Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN Desember 2021


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Creeping Eruption

Disusun Oleh :
Muhammad Lestari Putra
(105101103920)
Pembimbing :
Dr.dr. Muji Iswanty, S.H,,M.H.,Sp.KK, M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:
Nama : HARBIAH
Judul laporan kasus : CREEPING ERUPTION
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di
Bagian ilmu Kesehatan kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2021


Pembimbing,

Dr.dr. Muji Iswanty, S.H,,M.H.,Sp.KK, M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan
judul “creeping eruption” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan
pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Destiana
Setyosunu, Sp.KK, M.Kes, yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat
yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya lapran kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan laporan kasust ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara umum
dan penulis secara khususnya.

Wassalamu Alaikum WR.WB.

Makassar, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING..................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................2

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................5

BAB IV KESIMPULAN...................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Cutaneus larva migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan suatu


penyakit kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-
kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang
berasal dari anjing dan kucing. Larva cacing beredar dibawah kulit manusia, yang
ditandai dengan adanya erupsi kulit berupa garis papula kemerahan. 1 larva cacing
tersebut berasal dari cacing yang hidup di usus kucing atau anjing. Daerah yang
paling sering terlibat ialah kaki, tangan, bokong, atau abdomen.2
CLM dapat terjadi diseluruh daerah tropis dan subtropic seperti di Asia
Tenggara, Afrika, Amerika Selatan, Karibia dan bagian barat daya Amerika. Di
negara-negara berpenghasilan tinggi, CLM terjadi secara sporadic atau dalam bentuk
epidemi yang kecil. Kasus sporadic biasanya berhubungan dengan kondisi iklim yang
tidak umum seperti musim semi atau hujan yang memanjang.1,3
CLM disebabkan oleh migrasi larva cacing tambang yang menginfeksi kucing
dan anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma
ceylanicum) ke dalam kulit manusia. Selain spesies tersebut, cacing tersering yang
dapat menyebabkan CLM di Indonesia antara lain Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale. Telur cacing tersebut dikeluarkan Bersama tinja anjing dan
kucing. Pada keadaan lingkungan yang lembab dan hangat, telur akan menetas
menjadi larva rabditiform dan kemudian menjadi larva filariform yang infektif. Larva
filarifom inilah yang akan melakukan penetrasi ke kulit dan menyebabkan CLM.3
Parasite bermigrasi pada tingkat beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter per-hari membentuk liku-liku, terowongna serpiginous naik ke atas
permukaan kulit dengan Panjang beberapa cm bahkan lebih dari 10 cm. migrasi
parasite menyebabkan gatal yang hebat, yang sering menyebabkan kerusakan
epidermis dan infeksi sekunder. Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk
mempercepat kesembuhan dan meringankan gejala penyakitnya.4

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
B. ANAMNESIS
Pasien datang ke Rumah Sakit TK II Pelamonia dengan keluhan gatal
yang dialami sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan juga disertai bintil-bintil
kemerahan yang memanjang dan berkelok-kelok. Riwayat pernah berobat tapi
tidak ada perubahan. Riwayat penyakit terdahulu (tidak ditanyakan), Riwayat
alergi obat dan makanan (tidak ditanyakan), Riwayat dalam keluarga yang
mengalami keluhan yang sama (tidak di tanyakan.).
C. RIWAYAT
Riwayat penyakit terdahulu : (-)
Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
Riwayat dalam keluarga : (-)
Riwayat mengonsumsi obat : (-)
D. PEMERIKSAAN KLINIS
Keadaan Umum : Sakit (ringan, sedang, berat)
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital :-
Pemeriksaan Fisik :-
Pemeriksaan KOH :-

2
STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : Regio Ekstremitas Inferior
Effloresensi : papul linier eritematous berkelok-kelok, polisiklik,
serpiginosa, menimbul, membentuk terowongan.

Gambar 1.1 Tampak eritem yang timbul dan


berkelok-kelok, papul

3
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Scabies
2. Insects Bite
3. Herpes Zoster

F. DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan manifestasi klinis sesuai
tempat predileksi dan morfologi yaitu Creeping Eruption.

G. PENATALAKSANAAN
Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah di lakukan penyemprotan
pada daerah lesi dengan menggunakan Etylcloridaspray.

Gambar 2.1 Etylcloridaspray

4
BAB III

PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan
berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan
oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari feses anjing dan kucing.2

B. EPIDEMIOLOGI
Organisme penyebab penyakit ini paling sering ditemukan di iklim tropis
seperti Amerika Serikat bagian tenggara, Amerika Latin, Karibia, Asia
Tenggara, dan Afrika. Prevalensi penyakit ini sering tertinggi selama musim
hujan. Wisatawan yang bepergian ke daerah endemik yang terkena dampak
cenderung berusia lebih muda.5

C. ETIOLOGI
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari dari cacing tambang yang
hidup di usus anjing dan kucing., yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma canium. Diasia timur, umunya disebabkan oleh gnatostoma babi
dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Achinococcus, Stongyloides
sterconalis, dermatobia maxiales, dan Lucilia Caesar. Selain itu, dapat pula
disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus dan
cattle fly.2

D. PATOFISISOLOGI
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang yang
hidup di usus anjing dan kucing. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga
siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum (telur cacing) terdapat
pada kotoran binatang dan karena kelembaban (misalnya ditanah berpasir

5
yang basah dan lembab) berubah menjadi larva yang mampu mengadakan
penetrasi kekulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan
sepanjang taut dermo-epidermal dan setelah beberapa jam atau hari akan
timbul gejala di kulit.2
Kontak dengan pasir atau tanah yang terkontaminasi dengan kotoran
hewan diperlukan untuk terjadi infeksi. Infeksi dapat dicegah dengan
menghindari kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi oleh feses. Larva
menembus kulit manusia dan bermigrasi sampai beberapa sentimeter per hari,
biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Ini menginduksi
reaksi inflamasi eosinofilik lokal. Kebanyakan larva tidak dapat mengalami
perkembangan lebih lanjut atau menyerang jaringan yang lebih dalam, dan
mati setelah hari ke bulan.6

E. DIAGNOSIS
Diagnosis creeping eruption  ditegakkan berdasarkan atas gambaran
klinis, riwayat pajanan epidemiologi dan ditemukan lesi yang khas. Bentuk
khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-
kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Biopsi spesimen
diambil pada ujung jalur yang mungkin mengandung larva tetapi biopsi
kurang mempunyai arti karena larva sulit ditemukan. Bila infeksi ekstensif
bisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler
/infiltrate paru yang berpindah-pindah2, peningkatan kadar IgE. Hanya sedikit
pasien yang menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE.7,8

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei. Lesi primer yang terbentuk
akibat infeksi scabies pada umumnya berupa terowongan yang berisi

6
tungau, telur, dan hasil metabolisme. Terowongan berwarna putih abu-
abu, tipis dan kecil seperti benang dengan struktur linear atau berkelok-
kelok kurang lebih 1-10 mm yang merupakan hasil dari pergerakan tungau
didalam stratum korneum. Diujung terowongan dapat ditemukan vesikel
atau papul kecil. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustule, dan
terkadang bula. Selain itu dapat pula terbentuk lesi tersier berupa
eksokoriasi, eksematisasi, dan pyoderma.9

Gambar 3.1 Scabies


Sumber : https://www.medicinenet.com/image-
collection/scabies_3_picture/picture.htm

2. Insects Bite
Insect bite merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh gigitan
dari hewan. kelainan kulit disebabkan oleh masuknya zat farmakologis
aktif dan sensitasi antigen dari hewan tersebut. Dalam beberapa menit akan
muncul papul persisten yang seringkali disertai central hemmoragic
punctum. reaksi bulosa sering terjadi pada kaki anak-anak. Pada permulaan
timbulnya creeping eruption akan ditemukan papul yang menyerupai insect
bite.9 

7
Gambar 3.2 Insects Bite
Sumber : https://www.istockphoto.com/id/search/2/image?
phrase=insect%20bite&page=2
3. Herpes Zoster
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa
disertai nyeri radukular unilateral yang umumnya terbatas di satu
dermatome. Erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata
(terbatas disatu dermatom) berupa macula kemerahan. Kemudian
berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari.
Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta
(berlangsung 7-10 hari).9

Gambar 3.3 Herpes Zoster


Sumber : https://www.istockphoto.com/id/foto-foto/herpes-zoster

8
G. PENATALAKSANAAN
1. Thiabendazole
Merupakan antihelmintes heterosiklik generasi ketiga. Merupakan
drug of choice dari CLM. Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga
menginhibisi pembentukan mikrotubuli.7
Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum
luas, misalnya tiabendazole (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya
50mg/kgBB/hari, 2 kali sehar, diberikan berturut-turut selama 2 hari.
Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulang setelah
beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingya mual, pusing, dan
muntah.7
Topkal thiabendazole 10% krim, walaupun kurang efektif, merupakan
alternatif yang baik untuk anak-anak untuk mencegah efek samping
sistemik dari pengobatan.7
 Dewasa
Topikal berupa suspensi 10-15% (kadang dicampur dengan krim
kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama minimal 1
minggu. Oral 25-50mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari
 Anak-anak
Dosis 25-50mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3 gr/hari
2. Ivermectin
Antiparasit sistemik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap
nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui
pengikatan kanal klorida yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan
drug of choice karena keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal.
Dosis 12mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal.7
3. Albendazole

9
Merupakan generasi ketiga dari obat heterosiklik antihelmintes.
Sudah digunakan untuk mengobati penyakit parasit pada saluran
pencernaan. Antihistamin spektrum luas yang mengganggu ambilan
glukosa dan agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti
tiabendazole.7
 Dosis untuk orang dewasa (>2thn), sehari 400mg sebagai dosis
tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut atau 2x 200 mg sehari
selama 5 hari
 < 2 thn: 200mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu kemudian
jika perlu.

Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan


menggunakan Agen Pembeku Topikal. Membekukan sesuai dengan alur
dari larva yang terdapat pada kulit dengan sprai ethylene cloride, solid
carnbon dioxide, atau nitrogen cair terkadang berhasil. Cara terapi ialah
dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan
penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-turut. Cara
beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.7

H. PENCEGAHAN
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian CLM antara
lain :7
1. Mencegah bagian tuhuh tidak berkontak langsung dengan tanah
atau pasir yang terkontaminasi
2. Saat menjemur pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh
tanah
3. Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing
dengan anti helmintik

10
4. Menutup lubang-lubang pasir dengan plastic dan mencegah
binatang untuk defekasi di lubang tersebut
5. Menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai

I. KOMPLIKASSI
Ekskoriasis dan infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan merupakan
komplikasi yang sering terjadi. Infeksi umumnya disebabkan oleh
streptococcus pyogenes. Bisa juga terjadi impetigo, reaksi alergi lokal atau
general misalnya edema dan reaksi vesicobullous.7

J. PROGNOSIS
Prognosisnya sangat bagus. Creeping eruption merupakan penyakit yang
dapat sembuh sendiri. Manusia merupakan hospes penderita, dimana ketika
larva mati, lesi akan membaik dalam waktu 4-8 minggu, terkadang waktu 1
tahun.10
DISKUSI
Diagnosis kerja dari kasus ini adalah Creeping Eruption karena di temukan
adanya gejala klinis berupa rasa gatal dan panas pada daerah lesi. Gambaran lesi
berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan
berwarna kemerahan. Cutaneus larva migran biasanya terjadi Ketika kulit kontak
langsung dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi larva cacing tambang dari
kotoran hewan, seperti anjing dan kucing. Setelah masuk kedalam kulit, larva
dapat secara perlahan merayap dan menggali lapisan persis dibawah kulit
sehingga membentuk terowongan. Inilah yang menyebabkan infeksi ini disebut
creeping eruption. Larva cacing tambang dapat menginfeksi kulit bagian mana
pun. Namun, lokasi yang paling sering adalah di kaki, paha, dan bokong. Anak-
anak lebih beresiko mengalami cutaneous larva mingran dibandingkan orang
dewasa. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan bermain di luar rumah tanpa
menggunakan alas kaki. Sebenarnya, CLM dapat sembuh dengan sendirinya

11
dalam waktu 2-8 minggu. Namun, rasa gatal yang sangat parah membuat infeksi
ini perlu segera ditangan.

BAB IV

KESIMPULAN

Cutaneus larva migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan suatu


penyakit kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau
berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing
tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Larva cacing beredar dibawah
kulit manusia, yang ditandai dengan adanya erupsi kulit berupa garis papula
kemerahan. Larva cacing tersebut berasal dari cacing yang hidup di usus
kucing atau anjing. Daerah yang paling sering terlibat ialah kaki, tangan,
bokong, atau abdomen.
Parasite bermigrasi pada tingkat beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter per-hari membentuk liku-liku, terowongan serpiginous naik ke atas
permukaan kulit dengan Panjang beberapa cm bahkan lebih dari 10 cm.
migrasi parasite menyebabkan gatal yang hebat, yang sering menyebabkan
kerusakan epidermis dan infeksi sekunder. Pengobatan yang diberikan
bertujuan untuk mempercepat kesembuhan dan meringankan gejala
penyakitnya.
Penatalaksanaan yang dapat di berikan pada CLM adalah
Thiabendazole, Invermectin, Albendazole. Penatalaksanaan lain yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan Agen Pembeku Topikal.
Membekukan sesuai dengan alur dari larva yang terdapat pada kulit dengan
sprai ethylene cloride, solid carnbon dioxide, atau nitrogen cair terkadang
berhasil.
Pada kasus ini dilakukan penatalaksanaan dengan menyemprotkan
dietilklorida sepanjang lesi.

12
Daftar Pustaka
1. Nareswari S. Cutaneous Larva Migrans yang disebabkan Cacing Tambang
Hookworm-Related cutaneous Larva Migrans. J Kedokt Unila. 2015;5(9):133.
2. Menaldi, Sri Linueih SW dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi
7. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 141-142
3. Putri AS, Mutiara H. A 15 Years Old Girl With Cutaneous Larva Migrans.
2016;4.
4. Tekely E, Szostakiewicz B, Wawrsycki B, Kadziela-Wypyska G, et al.
Cutaneous larva migrans syndrome: A case report. Postep Dermatologi
Alergol. 2013;30(2):119-21.
5. Luke Maxfield, Jonathan S. Crane. July 18, 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507706/
6. Goldisth, Lowell A. et al. Helminthic Infection, Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. USA: McGraw Hill. 8th:ed;2021;3626, 3637-38
7. Aisah S. Creeping eruption. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2010.p.125-6
8. Daili ESS, menaldi SL, Wisnu IM. Infeksi parasite: Creeping Eruption,
Skabies. In: Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical
Multimedia Indonesia; 2005. P. 71-2
9. Syailindra Firza, Hanna Mutiara 2016. Skabies; Vol.2 No.2. Bagian
Parasitology Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
10. Vano S.G., Gil M.M., Truchuelo M., Jaen P. Cutaneus larva migrans: a case
report. Cases Journal 2009;2:112

13

Anda mungkin juga menyukai