Anda di halaman 1dari 10

Nama : Eka Ramadhani

NPM : 1118039

Kelas : Keperawatan 2A

Rangkuman Critical Care For Child

A. Definisi Keperawatan Kritis Pada Anak

Keperawatan anak adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu keperawatan anak
dan tehnik keperawatan anak berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan
pada anak 0-18 tahun dalam keadaan sehat maupun sakit dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan melibatkan keluarga dan tenaga kesehatan
lain sesuai dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawabnya.

Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus
menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam kehidupan. Secara keilmuan perawatan
kritis fokus pada penyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Untuk pasien yang kritis, pernyataan
penting yang harus dipahami perawat ialah "waktu adalah vital". Sedangkan Istilah kritis memiliki arti
yang luas penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka
mencari penyelesaian/jalan keluar.

Secara keilmuan keperawatan kritis berfokus pada penyakit yang pasiennya tidak stabil. Yang
merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam kehidupan.

American Association of Critical-Care Nurses (AACN) mendefinisikan Keperawatan kritis


adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara rinci dengan manusia (pasien)
dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah perawat profesional
yang resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga pasien
mendapatkan kepedulian optimal (AACN, 2006). American Association of Critical Care Nurses (AACN,
2012) juga menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan
penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit aktual atau potensial yang mengancam kehidupan.

B. Tujuan Konsep PICU


Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan PICU (Pediatric Intensive Care Unit) adalah
ruang perawatan intensif untuk bayi (sampai usia 28 hari) dan anak- anak yang memerlukan pengobatan
dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-oragan vital.
Unit perawatan untuk bayi yang beresiko tinggi dengan gangguan dan komplikasi berat lainnya..
Sebagian besar bayi yang dirawat adalah gangguan pernafasan, premature, kelainan congenital, dll.
Prematuritas adalah kasus terbanyak kedua yang didapatkan dalam perawatan NICU.
NICU berguna untuk observasi bayi baru lahir secara intensive:
1. Mendapatkan terapi oksigen
2. Mendapatkan terapi intervensive
3. Pemberian makanan melalui alat

Keperawatan kritis pada anak tujuan utamanya untuk optimalisasi tumbuh kembang anak memalui
pendekatan yang komprehensif untuk menyelesaikan permasalahan yang mengancam kehidupan.

C. Jenis Kasus
1. Kejang Demam
a) Definisi
Kejang demam, adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,40°c tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas I
bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz,
2005). Di Asia sekitar 70%-90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam
sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam akibat
proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat
terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
b) Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak dipicu oleh
tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas
38,8 C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu
tubuh (Dona Wong L, 2008).
c) Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak
yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan
muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetanggan ya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang
seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38°C,
anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40° C atau lebih
anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief
et al., 2007).
d) Gejala
Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi
- Demam yang biasanya di atas (38,9 C)
- Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
- Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
- Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
- Penurunan kesadaran
- Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
- Muntah
- Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat
(Lyons, 2012)
2. Asfixia
a) Definisi
Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan asidosis jika prosese ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengaibatkan kerusakan otak atau kematian, mempengaruhi fungsi vital
lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (Pa02 menurun) dan hiperkarbia
(peningkatan PaCO2) (FKUI, 2007).
Asfiksia neonatum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapt bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir (Hidayat, 2005).
b) Etiologi
1. Factor ibu
I. Pre eklamia dan eklamsia, DM, anemia, HT
II. Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
III. Partus lama dan macet
IV. Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
V. Kehamilan lewat waktu
2. Factor tali pusat
I. Lilitan tali pusat
II. Tali pusat pendek
III. Simpul tali pusat
IV. Prolapus tali pusat
3. Factor bayi
I. Bayi premature ( < 37 minggu)
II. Presentasi janin abnormal
III. Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep)
4. Factor yang mendadakan
a. Bayi
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik yang diberikan pada ibu,
perdarahan itral karnial, dan kelainan bawaan.
b. Ibu
1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi eklamsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusi

D. Patofisiologi

Bila janin kekurangan 02 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan 02 terus berlangsung maka nervus
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu
primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar 02 dalam darah (Pa02) terus menurun.

Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak
dimulai segera.

- Gejala
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat

- Penatalaksanaan Resusitasi

a. Apneu pprimer : nafas cepat, tonus otot berkurang, sianosis

b. Apneu sekunder : nafas megap-mega dan dalam, denyut jantung menurun, lemas, tidak berespon
terhadap rangsangan

c. Tindakan ABC

1) Assesment/Airway observasi warna, suara, aktivitas bayi, HR, RR, Capilary refill

2) Breathing : melakukan rangsangan taksil untuk mulai pernafasan

3) Circulation : bila HR < 60 x ermenit atau 80 x permenit, jika tidak ada perbaiakan dilakukan
kompresi.

3. Diare dengan dehidrasi berat

a) Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya
(normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang
meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.

E. Etiologi

1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing),
Kandida (Candida Albicans),

2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).

3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.

4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.

5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

6. Obat-obatan : antibiotic.

7. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi usus

F. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1) Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus.
Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2) Gangguan sekresi
Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare
kerena peningkatan isi lumen usus.
3) Gangguan motilitas
Gangguan motilitas usus hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
4) Mikroorganisme
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

a. Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam. tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na
dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan
50% pada anak- anak.
d. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah
hebat. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
G. Gejala dan Tanda
Gejala anak yang menderita diare, yaitu:
1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah
2. Suhu tubuh meninggi/demam
3. Feces encer, berlendir atau berdarah
4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
5. Anus lecet
6. Muntah sebelum dan sesudah diare
7. Anoreksia
8. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
9. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit berkurang, mata
dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
10. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11. Keram abdominal
12. Mual dan muntah
13. Lemah
14. Pucat
15. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

H. Penatalaksanaan Medis
1) Pemberian cairan.
a. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan
yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri
(mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal
tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk
mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya. Jadwal pemberian cairan
a. Belum ada dehidrasi Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar Parenteral dibagi
rata dalam 24 jam
b. Dehidrasi ringan 1 jam pertama: 25-50 ml/KGBB peroral atau intragastrik

Dehidrasi ringan I jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik Selanjutnya:
125 ml/kgBB/hari ) Dehidrasi sedang 1 jam pertama: 50-100ml/KGBB peroral atau
intragastrik Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari Dehidrasi berat : jadwal pemberian cairan
didasarkan pada umur dan BB anak.

2) Diatetik pemberian makanan dan minuman

khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal
yang perlu diperhatikan : > Memberikan asi. Memberikan bahan makanan yang
mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. - Makanan
setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu. >
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu rendah
laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.

3) Obat-obatan.

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll). Obat anti sekresi,Obat anti spasmolitik,
Obat pengeras tinja,Obat antibiotik, Pencegahan diare bisa dilakukan dengan
mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat :

1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.


2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di
lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat.
Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal,
seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar, Misalnya, jarak
antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air
sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga
bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak,
mandi, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai