Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

KELOMPOK 5
1. Florita Kabelen
2. Hesli Devilia
3. Marlisa Prismadini
4. Sela Insoraki Fairyo
5. Sri Muji Wahyuni
6. Tirani Demetouw

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN

SEMESTER V

2018]/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , berkat rahmat dan

hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah yang

berjudul ‘Bayi Berat Lahir Rendah” (BBRL).

Kami membuat makalah ini sebagai bentuk untuk melaksanakan tugas kami sebagai

mahasiswa praktik di PKM HARAPAN. Serta materi dalam makalah ini dapat memberi

kita pengetahuan dan informasi.

Kami berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,

kami ucapkan banyak terima kasih. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan mohon maaf apabila ada terdapat kesalahan dalam penulisan. Saran dan

kritik yang membangun sangat kami butuhkan.

Jayapura, September 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB 1 ................................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................................. 4
l.l Latar Belakang ...................................................................................................................................... 4
1.2 Perumusan Masalah............................................................................................................................... 7
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................... 7
1.4 Manfaat ................................................................................................................................................. 7

BAB II ................................................................................................................................................................ 8
PEMBAHASAN ................................................................................................................................................ 8
BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) ...................................................... Error! Bookmark not defined.
A. DEFINISI ...................................................................................................................................................... 8
B. ETIOLOGI ..................................................................................................................................................... 8
C. TANDA DAN GEJALA ................................................................................................................................ 9
D. PATOFISIOLOGI ....................................................................................................................................... 10
E. PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK .............................................................. 11
F. PENATALAKSANAAN ............................................................................................................................. 12

BAB III ............................................................................................................................................................. 16


KESIMPULAN ................................................................................................. Error! Bookmark not defined.

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir dengan berat
badan < 2500 gram. BBLR merupakan salah satu indikator untuk melihat
bagaimana status kesehatan anak, sehingga sangat berperan penting untuk
memantau bagaimana status kesehatan anak sejak dilahirkan, apakah anak tersebut
status kesehatannya baik atau tidak. BBLR menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB).
AKB adalah salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat
kesehatan masyarakat. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah akan dapat
menimbulkan permasalahan bahkan dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu
bayi yang memiliki berat badan lahir rendah perlu diberikan perhatian khusus,
sehingga akan berpengaruh kepada derajat kesehatan.(1-5)
Bayi dengan berat lahir rendah merupakan salah satu akibat dari ibu hamil
yang menderita kurang energi kronis sehingga akan berdampak kepada anaknya.
Dampak yang dialami anak tidak hanya jangka pendek seperti ikterus atau gangguan
pernafasan, namun akan berdampak jangka panjang baik pada psikis maupun fisik
anak seperti ganngguan perkembangan, gangguan bicara dan komunikasi, gangguan
belajar, kelainan bawaan dan sebagainya. (1, 2, 5)
WHO melaporkan, bayi dengan berat lahir rendah berkonstribusi sebanyak
60 hingga 80% dari seluruh kematian neonatus dan memiliki risiko kematian 20 kali
lebih besar dari bayi dengan berat normal.
Berdasarkan data WHO dan UNICEF, pada tahun 2013 sekitar 22 juta bayi
dilahirkan di dunia, dimana 16% diantaranyalahir dengan berat badan lahir rendah.
Adapun persentase BBLR di negara berkembang adalah 16,5 % dua kali lebih besar
dari pada negara maju (7%). Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang
menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi (11,1%),
setelah India (27,6%) dan Afrika Selatan (13,2%). Selain itu, Indonesia turut

4
menjadi negara ke dua dengan prevalensi BBLR tertinggi diantara negara ASEAN
lainnya, setelah Filipina (21,2%).(6, 7)
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi BBLR di
Indonesia sebesar 10,2%, walaupun lebih rendah dari pada tahun 2010 yaitu sebesar
11,1% namun penurunan dan perubahannya tidak begitu signifikan. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 jumlah
kelahiran dengan BBLR di Sumbar sebanyak 1.376 kasus dari 58.529 kelahiran
hidup (2,35 %) yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu bayi
dengan BBLR 1.493 kasus dari 71.095 kelahiran hidup (2,1 %). (8, 9)
Kota Padang merupakan daerah tertinggi kasus BBLR di Sumatera Barat
tahun 2015 dibandingkan dengan 18 Kabupaten Kota lainnya. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Kota Padang, dari tahun ketahun angka kejadian BBLR di kota
Padang mengalami peningkatan. Dapat dilihat dari tahun 2013 kejadian BBLR
(0,9%), tahun 2014 (1,7%), dan tahun 2015 (2,2%). Puskesmas Lubuk Kilangan
merupakan puskesmas di Kota Padang dengan prevalensi kejadian BBLR cukup
tinggi pada tahun 2015 yaitu 4,8 %. Angka ini menunjukkan peningkatan kejadian
BBLR dari dua tahun belakang, dimana tahun 2014 (2,7%) dan tahun 2013
(1,9%).(10)
Bayi yang BBLR tidak hanya diakibatkan oleh ibu yang menderita kurang
energi kronis saja, tapi banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan bayi BBLR
dilihat dari segi ibunya atau maternal diantaranya adalah faktor umur ibu saat hamil,
paritas, pertambahan berat badan ibu, anemia, interval kehamilan dan banyak faktor
lain yang berhubungan dengan kejadian BBLR pada bayi. Interval kehamilan adalah
jarak antara kehamilan terakhir dengan kehamilan sebelumnya. Berdasarkan
rekomendasi WHO, bahwa kehamilan yang terlalu dekat adalah jarak antara
kehamilan satu dengan berikutnya kurang dari 3 tahun, sehingga interval kehamilan
yang terlalu dekat dapat melahirkan bayi yang BBLR.
Kunjungan ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Kunjungan ANC sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak
untuk memantau bagaimana status kesehatan ibu dan anak saat kehamilan,

5
hubungan ANC dengan berat badan lahir bayi dijabarkan oleh Fitrah Ernawati,
Djoko Kartono dan Dyah Santi Puspitasari (2011) menyatakan ibu yang melakukan
kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali mempunyai peluang untuk tidak
melahirkan anak BBLR sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan ibu yang melakukan
antenatal care kurang dari 4 kali. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
S. D. Singh, S. Shrestha, S. B.Marahatta dengan judul Incidence and risk factors of
low birth weight babies born in Dhulikhel Hospital mengatakan bahwa ANC dengan
BBLR memiliki hubungan yang signifikan.(3, 11)
Penelitian yang dilakukan Feibi (2015) menyatakan terdapatnya hubungan
usia ibu bersalin dengan kejadian bayi berat lahir rendah dengan nilai p value 0,001.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Misna (2013) terdapatnya
hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR dengan OR 2,825. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan Fitri (2014) adanya hubungan umur ibu hamil dengan
kejadian BBLR di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan p value 0,001 dan
OR = 1,809.(12-14).
Penelitian yang dilakukan oleh Misna (2013) terdapatnya hubungan antara
faktor ibu waktu hamil seperti usia, paritas, status gizi, pendapatan keluarga,
kunjungan ANC dan Anemia dengan Kejadian BBLR pada daearah endemis
Malaria di Kabupaten Banjar. Penelitian yang dilakukan oleh Nurlaila (2012) di
Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh
diperoleh nilai p = 0,004 (≤ 0,05) bahwa terdapatnya hubungan ibu hamil perokok
pasif dengan kejadian BBLR.(13, 15)
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa prevalensi kejadian BBLR di dunia,
Asia Tenggara, Indonesia, Sumatera Barat dan Kota Padang masih tinggi dan masih
menjadi penyumbang terbanyak kematian neonatus, sehingga perlu diberikan
perhatian khusus supaya dampak yang ditimbulkan serta faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan BBLR terutama dari faktor ibunya atau faktor maternal dapat
ditangggulangi, untuk itu peneliti tertarik meneliti bagaimana hubungan faktor
maternal dengan kejadian BBLR.

6
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan Faktor maternal (usia ibu,
jarak kehamilan, paritas, pendidikan, pekerjaan, riwayat abortus, paparan asap
rokok, Kunjungan ANC, IMT dan konsumsi tablet besi) dengan kejadian berat
badan lahir rendah di wilayah kerja puskesmas Lubuk Kilangan pada tahun 2015.

1.3. Tujuan
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Hubungan Faktor maternal dengan kejadian berat badan lahir rendah di wilayah
kerja puskesmas harapan.

1.4. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, maka dapat memberikan manfaat serta
pengetahuan yang berguna bagi mahasiswa khusunya mahasiswa akademi
kebidanan dalam memahami tentang bayi berat badan rendah (BBLR)

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Beberapa pengertian tentang bayi baru lahir rendah (BBLR), menurut


pantiawati (2010, h.1) mengatakan BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan, sedangkan menurut
Surasmi et all (2003, h.30) mengatakan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang atau sama dengan 2500 gram. Low birthweight has been defined by
the World Health Organization (WHO) as weight at birth of less than 2,500 grams
(5.5 pounds) (Unicef & WHO 2004, h.1).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi
yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilannya.

2.2. ETIOLOGI

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur (Pantiawati


2010, h.4). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan BBLR menurut pantiawati
(2010, hh.4-5) dan Surasmi et all (2003, hh.31-32) antara lain sebagai berikut :

1. Faktor Ibu
a. Penyakit
penyakit yang yang berpengaruh seperti toksemia gravidarum (Preeklamsia dan
ekslamsia), perdarahan antepartum, trauma fisik, diabetes melitus, tumor,
penyakit akut dan kronis.
b. taruma pada masa kehamilan antara lain fisik (misal jatuh) dan psikologis
(stres)

8
c. ibu dengan faktor BBLR sebelumnya.
d. usia ibu usia yang dapat beresiko terjadinya BBLR diantaranya usia kurang dari
16 tahun dan usia lebih dari 35 tahun, dan ibu dengan multigravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat.
e. keadaan sosial
keadaan sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR adalah golongan
sosial ekonomi rendah dan perkawinan yang tidak sah, keadaan gizi yang
kurang baik, mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, dan
pengawasan antenatal yang kurang.
f. sebab lain
sebab lain yang dapat berpengaruh pada BBLR adalah ibu yang perokok,
peminum alkohol dan pemakai narkotik.

2. faktor janin
a. hidramnoin.
b. kehamilan ganda
c. ketuban pecah dini
d. cacat bawaaan
e. infeksi (rubeolla, sifilis, toksoplasmosis)
f. insufisiensi plasenta
g. inkopantibilitas darah ibu dan janin.

3. Faktor plasenta
a. plasenta previa
b. solusio plasenta
c. sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik)
d. tumor (molahidatidosa)
e. luas permukaan berkurang
f. adanya plasentitis villus (bakteri, virus, dan parasit)
2.3. TANDA DAN GEJALA

9
menurut Proverawati (2010, h.2) mengatakan bahwa tanda dan gejala dari
BBLR adalah
1. Berat kurang atau sama dengan 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kutrang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala lebih besar
7. Kulit tipis, transparan, lambut lanugo banyak, lemak kurang
8. Otot hipotonik lemah
9. Pernafasan tak teratur dapat terjadi apnea
10. Kepala tidak mampu tegak, pernafasan 40 – 50x/menit
11. Nadi 100-140x/menit
12. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
13. Tumit mengkilap, telapak kaki halus
14. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labio mayora,
klitoris menonjol (Bayi perempuan) dan testis belum turun ke dalam skrotum,
pigmentasi pada skrotum kurang (bayi laki-laki)
15. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakan lemah
16. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah
17. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan
lemak masih kurang

2.4. PATOFISIOLOGI

Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral,
seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap
hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi

10
antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi
pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada
bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan.

Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang


diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm.
Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan
lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar
kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja
bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara oral. Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya
permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada
jaringan bawah kulit memberikan insulasi.

2.5. PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. PEMERIKSAAN FISIK
a. Reflek misalkan moro, menggenggam, dan menghisap.
b. Tonus Aktivitas
c. Kepala
d. Mata
e. THT (telinga dan mulut)
f. Abdomen
g. Toraks
h. Paru-paru
i. Jantung
j. Ekstermitas
k. Umbilikus
l. Genetalia
m. Anus
n. Spina

11
o. Kulit
p. Suhu

2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).
b. Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragic prenatal/perinatal ).
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan ).
d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
g. Pemeriksaan Analisa gas darah (Sitohang 2004, h.5).

3. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada BBLR menurut Pantiawati


(2010, hh.55-56) dan Proverawati at all (2010, hh.31-35) antara lain:
a. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 dengan cara injeksi IM 1 mg atau peroral 2 mg
sekali pemberian, atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir 3-10 hari dan umur 4-
6 minggu) (Pantiawati 2010, h.55).

b. Pemberian, Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi

12
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan asupan nutrisi, cara pemberian dan jadwal pemberian
yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. Asupan nutrisi misalnya air susu
ibu (ASI) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI
merupakan makanan paling utama sehingga ASI didahulukan untuk diberikan.
ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak bisa untuk
menghisap. Bila faktor menghisapnya kurang, ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok dengan perlahan atau dengan memasang sonde ke
lambung (Proverawati 2010, h.33).
Pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khususnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam
usus. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat untuk menghisap dan
sianosis ketika minum dapat melalui botol atau menete pada ibunya dengan
melalui nasogastrik tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan
dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval
tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan yang lebih rendah. Alat
pencernaan bayi belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum
matang (Proverawati 2010, h.33).

c. Mempertahankan suhu tubuh bayi


Pada bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas dan menjadi
hipotermia, karena pengaturan pusat panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh akrena
itu, bayi prematur haris dirawat di dalam inkubator, sehingga pnas badannya
mendekati dalam rahim.

BBLR dirawat dalam inkubator yang modern dilengkapi dengan alat


pengatur suhu dan kelembabannya agar bayi dapat mempertahankan suhu
tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur.

13
Pemberian oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi
yang tidak memuaskan harus berhati-hati agar tidak terjadi hiperoksia yang
dapat menyebabkan hiperoplasia retrorental dan fibroplasis paru. bila
mungkin pemberian oksigen dilakukan melalui tudung kepala dengan alat
CPAP (continues positif airway preasurre) atau dengan endotrakeal untuk
pemberian konsentrasi oksigen yang aman dan stabil.

d. Pencegahan infeksi
bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk
apapun. digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusst, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan
aseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien, mengatur
kunjungan menghindari perawatan yang terlalu lama dan pemberian antibiotik
yang tepat. bayi prematur mudah sekali terinfeksi, karena daya tahan tubuhnya
masih lemah, kemampuan leokosit masih kurang, dan pembentukan antibody
belum sempurna. oleh karena itu upaya preventif dapat dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi BBLR.

e. Penimbangan berat badan


perubahan berat badan mencerminkan kondisi nutrisi bayi dan eratnya
kaitannya dengan daya tahan tubuh oleh karena itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.

f. Pemberian oksigen
ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi BBLR
akibatnya tidak adanya alveoli dan surfaktan. konsentrasi O2 yang diberikan
sekitar 30 – 35%. konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa panjang akan
menyebabkan kerussakan pada jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan
kebutaan.

14
g. Pengawasan jalan nafas
jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakhea,
alveoli, bronkhiolus, bronkheolus respiratorius dan duktus alveolus ke
alveoli.terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan
kematian.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Masa neonatus dan beberapa minggu sesudahnya masih merupakan masa
yang rawan karena di samping kekebalan tubuh yang masih kurang juga gejala
penyakit spesifik. Pada periode-periode tersebut tidak bias di bedakan dengan
penyakit lain sehingga sulit dideteksi pada usia minggu-minggu pertama kelainan
yang timbul banyak yang berkaitan dengan masa kehamilan/proses persalinan
sehingga perlu penanganan segera dan khusus.
Bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) merupakan salah satu factor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia
tumbuh kembang selanjutnya, sehinggga membutuhkan biaya perawatan yang
tinggi.

3.2. SARAN
1. Meningkatkan pengawasan pada bayi baru lahir dengan BBLR
2. Menambah informasi dan pengetahuan tentang asuhan kebidanan bayi baru
lahir dengan BBLR
3. Meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiman , Arif, 2004, Asuhan Keperawatan pada BBLR, dilihat 23 februari2012,


<http;//budiman.wordpress.com/2004/02/15/asuhan-keperawatan-BBLR>

Hapsari, Rahma, 2009, Makalah Termoregulasi pada BBLR, dilihat 23 februari


2012,<http://superbidanhapsari.wordpress.com/2009/12/14/makalahtermor egulasi-
pada-bayi-baru-lahir>

Meadow, Roy, 2003, Lecture notes pediatrika, Erlangga : Jakarta

Pantiawati, Ika, 2010, Bayi dengan BBLR, Nuha Medika: Yogjakarta

Proverawati, Atikah, 2010, BBLR, Nuha Medika: Yogjakarta

Surasmi, Asrining, 2003, Perawatan Bayi resiko tinggi, EGC: Jakarta

UNICEF , 2004, United Nations Children’s Fund and World Health Organization, Low
Birthweight: Country,regional and global estimates, Division of Communication :
New York

17
18
19

Anda mungkin juga menyukai