Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian bayi di Indonesia berkisar 7,7 juta setiap tahun lebih dari

10% terjadi pada waktu perinatal atau usia di bawah satu bulan. Tiga

perempat dari kematian ini terjadi pada minggu pertama kehidupan. Penyebab

kematian adalah asfiksia, trauma kelahiran, BBLR, infeksi, prematuritas,

kelainan bawaan, dan sebab-sebab lain. Jika tidak meninggal, keadaan ini

akan meninggalkan masalah bayi dengan cacat (Prawirohardjo, 2012:102).

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kematian perinatal dan

neonatal yaitu, Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan

berat badan lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan.

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial baik itu

dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin maupun faktor yang lain

(Nugroho, 2015).

BBLR hingga saat ini masih merupakan masalah di seluruh dunia

karena prevalensinya diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia

dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara

berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90%

kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35

kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500

gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,

1
2

morbiditasdan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak

jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan (Proverawati dan

Ismawati, 2014).

Kejadian bayi berat lahir rendah di Indonesia tahun 2014 yaitu 14%

atau 710.000 dari 5 juta bayi lahir per tahun. Sedangkan menurut Survei

Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2015 terdapat 7,5% atau 355.000

bayi lahir dengan berat badan lahir rendah. Angka ini lebih besar dari target

BBLR yang ditetapkan pada sasaran perbaikan program gizi menuju

Indonesia sehat yakni 7% (Depkes RI, 2015).

Persentase BBLR di Jawa Tengah pada tahun 2015 sebesar 5,1 persen,

lebih tinggi dibandingkan persentase BBLR tahun 2014 yaitu 3,9 persen.

Persentase BBLR cenderung meningkat sejak tahun 2011 sampai tahun 2014

meskipun tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2015 terjadi peningkatan yang

cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah, 2015).

Angka kematian BBLR di RSUD dr. Moewardi, jumlah kematian

neonatal periode 2011 sudah mencapai 36 bayi dari 768 kelahiran dan

meningkat menjadi 79 kematian bayi dari 689 ibu melahirkan pada tahun

2012 (Wati, 2013). Menurut Wulandari (2017) persentasekasusBBLR di

RSUD dr. Moewardi pada Januari 2017 sebesar 30% dari 76 kasus dan

Februari 2017 sebesar 35% dari 80 kasus.

BBLR dapat menyebabkan masalah yang lebih buruk atau komplikasi

yaitu hipotermia, hipoglikemia, dan perdarahan intracranial. Hipotermia dapat


3

terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan

untuk menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-

otot yang belum cukup memadai, lemak subcutan yang sedikit, belum

matangnya system saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relative

lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

Hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50%. Glukosa merupakan sumber

utama energi selama masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin

tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusya hubungan plasenta dan

janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Sedangkan perdarahan

intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, trombositopenia idiopatik.

Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah

yang sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan

(Pantiawati, 2010).

Prognosis BBLR akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah.

Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai

kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan

intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai

kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah, dan

gangguan lainnya (Mochtar, 2012).

Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), masalah keperawatan yang

muncul pada BBLR adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh yaitu asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Kualitas bayi lahir sangat tergantung pada asupan gizi ibu hamil tersebut.
4

Gizi yang kurang akan mempengaruhi perkembangan bayi. Gangguan gizi

akan mengakibatkan efek yang serius, seperti kegagalan pertumbuahan fisik,

menurunnya IQ, menurunnya produktifitas, menurunnya daya tahan terhadap

infeksi dan penyakit, serta meningkatkan resiko terjangkit penyakit, dan

kematian.

Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bayi perlu diberikan Air SusuIbu

(ASI) secara ekslusif. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi yang sangat

sempurna, bersih, serta mengandung zat kekebalan yang sangat dibutuhkan

bayi (Prasetyono, 2009). Untuk BBLR, kesulitannya dihubungkan dengan

melemahnya reflek menghisap dan reflek menelan maka dari itu, BBLR

mengalami kesulitan untuk menyusu selama beberapa hari bahkan sampai

beberapa minggu. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan metode

alternative untuk pemberian ASI serta nutrisi yang adekuat.Beberapa metode

alternatif yang dikenal meliputi: pemberian makan dengan botol/dot (bottle

feeding), Sendok (spoon feeding), bolus feeding, oral gastric tube (Riordan

&Wambach, 2010).

Keuntungan dari pemberian makan dengan botol/dot ini sendiri adalah

selain aman digunakan, mudah dicari dan sering digunakan dirumah sakit ini

juga membantu melatih bayi untuk merangsang reflek menghisap dan reflek

menelan bayi dan dapat melakukan pengaturan kebutuhan minum yang sesuai

dengan perkembangan neurologis bagi bayi berat lahir rendah, sehingga tidak

menyebabkan keterpaksaan saat minum.


5

Berdasarkan data-data di atas penulis tertarik untuk membuat Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian makan dengan botol dalam Pemenuhan

Nutrisi pada Asuhan Keperawatan Neonatus Dengan BBLR.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pemberian makan

dengan botol dalam pemenuhan nutrisi pada asuhan keperawatan neonatus

dengan BBLR?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menganalisis pemberian makan dengan botol untuk meningkatkan nutrisi

pada asuhan keperawatan BBLR

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengkajian nutrisi pada asuhan keperawatan BBLR.

b. Menganalisis diagnosis keperawatan nutrisi pada asuhan keperawatan

BBLR.

c. Menganalisis rencana keperawatan terapi nutrisi pada asuhan

keperawatan BBLR.

d. Menganalisis implementasi terapi nutrisi untuk meningkatkan nutrisi

pada asuhan keperawatan BBLR.

e. Menganalisis evaluasi kebutuhan nutrisi pada asuhan keperawatan

BBLR.
6

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Teoritis

Hasil karya tulis ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pengembangan

ilmu keperawatan lebih lanjut dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pada BBLR dan khususnya di bidang keperawatan anak.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan

dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari

institusi pendidikan dengan situasi yang ada di lahan praktek.

b. Bagi Institusi Akademi

Hasil karya tulis ini dapat digunakan sebagai tambahan bacaan

perpustakaan untuk menambah pengetahuan bagi pembaca dan

mahasiswa tentang asuhan keperawatan khususnya dibidang

keperawatan anak.

c. Bagi Lahan Praktek

Sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan,

serta dapat meningkatkan mutu-mutu atau kualitas pelayanan

kesehatan terutama tentang kasus keperawatan anak (BBLR).

d. Bagi Pasien
7

Bermanfaat untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang

tepat sasaran dengan hasil optimal sesuai standar operasional

yang tepat pada pemenuhan nutrisi BBLR

Anda mungkin juga menyukai