurukan AKI dan AKN di tingkat
kecamatan, Desa Siaga dengan pendekatan P4K, Suami Siaga dan
kegiatan pemberdayaan lainnya.
• Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program kesehatan
keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati
dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA.
• Penyusunan program penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian neonatus (AKN) terintegrasi dengan penyusunan RUK dan
RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM :
2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan kesehatan pada ibu
hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan dan pelayanan
kesehatan pada bayi baru lahir. (R)
2. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN yang disusun
berdasarkan analisis masalah Kesehatan Ibu dan Anak yang dipimpin
oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan
neonatal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur.
(D, O, W)
4. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan,
masa sesudah melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan partograph pada
saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada
kasus komplikasi. (D, O, W)
-99-

5. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan standar. (D, O, W)


6. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan
lintas sektor. (D, W)
7. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan
kesehatan pada masa hamil, persalinan dan bayi baru lahir di
Puskesmas (D, W)
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan (D)

Standar
4.2. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pasien TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana kasus
terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya
untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundangan.
Kriteria
4.2.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana
kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan
evaluasinya.

Pokok Pikiran:
• Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau
kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.
• Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
• Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah
berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
• Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global
maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan
tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional bidang
kesehatan
• Pelayanan pasien TB dilaksanakan melalui
a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari:
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes
cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan
3. pengobatan TB sesuai standar
4. perbaikan pasien TB dilakukan melalui pemeriksaan
mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima) dan
akhir pengobatan.
b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan
-100-

1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif


2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO
dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika
diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pasien TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan
laboratorium, follow up bagi pasien TB RO.
c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB
dan etika batuk kepada pasien dan keluarga.
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat
(PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO.
f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional
Penanggulangan TBC.
g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC
sesuai ketentuan Program TBC.
• Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan
dikoordinasikan baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di
Puskesmas melalui strategi DOTS.
• Penyusunan program penanggulangan tuberkulosis terintegrasi
dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat
juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian tuberkulosis serta
target pasien TBC yang harus diobati di Puskesmas sesuai dengan
target penemuan kasus TBC. (R, D, W)
2. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis disusun
berdasarkan analisis masalah TB yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas. (R, D, W)
3. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter,
perawat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan
terlatih (R)
4. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan
kebutuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)
5. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun (D, W)
6. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis,
pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan
peraturan perundangan( D, O, W).

Standar
4.3. Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan
peraturan perundangan.

Kriteria
4.3.1. Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan
dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu
imunisasi.
-101-

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular
yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib
melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program
prioritas nasional.
• Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu
direncanakan,dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi agar dapat
mencapai cakupan imunisasi secara optimal.
• Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah,
identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM,
penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal dan
mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun untuk
memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik.
Micro planning disusun dengan melibatkan lintas program terkait.
• Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan
pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai vaksin
dan KIPI.
• Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala,
berkesinambungan, berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana
tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil.
• Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya dalam rangka
penjangkauan sasaran dan meningkatkan cakupan imunisasi melalui:
a) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS
(Sustainable Outreach Services) untuk daerah geografis sulit,
defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program dan Catch Up
Campaign;
b) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin
yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman dan
sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data Quality Self
assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk
melakukan validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan
supervisi berkala; serta
c) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan
sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan
pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
• Penyusunan program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur imunisasi. (R)
2. Ditetapkan program imunisasi yang disusun secara rinci dan
melibatkan lintas program terkait yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas. (R, D, W)
3. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program dan
dikelola sesuai dengan prosedur (D, O, W)
4. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan
dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
-102-

5. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program


imunisasi sesuai hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)
Standar
4.4. Pencegahan dan Penurunan Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting
beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan
perundangan.
Kriteria
4.4.1. Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas
sektor dan pemberdayaan masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus
Pemerintah yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan
berkembang secara optimal dan maksimal disertai kemampuan
emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan
oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan
pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola
makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya untuk
meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi spesifik dan
intervensi gizi sensitif sesuai dengan pedoman yang berlaku.
• Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a) perlindungan sosial
b) penguatan pertanian
c) perbaikan air dan sanintasi lingkungan
d) keluarga berencana
• Intervensi gizi spesifik meliputi:
a) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
b) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
c) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK)
d) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping
ASI yang tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak)
e) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
f) tata laksana balita gizi buruk
g) pemberian vitamin A bayi dan balita
h) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai
prosedur terutama pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan perkembangan balita.
• Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur.
• Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)
-103-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur program stunting. (R)
2. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting disusun
berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas
yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W)
3. Pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi
spesifik dan sensitif dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas
sektor (D, O, W)
4. Dilaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan
rencana yang disusun (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pencegahan dan penurunan stunting (D, W).

Standar

4.5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya


Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama
yang melipiti hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher
rahim, Pasien Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular (PTM) dan
penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat primer, serta
penanganan faktor risiko PTM.

Kriteria
4.5.1. Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya
direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindaklanjuti dalam
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.
Pokok Pikiran:
• Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta
komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan
angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak
kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik
tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
• Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui
berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan
tindakan kuratif dan rehabilitatif.
• Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya
kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya.
b) Preventif
1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar
penyelenggaraannya tertib 1 kali/bulan dengan kader
terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir) yang
melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:
1.1. ukur Tekanan Darah (TD)
1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)
1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
1.4. memberikan edukasi sesuai indikasi
1.5. menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok
(UBM) dengan tenaga terlatih
-104-

1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di


lingkungan Puskesmas. Bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan instansi
terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di
7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat
ibadah, angkutan umum, fasilitas umum, dan tempat
bermain anak)
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim dengan Pemeriksaan
Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
• Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan
menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan
PTM dan faktor risiko PTM sesuai wewenang dan kompetensi di
FKTP.
b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai
standar
• Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk
mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM.
• Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada
dokter dan tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
• Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,
antara lain: diabetes, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi
melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
• Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat
menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan
terpadu sesuai ketentuan..
• Penyusunan program penanggulangan penyakit menular dan faktor
risikonya terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan
UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1).

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta target sasaran pelayanan
program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM). (R)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
program promosi kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui
Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit
tidak menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang
disusun berdasarkan analisis masalah PTM yang dipimpin oleh
Kepala Puskesmas.(R, D, W)
3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama
Lintas Program dan Lintas Sektor. (D, O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan
dan tindaklanjut pada pasien dengan penyakit tidak menular sesuai
dengan panduan praktik klinis oleh tenaga kesehatan yang
berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
-105-

pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)

BAB 5. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)

Standar
5.1. Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pasien, upaya Manajemen
risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan
lingkungan. (lihat juga KMP 1.1.1; 1.1.2; 1.1.3; dan 1.8.1 )

Kriteria
5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu
Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien,
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan Manajemen Risiko
(MR) dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan Mutu, Keselamatan
Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko.
-106-

• Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan


Mutu, Tim Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pasien, Tim PPI
sesuai ketentuan peraturan perundangan, namun jika tidak tersedia
Sumber daya maka cukup dengan penunjukan penanggung jawab
Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko
• Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas.
Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: Minimal D3
Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai
pengalaman kerja di Puskesmas.
• Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai
tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi. Para tim
tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan dilakukan secara
konsisten dan berkelanjutan.
• Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai
acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan
Puskesmas dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas dalam
hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pasien, 3) manajemen risiko,
4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
• Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko,
dan program PPI sesuai dengan ketersediaan anggaran dan sumber
daya yang ada di Puskesmas
• Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen
risiko, dan program PPI disusun secara kolaboratif sejak perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan penilaian
• Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen
risiko, dan program PPI sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan
harapan masyarakat, perubahan regulasi, perkembangan teknologi
dan perubahan pedoman dalam rangka upaya-upaya perbaikan
berkesinambungan untuk memperbaiki perencanaan maupun
pelaksanaan kegiatan pelayanan
• Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program
peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko,
dan program PPI didokumentasikan, disosialisasikan, dan
dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung
jawab peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan
PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi yang disertai dengan
uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan program peningkatan
mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI di Puskesmas.
(R) (Lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7; PMP 5.2.1; 5.4 dan 5.5)
3. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan
upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program
-107-

peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko,


dan program PPI. (D,O,W)

Kriteria
5.1.2. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk membudayakan
peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan
indikator mutu.

Pokok Pikiran:
• Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan kebijakan
indikator mutu nasional (IMN), prioritas permasalahan di wilayah
kerja Puskesmas, SKP, dan PPI.
• Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di
Puskesmas maka perlu ditetapkan indikator mutu.
• Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu
terdiri dari :
a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan yang
ada di wilayah kerja (lihat juga KMP 1.1.3)
b. Indikator mutu prioritas Program :
1) Indikator mutu nasional
2) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) (lihat juga PMP :
5.3)
3) Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). (lihat
juga PMP : 5.5).
• Pemilihan prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko
tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high
volume), melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high
cost), capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung
menimbulkan masalah (problem prone).
• Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan
ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan
yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah
daerah terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan
pelayanan UKPP Puskesmas
• Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja disebut dengan indikator mutu prioritas
Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus didukung KMP,
UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan
permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi
tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP
yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi
masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan
manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
• Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
menyusun indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang
akan melibatkan banyak jenis pelayanan, banyak tenaga, membawa
dampak besar bagi Puskesmas.
-108-

• Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) untuk masing-masing


sasaran yang terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi efektif,
pengelolaan obat dengan kewaspadaan tinggi, upaya untuk
memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi pada pasien
yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk
mengurangi risiko jatuh. (lihat juga PMP : 5.1. dan 5.3)
• Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengedalian
infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi:
kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan
klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),
Peralatan perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah
infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi,
pengelolaan makanan secara higienis, penyuntikan yang aman, risiko
infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan renovasi bangunan,
penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI, serta perbaikan
dan penggunaan antimikroba secara bijak. (lihat juga PMP : 5.1 dan
5.5 )
• Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang
indikator tersebut yang antara lain meliputi:
a. judul indikator,
b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c. dimensi mutu,
d. tujuan,
e. definisi operasional,
f. tipe indikator,
g. satuan pengukuran,
h. numerator,
i. denominator,
j. target pencapaian,
k. kriteria inklusi dan eksklusi,
l. formula pengukuran,
m. desain pengumpulan data,
n. sumber data,
o. populasi atau sampel,
p. frekuensi pengumpulan data,
q. periode waktu pelaporan data,
r. periode analisis data,
s. penyajian data,
t. instrumen pengambilan data
u. penanggung jawab indikator
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pasien,petugas yang diberi tanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, dan
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, harus
bertanggung jawab dan memerlukan peran serta aktif dalam
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal keterbatasan
tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data
dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indikator. ( Lihat juga
KMP : 1.6.11)
• Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu, melakukan koordinasi dalam
-109-

pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di


beberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat
jalan dan waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan
data. Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan
kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator, petugas
yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang
diberi tanggung jawab untuk validasi data, mendapatkan peningkatan
kapasitas pengelolaan data. ( Lihat juga KMP : 1.6.12)
• Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui
pelatihan, lokakarya, kaji banding, on the job training atau in house
training
• Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama
tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu baru.
Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur di
tahun berikutnya. (Lihat juga KMP : 1.1.1 dan 1.1.3; dan PMP : 5.1.4
terkait indikator mutu)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP), indikator
sasaran keselamatan pasien (SKP), dan indikator upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) (R) (lihat juga KMP : 1.1.3)
2. Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil indikator yang meliputi
huruf (a) sampai huruf (u) seperti disebutkan di pokok pikiran. (D)
3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi
tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab
indikator (D, W)
4. Dilakukan pengumpulan data untuk indikator mutu yang sudah
ditetapkan (D,O, W)
5. Puskesmas menyelenggarakan kegiatan peningkatan sistem dan
kapasitas pengelolaan data dengan pelatihan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien bagi tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien, petugas penanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data. (D,W)

Kriteria
5.1.3. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan
penyampaian informasi kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang
dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan
menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu
dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu
pelayanan
-110-

b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada


masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara
lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan metode
pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek
pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari indikator.
• Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat
untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan
kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung
kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat. (Lihat juga KMP :
1.1.3; dan PMP : 5.1.2)
• Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi
operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil
pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau
membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber
data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan.( Lihat juga KMP : 1.6.11 )

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk
melakukan validasi data indikator mutu. (R)
2. Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan validasi data hasil
pengukuran indikator mutu. (R)
3. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana
diminta pada pokok pikiran. (D, W)
4. Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan keputusan, upaya
perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi tentang capaian
mutu kepada masyarakat. (D, O, W)

Kriteria
5.1.4. Dilakukan analisa data dalam upaya perbaikan dan peningkatan mutu
pelayanan

Pokok Pikiran
• Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat keputusan
maka data harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi
informasi yang berguna.
• Analissi data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami
manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode
pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat
statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Kepala
Puskesmas yang bertanggungjawab akan proses atau hasil yang
diukur dan yang mampu menindaklanjuti.
• Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya
dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling
membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol (control
charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik
yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam
pelayanan kesehatan
• Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data
harus dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung
pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur serta frekuensi
-111-

pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari


laboratorium klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk
mematuhi peraturan perundangan-undangan dan data tentang pasien
jatuh mungkin dianalisis setiap bulan apabila jatuhnya pasien jarang
terjadi. Maka, pengumpulan data pada titik-titik waktu tertentu akan
memungkinkan Puskesmas menilai stabilitas proses tertentu atau
dapat menilai prediksi hasil tertentu terkait dengan ekspektasi yang
ada.
• Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data
Puskesmas melalui kaji banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data
(analisis trend), misalnya data PISPK dari bulanan ke bulan atau
dari tahun ke tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang
sejenis seperti melalui database eksternal nasional tentang data
PISPK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan, seperti data capaian SPM (PMK
nomor 4 tahun 2019);
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang
diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best practice
(praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau
practice guidelines (panduan praktik klinik).

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur analisis data serta tim yang
melakukan analisis data. (R)
2. Dilakukan pengumpulan data, analisis dan hasilnya dalam bentuk
informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan perbaikan
yang harus dilakukan. (D,W)
3. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode dan teknis
statistik sesuai dengan kebutuhan. (D,W)
4. Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang
disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada
Kepala Puskesmas D,W) (lihat juga KMP : 1.9.1 tentang kaji banding)

Kriteria
5.1.5. Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
• Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi
perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan.
Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi perbaikan
terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang sudah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan
keselamatan pasien antara lain dapat menggunakan siklus Plan
(merencanakan perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study
(mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan), Action
(menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
-112-

• Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan


mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan
dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah
benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada
perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis
berkelanjutan
• Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk
penetapan kebijakan, perbaikan standar operasional prosedur,
pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja yang
lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh
Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien/ sasaran berdasarkan hasil
capaian indikator mutu (D,W)
2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan uji coba perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien/sasaran berdasarkan
rencana perbaikan (D,W)
3. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut
terhadap hasil uji coba perbaikan (D.W)
4. Terdapat bukti Puskesmas telah menerapkan/melaksanakan hasil uji
coba perbaikan berdasarkan hasil evaluasi perbaikan
5. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan, dikomunikasikan
serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP (D,W)
Standar
5.2. Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk
melakukan identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko untuk
mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap
keselamatan pasien, staf dan sasaran pelayanan UKM serta
masyarakat.
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja
manajemen risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko
yang mencakup : identifikasi, analisa, penatalaksaan risiko dan monitor
perbaikannya. (lihat juga KMP : 1.4; PMP : 5.1)

Kriteria
5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi,
dianalisis dan di lakukan penatalaksanaannya
Pokok Pikiran:
• Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.
Risiko terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan
lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan
tersebut
• Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
-113-

c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. invesigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pasien, petugas
keluarga dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)
• Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi
didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang
belum terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden
didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko Tinggi
• Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan
KMP, UKPP, dan UKM.
• Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus
dibuat sebagai dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk
membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai
kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program, pasien,
keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan
kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam
area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
3. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi
dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi
Proses Berisiko Tinggi (D,W)

Kriteria
5.2.2 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah
diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti.

Pokok Pikiran:
• Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan
untuk mereduksi atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun,
terintegrasi dalam perencanaan puskesmas, berdasarkan identifikasi
dan analisis risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/
insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/
insiden.
• Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control)
dan pembiayaan risiko (Risk Financing)
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance),
Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian
/ dampak (Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer
Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance)
misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing)
adalah memindahkan risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan,
misalnya : asuransi kebakaran.
• Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses
manajemen risiko berupa identifikasi, analisa, penatalaksanaaan
risiko dan monitor perbaikannya untuk menentukan Strategi reduksi
dan mitigasi risiko.
-114-

• Satu alat/metode analisa proaktif terhadap proses kritis dan berisiko


tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus
kegagalan). Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk
dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun.
• Untuk menggunakan metode / alat ini atau alat-alat lainnya yang
serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan
mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang
berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian
menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis
hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain
ulang proses-proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk
mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada.
• Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang
sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi
bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas (D, W)
2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan
mitigasi risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan
keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko , dan rencana
tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis
(analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko
tinggi yang diprioritaskan (D,W) Puskesmas telah melaksanakan
tindak lanjut hasil analisis modus dampak kegagalan (FMEA) (D, W)

Standar

5.3. Sasaran Keselamatan Pasien diterapkan dalam Upaya Keselamatan


Pasien
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan
pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan.(lihat juga KMP : 1.1.3; UKPP 3.1.1., dan PMP : 5.2.1)

Kriteria
5.3.1 Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
• Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses
pelayanan pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran pasien,
perpindahan ruang rawat, dan kondisi lain yang menyebabkan
terjadinya salah identitas.
• Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk
identifikasi pasien pada kondisi tertentu.
• Pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas,
atau mempunyai nama sama, pasien dengan penurunan kesadaran,
tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas,
dilakukan cara identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah
pasien.
-115-

• Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif


tidak berubah, antara lain: nama lengkap tanggal lahir,atau nomor
rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau
lokasi pasien dirawat.
• Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R)
2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti
disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W)

Kriteria
5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian
asuhan ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan
dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses
asuhan pasien
• Komunikasi yang tidak efektif antara lain : 1) terjadi pada saat
pemberian perintah secara verbal, 2) pemberian perintah verbal
melalui telpon, 3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang
diagnosis, 4) serah terima antar shift, dan 5) pemindahan pasien dari
unit yang satu ke unit yang lain.
• Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan
diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat
telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang
diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah
terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk
pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pasien ke unit lain. (Lihat
juga UKM : 3.7.3 tentang kebijakan dan prosedur penetapan nilai kritis
laboratorium)
• Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon
antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR
(Situation, Background, Asessment, Recommendation)
• Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada
pemberi pesan.
• Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko
tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan
oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan
penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan
ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk
pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan langsung di
tempat perawatan pasien (point of care testing), misalnya pemeriksaan
gula darah sewaktu yang dilakukan oleh perawat di tempat perawatan
pasien.
-116-

• Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan dengan tehnik SBAR,


memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan
(readback, repeat back), menggunakan formulir yang baku, dan berisi
informasi kritikal yang harus disampaikan antara lain: tentang
status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan, tindak lanjut
yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pasien yang
signifikan, dan keterbatasan maupun risiko yang mungkin dialami
oleh pasien.
• Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi
efektif maka perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi
dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on the job training
atau bentuk lain yang dianggap efektif tratsfer skill dan pengetahun
terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan
komunikasi efektif

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam
pemberian asuhan (R)
2. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan
pemberi asuhan seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
3. Pesan secara verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan
(D,O,W,S)
4. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam
medis (D,O,W,S)
5. Diidentifikasi siapa dan kepada siapa nilai kritis hasil pemeriksaan
laboratorium dilaporkan dan informasi apa yang didokumentasikan
dalam rekam medis.(D, O, W, S)
6. Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial
dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan
menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)

Kriteria
5.3.3. Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu
diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya
keselamatan pasien. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pasien.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam
penggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan / atau kejadian
sentinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain: obat-
obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, antikoagulan,
kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan
dengan nama dan rupa mirip
• Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat
dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
• Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan
-117-

rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan,


penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan
nama atau rupa mirip

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penulisan resep obat dan
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau
rupa mirip seperti disebutkan pada pokok pikiran. (R)
2. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip (D)
3. Dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan
nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun (D,O,W)
4. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai
(high alert). (D, W)

Kriteria
5.3.4. Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, tepat sisi pada
pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan
dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
• Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan
oleh salah pasien, salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan
invasif atau bedah minor pada pasien.
• Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya,
yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau
tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi,
dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur invasif
dilakukan.
• Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan
pasien yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang
dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum (Universal
Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
• Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk
verifikasi benar pasien, benar prosedur, benar sisi, memastikan semua
dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil
pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-
obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan,
peralatan medis atau implant tersedia dan siap digunakan.
• Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur melibatkan
pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang
langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus
dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukan pada
semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti
salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ),
beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat
(tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi,
-118-

penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau


odontogram. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang
akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur
dan tetap bersama pasien selama prosedur berlangsung
• Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai
selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda.
Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi,
misalnya: pasien anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten
membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur verifikasi sebelum
operasi/tindakan medis dilakukan dan penandaan sisi
operasi/tindakan medis sesuai dengan yang diminta dalam pokok
pikiran. (R)
2. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten
oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
3. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk
memastikan benar identifikasi pasien, benar prosedur, benar sisi,
persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa proses verifikasi
sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya. (D,O,W)

Kriteria
5.3.5. Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
• Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta
ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga
kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang
kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien.
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP
: 5.5.3 )
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan tangan (R)
-119-

2. Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang


disusun. (D,O,W)

Kriteria
5.3.6. Proses untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan.
Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya riwayat jatuh, penggunaan
obat, minum minuman beralkohol, gangguan keseimbangan,
gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang lain.
• Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus
ditetapkan. Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan
Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi
dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pasien, misalnya
apakah pasien pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir, apakah pasien mengalami vertigo, apakah pasien
mengkonsumsi obat yang mengganggu keseimbangan, apakah pasien
perlu bantuan ketika berdiri/berjalan.
• Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pasien rawat
jalan di Puskesmas.
• Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
1) kondisi pasien, contoh : pasien geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan
obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi
alkohol
2) diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
3) situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan
riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk
pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko
terjadi pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala
penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang lain,
misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
• Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh pada pasien. Kriteria untuk melakukan penapisan
kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya untuk
mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan.
Contoh alat untuk melakukan penapisana pada pasien rawat inap
adalah skala Morse untuk pasien dewasa, dan skala Humpty Dumpty
untuk pasien anak, sedangkan untuk pasien rawat jalan dengan
menggunakan get up and go test , atau dengan menanyakan tiga
pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan
orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban
ya, maka pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh
-120-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penapisan pasien dengan risiko
jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi dan lokasi (R)
2. Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D,O,W)
3. Dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pasien dari hasil
penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh (O,W,S)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien
jatuh (D, O, W).

Standar
5.4. Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya
keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden
lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang akan membawa
dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas

Kriteria

5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana


penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan insiden
keselamatan pasien.

Pokok Pikiran:
• Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden
keselamatan pasien terdiri atas : 1) Kejadian tidak diharapkan (KTD),
2) Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian tidak cedera, 4) kondisi
potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian sentinel (KS)
• Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik,
sensorik, psikologis dan intelektual.
• Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien seperti
kesalahan obat (medication errors), kesalahan identifikasi pasien,
kesalahan asuhan klinis dan faktor lingkungan.
• Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya
insiden. Jenis Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien . Misalnya pasien jatuh dari
tempat tidur dan menimbulkan luka pada pergelangan kaki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai /
terpapar pada pasien tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pasien, obat telah
diminum tapi pasien tidak mengalami cedera.
3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi
terkait perawatan pasien yang sangat berpotensi cedera pada pasien.
Misalnya : Alat Inkubator rusak yang diletakan di ruang
bayi/neonatus .
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi
belum mengenai / terpapar pada pasien karena dapat dicegah.
-121-

Misalnya: perawat mau memberikan obat kepada pasien, ketika di


cek ternyata obat yang diberikan oleh farmasi milik pasien yang lain
yang namanya mirip, sehingga obat tersebut tidak jadi diberikan.
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected
occurrence yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Kejadian sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian
akibat proses transfer yang terlambat)
- kematian bayi aterm
- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien
atau kondisi pasien
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim
ke rumah bukan rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen)
atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf,
dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada
dalam lingkungan Puskesmas
• Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut
pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien. Pelaporan insiden terdiri dari
Laporan Insiden Internal dan Laporan Insiden Eksternal
• Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat
terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
• Puskesmas perlu melakukan analisa Matriks grading risiko yang akan
menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah Laporan
insiden internal. Investigasi terdiri dari Investigasi sederhana (Simple
RCA) dan Investigasi Komprehensif (Comprehensive RCA /Root Cause
Analysis)
• Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi:
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan,
insiden yang harus dilaporkan internal yaitu semua jenis insiden
termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera. Sedangkan
laporan eksternal yang dilaporkan adalah Sentinel, KTD. Ditentukan
juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu pelaporan,
investigasi dan tindak lanjutnya
• Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-122-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R)
2. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan ke Tim keselamatan pasien. (D)
3. Dilakukan analisa risiko dan investigasi insiden, serta tindaklanjut
terhadap insiden (D,W)
4. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP)
terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu
yang ditetapkan (D)

Kriteria
5.4.2 Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam
memperbaiki perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan
budaya mutu dan budaya keselamatan.

Pokok Pikiran:
• Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien
menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan
asuhan pasien.
• Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain yang diberi wewenang dan bertanggung jawab
melaksanakan asuhan pasien.
• Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
b) bekerja dengan pasien atau klien
c) bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
• Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau
bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan
sesama staf, misalnya mengumpat, memaki; 

b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak
layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau
non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain,
adalah komentar sembrono didepan pasien yang berdampak
menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain didepan pasien,
misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang
perawat untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis
lainnya didepan pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar membuang rekam medis diruang rawat; 

c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama,
suku termasuk gender; 

d) pelecehan seksual.
-123-

• Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi


budaya keselamatan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil
dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku
dari individu maupun kelompok, yang menentukan komitmen
terhadap keselamatan, serta kemampuan manajemen
Puskesmas, dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan rasa
saling percaya, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya
keselamatan, dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-
langkah pencegahan.
• Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan
yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam
pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada
sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan
budaya keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan budaya mutu dan
keselamatan pasien (R)
2. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung
budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya perbaikannya
(D,O,W)
3. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada
semua tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)

Standar
5.5. Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
kesehatan.

Kriteria
5.5.1 Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi
dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif
untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
kesehatan.
• Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi
yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional
kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelawan mahasiswa dan
pengunjung.
-124-

• Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan


dengan optimal perlu diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan
oleh pimpinan puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman yang
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
• Puskesmas perlu menyusun program PPI (lihat 5.1.1) yang meliputi
implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan dan
pelatihan (dapat berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi
petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat, penyusunan
dan penerapan bundles Hais, surveilans serta penggunaan
antimikroba secara bijak.
• Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai dan
merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
• Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun
indikator-indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
yang direncanakan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur PPI dalam
penyelenggaraan pelayanan Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan tim atau petugas yang bertanggung jawab dalam PPI. (R)
3. Puskesmas merancang dan mengimplementasikan program PPI secara
komprehensif yang melibatkan semua staf. (lihat PMP 5.1.1)
4. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang
ditetapkan. (D, W)

Kriteria
5.5.2 Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan
risiko infeksi dengan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko
infeksi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan yang
memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan petugas
termasuk penunjang layanan. Pelaksanaan identifikasi dan kajian
pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI dengan
memastikan :
a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata
pelindung, masker, sepatu dan gaun pelindung
b. ketersediaan linen yang benar
c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan
d. terlaksananya penyuntikan yang aman
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang
tepat, jika tersedia dan digunakan di pusat;
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan
pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular
yang memerlukan pembuangan khusus seperti benda tajam /
-125-

jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin


bersentuhan dengan tubuh cairan; (Juga lihat FMS.4)
g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali
pakai; dan
• Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber
infeksi. Pemaparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran,
kotoran dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial terhadap
fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh karena
itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk menangani
dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang
penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk
assessment/ICRA). (Lihat MFK 1.4.)

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan
pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang
layanan. (O,W)
2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait
dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk
penunjang layanan dengan memastikan setidaknya a) sampai g) di
dalam pokok pikiran. (D,W)
3. Terdapat bukti strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada
renovasi bangunan. (D,W)

Kriteria
5.5.3. Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
• Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta
ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga
kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang
kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien.
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP
: 5.3.5 )
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas
-126-

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga
kesehatan, seluruh karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga pasien.
(D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
kebersihan tangan. (D, W)

Kriteria
5.5.4. Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program
PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pasien, petugas,
keluarga pasien, masyarakat, dan lingkungan.

Pokok Pikiran:
• Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah
untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan
menularkan infeksi di antara pasien, petugas, keluarga dan
masyarakat dan lingkungan melalui kewaspadaan standar yang benar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD)
digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan
infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud
meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah),
sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan
secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan
sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien
b. Penyuntikan yang aman
Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan
kesterilan alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya.
Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai, dan
berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah
timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien.
Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
(1) menerapkan tehnik aseptik untuk mencegah kontaminasi
alat injeksi.
(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai
untuk satu pasien dan satu prosedur walaupun jarum
suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/
flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan
benar sesuai perundangan yang berlaku.
c. Dekontaminasi
Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi
melalui proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan,
-127-

disinfeksi dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori


Spaulding. meliputi :
(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan
pada jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan
menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen bedah,
partus set
(2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput
mukosa dan area kecil dikulit yang lecet dengan
menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti
oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca
gigi.
(3) non Kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan
Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter atau
termometer.
Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
• pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja
dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari
semua kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air mengalir,
untuk kemudian dilakukan transportasi ke tempat
pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
• pembersihan merupakan proses secara fisik membuang
semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari
permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan
mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan
klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang berlaku)
atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan
disinfeksi atau sterilisasi.
• disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi
kritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali beberapa endospore bacterial dengan cara merebus,
menguapkan atau menggunakan disinfektan kimiawi.
• sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua
mikroorganisme termasuk endospore menggunakan upa
bertekanan tinggi (autoklave), panas kering (oven), sterilisasi
kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan
lingkungan yang berada di sekitar pasien dari kemungkinan
kontaminasi darah, produk darah atau cairan tubuh.
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan
seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5%
pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan produk darah.
Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain sesuai ketentuan.
d. Linen
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya
untuk menurunkan resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen
kotor non infeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor
infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup
penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan kebersihan
tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas
kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan.
-128-

Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di


ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan
penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu
memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau
dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang terpisah
e. Limbah
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama
limbah infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila
pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius
meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah,
sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety
box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses edukasi
kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan
tempat penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan limbah
infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
Pengelolaan limbah meliputi :
(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah
dan cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan
lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong plastik
berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan
peraturan perundangan
(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki
permukaan tajam yang dimasukan kedalam safety box
(penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan
limbah cair (spoel hoek)
(4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi,
penampungan, pengangkutan, tempat penampungan
sementara, pengolahan akhir limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar
merupakan salah satu penyebab bahaya luka tusuk jarum yang
berisiko pada penularan penyakit infeksi melalui darah sehingga
diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.
Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau
petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik
dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur sesuai pokok pikiran huruf a
sampai dengan huruf e. (R)
2. Terdapat bukti diterapkannya prinsip prinsip pengelolaan sesuai
pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e sesuai prosedur yang
ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sesuai pokok pikiran
huruf a sampai dengan huruf e dalam kegiatan pelayanan di
puskesmas. (D,W) dan dilakukan penanganan serta pelaporan jika
terjadi pajanan. (D,W)
4. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf
e yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, puskesmas harus memastikan
-129-

standar mutu pada pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan. (D,W)

Kriteria
5.5.5. Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses
pelayanan dan transfer pasien dengan penyakit yang dapat ditularkan
melalui transmisi air borne

Pokok Pikiran:
• Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan
transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne. Penularan penyakit
air borne disease salah satunya risiko yang paling banyak di
Puskesmas
• Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya
dengan menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan
pasien, maupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI.
Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan
perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien.
Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di
puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus
dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
• Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan
identifikasi pasien yang berisiko dengan memberikan masker,
menempatkan pasien di tempat tersendiri atau kohorting dan
mengajarkan etika batuk.
• Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan
SOP pengelolaan pasien sesuai ketentuan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan penularan infeksi
melalui transmisi airborne. (R)
2. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui
transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas. (D,W)
3. Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi
yang disusun. (D,O,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan
terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD,
penempatan pasien, transfer pasien untuk mencegah transmisi infeksi
(D.O.W)

5.5.6. Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi


baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana
penanggulangan sesuai dengan wewenangnya, untuk menjamin
perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pasien.
• Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas
adalah:
-130-

(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan
pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode
sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang
sama

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan outbreak infeksi baik
yang terjadi akibat kegiatan pelayanan di Puskesmas atau di wilayah
kerja Puskesmas. (R)
2. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
3. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut tentang penanggulangan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W)

Kriteria
5.5.7. Dilakukan upaya penggunaan antimikroba secara bijak untuk
mengendalikan resistensi antimikroba.

Pokok Pikiran:
• Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko
pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
• Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat
penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab.
• Salah satu upaya untuk menurunkan resistensi terhadap antimikroba
yaitu dengan menetapkan kebijakan dan panduan penggunaan
antrimikroba di Puskesmas dan melakukan perbaikan pola
penggunaan antimikroba untuk menilai kesesuaian terhadap
panduan yang disusun.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antimikroba di
Puskesmas. (R)
2. Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada tenaga
kesehatan yang bekerja di Puskesmas. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai