Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan di negara maju dan berkembang termasuk Indonesia

salah satunya adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Hal ini dikarenakan

masih banyaknya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA, terutama yang

terjadi pada bayi. ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun

(Simajuntak, 2020). Penyakit ISPA ini sering terjadi pada anak-anak karena daya

tahan tubuh anak masih lemah, sehingga penyakit ISPA ini lebih banyak terjadi

pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa (Freska,2018). Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan akut yang menjadi

penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit tanpa gejala, mulai dari infeksi ringan

hingga penyakit serius dan kematian. Hampir empat juta orang meninggal karena

ISPA setiap tahun. Insiden ISPA pada bayi, anak-anak, dan lanjut usia tergolong

tinggi terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. ISPA juga

merupakan salah satu kondisi rawat inap yang paling banyak dalam pelayanan

perawatan kesehatan, terutama di unit perawatan anak (WHO, 2017). Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut pada saluran pernapasan atas

dan bawah, infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. Bakteri

penyebab ISPA adalah Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, bakteri


2

tersebut muncul dari lingkungan kotor dan virus penyebab ISPA adalah

cytomegalovirus, adenovirus. Beberapa infeksi saluran pernapasan hanya dalam

derajat ringan seperti batuk dan demam, biasanya orang tidak memperhatikan

keluhan ini karena menganggap penyakit bisa disembuhkan dengan sendirinya

(Freska, 2018). Menurut diagnosa tenaga kesehatan (dokter, bidan, atau perawat)

ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan akut dengan gejala demam, batuk

kurang dari dua minggu, pilek atau hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan

(Kementrian Kesehatan RI, 2018). ISPA biasanya berlangsung selama 14 hari.

Infeksi saluran pernapasan atas termasuk batuk, pilek, sakit telinga, sakit

tenggorokan, flu, bronkitis, dan sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang

saluran pernapasan bagian bawah seperti paru-paru, salah satunya adalah

pneumonia (Simbolon, 2018).

ISPA pada anak di bawah usia 5 tahun dipengaruhi oleh banyak faktor yang

berbeda, di antaranya disebabkan oleh faktor individu (usia, berat badan lahir

(BBLR), status imunisasi, gizi, dan bayi ASI eksklusif), faktor lingkungan

(ventilasi, kepadatan dalam ruangan dalam ruangan, dan polusi udara dalam

ruangan yang terjadi secara alami), dan faktor dalam perilaku seseorang (Ike dan

Trias, 2019). Hal ini bisa dikaitkan dengan peran serta keluarga terutama ibu

dalam merawat dan menjaga kesehatan pada balita yang dikenal dengan

pengasuhan atau pola asuh. Pengasuhan atau pola asuh ibu terdiri dari tiga aspek

utama, yaitu pengasuhan kebutuhan cairan balita/pemberian ASI, perawatan dasar

balita, dan pengasuhan higiene perorangan balita dan sanitasi lingkungan

(Widyaningtyas, 2016 dalam Permatasari, 2019). Kurangnya pengetahuan ibu


3

tentang penyakit pneumonia juga menjadi penyebab tingginya penemuan kasus

ISPA pada anak (Azizah, 2014 dalam Permatasari, 2019).

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan terjadinya risiko

kematian yang disebabkan oleh penyakit ISPA yaitu dengan melakukan upaya

penanganan dan pencegahan yang telah dilakukan pemerintah seperti program

pemberian vitamin A, program imunisasi lengkap, dan program Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang telah dilakukan di berbagai puskesmas serta

pemberian pendidikan kesehatan tentang penatalaksanaan ISPA (Ani, 2014 dalam

Suryani, 2021). Upaya dalam menanggulangi penyakit ISPA baik yang dilakukan

oleh Ibu atau Keluarga lainnya dapat dilakukan dengan mengusahakan agar Balita

memperoleh gizi yang baik, memberikan imunisasi lengkap, menjaga kebersihan

perorangan dan lingkungan agar tetap bersih serta mencegah Balita berhubungan

dengan klien ISPA (Silaban, 2015 dalam Suryani, 2021).

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut khususnya pneumonia sampai saat

ini masih sebagai penyebab kematian terbesar pada bayi dan Balita. Di dunia pada

tahun 2012 diperkirakan lebih dari 1,1 juta Balita meninggal karena pneumonia (2

Balita/menit) dari 6.5 juta total kematian Balita. Namun, tidak banyak perhatian

terhadap penyakit ini. World Health Organization (WHO), memperkirakan

insiden infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan

angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per

tahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia

meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara

berkembang, di mana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian


4

dengan menubuh 4 juta anak balita setiap tahun (Silaban, 2015 dalam Suryani,

2021). Data Riskesdas (2007) menyebutkan bahwa Pneumonia menduduki

peringkat kedua sebagai penyebab kematian bayi (23,8%) dan Balita (15,5%).

Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus, China 21 juta kasus, Pakistan

10 juta kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta kasus,

semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat 7-13% merupakan kasus berat dan

memerlukan perawatan rumah sakit (Aditama, 2012 dalam Suryani, 2021).

Kejadian ISPA pada Balita di Indonesia yaitu mencapai 3-6 kali per tahun

dan 10-20% adalah pneumonia (Himawati & Fitria, 2020). Menurut Kemenkes RI

(2017) kasus ISPA mencapai 28% dengan 533,187 kasus yang ditemukan pada

tahun 2016 dengan 18 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka

nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Berdasarkan hasil Riskesdas (2018)

prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 9,3% diantaranya 9,0% berjenis kelamin

laki-laki dan 9,7% berjenis kelamin perempuan (Kementerian Kesehatan RI,

2018). Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur satu sampai empat

tahun yaitu sebesar 13,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Kasus ISPA

terbanyak di Indonesia yaitu terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur 15,4%,

Papua 13,1%, Banten 11,9%, Nusa Tenggara Barat 11,7%, Bali 9,7%

(Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Cakupan penemuan pneumonia pada balita di Indonesia berkisar antara 20 –

30% dari tahun 2010 sampai dengan 2014, dan sejak tahun 2015 hingga 2019

terjadi peningkatan cakupan dikarenakan adanya perubahan angka perkiraan kasus

dari 10% menjadi 3,55%. Namun, pada tahun 2020 terjadi penurunan kembali
5

menjadi 34,8%. Penurunan ini lebih di sebabkan dampak dari pandemi COVID-

19, dimana adanya stigma pada penderita COVID-19 yang berpengaruh pada

penurunan jumlah kunjungan balita batuk atau kesulitan bernapas di puskesmas,

pada tahun 2019 jumlah kunjungan balita batuk atau kesulitan bernapas sebesar

7,047,834 kunjungan, pada tahun 2020 menjadi 4,972,553 kunjungan, terjadi

penurunan 30% dari kunjungan tahun 2019 yang pada akhirnya berdampak pada

penemuan pneumonia balita. Pada tahun 2020 angka kematian akibat pneumonia

pada balita sebesar 0,16%. Angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok

bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan pada kelompok anak umur 1

– 4 tahun. (Kemenkes RI, 2021).

Angka kematian Balita (AKABA) Provinsi Jawa Barat hasil SDKI 2012

(BPS Provinsi Jawa Barat) sebesar 38/1000 kelahiran hidup. Hasil SDKI tahun

2012 hanya menampilkan angka sampai dengan tingkat provinsi, sehingga tidak

diketahui angka tingkat Kabupaten. Berdasarkan data yang dilaporkan Puskesmas

jumlah kematian Anak Balita (Umur 12–59 bulan) pada tahun 2020 sebanyak 5

orang. Penyebab kematian balita tertinggi salah satunya adalah ISPA yaitu

pneumonia. Penemuan pneumonia pada penderita balita tahun 2020 mencapai

56,7%. Mengalami penurunan dari tahun 2019 yang mencapai 138,1%. Adanya

penurunan yang tajam pada penemuan pada tahun 2020. Perkiraan Pneumonia

balita mulai tahun 2018 menjadi 4,62%. Sebelum tahun 2018 perkiraan

Pneumonia adalah 10% (Profil Kesehatan Kabupaten Cirebon, 2020).

Selain pneumonia Balita, pengendalian ISPA juga dihadapkan dengan

penyakit saluran pernapasan lain yang dapat mengakibatkan kedaruratan


6

masyarakat dan menjadi perhatian dunia (Public Health Emergency International

Concern-PHEIC) seperti Influenza. Influenza adalah penyakit infeksi saluran

pernapasan akut yang disebabkan oleh virus Influenza dan berpotensi menjadi

pandemi. Pandemi influenza dapat menyebabkan keresahan publik yang

mengakibatkan dampak sosial, ekonomi dan politik serta pertahanan dan

keamanan negara. Sehingga dibutuhkan kesiapsiagaan dan respon terhadap

terjadinya pandemi Influenza (DitJen P2P Kementerian Kesehatan, 2021).

Peran aktif orang tua terhadap pencegahan ISPA sangat penting dalam

melakukan perawatan kepada Balita karena yang biasa terkena dampak dari ISPA

adalah usia Balita yang kekebalan tubuhnya masih rentan terserang oleh penyakit,

sehingga orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA

serta mengetahui cara-cara pencegahan ISPA yaitu dengan mengatur pola makan

Balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menghindari faktor pencetus

(Sukarto dkk, 2016 dalam Suryani,2021).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maevita Devy Simbolon (2018) yang

berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Desa Baja Dolok Kecamatan Sipispis

Kabupaten Serdang Bedagai yaitu menunjukkan bahwa ada hubungan antara ASI

eksklusif, status gizi, imunisasi, dan paparan predikal dengan kejadian ISPA pada

balita di Desa Baja Dolok Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai 2018

(Simbolon, 2018).
7

Penelitian yang dilakukan oleh Sumiana Freska (2018) tentang Pengaruh

Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Perawatan Lawe Perbunga Kabupaten Aceh Tenggara, didapatkan

nilai p = 0,003 untuk ventilasi, nilai p = 0,015 untuk tipe lantai, nilai p = 0,022

untuk kepadatan hunian, dan nilai p = 0,658 untuk tipe atap serta berdasarkan

analisis multivariat dengan uji statistik regresi biner berganda didapatkan nilai p =

0,011 < 0,05 yang menunjukkan bahwa ventilasi lebih berpengaruh terhadap

kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA

pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa Kecamatan

Dukupuntang Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: “Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa Kecamatan Dukupuntang

Kabupaten Cirebon Tahun 2022?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


8

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa Kecamatan Dukupuntang

Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Sindangjawa Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

2. Untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian

ISPA pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa

Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

3. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh ibu dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa Kecamatan

Dukupuntang Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

ISPA pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa

Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah hasil penelitian ilmiah bagi

perkembangan ilmu keperawatan anak dan ilmu keperawatan komunitas

khususnya terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sehingga dapat memberikan manfaat sebagai


9

sumber data dan informasi tentang apa saja faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian ISPA pada balita.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Ibu yang Mempunyai Balita

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang faktor-

faktor penyebab ISPA dan meningkatkan kesadaran pada ibu yang

mempunyai balita dalam pencegahan ISPA.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan peneliti dapat menambah

pengalaman serta dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sindangjawa Kecamatan

Dukupuntang Kabupaten Cirebon Tahun 2022.

3. Bagi UPTD Puskesmas Sindangjawa

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada UPTD Puskesmas Sindangjawa untuk memberikan

pelayanan perawatan pada balita penderita ISPA.

4. Bagi Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kuningan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu

sumber penelitian bagi program studi S1 Keperawatan STIKes Kuningan

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

balita.
10

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Penelitian

1 Judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Desa Baja

Dolok Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai

Peneliti Maevita Devy Simbolon (2018).

Subyek Balita yang menderita ISPA di Desa Baja Dolok

Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai, dengan

besar sampel n = 78.

Metode Analitik cross sectional.

Hasil Berdasarkan uji statistik Chi Square didapatkan p-value =

0,005 (ASI eksklusif), p-value = 0,014 (status gizi), p-

value = 0,000 (imunisasi) dan p-value = 0,000 untuk

paparan pra radikal yang menunjukkan ada hubungan

antara pemberian ASI eksklusif, status gizi, imunisasi dan

paparan praradikal dengan kejadian ISPA pada balita.

2 Judul Hubungan Pengetahuan, Pola Asuh, dan Perilaku Merokok

Orang Tua Terhadap Kejadian Pneumonia Balita (0-59

Bulan) di Desa Kemantren Kab. Sidoarjo.

Peneliti Febri Endra Budi Setyawan dan Anung Putri Illahika

(2019).

Subyek Balita (0-59 bulan) penderita pneumonia di Desa


11

Kemantren Kab. Sidoarjo, dengan besar sampel n = 59.

Metode Analitik cross sectional.

Hasil Berdasarkan uji statistik Spearman didapatkan nilai p =

0,000 untuk pengetahuan dan pola asuh, serta nilai p =

0,002 untuk perilaku merokok (p<0,05) yang menunjukkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan,

pola asuh, dan perilaku merokok orang tua terhadap

pneumonia.

3 Judul Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian

ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan

Lawe Perbunga Kabupaten Aceh Tenggara

Peneliti Sumiana Freska (2018).

Subyek Balita penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Perawatan Lawe Perbunga Kabupaten Aceh Tenggara,

dengan besar sampel n = 89.

Metode Analitik cross sectional.

Hasil Berdasarkan analisis univariat dan bivariat dengan uji

statistik Chi Square didapatkan nilai p = 0,003 untuk

ventilasi, nilai p = 0,015 untuk tipe lantai, nilai p = 0,022

untuk kepadatan hunian, dan nilai p = 0,658 untuk tipe atap

serta berdasarkan analisis multivariat dengan uji statistik

regresi biner berganda didapatkan nilai p = 0,011 < 0,05

yang menunjukkan bahwa ventilasi lebih berpengaruh


12

terhadap kejadian ISPA pada balita.

4 Judul Hubungan Faktor Determinan Penyakit Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) Pneumonia pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis.

Peneliti Gigin Ginanjar, dkk (2020).

Subyek Balita penderita pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas

Cipaku Kabupaten Ciamis, dengan besar sampel n = 100.

Metode Deskriptif cross sectional.

Hasil Berdasarkan analisis dengan uji statistik Chi Square

didapatkan nilai ρ= 0,011 untuk berat badan lahir, nilai ρ=

0,038 untuk status gizi, nilai ρ= 0,32 untuk status ASI

eksklusif, nilai ρ= 0,035 untuk status imunisasi, nilai ρ=

0,037 untuk pengetahuan ibu, nilai ρ= 0,010 untuk

kepadatan hunian ruang tidur, dan nilai ρ= 0,026 untuk

keberadaan perokok, yang menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang signifikan antara faktor determinan

penyakit ISPA dengan Kejadian ISPA pneumonia pada

Balita.

5 Judul Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang ISPA dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Desa Dawungsari

Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal.

Peneliti Ida Wulaningsih, dkk (2018).


13

Subyek Orang tua yang memiliki balita usia 1-5 tahun penderita

ISPA di Desa Dawungsari Kecamatan Pegandon

Kabupaten Kendal, dengan besar sampel n = 72.

Metode Deskriptif cross sectional.

Hasil Berdasarkan analisis dengan uji statistik Chi Square

diperoleh nilai ρ value 0,031 (<0,05)., menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan

orang tua tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan keaslian penelitian yang telah dijelaskan pada tabel 1.1

perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

adalah pada penelitian Maevita Devy Simbolon berfokus kepada faktor pola asuh

ibu balita yaitu ASI eksklusif, status gizi, dan imunisasi serta faktor lingkungan

pra-radikal, sedangkan pada penelitian ini fokus kepada tingkat pengetahuan,

sanitasi lingkungan, dan pola asuh ibu.

Anda mungkin juga menyukai