Anda di halaman 1dari 57

HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTING DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS TOLO (JENEPONTO)

OLEH

MIA SATRIA AMIR

120361801

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR

2021/2022
BAB1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting merupakan salah satu dari permasalahan status gizi yang

ditinjau dari tinggi badan yang lebih pendek dibanding orang lain yang

seusia. Stunting pada tahun 2016 ditingkat dunia mencapai 22,9% (154,8

juta) balita dimana hal tersebut terjadi akibat berbagai faktor terkait pada

1000 hari pertama setelah konsepsi .

Stunting menurut WHO adalah gangguan tumbuh kembang yang

dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psiksosial

yang tidak memadai. Anak-Anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi

badan mereka terhadap usia lebih dari dua deviasi standar di bawah

median standar pertembuhan anak WHO.

Menurut Global Nutrition Report tahun 2014 menyebutkan dari 117

negara bahwa Indonesia termasuk dalam 17 negara yang memiliki tiga

masalah gizi pada balita yaitu stunting (37,2%), wasting (12,1%) dan

overweight (11,9%). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013

menyatakan bahwa menurunnya angka kemiskinan di Indonesia tidak

mempengaruhi secara signifikan permasalahan status gizi yang masih

cukup tinggi dengan angka nasional 37,2% terdiri 18% sangat pendek dan
19,2% pendek. Prevalensi stunting di Jawa Timur pada tahun 2016

menunjukan angka 26,1% dengan berada sedikit dibawah angka stunting

nasional yaitu 27,5%. Berdasarkan hasil survei PSG pada tahun 2016

Kabupaten Jember memiliki prevalensi stunting sebesar 39,2%, Sumenep

32,5%, dan Bangkalan 32,1%. Prevalensi balita di Kecamatan Arjasa

terdapat 2673, dengan sebagian besar balita memiliki status gizi stunting

62,5% dari jumlah populasi 2673 balita.

Resiko terjadinya stunting meningkat pada anak yang tinggal bersama

keluarga dengan orang tua tunggal dibandingkan dengan anak yang

tinggal di keluarga inti atau keluaga besar dengan orangtua lengkap. Hasil

penelitian tentang hubungan struktur peran keluarga dengan stunting

anak usia dua sampai lima tahun menunjukan bahwa kejadian stunting

10% lebih tinggi pada anak yang tinggal dengan keluarga inti dan 30%

lebih tinggi pada anak yang tinggal dengan keluarga besar. Stunting

terjadi lebih sering pada anak yang tinggal di keluagra besar dibandingkan

anak yang tinggal di keluarga inti dengan perbandingan 3 : 1.

Permasalahan stunting perlu dilakukan penelitian terutama dari segi

keluarga, karena permasalahan tersebut dapat merusak perkembangan

dan berdampak negatif bagi kesehatan dalam jangka waktu lama seperti

rentan terhadap penyakit. Tubuh pendek atau stunting pada masa balita

disebabkan oleh kurangnya gizi kronis atau gizi kurang yang


mengakibatkan kegagalan pertumbuhan serta digunakannya sebagai

indikator dalam jangka panjang. Secara tidak langsung selain tenaga

kesehatan keluarga juga berpengaruh pada status gizi balita, terutama

peran ibu sejak masa sebelum kehamilan hingga setelah melahirkan.

Bedasarkan penelitian Car dan Spinger pengaruh yang paling kuat pada

kesehatan yaitu keluarga, karena keluarga berperan sebagai penyedia

sumber daya ekonomi, sosial dan psikologis, ketegangan yang dapat

menjadi pelindung ataupun ancaman dari kesehatan anggota keluarga.

Pemerintah telah mengupayakan mengatasi permasalahan status gizi di

Indonesia melalui program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga

dan keluarga sadar gizi. Program Indonesia Sehat memiliki sasaran yaitu

derajat kesehatan dan status gizi masyarakat dengan meningkatkan

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung perlindungan

finansial dan pelayanan kesehatan yang pemerataan. Program

pemerintah lainnya keluarga sadar gizi, yaitu keluarga yang tidak hanya

mengenal tetapi juga dapat mencegah serta mengatasi masalah gizi yang

dialami oleh setiap anggota keluarganya. Upaya penanggulangan

masalah status gizi yang memiliki peranan penting yaitu individu,

keluarga, dan pelayanan kesehatan. Berjalannya pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh tenaga kesehatan salah satunya perawat. Perawat

memiliki peran dalam meningkatkan status gizi balita yaitu dengan upaya

promotif dan preventif. Pencegahan masalah gizi buruk yang telah


dilakukan perawat meliputi proses asuhan keperawatan (penimbangan,

pengukuran, dan pemantauan seacara rutin), pendidikan kesesahatan

dalam konseling ataupun penyuluhan, bekerjasama dengan tenaga

kesehatan lain terutama ahli gizi, berkoodinasi terkait rencana

pelaksanaan kegiatan, berdiskusi untuk memecahkan permasalah status

gizi, melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman terkait gizi

yang penting bagi kesehatan. Namun apabila ditinjau dari prevalensi

pemasalahan status gizi pada balita masih belum teratasi sehingga

peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan pelaksanaan

peran keluarga dengan status gizi pada balita yang memiliki risiko

stunting.

Namun apabila ditinjau dari prevelensia permasalahan status gizi pada

balita masih belum teratasi sehingga penelitian tertarikan untuk meneliti

apakah terdapat hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan status

gizi pada balita yang memiliki risiko stunting.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan

yaitu apakah ada hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan

kejadian stunting diwilayah puskesmas tolo ( jeneponto ).

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting diwilayah

puskesmas tolo ( jeneponto )

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi hubungan pelaksanaan peran keluarga diwilayah

puskesmas tolo ( jeneponto )

b. Mengiidentifikasi stunting diwilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

c. Menganalisis hubungan pelaksanaan peran keluargan dengan

kejadian stunting di wilayah puskesmas tolo ( jeneponto )

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan serta kemampuan

penelitian untuk berfikir kritis dan ilmiah dalam melakukan penelitian

mengenai pelaksanaan peran keluarga dengan kejadian stunting

diwilayah puskesmas tolo ( jeneponton )

b. Bagi responden

Sebagai pentingnya hubungan pelaksanaan peran keluarga dengan

kejadian stunting di wilayah puskesmas tolo ( jeneponto )


c. Bagi instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan dan masukan

dalam memberikan acuan terkait dengan hubungan pelaksanaan

peran keluarga dengan kejadian stunting wilayah puskesmas tolo

( jeneponto )

d. Bagi insitusi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman dan bahan praktek

bagi peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERAN KELUARGA

1. Pengertian Peran

Menurut Nye, 1976 dalam (Andarmoyo, 2012) Peran menunjuk

kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,

yang didefinisikan dan diharapkan secara normative dari

seseorang okupan dalam situasi sosial tertentu. Peran didasarkan

pada preskipsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang

individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat

memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain

menyangkut peran tersebut (Andarmoyo, 2012). Peran adalah

seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar

dan bersifat stabil (Fadli dalam Kozier Barbara, 2008). Peran

adalah ketika seseorang memasuki lingkungan masyarakat, baik

dalam skala kecil (keluarga) maupun skala besar (masyarakat

luas), setiap orang dituntut untuk belajar mengisi peran tertentu.

Peran sosial yang perlu dipelajari meliputi dua aspek, yaitu belajar

untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak dari suatu peran


,dan memiliki sikap, perasaan, dan harapan-harapan yang sesuai

dengan peran tersebut (Momon Sudarman,2008).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peran

Menurut Kurniawan (2008) faktor- faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan peran serta meliputi: 1. Kelas sosial Fungsi dari peran

suami tertentu dipengaruhi oleh tuntutan kepentingan dan

kebutuhan yang ada dalam keluarga. 2. Bentuk keluarga Keluarga

dengan orang tua tunggal jelas berbeda dengan orang tua yang

masih lenkap demikian juga antara keluarga inti dengan keluarga

besar yang beragam dalam pengambilan keputusan dan

kepentingan akan rawan konflik peran. 3. Latar belakang keluarga

a. Kesadaran dan Kebiasaan Keluarga Kesadaran merupakan titik

temu atau equilibrium dari berbagai pertumbuhan dan

perbandingan yang menghasilkan keyakinan. Kebiasaan yang

meningkatkan kesehatan yaitu : tidur teratur, sarapan setiap hari,

tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak makan

sembarangan, olahraga, pengontrolan berat badan. b. Sumber

Daya Keluarga Sumber daya atau pendapatan keluarga

merupakan penerimaan sesorang sebagai imbalan atas semua

yang telah dilakuakan tenaga atau pikiran seseorang terhadap

orang lain atau organisasi lain.


c. Siklus Keluarga Sesuai dengan fungsi keluarga yang sedang

dialami juga merupakan hal yang dapat mempengaruhi peran

karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan. Didalam siklus

keluarga peran anggota berbeda misalnya ibu berperan sebagai

asuh, asah dan asih, ayah sebagai pencari nafkah dan anak

tugasnya belajar dan menuntut ilmu. 4. Pengetahuan Menurut

Notoatmojo (2007), Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over

behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku

yang didasari oleh

pengetahuan. Pengetahuan tinggi tentang obyek tertentu

menyebabkan seseorang dapat berfikir rasional dan mengambil

keputusan. Menurut Effendy (2008) faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan peran serta meliputi : a. Faktor

internal meliputi: usia, pendidikan, pekerjaan, dan motivasi.

b. Faktor eksternal meliputi: lingkungan social, fasilitas,media.

3. Macam-macam Peran

1. Peran Formal Keluarga Peran formal bersifat eksplisit. Peran formal

keluarga adalah :
a. Peran Prenteral dan Perkawinan Nye dan Gecas, (1976) yang

dikutip Andarmoyo (2012), telah mengidentifikasi enam peran dasar

yang membentuk bentuk sosial 12 sebagai suami-ayah dan istri-ibu.

Peran tersebut adalah;

1) Peran provider/penyedia,

2) Peran pengatur rumah tangga,

3) Peran perawatan anak,

4) Peran sosialisasi anak,

5) Peran rekreasi,

6) Peran persaudaraan/kindship/pemelihara hubungan keluarga

paternal dan maternal,

7) Peran terapeutik/memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan,

8) Peran seksual.

b. Peran Anak Peran anak adalah melaksanakan tugas perkembangan

dan pertumbuhan fisik, psikis, dan sosial.

c. Peran Kakek/Nenek Menurut Bengtson (1985) yang dikutip

Andarmoyo (2012), peran kakek/nenek dalam keluarga adalah:

1) Semata-mata hadir dalam keluarga,


2) Pengawal (menjaga dan melindungi bila diperlukan),

3) Menjadi hakim (arbritrator), negosiasi antara anak dan orang tua,

4) Menjadi partisipan aktif, menciptakan keterkaitan antara, masa lalu

dengan sekarang serta masa yang akan datang.

2. Peran Informal Keluarga Peran informal bersifat implisit biasanya

tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan emosional individu (Satir, 1967 dalam

Andarmoyo 2012) dan/atau untuk menjaga keseimbangan dalam

keluarga. Keberadaan peran informal penting bagi tuntutan-tuntutan

integratif dan adaptif kelompok keluarga (Andarmoyo, 2012).

Beberapa contoh peran 13 informal yang bersifat adaptif dan merusak

kesejahteraan keluarga diantaranya sebagai berikut : a. Pendorong

Pendorong memuji, setuju dengan, dan menerima konstribusi dari

orang lain. Akibatnya dapat merangkul orang lain dan membuat

mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk

didengar.

b. Pengharmonis Pengharmonis menengahi perbedaan yang terdapat

di antara para anggota menghibur menyatukan kembali perbedaan

pendapat.
c. Inisiator-konstributor Inisiator-konstributor mengemukakan dan

mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah

atau tujuan-tujuan kelompok.

d. Pendamai Pendamai (compromiser) merupakan salah satu bagian

dari konflik dan ketidaksepakatan. Pendamai menyatakan posisinya

dan mengakui kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian

“setengah jalan”.

e. Penghalang Penghalang cenderung negatif terhadap semua ide

yang ditolak tanpa alasan. 14

f. Dominator Dominator cenderung memaksakan kekuasaan atau

superioritas dengan memanipulasi anggota kelompok tertentu dan

membanggakan kekuasaannya dan bertindak seakan-akan

mengetahui segala-galanya dan tampil sempurna.

g. Perawat keluarga Perawat keluarga adalah orang yang terpanggil

untuk merawat dan mengasuh anggota keluarga lain yang

membutuhkan.

h. Penghubung keluarga Perantara keluarga adalah penghubung, ia

(biasanya ibu) mengirim dam memonitor komunikasi dalam keluarga.

4. Ciri-ciri Peran
Anderson Carter dalam Andarmoyo (2012) menyebutkan cirri-

ciri peran antara lain :

a. Terorganisasi, yaitu adanya interaksi

b. Terdapat keterbatasan dalam menjalankan tugas dan fungsi

c. Terdapat perbedaan dan kekhususan.

 Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

1). Definisi yang di kemukakan oleh Departemen Kesehatan

1988 adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan

tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan

saling ketergantungan (Effendy, 2008). 15

2). Menurut Burges, dkk (1963) dalam Andarmoyo (2012)

membuat definisi keluarga yang berorientasi pada tradisi di

mana :

a. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh

ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.

b. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-

sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup


secara berpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga

tersebut sebagai rumah mereka.

c. Anggota keluarga berinteraksi dan komunikasi satu sama

lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami istri,

ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara

dan saudari.

d. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama

yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa

ciri unik tersendiri (Andarmoyo, 2012) 3. Family Service

Amerika (2003) dalam Friedman, Marlin, M (2008),

mendefinisikan keluarga dalam suatu cara yang

komprehensip, yaitu sebagai dua orang atau lebih yang

disatukan oleh ikatan kebersamaan dan keintiman

(Friedman, Marlin, M., 2008).

4). Pengertian yang dikemukakkan oleh Salvicion G. Bilon

dan Aracelis Magglaya (1989), keluaraga adalah dua atau

lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan atau satu sama lain, dan didalam

perannya masing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan (Friedman, Marlin, M., 2008).

2. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Menurut Effendy, N (2008), ciri stuktur keluarga adalah :


1). Terorganisasi, saling berhubungan, saling ketergantungan

antara anggota keluarga.

2). Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi

mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan

fungsi dan tugas masing-masing.

3). Adanya perbedaan dan kekhususan, setiap anggota

keluarga mempenyai peranan dan fungsi masing-masing.

3. Tipe Keluarga

Tipe keluarga, menurut Andarmoyo (2012) adalah:

1). Tradisional nuclear / keluarga inti Merupakan satu bentuk

keluarga tradisional yang dianggap paling ideal. Keluarga inti

adalah yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, tinggal dalam satu

rumah, dimana ayah adalah pencarian nafkah dan ibu sebagai

ibu rumah tangga.

2). Keluarga pasangan suami istri Merupakan keluarga dimana

pasangan suami istri keduanya bekerja diluar rumah. Keluarga

ini merupakan suatu pengembangan varian nontradisional

dimana pengambilan keputusan dan pembagian fungsi keluarga

yang ditetapkan secara bersama-sama oleh kedua orang tua.

Meskipun demikian, beberapa keluarga masih tetap menganut

bahwa fungsi ke rumah tanggaan tetap dipegang oleh istri. 17


3). Keluarga tanpa anak atau dyadic nuclear Merupakan

keluarga yang dimana suami-istri sudah berumur, tetapi tidak

mempunyai anak. Keluarga tanpa anak dapat diakibatkan oleh

ketidakmampuan pasangan suami istri untuk menghasilkan

keturunan ataupun ketidaksanggupan untuk mempunyai anak

akibat kesibukan dari kariernya. Biasanya keluarga ini akan

mengadopsi anak.

4). Commuter Family Yaitu keluarga dengan pasangan suami

istri terpisah tempat tinggal secara sukarela karena tugas dan

pada kesempatan tertentu keduanya bertemu dalam satu

rumah.

5). Reconstituted Nuclear Merupakan pembentukan keluarga

baru dari keluarga inti melalui perkawainan kembali suami/istri,

tinggal dalam satu rumah dengan anaknya, baik anak bawaan

dari perkawinan lama maupun hasil perkawinan baru. Pada

umumnya, banyak keluarga ini terdiri dari ibu dengan anaknya

dan ditinggal bersama ayah tiri.

6). Keluarga besar Merupakan salah satu bentuk keluarga

dimana pasangan suami istri sama-sama melakukan

pengaturan dan belanja rumah tangga dengan orang tua, sanak

saudara, atau kerabat dekat lainnya. Dengan demikian, anak

dibesarkan oleh beberapa generasi dan memliki pilihan


terhadap model-model yang akan menjadi pola perilaku bagi

anakanak. Tipe keluarga besar biasanya bersifat sementara

dan terbentuk atas dasar persamaan dan terdiri dari beberapa

keluarga inti secara adil 18 menghargai ikatan–ikatan keluarga

besar. Keluarga luas sering terbentuk akibat meningkatnya

hamil diluar nikah, perceraian, maupun usia harapan hidup

yang meningkat sehingga keluarga besar menjadi pilihannya.

7). Keluarga dengan orang tua tunggal Merupakan bentuk

keluarga yang didalamnya hanya terdapat satu orang kepala

rumah tangga yaitu ayah atau ibu. Varian tradisional keluarga

ini adalah bentuk keluarga dimana kepala keluarga adalah

janda karena cerai atau ditinggal mati suaminya, sedangkan

varian nontradisional dari keluarga inti adalah single adult yaitu

kepala keluarga seseorang perempuan atau laki-laki yang

belum menikah dan tinggal sendiri.

8). Keluarga Nontradisional Bentuk-bentuk varian keluarga non

tradisional meliputi bentuk-bentuk keluarga yang sangat

berbeda satu sama lain, baik dalam stuktur maupun

dinamikanya, meskipun lebih memiliki persamaan atau sama

lain dalam hal tujuan dan nilai daripada keluarga inti tradisional.

Orang-orang dalam pengaturan keluarga nontradisional sering


menekankan nilai aktualitas diri, kemandirian, persamaan, jenis

kelamin, keintiman dalam berbagai hubungan interpersonal.

4. Tujuan Dasar Keluarga

Menurut Andarmoyo (2012) tujuan dasar keluarga terdiri dari :

1). Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat

terhadap perkembangan individu. 19

2). Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota

keluarga dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

3). Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota

keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosioekonomi

dan kebutuhan seksual.

4). Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan

identitas seorang individu dan perasaan harga diri.

5. Fungsi Dan Tugas Keluarga

Menurut Mubarak, dkk, (2009) fungsi dan tugas keluarga adalah:

1). Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan,

memelihara dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi

keluarga.
2). Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman

bagi keluarga, memberikan perhatian di antara keluarga, memberikan

kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan

identitas pada keluarga.

3). Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak,

membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan masing-masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.

4). Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk

memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang.

5). Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan

pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan

bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk 20

kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya

sebagai orang dewasa, serta mendidik anak sesuai dengan tingkat

perkembangannya.

6. Struktur Keluarga

Menurut Harnilawati, 2013, struktur bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi, keluarga di masyarakat. Stuktur keluarga terdiri

dari bermacam-macam di antaranya adalah:


1). Patrilineal Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ayah.

2). Matrilineal Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara

sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun

melalui jalur garis ibu.

3). Matrilokal Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah istri.

4). Patrilokal Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah suami.

5). Keluarga kawin Hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi

bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

B. TINJAUAN UMUM TENTANG KEJADIAN STUNTING

1. Stunting

a. Pengertian

Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan

perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita

membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas
yang lebih banyak, karena pada umumnya aktivitas fisik yang cukup

tinggi dan masih dalam proses belajar. Apabila intake zat gizi tidak

terpenuhi maka pertumbuhan fisik dan intelektualitas balita akan

mengalami gangguan, yang akhirnya akan menyebabkan mereka

menjadi generasi yang hilang (lost generation), dan dampak yang luas

negara akan kehilangan sumber daya manusia (SDM) yang

berkualitas (Welasasih, 2012). Stunting merupakan suatu keadaan

retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan adanya proses

perubahan patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan faktor

lingkungan, perilaku dan genetik, kondisi sosial ekonomi, pemberian

ASI, dan kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian stunting .Status gizi buruk berdampak terhadap

menurunnya produksi zat anti bodi dalam tubuh.Penurunan zat anti

bodi ini mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam

dinding usus dan mengganggu produksi beberapa enzim pencernaan

makanan dan selanjutnya penyerapan zat-zat gizi yang penting

menjadi terganggu, keadaan ini dapat memperburuk status gizi anak.

Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi pendek secara nasional

adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2%

anak pendek (Tando, 2012). Proses menjadi pendek atau stunting

anak di suatu wilayah atau daerah miskin, terjadi sejak usia sekitar

enam bulan dan berlangsung terus sampai anak tersebut berusia 18


tahun. Hai ini dapat terjadi karena tidak disertai dengan tindakan atau

intervensi untuk menangani kejadian stunting .Stunting muncul

utamanya pada dua sampai tiga tahun kehidupan pertama, hal itu

dikarenakan pada masa atau usia tersebut anak-anak membutuhkan

banyak zat gizi. Zat gizi tersebut dibutuhkan anak-anak untuk

pertumbuhan dan perkembangan. Satu di antara alasan tersebut yakni

bahwa pada usia tersebut laju pertumbuhan mencapai puncak atau

tercepat sehingga memerlukan banyak zat gizi (Sudiman, 2008).

Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi kronis

yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi

jangka panjang. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pendek dan sangat pendek

adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan

menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang

merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely stunting

(sangat pendek). Satu dari tiga anak di negara berkembang dan

miskin mengalami stunting , dengan jumlah kejadian tertinggi berada

di kawasan Asia Selatan yang mencapai 46% disusul oleh kawasan

Afrika sebesar 38%, sedangkan secara keseluruhan angka kejadian

stunting di negara miskin dan berkembang mencapai 32%. Kejadian

stunting ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang terjadi


dalam jangka waktu yang lama dan frekuensi menderita penyakit

infeksi. Akibat dari stunting ini meliputi perkembangan motoric yang

lambat, mengurangi fungsi kognitif, dan menurunkan daya berpikir

(UNICEF,2007). Dalam Puspita (2015) menyatakan stunting

merupakan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek.Stunting

terjadi akibat kekurangan gizi dan penyakit berulang dalam waktu lama

pada masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seorang anak.

Anak dengan stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibanding

dengan anak yang normal. Stunting menggambarkan kegagalan

pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan

dihubungkan dengan kapasitas fisik dan psikis, penurunan

pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. b.

Cara Pengukuran Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah

ditimbang berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya,

lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah

normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita

seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z-score dari

WHO.Di Indonesia standard Z-score diadopsi kedalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republic Indonesia tentang standard antropometri

penilaian status gizi anak. Klasifikasi Status Gizi Anak berdasarkan

indikator Tinggi Badan per Umur (TB/U):


Tabel 1 Kalsifikasi Status Gizi Berdasarkan TB/U

Indeks Kategori status gizi Ambang batas (Z-Score)

TB/U Sangat pendek <-3 SD

Pendek -3 SD sampai dengan <-2SD Normal -2 SD sampai dengan 2

SD

Tinggi >2 SD Sumber : Kepmenkes RI 2010 dalam Aritonang 2013

Dimana anak stunting masuk dalam klasifikasi anak pendek dan

sangat pendek. Jadi, anak yang memiliki status gizi <-2SD

berdasarkan TB/U masuk dalam kategori anak stunting. Z-Score dapat

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Z – Score = (𝑇𝐵𝐴−𝑚𝑒𝑑 ) ⃒𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 −𝑆𝐷⃒

2. Epidemiologi

Satu dari tiga anak di negara berkembang dan miskin

mengalami stunting, dengan jumlah kejadian tertinggi

berada di kawasan Asia Selatan yang mencapai 46%

disusul dengan kawasan Afrika sebesar 38%, sedangkan

secara keseluruhan angka kejadian stunting di negara

miskin dan berkembang mencapai 32%. Stunting ini

disebabkan oleh kurangnya asupan makan yang terjadi


dalam jangka waktu yang lama dan frekuensi menderita

penyakit infeksi. Akibat dari stunting ini meliputi

perkembangan motoric yang lambat, mengurangu fungsi

kognifit, dan menurunkan daya berpikir (UNICEF,2007

dalam Wiyogowati, 2012).

Menurut Martorell et al (1995) dalam Wiyogowati 2012,

stunting postnatal terjadi mulai usia 3 bulan pertama

kehidupan, suatu kondisi dimana terjadi penurunan

pemberian ASI, makanan tambahan mulai diberikan dan

mulai mengalami kepekaan terhadap infeksi.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hautvast et al.

(2000), kejadian stunting bayi 0-3 bulan kemungkinan lebih

disebabkan genetic orangtua sedangkan pada usia 6-12

bulan lebih diakibatkan oleh kondisi lingkungan (Astri,

Nasoetion, & Dwiriani, 2006, dalam Wiyogowati, 2012).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting

1. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian BBLR Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah

berat bayi lahir kurang dari 2500 gram atau 2,5 kg

(Merryana & Bambang, 2012).

b. Dampak BBLR Berat lahir memiliki dampak yang besar

terhadap pertumbuhan anak, perkembangan anak dan tinggi


badan pada saat dewasa. Standard pertumbuhan anak yang

dipublikasikan pada tahun 2006 oleh WHO telah

menegaskan bahwa anak-anak berpotensi tumbuh adalah

sama di seluruh dunia (WHO,2006a).

Berat badan bayi normal pada waktu lahir sangat penting

karena akan menentukan kemampuan bayi untuk

menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru sehingga

tumbuh kembang bayi akan berlangsung normal. Berat

badan lahir rendah ( BBLR) adalah dampak dari tidak

sempurnanya tumbuh kembang janin selama dalam rahim

ibu (Moehyi,2008).

Dinegara-negara berkembang, bayi dengan berat lahir

rendah (BBLR) lebih cenderung mengalami retardasi

pertumbuhan intrauteri yang terjadi karena gizi ibu yang

buruk dan angka infeksi yang meningkat jika dibandingkan

di negara-negara maju (Gibney dkk,2009).

Sekitar 16% bayi diseluruh dunia dilahirkan dengan berat

<2500 gram dan 95% dari bayi-bayi tersebut tinggal

dinegara-negara berkembang ( Henningham&

McGregor.2005 dalam Fitri).

Kejadian berat bayi lahir rendah ( BBLR ) diangkap

sebagai indicator kesehatan masyrakat karena erat


hubungannya dengan angka kematian kesakitan dan

kejadian gizi kurang dikemudian hari. Penelitian yang

dilakukan oleh El Taquri , Adel el al ( 2008 ) di Lybia juga

menunjukan bahwa BBLR berhubungan erat dengan

kejadian stunting.

Indicator status gizi berdasarkan TB/U menggambarkan

kedaan kronis aeorang balita. Yaitu mennjukan keadaan

balita yang terjadi sejak lama. Atau dengan kata lain

merupakan outcome kumulatif status gizi sejak lahir hingga

sekarang. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah

menandakan kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi pada

saat kehamilan atau lahir dari ibu penderita KEK. Artinya, ibu

dengan gizi kurang sejak trimester awal sampai akhir

kehamilan akan melahirkan BBLR. Yang nantinya akan

menjadi stunting. Bayi yang lahir dengan berat badan 2000-

2499 gr berisiko 10 kali lebih tinggi untuk meninggalkan dari

pada baiy yang lahir dengan berat badan 3000-3499 gr

(Muqni dkk,2012).

Dalam penelitian lain menyatakan bahwa proporsi balita

stunting lebih banyak ditemukan pada balita dengan berat

lahir rendah dibandingkan balita dengan berat lahir normal.

Terdapat perbedaan proporsi antara keduanya, balita yang


mempunyai berat lahir rendah memiliki risiko menjadi

stunting sebesar 1,7 kali dibandingkan balita yang

mempunyai berat lahir normal (Fitri,2012).

Kendati setelah lahir, bayi hidup dalam kondisi optimal,

makanan yang cukup gizi serta lingkungan hidup yang

saniter, namun bayi lahir dengan BBLR akan tetap

mengalami tumbuh kembang yang tidak sebaik tumbuh

kembang bayi yang lahir dengan berat lahir normal.

Terutama selama masa usia lima tahun pertama. Badan

anak akan lebih pendek, lebih kurus, sehingga terlihat lebih

kecil dari anak sebayanya yang gizinya baik (Moehyi,2008).

2. Imunisasi Dasar Lengkap

a. Pengertian Imunisasi Dasar Lengkap

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu

ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang

mewabah atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi

merupakan salah satu upaya manusia yang tidak akan

berkesudahan. Upaya ini pada dasarnya, merupakan

naluri bertahan umat manusia dari ancaman penyakit

yang setiap hari mengancam kita.(Achmadi, 2006).


Imunisasi merupakan suatu proses atau upaya

memberikan kekebalan pada tubuh seseorang untuk

melawan penyakit infeksi. Pemberian imunisasi biasanya

dalam bentuk vaksin.Vaksin merangsang tubuh untuk

membentuk sistem kekebalan yang digunakan untuk

melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi

vaksin atau imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus

atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan

dalam jumlah yang sedikit dan aman. Kemudian system

kekebalan tubuh akan mengingat virus atau bakteri yang

telah dimasukkan dan melawan infeksi yang disebabkan

oleh virus atau bakteri tersebut ketika menyerang tubuh

kita di kemudian (Imumunization,2010,

Wiyogowati,2012).

b.Jenis-Jenis Imunisasi Dasar

Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program

Imunisasi :

1) Vaksin BCG ( Bacillius Calmette Guerine )

Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun

untuk mencapai cakupan yang lebih luas,

Departemen Kesehatan Menganjurkan pemberian

BCG pada umur antara 0-12 bulan.


2) Hepatitis B

Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi

hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat

efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui

transmisi maternal dari ibu pada bayinya.

3). DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)

Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak

boleh diberikan sebelum umur 6 minggu ) dengan

interval 4-8 minggu.

4). Polio

Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman

program pengembangan imunisasi ( PPI ) sebagai

tambahan untuk mendapatkan cakupan yang

tinggi.

5) Campak

Rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara

sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.

Tabel 2 Pemberian Imunisasi Sesuai Dengan

Umur Balita
Umur (bulan) Jenis

0 Hepatitis B0

1 BCG, Polio 1

2 DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 DPT-HB-Hib 2, Polio 3

4 DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 campak

Sumber: IDAI,2014

c. Manfaat Imunisasi Dasar

Moehyi, 2008 menyatakan bahwa ada dua hal yang harus

dilakukan untuk mencegah hambatan tumbuh kembang anak

sampai usia tiga tahun yaitu, imunisasi anak terhadap penyakit

tertentu pada waktu yang tepat dan pengaturan makan secara

tepat dan benar. Dengan imunisasi, anak dibuat menjadi kebal

terhadap penyakit yang mudah diderita oleh anak. Beberapa

literature ( idmedis,2014) menyebutkan bahwa imunisasi dasar


memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan anak, diantaranya

adalah :

1. Untuk menjaga daya tahan tubuh anak.

2. Untuk mencegah penyakit-penyakit menular yang berbahaya

3. Untuk menjaga anak tetap sehat

4. Untuk mencegah kecacatan dan kematian.

5. Untuk menjaga dan Membantu perkembangan anak secara

optimal

d. Akibat Tidak Imunisasi Dasar Lengkap

Menurut perkiraan WHO, lebih dari 12 juta anakberusia

kurang dari 5 tahun yang meninggal setiaptahun, sekitar 2

juta disebabkan oleh penyakit yangdapat dicegah dengan

imunisasi. Seranganpenyakit tersebut akibat status

imunisasi dasaryang tidak lengkap pada sekitar 20% anak

(Asri,2012).

Proporsi anak yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap

memiliki status gizi stunting lebih banyak yaitu sebesar 50%

dibandingkan dengan anak yang diberi imunisasi dasar

lengkap yaitu 35,2% (Diafrilia,dkk. 2014).

3. ASI Eksklusif

a. Pengertian Air susu ibu


(ASI) adalah sumber nutrisi yang ideal dan makanan

peling aman bagi bayi selama 4-6 bulan pertama kehidupan.

ASI merupakan bentuk tradisional dan ideal memenuhi gizi

anak. ASI dapat menyediakan tiga perempat bagian protein

yang dibutuhkan bayi umur 6-12 bulan dan masih

merupakan sumber yang cukup berarti bagi beberapa bulan

berikutnya (Merryana & Bambang,2012).

ASI eksklusif adalah Pemberian ASI saja sampai umur 6

bulan (eksklusif) membuat perkembangan motorik dan

kognitif bayi lebih cepat. Selain itu ASI juga meningkatkan

jalinan kasih sayang karena sering berada dalam dekapan

ibu (Kepmenkes R1, 2013).

Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor makanan

(gizi) dan genetik. Sampai usia empat bulan, seorang anak

bisa tumbuh dan berkembang hanya dengan mengandalkan

ASI dari ibunya (Khomsan, 2012).

b. Manfaat ASI

Pertumbuhan dan perkembangn bayi terus berlangsung

sampai dewasa. Proses tumbuh kembang ini dipengaruhi

oleh makanan yang diberikan pada anak. Makanan yang

paling sesuai untuk bayi adalah air susu ibu (ASI), karena
ASI memang diperuntukkan bagi bayi sebagai makanan

pokok bayi. (Marimbi, 2010).

Suatu penelitian menemukan bahwa secara signifikan

skor perkembangan kognitif lebih tinggi pada anak-anak

yang disusui ibunya jika dibandingkan dengan anak-anak

yang semasa bayinya mendapat susu formula. Efek ini terus

berlanjut sampai usia 15 tahun dan anak-anak yang masa

bayinya mendapat ASI paling lama akan memperlihatkan

pebedaan yang besar dalam perkembangan kognitifnya

(Gibney dkk, 2009).

Pemberian ASI eksklusif terlalu lama ( >6 bulan) dapat

menyebabkan bayi kehilangan kesempatan untuk melatih

kemampuan menerima makanan lain sehingga susah

menerima bentuk makanan selain cair. Hal tersebut dapat

menyebabkan growth faltering karena bayi mengalami

defisiensi zat gizi.Sebuah penelitian di Senegal menyatakan

bahwa ASI eksklusif yang diberikan selama lebih dari 2

tahun berhubungan dengan rata-rata z-score TB/U yang

rendah.Pada penelitian tersebut, ditemukan prevalensi

stunting yang lebih tinggi pada balita yang diberikan ASI

eksklusif selama lebih dari 2 tahun (Anugraheni, 2012).


Meskipun begitu banyak hal bermanfaat yang didapat

dengan memberikan ASI secara eksklusif, tidak hanya bagi

anak tetapi juga bagi ibu. Menurut Marryana & Bambang,

2012 anak yang diberikan ASI secara eksklusif akan

mendapat beberapa manfaat, diantaranya adalah :

1. Memiliki tingkat alergi yang lebih sedikit terhadap

makanan 20 POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2. Mendapatanti infeksi karena ASI mengandung

berbagai factor anti insfeksi dan sel imun seperti Ig A, Ig

M, Ig G, limfosit B dan T, neutrophil, makrofag, dan

komponen lain.

3. Terhindar dari obesitas, bayi yang meminum ASI lebih

kecil kemungkinannya untuk kelebihan makanan

dibandingkan dengan bayi yang minum susu formula.

4. Keuntungan gizi, protein dan lemak dalam bentuk

optimal untuk pencernaan, absorbs, dan seng dan zat

besi akan lebih mudah diabsorbsi lebih mudah dari ASI

dibandingkan dari susu formula.

c. Kandungan Gizi

ASI mengandung semua nutrient untuk membangun dan

menyediakan energy dalam susunan yang diperlukan.ASI tidak


memberatkan fungsi traktus digestifus dan ginjal serta

menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Secara alamiah

kualitas ASI ditentukan oleh kandungan bahanbahan sebagai

berikut :

Tabel 3 Kandungan Bahan-Bahan Dalam ASI Untuk

Menentukan Kualitas ASI

No. Golongan Kandungan

1. Nutrient a. Nutrient besar : protein,

lemak, dan hidrat arang

b. Vitamin : A,D,B, dan C

c. c. Mineral : Fe dan Ca

2. Non- Nutrient Zat-zat pencegah terjadinya

infeksi : laktoferin, lisozim, Ig A

sekretoris, komplemen (C3

&C4),dan sel-sel makrofag atau

limfosit.

3. Unsur sampingan Zat kimia yang diekskresikan ke

dalam ASI, dapat

menguntungkan tetapi dapat


merugikan tumbuh kembang,

misalnya nikotin, alcohol, dll.

Variasi dalam komposisi

dipengaruhi oleh factor-faktor

yaitu keadaan kesehatan atau

gizi ibu, tahap laktasi, lama

waktu menyusui dan makanan

ibu sehari-hari.

sumber : Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan, 2012

a. Akibat

Banyak anak berusia kurang dari dua tahun yang terganggu

pertumbuhan dan perkembangannya karena kekurangan gizi sejak

dalam kandungan, ibu tidak taat memberi ASI eksklusif, terlalu dini

memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan MP-ASI yang

dikonsumsi anak tidak cukup mengandung kebutuhan energy dan zat

gizi mikro terutama besi (Fe) dan seng (Zn) (Merryana &

Bambang,2012)

Penelitian tentang pemberian ASI dengan kejadian stunting

yang dilakukan oleh Arifin dkk (2012) ada sebanyak 38 (76%) balita
dengan ASI tidak eksklusif menderita stunting , sedangkan yang tidak

menderita stunting sebanyak 76 (46%).

4. Asupan Makanan Energi dan Protein

a. Pengertian

Manusia membutuhkan energy untuk mempertahankan

hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas

fisik.Energy diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang

ada di dalam bahan makanan.Kandungan karbohidrat, lemak,

dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya

(Almatsier, 2009). Protein merupakan zat gizi yang sangat

penting karena yang paling erat hubungannya dengan

pertumbuhan.

Protein mengandung unsur C,H,O dan unsur khusus

yang tidak terdapat pada karbohidrat maupun lemak yaitu

nitrogen. Protein nabati dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan,

sedangkan hewani didapat dari hewan.Protein merupakan

factor utama dalam jaringan tubuh.Protein membangun,

memelihara, dan memulihkan jaringan di tubuh, seperti otot dan

organ.Saat anak tumbuh dan berkembang, protein adalah gizi

yang sangat diperlakukan untuk memberikan pertumbuhan

yang optimal.Asupan protein harus terdiri dari 10% - 20% dari

asupan energy harian.Rekomendasi ini untuk memastikan


bahwa energy hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan

jaringan tubuh (Sharlin &Edelstein, 2011, Fitri 2012).

b. Kebutuhan Energi dan Protein

Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis

kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara

asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan

sehingga diperoleh status gizi baik.Status gizi balita dapat

dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan

dengan kartu menuju sehat (KMS).

Table 4 Kecukupan Gizi Anak Pra Sekolah

Umur (tahun) Energy (kkal) Protein(gram)

1-3 1210 23

4-6 1600 29

Sumber: Marmi 2013, Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi

Terdapat perbedaan kebutuhan antara anak yang masih

mendapat ASI dengan anak yang sudah tidak mendapat ASI.

Sebenarnya kebutuhan total akan zat gizi sama, akan tetapi

jumlah asupan dari makanan yang membedakan. Sehingga,

akan terdapat perbedaan asupan makanan atau MPASI dari


anak yang masih diberikan ASI dengan anak yang sudah tidak

mendapatkan ASI.

d. Akibat Kekurangan Energy dan Protein

c. Terhambatnya pertumbuhan pada bayi dan anak-anak,

tercermin dalam tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia, ini

merupakan contoh adaptasi pada asupan energy rendah dalam

waktu yang lama. Jika kekurangan energy tidak terlalu lama,

anak akan menunjukkan catch-up growth. Stunting

mencerminkan kekurangan gizi kronis dan terdeteksi sebagai

gangguan pertumbuhan linear. Seorang bayi yang stunting

mungkin tetap stunting sepanjang masa remaja dan

kemungkinan untuk menjadi seorang dewasa yang sunting

juga.

Kekurangan gizi dan stunting selama masa bayi dan

anak usia dini telah secara konsisten ditemukan mempengaruhi

kesehaan individu baik jangka pendek maupun jangka panjang

(wahlqvist & tienboon, 2011, Fitri 2012). Kekurangan energy

dan protein menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan

balita terganggu.Gangguan asupan zat gizi yang bersifat akut

menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan

wasting.Jika kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya


sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu lama maka akan

terjadi kejadian stunting (Marmi,2013).

4. Pendidikan Orang Tua (Ibu)

Secara biologis ibu adalah sumber hidup anak.Tingkat

pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan menghadapi

berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk

anaknya, memberikan oralit waktu diare, atau kesedian

menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai

latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan

hidup serta tumbuh lebih baik. Salah satunya adalah

keterbukaan mereka dalam menerima perubahan atau hal

baru untuk pemeliharaan kesehatan anak.

Pendidikan tinggi dapat mencerminkan pendapatan yang

lebih tinggi dan ayah akan lebih memperhatikan gizi anak.

Suami yang lebih terdidik akan cenderung memiliki istri yang

juga berpendidikan. Ibu yang berpendidikan diketahui lebih

luas pengetahuannya tentang praktik perawatan anak.

Keluarga dengan pendidikan yang lebih tinggi , yang hidup

dalam rumah tangga yang kecil, berpeluang untuk menghuni

rumah yang lebih layak, dapat menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang lebih baik, dan mahir menjaga

lingkungan yang bersih (Taguri, et al.,2007)


Pengetahuan orang tua memang berpengaruh dalam

kesehatan seorang balita, terutama berkaitan dengan status

gizi anak tersebut. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

Pormes dkk, (2014) menyatakan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan orang tua tentang gizi dengan kejadian

stunting .

Pengetahuan tentang gizi pada orang tua dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu diantaranya adalah umur

diamana semakin tua umur sesorang maka proses

perkembangan mentalnya menjadi baik, intelegensi atau

kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna,

menyesuaikan diri dalam situasi baru, kemudian lingkungan

dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal baik juga

buruk tergantung pada sifat kelompoknya, budaya yang

memegang peran penting dalam pengetahuan, pendidikan

merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan

pengetahuan, dan pengalaman yang merupakan guru

terbaik dalam mengasah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

5. Pendapatan Rumah Tangga

Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima rumah

tangga dapat menggambarkan kesejahteraan suatu

masyarakat.Namun demikian data pendapatan yang akurat


sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan melalui

pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga

dapat dibedakan menurut pengeluaran makan dan bukan

makan, dimana menggambarkan bagaimana penduduk

mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.Pengeluaran

untuk konsumsi makanan dan buka makan berkaitan denga

tingkat pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang

berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan masih

menjadi prioritas utama, dikarenakan untuk memenuhi

kebutuhan gizi (consumption and cost,wiyogowati,2012).

Persentase pengeluaran pangan yang tinggi (≥ 70%)

merupakan faktor yang paling dominan berhubungan

dengan kejadian stunting pada anak balita dengan riwayat

berat lahir rendah pada tahun 2010 di Indonesia.. Anak

dengan berat lahir rendah dari keluarga dengan persentase

pengeluaran pangan tinggi (≥70%), memiliki peluang 2,48

kali untuk menderita stunting dibandingkan dengan anak

dengan berat lahir rendah dari keluarga dengan persentase

pengeluaran pangan rendah (<50%).

Persentase pengeluaran pangan terhadap pengeluaran

total yang tinggi (≥70%) menggambarkan ketahanan pangan

keluarga yang rendah, artinya semakin tinggi pengeluaran


untuk konsumsi pangan ada kecenderungan bahwa rumah

tangga tersebut miskin dan memiliki tingkat ketahanan

pangan yang rendah. Keluarga yang miskin dan ketahanan

pangan keluarga rendah rentan memiliki anak stunting

karena keluarga tidak mampu mencukupi kebutuhan asupan

gizi anak dalam jangka waktu yang lama, sehingga

permasalahan gizi akut ini tidak dapat terhindarkan

(Rosha,dkk, 2013).

6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiyogowati

(2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

fasilitas kesehatan dengan kejadian stunting . Sehingga

dapat diartikan bahwa, pada daerah yang tersedia fasilitas

pelayanan kesehatan, angka kejadian stunting rendah dan

pada daerah yang tidak tersedia fasilitas pelayanan

kesehatan, angka kejadian stunting tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Renyoet, dkk (2013)

diperoleh hasil yang menunjukan adanya hubungan yang

signifikan antara pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan

pertumbuhan panjang badan anak dan kejadian stunting .

Dimana dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa orang

tua yang menerapkan dan menggunakan pemanfaatan


pelayanan kesehatan secara lebih baik sebesar 51,6%

panjang badan lahir anak normal di Kecamatan Tallo,

sehingga mengapa dikatakan ada hubungan antara

pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan pertumbuhan

panjang badan anak dan kejadian stunting . Hasil penelitian

ini didukung dengan teori dan beberapa hasil penelitian

yang lain, yang mengatakan bahwa pemanfaatan pelayanan

kesehatan mempengaruhi perkembangan anak.

7. Sanitasi

Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga

yang meliputi sarana buang air bersih, sarana pengolahan

sampah dan limbah rumah tangga (Kepmenkes

No.852).842.000 orang yang tinggal di negara dengan

pendapatan menegah kebawah meninggal akibat air yang

inadekuat , sanitasi dan hygiene setiap tahunnya.Buruknya

sanitasi dipercaya menyebabkan kematian kurang lebih

280.000 orang.Keuntungan dari sanitasi yang baik adalah

berkurangnya kejadian diare.(WHO, 2015).

Adanya hubungan yang signifikan antara

kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan dengan

pertumbuhan panjang badan anak dan kejadian stunting .

Maka dapat dikatakan jika kebersihan/hygiene dan sanitasi


lingkungan baik didalam rumah dan dilingkungan sekitar

anak diperhatikan maka akan memberikan dampak positif

pada keadaan status gizi anak (Renyoet,dkk.2013).

D. Dampak stunting

a. Efek Jangka Pendek

Stunting (tumbuh yang pendek) menggambarkan

keadaan gizi kurang yang sudah berjalan lama dan

memerlukan waktu yang lama bagi anak untuk

berkembang serta pulih kembali. Sejumlah besar

penelitian cross-sectional memperlihatkan keterkaitan

antara stunting , perkembangan motoric dan mental yang

buruk dalam usia kanak-kanak dini, serta prestasi kognitif

dan prestasi dan prestasi sekolah yang buruk dalam usia

kanak-kanak lanjut. Pada anak-anak yang mengalami

malnutrisi dalam jangka waktu lama (stunting )

memperlihatkan perilaku yang berubah. Pada anak-anak

kecil, perilaku ini meliputi kerewelan serta frekuensi

menangis yang meningkat, tingkat aktivitas yang lebih

rendah, jumlah dan entusiasme untuk bermain dan

mengeksplorasi lingkungan yang lebih kecil,

berkomunikasi lebih jarang, afek (ekspresi) yang tidak


begitu gembira, serta cenderung untuk berada dekat ibu

serta menjadi lebih apatis (Gibney dkk, 2009).

b. Efek Jangka Panjang

Anak-anak yang bertumbuh pendek (stunting ) pada

usia kanak-kanak dini terus menunjukkan kemampuan

yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang beragam dan

prestasi sekolah yang lebih buruk jika dibandingkan

dengan anak-anak yang bertubuh normal hingga usia 12

tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku,

lebih terhambat, dan kurang perhatian serta lebih

menunjukkan gangguan tingkah laku (conduct disorder)

(Gibney dkk, 2009).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka konsep penelitian

Menurut Nye, 1976 dalam (Andarmoyo, 2012) Peran menunjuk

kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,

yang didefinisikan dan diharapkan secara normative dari seseorang

okupan dalam situasi sosial tertentu.

(Welasasih, 2012). Stunting merupakan suatu keadaan

retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan adanya proses

perubahan patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan faktor


lingkungan, perilaku dan genetik, kondisi sosial ekonomi, pemberian

ASI, dan kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian stunting .

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses

tumbuh dan kembang anak, memberikan gizi yang baik dan benar

membantu proses perkembangnnyaa. Mencegah terjadinya stunting

atau dalam penanganan stunting dapat dilakukan sejak dari dalam

kandungan. Pencegahan masalah gizi buruk yang telah dilakukan

perawat meliputi proses asuhan keperawatan (penimbangan,

pengukuran, dan pemantauan seacara rutin), pendidikan kesesahatan

dalam konseling ataupun penyuluhan, bekerjasama dengan tenaga

kesehatan lain terutama ahli gizi, berkoodinasi terkait rencana

pelaksanaan kegiatan, berdiskusi untuk memecahkan permasalah

status gizi, melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman

terkait gizi yang penting bagi kesehatan.

Oleh karena itu, penelitian ingin memfokuskan peneliti untuk mengetahui

HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOLO

Peran Keluarga
Kejadian Stunting
Keterangan :

= Variabel independen

= Variabel dependen

= Penghubung antar variabel

B. Variabel Penelitian

1. Variabel independent : Peran keluarga

2. Variabel dependen : Kejadian stunting

C. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif

1. Peran keluarga adalah suatu upaya yang dilakukan oleh

keluarga Dengan Kriteria Objekti :

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <

2. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi

Dengan Kriteria Objektif:

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <


D. Hipotesis Penelitian

Ha : Ada Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga Dengan

Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Tolo


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional Studi

yang bertujuan untuk melihat “Hubungan Pelaksanaan

Peran Keluarga Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tolo’’

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu semua keluarga yang ada di

wilayah kerja Puskesms Tolo

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu keluarga yang memiliki anak

dengan kejadian stunting

Dengan kriteria

Inklusi :

- Keluarga yang bersedia menjadi responden

- Keluarga yang tinggal diwilayah Puskesmas Tolo


- Keluarga yang memiliki anak dengan kejadian stunting

Ekslusi :

- Keluarga yang tidak bersedia menjadi responden

- Keluarga yang tidak tinggal diwilayah Puskesmas Tolo

- Keluarga yang tidak memiliki anak dengan kejadian stunting

C. Pengumpulan Data Dan Analisa data

1. Instrument Penelitian

Untuk variabel independen Persepsi Lansia yaitu

menggunakan instrument Kuisioner dengan 10 point

pernyataan dengan skala Likert yaitu Sangat Setuju skor

4, Setuju skor 3, Kurang setuju skor 2, Tidak setuju skor

1,

Dengan Kriteria Objekti :

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <

Sedangkan untuk variable dependen Kesiapan yaitu

menggunakan instrument Kuisioner dengan 10 point

pernyataan dengan skala Likert yaitu Sangat Setuju skor

4, Setuju skor 3, Kurang setuju skor 2, Tidak setuju skor

1,
Dengan Kriteria Objektif:

Baik : Jika jawaban responden >

Kurang : Jika jawaban responden <

2. Lokasi dan waktu penelitian

a. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Tolo

Kab. Jeneponto

b. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan sekitar bulan April –

Mei 2022

3. Prosedur Pengambilan Atau Pengumpulan Data

a. Data primer :Di peroleh langsung dari responden melalui

kuesioner

b. Data sekunder : Data yang di ambil dari (tempat

penelitian) Analisa data dan pengolahan data.

D. Cara analisa data

Data dianalisa melalui presentase dan perhitungan jumlah

dengan cara berikut :

a. Analisa univariat
Dilakukan dalam tiap variabel dari hasil penilitian. Analisa ini

menghasilkan frekuensi dan presentase dari setiap variabel

yang di teliti.

b. Analisa Bivariat

Di lakukan untuk melihat hubungan variabel independen

dengan dependen dalam bentuk tabulasi silang antara k

edua variabel tersebut. Menggunakan uji statistik dengan

tingkat kemaknaan yang di pakai adalah α = 0,05 dengan

menggunakan rumus chi- square.

Keterangan :

: Nilai chi-square test

0: Nilai obaservasi

E: Nilai yang diharapkan

∑: Jumlah data

Penilaian:
a. Apabila X2 Hitung > X2 Tabel, maka Hₒ ditolak atau H ͣ

diterima, artinya ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen.

b. Apabila X2 Hitung ≤ X2 Tabel, maka Hₒ diterima atau H ͣ

ditolak, artinya tidak ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen

E. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat

rekomendasi dari institusinya dengan mengajukan

permohonan izin kepada institusi atau lembaga tempat

penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah

melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

yang meliputi:

a. Informet Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden

yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi disertai

judul penelitian. Bila subyek, maka peneliti tidak akan

memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak

subyek.

b. Anonymity (Tanpa Nama)


Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut

diberikan kode.

c. Konfodentiality (Kerasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai

hasil peneliti

Anda mungkin juga menyukai