Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada
bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine
growth restriction/IUGR) (IDAI, 2010).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature beby dengan
low birth very weight baby (Bayi Dengan Berat Lahir Sangat Rendah). Hal ini
dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 1500 gram pada
waktu lahir bayi prematur. Untuk menentukan apakah bayi baru lahir itu
prematur kita dapat melihat dari sesuai masa kehamilan (SMK), dan (BMK)
besar masa kehamilan (Sarwono, 2006).
Kejadian BBLSR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya
pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan
banyak faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga
pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian
BBLSR juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana
kejadian BBLSR dapat saja tejadi pada mereka dengan status perekonomian
yang cukup. Hal ini dapat berkaitan dengan jarak kelahiran, kadar hemoglobin
dan pemanfaatan pelayanan antenatal. BBLSR termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan diabilitas neonatus, bayi dan anak serta
memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan.
BBLSR adalah bayi baru lahir dengan berat badan Lahir kurang dari 1500
gram (Jitowiyono & Weni, 2010).
WHO menyebutkan pada tahun 2013, hampir semua (98%) dari 5 juta
kematian neonatal di Negara berkembang atau berpenghasilan rendah
diantaranya dua per tiga kematian dikarenakan BBLSR. Ada variasi signifikan
pada prevalensi BBLSR,yaitu tertinggi di Asia Tengah (27,1%) dan terendah di
Eropa (6,4%) (WHO, 2013). Asia Tenggara memiliki insidensi BBLSR paling
tinggi yaitu 27% dari seluruh kelahiran bayi BBLSR di dunia. Tahun 2010,
angka kejadian BBLSR di Indonesia sebesar 11,1% masih diatas angka rata-
rata Thailand (6,6%) dan Vietnam (5,3%) (WHO, 2011).

1
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, menunjukkan bahwa kejadian
BBLSR di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 10,2% dan sebagian besar
bayi BBLSR yang meninggal pada masa neonates adalah bayi dengan berat
lahir <1.500 gram (Depkes RI, 2013). Salah satu provinsi yang juga
mempunyai prevalensi kejadian BBLSR yang cukup signifikan yaitu provinsi
Jambi. Dimana pada tahun 2015 tercatat ada sekitar 3,43 % bayi lahir dengan
BBLSR. Kabupaten Bungo menempati posisi ke 6 dari 11 kabupaten yang ada
di provinsi Jambi dengan angka Prevalensi BBLSR 1,71 % (Dinkes Provinsi
Jambi, 2016). Sedangkan berdasarkan data dari RSUD H. Hanafie Ma. Bungo
tahun 2019 tercatat sebanyak ...... bayi dengan berat badan sangat rendah.
Bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah memiliki fungsi sistem
organ yang belum teratur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk
beradaptasi dengan lingkungan. Permasalahan yang dialami bayi dengan berat
lahir sangat rendah meliputi asfiksia atau gagal bernafas secara sepontan dan
teratur sesaat atau beberapa menit setelah lahir, hipotermia atau gangguan
termoregulasi, gangguan nutrisi dan resiko infeksi. Masalah pada bayi dengan
berat lahir sangat rendah juga meliputi permasalahan pada sistem pernafasan,
susunan syaraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal dan
termoregulasi (Maryunani, 2009).
Penatalaksanaan untuk bayi BBLSR biasanya mencakup bantuan
pernapasan, mengupayakan suhu lingkungan yang netral, pencegahan infeksi,
pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, penghematan energi bayi agar
energi yang dimiliki bayi dapat digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi, perawatan kulit untuk melindungi dan mencegah
terjadinya kerusakan integritas kulit karena kondisi kulit bayi yang belum
matang, pemberian obat-obatan serta perlu adanya pemantauan data fisiologis
(Rahayu, 2010).
Penanganan yang tepat dan terencana merupakan kunci keberhasilan
penanganan bayi dengan berat lahir sangat rendah di rumah sakit. Konsep
pelayanan perinatologi yang berkualitas tinggi memerlukan organisasi yang
komprehensif dan melibatkan seluruh profesional di bidang kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan. Asuhan keperawatan yang berkualitas pada
bayi dengan berat lahir sangat rendah sangat menentukan tingkat mortalitas
dan morbiditas bayi pada periode kehidupan pertamanya serta pertumbuhan
dan perkembangan untuk periode kehidupan selanjutnya. Asuhan
keperawatan pada bayi dengan berat lahir sangat rendah yang berkualitas
dapat terus ditingkatkan dengan melakukan evaluasi yang berkesinambungan

2
dari asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi dengan berat lahir sangat
rendah.
BBLSR yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya
masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi gangguan pada pernafasan
(aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum), gangguan pada sistem pencernaan
(lambung kecil), gangguan sistem perkemihan (ginjal belum sempurna),
gangguan sistem persyarafan (respon rangsangan lambat). Selain itu bayi
berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik serta tumbuh
kembang. BBLSR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita,
juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh
pada penurunan kecerdasan. Bayi yang lahir dengan berat lahir sangat rendah
(BBLSR) memerlukan perawatan yang tepat agar tidak terjadi hal-hal yang
membahayakan bayi seperti yang telah disebutkan diatas (Aziz, 2008).
Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas pada bayi dengan berat lahir rendah. Perawat
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan yang optimal mengenai asuhan
keperawatan pada bayi dengan berat lahir rendah. Peran perawat antara lain
membantu memenuhi kebutuhan oksigenasi sehingga bayi dapat menjalani
transisi yang aman ke kehidupan intra uterin serta dapat memenuhi sejumlah
tugas perkembangannya meliputi proses beradaptasi dan berinteraksi serta
memberikan respon terhadap rangsangan dengan lingkungan disekitarnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka Kelompok tertarik untuk
membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada Bayi HY dengan BBLSR di
ruang Perinatologi RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Setelah mempelajari dan membahas kasus tentang BBLSR di
harapkan mahasiswa mendapatkan gambaran umum asuhan keperawatan
pada kasus BBLSR.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajiaan pada Bayi HY dengan
BBLSR di RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019.
b. Mahasiswa mampu menegakan diagnosa keperawatan dan
mahasiswa mampu melakukan perencanaan keperawatan pada Bayi
Ny. HY dengan BBLSR di RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019.

3
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada
Bayi Ny. HY dengan BBLSR di RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019
d. Mahasiwa mampu melakukan implementasi dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan pada Bayi HY dengan BBLSR di
RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019
e. Mahasiwa mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada Bayi Ny. HY dengan BBLSR di RSUD H.
Hanafie Bungo tahun 2019
f. Mahasiswa mampu membuat pendokumentasian keperawatan
terhadap proses keperawatan yang telah dilakukan pada bayi HY
dengan BBLSR di RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019
C. Manfaat Penulisan
a. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai tolak ukur mahasiswa dalam mempelajari, memahami
dan mengaplikasikan praktik asuhan keperawatan anak pada bayi HY
dengan BBLSR di RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019
b. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memahami tentang konsep penyakit Kejang
Demam dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan anak pada
bayi HY dengan BBLSR di RSUD H. Hanafie Bungo tahun 2019
c. Bagi RSUD H.Hanafie
Sebagai salah satu tambahan informasi dan pedoman dalam
melakukan asuhan anak khususnya pada kasus BBLSR.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir dengan berat
badan dibawah kurang dari 1500 gram (Indrasanto, 2008).
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction/IUGR) (IDAI, 2010).
Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir dengan
memiliki berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram (Alimul, 2005).
Dari ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir sangat
rendah (BBSLR) adalah bayi baru lahir yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir
memiliki berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram tanpa memandang usia
gestasi.

B. ETIOLOGI
Pada umumnya BBLSR disebabkan persalinan kurang bulan (umur
kehamilan antara 28-36 minggu) atau bayi lahir kecil masa kehamilan (KMK) karena
adanya hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat/intra
uterine growth retardation) atau kombinasi keduanya. Kematangan fungsi organ
tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil. Semakin muda umur
kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin
kurang baik (Gomella TL, 2009).
Penyebab lahirnya bayi kurang bulan antara lain berat ibu yang rendah, usia
ibu remaja, kehamilan ganda, riwayat kelahiran prematur, perdarahan antepartum,
penyakit sistemik akut. Penyebab kelahiran bayi kecil masa kehamilan antara lain ibu
kurang gizi, hipertensi, toksemia, anemia, kehamilan ganda, penyakit kronik, dan
merokok. Retardasi pertumbuhan intrauterin dan efek mereka terhadap janin
bervariasi tergantung dari cara dan lama terpapar serta tahap pertumbuhan janin
saat gangguan tersebut terjadi (Kiess N, 2009).

5
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Sebelum bayi baru lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus,
dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat dan tidak sesuia menurut
yang seharusnya.
d. Sering dijumpai kehamilan dengan olgradramnion gravidarum atau
pendarahan anterpartum.
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin
b. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
c. Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan
intrauterine
d. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya
(Nanda, 2013)

D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya BBLR/ BBLSR dapat di pengaruhi faktor ibu, faktor janin, faktor
plasenta, dan faktor lingkungan. Sehingga dapat menyebabkan sindrom aspirasi
mekonium yaitu bayi bisa mengalami asfiksi intra uterin, janin gasping dalam uterus,
cairan amnion bercampur dengan mekonium masuk dan lengket di paru janin. Maka
janin dapat beresiko gangguan pertukaran gas dan resiko tidak efektifnya jalan
nafas. Dapat terjadi juga imaturitas hepar gangguan transportasi albumin dan
defesiensi albumin gangguan pengambilan bilirubin.
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini
dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar
lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan. Bila
terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan
akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan
fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primary apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan
usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada

6
penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan klinis, akan
terjadi pula gangguan metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa
pada tubuh bayi.
Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi
fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem
tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Medicine and linux.com).

7
E. PATHWAY

Sumber: Nanda NIC NOC, 2015

8
F. KLASIFIKASI
a. Menurut masa gestasinya:
1. Prematuritas Murni
Prematuritas Murni adalah bayi yang lahir dengan kehamilan kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan masa
kehamilan atau biasa disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa
Kehamilannya (NKB-SMK) dengan gambaran klinis (karakteristik) yang
dijumpai :
a) Berat lahir ≤ 2.500 gram, panjang badan ≤ 45cm, lingkaran dada < 30
cm, lingkaran kepala < 33 cm
b) Kepala relatif besar dari badannya
c) Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin
d) Lanugonya banyak terutama pada dahi, pelipis telinga dan lengan
e) Lemak subkutan kurang sehingga suhu tubuh mudah menjadi hipotermi
f) Ubun-ubun dan sutura lebar
g) Genitalia belum sempurna, labio mayora belum menutupi labio minora
(pada perempuan), dan pada laki-laki testis belum turun
h) Pembuluh darah kulit banyak terlihat sehingga peristaltic usus dapat
terlihat
i) Rambut tipis, halus dan teranyam
j) Tulang rawan dan daun telinga immature (elastisitas daun telinga masih
kurang sempurna)
k) Puting susu belum terbentuk dengan baik
l) Pergerakan kurang dan lemah
m) Banyak tidur, tangis lemah dan jarang, pernapasan tidak teratur dan
sering timbul apneu
n) Otot-otot masih hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua
paha abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan fleksi
atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi
o) Refleks tonick neck lemah
p) Refleks menghisap dan menelan serta refleks batuk belum sempurna
b. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami
gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilannya (KMK). Dismaturitas dapat terjadi dalam preterm,
aterm, dan posterm dengan gambaran klinik/ karakteristik yang dijumpai :

9
a) Pre-aterm sama dengan bayi prematuritas murni
b) Aterm dan Post aterm
c) Kulit berselubung verniks caeseosa tipis/tidak ada
d) Kulit pucat/bernodamekonium, kering, keriput, tipis
e) Jaringan lemak di bawah kulit tipis
f) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
g) Tali pusat berwarna kuning kehijauan
b. Menurut penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan
dalam:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), beratlahir 1500-2499 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.
c. Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan:
1. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah
persentil ke-10 kurva pertumbuhan janin.
2. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara
persentil ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.
3. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas
persentil ke-90 pada kurvapertumbuhan janin.
(Varney Hellen, 2002)

G. KOMPLIKASI
1. Hipotermi
Tanda terjadinya hipotermi pada BBLSR adalah :
a. Suhu tubuh bayi kurang dari 36,50C
b. Kurang aktif dan tangis lemah
c. Malas minum
d. Bayi teraba dingin
e. Frekuensi jantung < 100 x/menit
f. Nafas pelan dan dalam

2. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan :
a. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl
b. Kejang, tremor, letargi/kurang aktif
c. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3
d. Riwayat ibu dengan diabetes

10
e. Keringat dingin
f. Hipotermia, sianosis, apneu intermitten
3. Ikterus/hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar pada bayi
prematur, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern ikterus yang akan
menimbulkan gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin di tandai dengan :
a. Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstermitas berwama
kuning
b. Konjungtiva berwama kuning pucat
c. Kejang
d. Kemampuan menghisap menurun
e. Letargi
f. Kadar bilirubin pada bayi premature lebih dari l0 mg/dl
4. Masalah pemberian minum. Hal ini ditandai dengan :
a. Kenaikan berat badan bayi < 20 g/hr selama 3 hari
b. Ibu tidak dapat/tidak berhasil menyusui
5. Infeksi/sepsis
Infeksi pada BBLSR dapat terjadi bila ada riwayat ibu demam sebelum dan
selama persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan, terjadinya
asfiksia saat lahir, dll. Tanda terjadinya infeksi pada BBSLR antara lain :
a. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat lekositosis atau lekositopenia dan
trombositopenia
b. Bayi malas minum
c. Suhu tubuh bayi hipertermi ataupun hipotermi
d. Terdapat gangguan nafas
e. Letargi
f. Kulit ikterus, sklerema
g. Kejang
6. Gangguan permafasan :
a. Deflsiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat nafas/RDS
b. Resiko aspirasi akibat belum terkoordiansinya reflek batuk,reflek menghisap
dan reflek menelan
c. Thoraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
d. Pemafasan tidak teratur

11
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin dan letak plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio
lesitin sfingomielin, surfaktan

I. PENATALAKSANAAN
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas ditujukan pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/BBLSR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat
dilakukan Kangaroo Mother Care (KMC) dengan ibunya.
2. Makanan bayi prematur/BBLSR
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5gr/kgBB
dan kalori 110 kal/kgBB badan, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan
mengisap cairan lambung. Reflek mengisap masih lemah, sehingga pemberian
minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling
dahulu diberikan. Bila faktor mengisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde
menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 50 sampai 60
cc/kgBB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLSR).

12
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus
dan terisolasi dengan baik.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.

J. FOKUS PENGKAJIAN
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan
akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.
Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya
BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran
lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia
benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila
suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh > 37 C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-
140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
5. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
6. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

13
8. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada
garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau
tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam
setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda
infeksi pada tali pusat.
13. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
14. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek
moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau
adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996
: 109-356).
17. Tanda Fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak
menangis bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi penyebabnya adalah: pusat
pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada

14
jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan
kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa menurut NANDA 2013 adalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar
sekunder terhadap defisiensi surfaktan
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake
yang kurang adekuat
5. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan di dalam tubuh
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh

15
L. INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
(NANDA) (NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC :
1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara 2. Respiratory status : Airway patency. 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak 3. Vital sign Status atau
adekuat Kriteria Hasil : jaw thrust bila
Mendemonstrasikan batuk efektif perlu
Batasan karakteristik : dan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
• Penurunan tekanan inspirasi/ suara nafas yang bersih, tidak ventilasi
ekspirasi. ada sianosis dan dyspneu (mampu 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
• Penurunan pertukaran udara per mengeluarkan sputum, mampu alat jalan nafas buatan
menit bernafas dengan mudah, tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu
• Menggunakan otot pursed lips). 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pernafasan tambahan Menunjukkan jalan nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Nasal flaring paten (klien tidak merasa tercekik, 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
• Dyspnea irama nafas, frekuensi pernafasan suara tambahan
• Orthopnea dalam rentang normal, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
• Perubahan penyimpangan dada suara nafas abnormal). 9. Berikan bronkodilator bila perlu
• Nafas pendek Tanda Tanda vital dalam rentang 10. Berikan pelembab udara Kassa basah
• Pernafasan pursed-lip normal NaCl
• Tahap ekspirasi berlangsung (tekanan darah, nadi, pernafasan). Lembab
sangat lama 11. Atur intake untuk cairan
• Peningkatan diameter anterior- mengoptimalkan keseimbangan.
posterior 12. Monitor respirasi dan status O2
• Pernapasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60 Oxygen Therapy
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 13. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Usia 5-14 : < 14 14. Pertahankan jalan nafas yang paten
atau > 25 15. Atur peralatan oksigenasi
Usia > 14 : < 11 16. Monitor aliran oksigen
atau > 24 17. Pertahankan posisi pasien

16
• Kedalaman pernafasan 18. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
• Dewasa volume tidalnya
19. Monitor adanya kecemasan pasien
500 ml saat istirahat terhadap
oksigenasi
• Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
• Timing rasio
• Penurunan kapasitas vital Vital sign Monitoring
20. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Faktor yang berhubungan : 21. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
• Hiperventilasi 22. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
• Deformitas tulang atau berdiri
• Kelainan bentuk dinding dada 23. Auskultasi TD pada kedua lengan
• Penurunan energi/kelelahan dan bandingkan
• Perusakan/pelemahan muskulo- 24. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
skeletal dan setelah aktivitas
• Obesitas 25. Monitor kualitas dari nadi
• Posisi tubuh 26. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
• Kelelahan otot pernafasan 27. Monitor suara paru
• Hipoventilasi sindrom 28. Monitor pola pernapasan abnormal
• Nyeri 29. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
• Kecemasan 30. Monitor sianosis perifer
• Disfungsi Neuromuskuler 31. Monitor adanya cushing triad (tekanan
• Kerusakan persepsi/kognitif nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
• Perlukaan pada jaringan sistolik)
syaraf tulang belakang 32. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
• Imaturitas Neurologis
2. Ketidakefektifan Bersihan NOC : NIC :
jalan nafas. 1. Respiratory status : Ventilation Airway Suction
2. Respiratory status : Airway patency 1. Auskultasi suara nafas sebelum dan
Definisi : Ketidakmampuan untuk 3. Aspiration Control sesudah
membersihkan sekresi atau Kriteria Hasil : suctionin
obstruksi dari saluran pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif g.
untuk mempertahankan kebersihan dan suara nafas yang bersih, tidak 2. Informasikan pada klien dan keluarga
jalan nafas. ada sianosis dan dyspneu tentang suctioning

17
(mampu mengeluarkan sputum, 3. Minta klien nafas dalam sebelum
Batasan Karakteristik : mampu bernafas dengan mudah, tidak suction dilakukan.
- Dispneu, Penurunan suara nafas ada pursed lips) 4. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
- Orthopneu Menunjukkan jalan nafas yang untuk
- Cyanosis paten (klien tidak merasa tercekik, memfasilitasi suksion nasotrakeal
- Kelainan suara nafas (rales, irama nafas, frekuensi pernafasan 5. Gunakan alat yang steril sitiap
wheezing) dalam rentang normal, tidak ada melakukan tindakan
- Kesulitan berbicara suara nafas abnormal) 6. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
- Batuk, tidak efekotif atau tidak Mampu mengidentifikasikan dalam setelah kateter dikeluarkan dari
ada dan mencegah factor yang dapat nasotrakeal
- Mata melebar menghambat jalan nafas 7. Monitor status oksigen pasien
- Produksi sputum 8. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
- Gelisah suksion
- Perubahan frekuensi dan irama 9. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
nafas pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Faktor-faktor yang berhubungan: Airway Management
• Lingkungan : merokok, 10. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
menghirup asap rokok, perokok atau
pasif-POK, infeksi jaw thrust bila perlu
• Fisiologis : disfungsi 11. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
neuromuskular, hiperplasia ventilasi
dinding bronkus, alergi jalan 12. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
nafas, asma. alat jalan nafas buatan
• Obstruksi jalan nafas : 13. Pasang mayo bila perlu
spasme jalan nafas, sekresi 14. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
tertahan, banyaknya mukus, 15. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
adanya jalan nafas buatan, sekresi 16. Auskultasi suara nafas, catat adanya
bronkus, adanya eksudat di suara tambahan
alveolus, adanya benda asing di 17. Lakukan suction pada mayo
jalan nafas. 18. Kolaborasikan pemberian bronkodilator
bila perlu
19. Berikan pelembab udara kassa basah
NaCl
Lembab

18
20. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
21. Monitor respirasi dan status oksigen.
3. Risiko ketidak seimbangan NOC : NIC :
temperatur tubuh 1. Hydration Temperature Regulation (pengaturan suhu)
2. Adherence Behavior 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Definisi : Risiko kegagalan 3. Immune Status 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
mempertahankan suhu tubuh 4. Infection status 3. Monitor TD, nadi, dan RR
dalam batas normal. 5. Risk control 4. Monitor warna dan suhu kulit
Faktor factor 6. Risk detection 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
resiko: 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
• Perubahan kehangatan tubuh
metabolisme dasar 8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
• Penyakit atau trauma keletihan akibat panas
yang mempengaruhi 9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
pengaturan suhu suhu dan kemungkinan efek negatif dari
• Pengobatan pengobatan kedinginan
yang menyebabkan 10. Beritahukan tentang indikasi
vasokonstriksi dan vasodilatasi terjadinya keletihan dan penanganan
• Pakaian yang tidak sesuai emergency yang diperlukan
dengan suhu lingkungan 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
• Ketidakaktifan atau penanganan yang diperlukan
aktivitas berat 12. Berikan anti piretik jika perlu.

Dehi
drasi
• Pemberian obat
penenang
• Paparan dingin atau
hangat/lingkungan yang
panas
4. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari 1. Nutritional Status Nutrition Management

19
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status : food and Fluid 1. Kaji adanya alergi makanan
Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup 3. Nutritional Status : nutrient Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
untuk keperluan metabolisme 4. Weight control dibutuhkan
tubuh. Kriteria Hasil : pasien.
Batasan karakteristik : Adanya peningkatan berat badan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
- Berat badan 20 % atau lebih di sesuai Fe
bawah ideal dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Dilaporkan adanya intake Berat badan ideal sesuai dengan protein dan vitamin C
makanan yang kurang dari RDA tinggi badan 5. Berikan substansi gula
(Recomended Daily Allowance) Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
- Membran mukosa dan kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
konjungtiva pucat Tidak ada tanda tanda malnutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih (
- Kelemahan otot yang Menunjukkan peningkatan sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
digunakan untuk fungsi pengecapan dari menelan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
menelan/mengunyah Tidak terjadi penurunan berat catatan makanan harian.
- Luka, inflamasi pada rongga badan yang berarti 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
mulut 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Mudah merasa kenyang, 11. Kaji kemampuan pasien untuk
sesaat setelah mengunyah mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan atau fakta 12. BB pasien dalam batas normal
adanya kekurangan makanan 13. Monitor adanya penurunan berat badan
- Dilaporkan adanya perubahan 14. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
sensasi rasa biasa dilakukan
- Perasaan ketidakmampuan 15. Monitor interaksi anak atau orangtua
untuk mengunyah makanan selama makan
- Miskonsepsi 16. Monitor lingkungan selama makan
- Kehilangan BB dengan makanan 17. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
cukup tidak selama jam makan
- Keengganan untuk makan 18. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Kram pada abdomen 19. Monitor turgor kulit
- Tonus otot jelek 20. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
- Nyeri abdominal dengan mudah patah
atau tanpa patologi 21. Monitor mual dan muntah

20
- Kurang berminat terhadap 22. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
makanan dan
- Pembuluh darah kapiler mulai kadar Ht
rapuh 23. Monitor makanan kesukaan
- Diare dan atau steatorrhea 24. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Kehilangan rambut yang cukup 25. Monitor pucat, kemerahan, dan
banyak kekeringan jaringan konjungtiva
(rontok) 26. Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Suara usus hiperaktif 27. Catat adanya edema, hiperemik,
- Kurangnya informasi, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. Catat jika
misinformasi lidah berwarna magenta, scarlet

Faktor-faktor yang berhubungan :


• Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis atau
ekonomi.
5. Ketidakefektifan pola minum bayi NOC : NIC :
1. Breastfeeding Estabilshment : infant Breastfeeding assistance
2. Knowledge : breastfeeding 1. Fasilitasi kontak ibu dengan bayi sawal
3. Breastfeeding Maintenance mungkin
Kriteria Hasil : (maksimal 2 jam setelah lahir )
Klien dapat menyusui dengan efektif 2. Monitor kemampuan bayi untuk menghisap
Memverbalisasikan tehnik 3. Dorong orang tua untuk meminta perawat
untk mengatasi masalah menyusui untuk menemani saat menyusui sebanyak
Bayi menandakan kepuasan 8-10 kali/hari
menyusu 4. Sediakan kenyamanan dan privasi selama
Ibu menunjukkan harga diri yang menyusui
positif dengan menyusui 5. Monitor kemampuan bayi untuk menggapai
putting
6. Dorong ibu untuk tidak membatasi bayi
menyusu
7. Monitor integritas kulit sekitar putting

21
8. Instruksikan perawatan putting untuk
mencegah lecet.
9. Diskusikan penggunaan pompa ASI kalau
bayi tidakmampu menyusu
10. Monitor peningkatan pengisian ASI
11. Jelaskan penggunaan susu formula hanya
jika diperlukan
12. Instruksikan ibu untuk makan makanan
bergizi selama menyusui
13. Dorong ibu untuk minum jika sudah
merasa haus
14. Dorong ibu untuk menghindari
penggunaan rokok danPil KB selama
menyusui
15. Anjurkan ibu untuk memakai Bra yang
nyaman, terbuat dari cootn dan menyokong
payudara
16. Dorong ibu untukmelanjutkan laktasi
setelah pulang bekerja/sekolah
6. Hipotermi NOC : NIC :
1. Thermoregulation Temperature Regulation
Definisi : temperatur suhu 2. Thermoregulation : neonate 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
dibawah rentang normal. Kriteria Hasil : 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Batasan karateristik : Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Monitor TD, nadi, dan RR
- Penurunan suhu tubuh dibawah Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal. 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
- Pucat 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Kulit dingin 7. Selimuti pasien untuk mencegah
- Kuku sianosis hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi

22
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
13. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
15. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
16. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
17. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
18. Monitor kualitas dari nadi
19. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
20. Monitor suara paru
21. Monitor pola pernapasan abnormal
22. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
23. Monitor sianosis perifer
24. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
25. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
7. Resiko infeksi NOC : NIC :
1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan resiko 2. Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
masuknya organisme patogen 3. Risk control pasien
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : lain
- Prosedur Invasif Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Pertahankan teknik isolasi
- Ketidakcukupan pengetahuan infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
untuk Menunjukkan kemampuan 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
menghindari paparan untuk mencuci
patogen mencegah timbulnya infeksi tangan saat berkunjung dan setelah

23
- Trauma Jumlah leukosit dalam batas normal berkunjung
- Kerusakan jaringan dan Menunjukkan perilaku hidup sehat meninggalkan pasien
peningkatan paparan 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
lingkungan tangan
- Ruptur membran amnion 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
- Agen farmasi (imunosupresan) sesudah tindakan kperawtan
- Malnutrisi 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Peningkatan paparan alat pelindung
lingkungan patogen 8. Pertahankan lingkungan aseptik
- Imonusupresi selama pemasangan alat
- Ketidakadekuatan imum buatan 9. Ganti letak IV perifer dan line central
- Tidak adekuat pertahanan dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb, 10. Gunakan kateter intermiten untuk
Leukopenia, penekanan respon menurunkan infeksi kandung kencing
inflamasi) 11. Tingktkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
tubuh primer (kulit tidak utuh, Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
trauma jaringan, penurunan 13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
kerja silia, cairan tubuh statis, dan
perubahan sekresi pH, lokal
perubahan peristaltik). 14. Monitor hitung granulosit, WBC
- Penyakit kronik 15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
18. Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
19. Pertahankan teknik isolasi k/p
20. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
21. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
22. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
23. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan cairan
25. Dorong istirahat

24
26. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
27. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
28. Ajarkan cara menghindari infeksi
29. Laporkan kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur positif

25
26

Anda mungkin juga menyukai