Anda di halaman 1dari 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Patofisiologi ACS
ACS (Acute Coronary Syndromes) merupakan sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Tiga sindrom akut yaitu : angina tak-stabil, Infark miokard akut, dan bebarapa kasus kematian jantung mendadak (Kumar, Cortan, & Robins; 2007). Sebelum membahas mengenai ACS akan lebih baik jika membahas aterosklerosis koroner karena diduga aterosklorosis koronerlah yang paling besar menyebabkan ACS. 2.1.1 Aterosklerosis Koroner Aterosklerosis koroner merupakan penyebab penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Kondisi patologis dari arteri koroner ini adalah penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah kejantung. Penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arterikoronaria ini secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah, sehingga resistensi terhadp aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempiatan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata 1. Endapan Lemak : terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). 2. Plak fibrosa : daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis lanjut. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opakdan mengilat yang menyembul kea rah lumen sehingga menyebabkan obstruksi Plak fibrosa biasanya terjaadi di tempat percabangan, lekukan atau penyempitan arteri. 3. Lesi lanjut atau komplikata : terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat klasifikasi, nekrosis sel, perdarahan, thrombosis atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark miokardium.

Patogenesis : Terdapat berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terbentuk, salah satunya adalah hipotesis cedera aterosklerosis, yaitu sebagai berikut : Struktur arteri normal : 1. Intima : lapisan terdalam, dibatasi oleh endotel; lesi aterosklerotik terbentuk dalam lapisan intima 2. Media : lapisan tengah; terdiri atas sel-sel otot polos 3. Adventisia : lapisan terluar arteri yang kaya kolagen, termasuk vasa vasorum.

Terpajan berbagai iritan

Cedera dan disfungsi endotel meningkat perlekatan trombosit dan leukosit peninngkatan permeabilitas, peningkatan koagulabilitas, inflamasi, migrasi monosit ke dalam arteri. LDL-C teroksidasi dapat memasuki lapisan intima melaluii jalur yang tidak bergantung pada reseptor.

Pembentukan bercak lemak : bercak lemak terdiri atas makrofag mengandung lipid (sel busa) dan limfosit T. Kemudian lepasnya factor pembuluh dari makrofak teraktivasi dan trombosit menyebakan migrasi otot polos dari media ke dalam intima dan poliferasi matriks; proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.

Pembentukan lesi aterosklerosis komplikata lanjut : bercak lemak berkembang menjadi intermediet dan lesi lanjut dan cenderung membentuk lapisan fibrosa yang membatasi lesi dari lumen pembuluh darah; lapisan ini merupakan campuran leukosit, debris, sel busa, dan lipid bebas yang dapat membentuk suatu inti nekrotik. Penimbunan kalsium ke dalam plak fibrosa dapat menyebabkan pergeseran.

Komplikasi plak ateromatosa : Trombosis dapat terjadi dari perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar; ulserasi dan rupture mendadak lapisan fibrosa dapat terjadi setelah oklusi arteri; perdarahan yang terjadi dalam ateroma vasa vasorum atau dari endotel dapat menyebabkan oklusi arteri. (Price & Wilson, 2005; 587)

2.1.2 ACS (Acute Coronary Syndromes) Pada ACS, dipercaya bahwa plak atherosclerosis dalam rupture arteri koroner, mengakibatkan agregasi platelet (sel-sel yang berkelompok dan melekat dengan yang lain), pembentukan thrombus (penggumpalan), dan vasokontriksi. Jumlah gangguan dari plak atherosclerosis menentukan derajat obstruksi dari ateri kroner dan proses spesfik penyakit. Kira-kira 10% hingga 30% klien dengan unstable angina memilki infark miokard dalam waktu satu tahun, dan 29% kematian dalam lima tahun (AHA,2003 dalam Ignatavius dan Workman.2006:840). Tiga sindrom akut yaitu : angina tak-stabil, Infark miokard akut, dan bebarapa kasus kematian jantung mendadak (Kumar, Cortan, & Robins; 2003).

ACS

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL


A. Angina Pektoris

INFARK MIOKARD

Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di daerah dada karena berkurangnya aliran oksigen kejantung. Beberapa faktor yang menimbulkan nyeri dada: a. Latihan fisik yang dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen ke jantung b. Pajanan terhadap dingin karena menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah dan peningkatan TD

c. Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan d. Stress atau emosi yang meningkat Ada beberapa tipe Angina: 1. Angina Pektoris tipikal atau stabil Disebut juga angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklesotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas fisk seperti berolah raga atau naik tangga. Derajatnya bervariasi, seperti tertekan, panas, serta rasa takut berasa seperti akan menemui ajalnya. Sakit akan menjalar ke leher, bahu dan tangan kiri, dagu serta aspek ekstremitas atas. Angina dapat dikurangi dengan beristirahat atau menggunakan nitrogliserin dan biasanya diberikan obat penghambat channel kalsium dan penghambat beta. 2. Angina Prinzmetal atau varian Mengacu pad angina yang terjadi saat istiraha atau , pada beberapa kasus, membangunkan pasien dari tidurnya. Pada angina Prinzmetal, suatu arteri koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemia jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis, namun pada lain waktu, arteri tidak tampak mengalami sklerosis 3. Angina pectoris tak stabil (Angina Kresendo) Merupaka kombinasi angina stabil dan angina perinzmetal, dan dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi spasme sebagai respon terhadap peptide vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan. Sering dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu berisiko mengalami kerusakan jantung irreversible.

B. Infrak Miokard Infark miokard merupakan salah satu ACS yang paling akut dan serius, biasa disebut dengan serangan jantung. Tidak terdiagnosa atau tidak sembuhnya angina

dapat membawa penyakit yang serius. Infark miokard terjadi ketika jaringan tibatiba kekurangan oksigen. Istilah infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemi local. Iskemi dapat

mengakibatkan kematian (infark) jaringan miokard jika perdarahan tidak dikembalikan. Biasanya infark miokar diawali dengan infark atau kematian jaringan di lapisan subendocardial pada otot kardiak. Lapisan ini memiliki myofibril pada jantung. Zona infark pada jantung biasanya pada: 1) zona jejas, jaringan terkena jejas tapi tidak mati, dan 2) zona jejas iskemi, jaringan yang mengalami kekurangan oksigen Klasifikasi infark miokard berdasarkan lokasi: 1. Obstruksi pada anterior kiri karena perfusi anterior berkurang. Padahal area ini 25 % dari jantug, jika perfusi tidak baik maka akan mengakibatkan kematian. 2. Aliran darah sirkumfleksi arteri pada dinding lateral ventrikel kiri. Klien dengan kerusakan pada area ini mengalami riwayat infark miokard dan sinus disrithmia 3. Klien dnegan obstruksi arteri koroner juga memiliki infark miokard di dinding inferior, biasanya berhubungan dengan oklusi arteri koroner karena kerusakan yang signifikan pada ventrikel kiri (Litton, 2002 dalam Ignatavius & Workman. 2006:842)

Patofisiologi Infark merupakan kenjutan dari iskemia, merupakan keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan aliran darah kejantung sehingga otot jantung mati karena kekurangan oksigen. Penurunan oksigen karena terjadinya penyempitan kritis arteri koroner (vasodilatasi) karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus. Terjadi asidosis pada sel yang mengakibatkan penekanan fungsi konduksi dan kontraktil. Automisitas dan ektopi meningkat. Katekolamin dikeluarkan sebagai respon hipoksia dan sakit meningkatkan heart rate dan kontraktilitas serta afterload. Faktor ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen di jaringan yang sudah mengalami kekurangan oksigen. Area infark dapat mencapai zona jejas dan iskemia yang didasrkan pada tiga faktor:

sirkulasi kolateral, aneorobic metabolism, dan permintaan yang besar pada miokardium. Infark dapat melibatkan subendokardium atau menyebar ke epikardium atau ke tiga lapisan otot kardiak. Ketika semua lapisan sudah terlibat, infark miokard diistilahkan transmural. Subendokardiak infark miokard memiliki efek yang kecil pada gerakan dindind dan keluaran jantung yang melakukan infark transmural. Ternyata pada 6 jam pertama infark tidak terjadi perubahan fisik pada manusia, ketika area yang terkena infark muncul biru dan bengkak. Setelah 48 jam, infark membentuk abu-abu kekuning-kuningan sebagai adanya serangan dari neutropil pada jaringan dan memulai perpindahan sel nekrotik. 8-10 hari setelah infark, jaringan granulasi terbentung pada pinggirjaringan nekrotik. Lebih dari 2-3 bulan, area jaringan nekrotik berkembang menjadi berkerut, encer, parut. Jaringan parut secara permanen berubah bentuk dan membentuk jaringan bentrikel. Remodeling ini mengakibatkan penurunan dunsi ventrikel, mengakibatkan gagal jantung, dan meningkatkan kematian.

2.2 Manifestasi Klinis


2.2.1 Manifestasi Klinis ACS -Angina Stabil Tanda dan gejala ACS pada prinsipnya sama. Secara umum pasien menyeluh: a. Nyeri dengan atau tanpa penjalaran pada lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium, b. Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea, hipotensi atau hipertensi, penurunan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan kelainan irama jantung, c. Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas; intoleransi. Nyeri angina stabil hanya terjadi ada saat olahraga dan menghilang dengan cepat pada saat istirahat. 2.2.2 Unstable Angina a. Nyeri dengan atau tanpa radiasi untuk lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium, b. Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea, hipotensi atau hipertensi, penurunan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan kelainan irama,

c. Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas; intoleransi aktivitas, d. Panjang dalam durasi dan lebih parah daripada angina tidak stabil. Angina Pectoris (AP) dibagi menjadi 3: Angina Pectoris Stabil (APS), Angina Pectoris Unstable (APU), Variant Angina (Prinzmentals Angina). AP adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang memiliki karakteristik: 1. lokasi di dada, substernal atau sedikit di kirinya dengan penjalaran ke

leher, rahang, bahu kiri, lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri, 2. kualitas nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat didada, rasa

desakan yang kuat dari diafragma, seperti diremas dan mau pecah, keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas dan berlangsung <20 menit, bila >20 menit dan berat harus dipertimbangkan APU dan masuk ke sindrom koroner akut (Rahman, 2007). APS timbul saat beraktivitas fisik karena plak ateroma yang berada di a. coronaria dalam keadaan stabil dan nyeri hilang saat istirahat, serangan tidak lebih dari 20 menit, tidak disertai keluhan sistemik (mual dan keringat dingin) (Rahman, 2007; Karim, 2000). APU terjadi apabila plak ateroma pada a. koronaria tidak stabil, karena perdarahan, ruptur atau fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah kororer dan terjadi serangan angina. Serangan angina datangnya tidak tentu, saat istirahat atau beraktivitas fisik dan gejalanya tergantung dari keadaan trombus. Beberapa kriteria untuk mendiagnosis APS adalah: 1. Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas,

frekuensi, dan lama episode AP, 2. 3. Angina at rest/nocturnal yang baru, Angina pasca Infark Miokard. Variant Angina (Prinzmentals Angina)

yang disebabkan karena spasme a. coronaria walaupun tanpa adanya lesi aterosklerotik atau peningkatan beban jantung, bisa timbul waktu istirahat,pada EKG tampak elevasi segmen ST.(Karim, 2000). Secara fisiologi sel endotel darah melepas endothelial derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan relaksasi vascular, dan endothelial derived constriction factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi vascular. EDRF diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor muskarinik, serta ADP, serotonin, trombin,

adrenalin, vasopresin, histamin dan noradrenalin juga ikut berperan selain memiliki efek tersendiri pada pembuluh darah. Pada keadaan patologis (misal lesi aterosklerotik), maka asetilkolin, ADP, dan serotonin justru merangsang pelepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerotik juga merangsang pelepasan EDCF. Sebagian besar penderita AP menderita aterosklerotik di a. coronaria, maka produksi ADRF berkurang, sebaliknya produksi ADCF meningkat sehingga terjadi peningkatan tonus a. coronaria. Walaupun demikian, jantung memiliki coronary reserve yang besar; maka pada keadaan biasa penderita yang mengalami aterosklerotik a. koronaria mungkin tidak ada gejala. Namun saat beraktivitas, beban jantung meningkat atau karena peningkatan saraf simpatis, aliran darah koroner tidak cukup untuk menyuplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia miokard. Hipoksia ini mampu merangsang pelepasan berbagai substansi vasoaktif seperti katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan meningkatnya produksi EDCF, maka terjadilah vasokontriksi a. koronaria yang lebih lanjut terjadi iskemik jantung. Hipoksia dan iskemik akan merubah proses glikolisis dari aerobik dan anaerobik, sehingga terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam laktat. Selain itu, penurunan oksidasi metabolik mengakibatkan terlepasnya banyak adenin nukleotida yang menghasilkan adenosin. Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat pelepasan enzim proteolitik, menghambat interaksi neutrofil dan endotel, menghambat agregasi platelet dan menghambat pelepasan tromboksan, walaupun begitu, adenosin ikut menyebabkan terjadinya nyeri dada angina. Nyeri dada AP disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini bergabung dengan saraf somatic cervico-thoracalis pada jalur ascending dari dalam medulla spinalis, sehingga keluhan AP yang khas adalah neri dada bagian kiri atau substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking kiri (Karim, 2000). Pada AMI, dikenal istilah TRIAS AMI (Nyeri, Pemeriksaan Laboratorium, dan Perubahan EKG). Nyeri pada AMI terjadi mendadak dan terus menerus tidak mereda (walaupun dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin), rasanya seperti tertusuk-tusuk yang menjalar ke bahu dan menuju ke lengan kiri. Nyeri sering disertai sesak napas, pucat, dingin, diaphoresis berat, kepala tersa melayang dan mual muntah.

Sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerotik di pembuluh darah koroner. Resiko utama terjadinya aterosklerotik meningkat dengan pertambahan usia (pada wanita meningkat setelah menopause), umur lebih dari 40 tahun, riwayat keluarga, hipertensi, merokok, hiperkolesterolemia, dan diabetes, pengaruh faktor resiko yang kecil meliputi obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stes, defisiensi estrogen pascamenopause (Schoen, 2009). Pemeriksaan EKG dan laboratorium kimia darah (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, dan asam urat). Pada EKG, tujuannya untuk mengetahui perubahan patologis pada fungsi jantung (misal APU terdapat depresi segmen ST). Jika pada AMI terdapat fase awal gelombang T tinggi dan simetris, elevasi segmen ST, dan berlanjut adanya gelombang Q/QS yang menunjukkan nekrosis. Laboratorium kimia darah berhubungan dengan factor resiko, seperti aterosklerosis. Kadar LDL yang tinggi dalam darah meningkatkan resiko aterosklerosis yang berhubungan dengan penyakit jantung. Aterosklerosis berkaitan dengan proses inflamasi kronik pada dinding arteri terhadap bentuk tertentu jejas sel endotel. Penyebab jejas sel endotel meliputi hiperlipidemia, gangguan hemodinamik, merokok, hipertensi, toksin dan agen penyebab infeksi. Selanjutnya, jejas endotel menyebabkan peningkatan permeabillitas endotel, adhesi leukosit serta trombosit dan aktivasi koagulasi. Kejadian ini akan menimbulkan pelepasan dan aktivasi mediator kimia (growth factor serta mediator inflamasi) yang kemudian diikuti oleh rekrutmen dan proliferasi sel otot polos dalam tunika intima untuk menghasilkan ateroma. (schoen, 2009). Asam urat merupakan produk uraian purin bagian dari makanan. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat atau asam inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Purin sendiri disintesis lewat jalur De Novo (intermediet amfibolik), fosforibosilasi purin, fosforilasi nukleosida purin. Kadar normal asam urat darah pria dewasa <7 mg% dan wanita <6 mg %. Salah satu faktor resiko asam urat tinggi adalah makanan kolesterol tinggi. (Kumar, 2009)

2.3 Faktor Risiko


Ada berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat risiko terjadinya Accute Coronary Syndrome (ACS), diantaranya: 1. Merokok

Peran rokok dalam petogenesis ACS merupakan hal yang kompleks, di antaranya: a. Timbulnya aterosklerosis b. Peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme arteri koroner) c. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung d. Provokasi aritmia jantung e. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard f. Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen Risiko terjadinya ACS akibat merokok turun menjadi 50% setelah satu tahun berhenti merokok, dan menjadi normal setelah 4 tahun berhenti. 2. Diabetes Diabetes merupakan salah satu faktor risiko ACS berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, dan peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan kadar fibrinogen) 3. Hipertensi Individu dengan hipertensi memiliki risiko lebih tinggi mengalami ACS daripada individu yang tidak mengalami hipertensi. 4. Obesitas Pola makan sangat mempengaruhi terjadi atau tidaknya ACS pada individu. Individu yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih tinggi terkena ACS daripada individu yang tidak obesitas, karena individu yang mengalami obesitas memiliki kadar kolesterol yang berlebihan. 5. Jenis Kelamin Risiko pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan perempuan pada usia sebelum perempuan mengalami menopause. Namun setelah menopause, insidensi ACS meningkat sebanding dengan insidensi pada laki-laki. 6. Riwayat Keluarga Individu dengan riwayat keluarga penderita ACS memiliki risiko lebih tinggi daripada yang tidak memiliki riwayat keluarga ACS, dikarenakan ada faktor predisposisi yang berpengaruh dalam perjalanan terjadinya ACS ini. Akan tetapi, tidak semua individu dengan riwayat keluarga ACS menderita ACS, tergantung dengan ada atau tidaknya faktor presipitasi yang menjadi pencetus terjadinya ACS pada individu dengan riwayat keluarga ACS. 7. Ras

Ras Asia lebih banyak terjadi ACS daripada ras barat, mungkin ini berkaitan dengan pola makan, kandungan makanan yang biasa dimakan serta pola hidup. 8. Kelas Sosial Ekonomi Pekerja kasar memiliki lebih tinggi risiko emngalami ACS daripada kelompok pekerka kelas profesi. Faktor risiko lain yang saling berkaitan adalah diet makanan, konsumsi rokok, obesitas, aktivitas fisik (olahraga) dan lain-lain. 9. Aktivitas Fisik. Aktivitas fisik (olahraga) yang teratur dapat menurunkan risiko ACS sebesar 20-40%. 10. Alkohol Penggunaan alkohol mempengaruhi peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi, dan kardiomiopati dilatasi.

2.4 Pemeriksaan Fisik


1) Inspeksi Perhatikan penampilan klien: a. Klien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah b. Klien tampak sesak c. Klien demam d. Sianosis e. Edema 2) Palpasi Kaji kecepatan denyut jantung.Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark. 3) Perkusi Perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung.Hal ini untuk memastikan bahwa jantung tidak mengalami pergeseran (Mutaqqin, 2009). 4) Auskultasi Dengarkan suara jantung abnormal seperti murmur atau bunyi jantung tambahan akibat kerusakan katup serta suara paru abnormal seperti ronchi. Adanya suara ronchi pada paru dapat menunjukkan bahwa telah terjadi komplikasi infark yang luas. Pada angina atau unstable angina pemeriksaan fisik tidak khas, kadang tidak ada kelainan.Kadang pasien gemuk, tekanan darah dapat normal atau tinggi, mungkin

ada hipotensi bila ada kelainan faal jantung.Kadang-kadang ada tanda gagal jantung seperti tekakan vena jugularis yang meningkat, protodiastolic gallop, murmur, atau ronki basah. Pada IMA/STEMI pemeriksaan fisik menunjukkan: Pasien tampak sakit berat, pucat, nadi masih teratur walau kadang tidak teratur karena adanya ekstrasistol. Kadang ada takikardi, biasanya menunjukkan infark luas. Tekanan darah dapat naik karena pasien dalam keadaan distress karena sakit. Adanya hipotensi dapat disebabkan oleh vagotoni, dehidrasi, infark ventrikel kanan atau awal gagal jantung kiri. Perlu diperhatikan apakah tekanan vena jugularis meningkat, iktus kordis melebar, adanya bunyi jantung keempat atau ketiga (protodiastolic gallop), adanya bising jantung, dan ronki basah. Bila jantung membesar dengan protodiastolic gallop dan takikardi serta ronki basah di basal yang luas mencurigakan adanya infark anterior yang luas, sebaliknya pemeriksaan fisik masih normal, kemungkinan infark tidak luas atau kerusakan akibat infark belum terjadi. Hasil Pemeriksaan Fisik 1. Tampilan Umum : a. Pucat, berkeringat dingin, gelisah, stress, mual, dan muntah karena aktivitas berlebih simpatis b. Takipnu dan sesak napas c. Demam kurang dari 380C d. Awal infark miokard, JVP normal atau sedikit tinggi dan dapat meningkat sekali pada infark ventrikel kanan 2. Nadi dan Tekanan Darah a. Biasanya sinus takikardia (100-120/menit) b. Denyut nadi bisa melambat kecuali bila terdapat syok kardiogenik yang mengancam c. Denyut jantung rendah/brakikardia merupakan komplikasi infark d. Brakikardi merupakan tanda infark inferior yang disebabkan karena hipertensi parasimpatis Takikardia merupakan tanda infark anterior yang disebabkan karena hipertensi simpatis

e. Peningkatan TD disebabkan oleh pelepasan katekolamin f. Hipotensi akibat aktivitas berlebih vagus, dehidrasi, infark ventrikel kanan, tanda syok kardiogenik g. TD menurun beberapa jam/hari dan kembali ke keadaan normal dalam 2/3 minggu, tetapi dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat atau renjatan kardiogenik. Dapat pula hipertensi transien karena sakit dada yang hebat 3. Pemeriksaan jantung a. Bunyi jantung IV terdengar; bunyi jantung I dan II lemah; BJ III ditemui bila gagal jantung b. Terdengar bunyai gallop S3 dan S4 c. Banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai S3 dan/atau split terbalik S2 d. Terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh regurgitasi mitral akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena dilatasi ventrikel kiri e. Bising sistolik kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar di linea sternalis kiri dan di apeks disebabkan oleh muskulus papilaris f. Gesekan friksi perikard jarang hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama g. Pulsasi apeks sulit diraba h. Palpasi prekadium menunjukkan area yang diskinesia pada pasien infark anterior luas berlanjut 4. Pemeriskaan Paru a. Ronki akhir pernapasan dapat terdengar meski tidak terlihat edema paru pada radiografi b. Edema paru sebagai komplikasi infark luas (biasanya anterior) c. Krepitasi (suara gemertak) terdengar dan suara meluas pada edema paru

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


2.5.1 Pemeriksaan Enzim Jantung Otot miokard yang mengalami kerusakan akan melepaskan beberapa enzim spesifik sehingga kadarnya dalam serum meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan pada penderita setelah operasi jantung, kardioversi elektrikal, trauma jantung atau perikarditis 1. Troponin T

Troponin T jantung adalah protein myofibril dari serat otot lintang yang bersifat kardiospesifik. Pada saat terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, Troponin T dari sitoplasma dilepas ke dalam darah. Troponin T meningkat dalam waktu 1-2 jam setelah onset. Masa penglepasan troponin T berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun. Diagnosis troponin T lebih superior dibandingkan CK-MB dan terjadinya positif palsu sangat jarang. Peningkatan kadar Troponin-T dapat menjadi penanda kejadian koroner akut pada angina pectoris tidak stabil. 2. Isoensim CK-MB Ada 3 isoensim dari CK yang terlihat pada elektroforesis, yaitu MM, BB, dan MB. Isoensim BB umumnya terdapat pada otak, MM pada otot skelet, dan MB pada otot jantung, usus, lidah, dan otot diafragma tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan isoenzim CK-MB dalam serum merupakan tes paling spesifik pada nekrosis otot jantung. CK-MB meningkat dalam 2-3 jam setelah onset infark, puncaknya pada 10-12 jam dan umumnya menjadi normal dalam 24 jam 3. Kreatinin fosfokinase (Creatine phosphokinase-CK) Pada IMA konsentrasi CK dalam serum meningkat dalam waktu 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya setelah 24 jam dan turun kembali ke normal dalam 3-4 hari. Pemeriksaan ini tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena enzim ini juga terdapat dalam paru-paru, otot skelet, otak, uterus, salauran pencernaan dan kelenjar tiroid sehingga kerusakan pada organorgan tersebut juga akan meningkatkan kadar CK dalam darah 4. Serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT) Enzim ini dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Konsentrasi dalam serum meningkat dalam 8-12 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan mulai turun kembali setelah 3-4 hari. Enzim ini juga terdapat pada hati dan otot skelet, sehingga peningkatan kadar enzim ini merupakan indikator yang lemah dalam menegakkan diagnosa. Penyebab lain meningkatnya kadar SGOT adalah gagal jantung dengan bendungan pada hati 5. Lactic dehydrogenase (LDH) LDh hampir terdapat di semua jaringan tubuh dan kadarnya dalam serum akan meningkat pada berbagai keadaan. Pada IMA, konsentrasi akan meningkat dalam 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari. LDH mempunya 5 isoenzim. Isoenzim LDH1 lebih

spesifik untuk kerusakan otot jantung sedangkan LDH4 dan LDH5 untuk kerusakan hati dan otot skelet. 6. Alpha hydroxybutyric dehydrogenase (alpha-HBDH) Ini sebenarnya bukan enzim yang spesifik untuk infark miokard. Isoenzim LDH1 dan LDH2 akan bereaksi lebih besar dengan substrat alpha-hydoxybutyrate daripada LDH4 dan LDH5, sehingga pemeriksaan aktifitas alphaHBDH akan dapat membedakan antara LDH1 dan LDH2 dengan LDH3dan LDH4. Pada IMA, aktifitas alpha-HBDH ini akan meningkat dan mencerminkan aktifitas LDH yang meningkat. 7. C-reactive protein (CRP) CRP tidak ditemukan darah orang normal, sehingga tidak ada nilai normalnya. CRP akan ditemukan pada penderita dengan demam reumatik akut dengan atau tanpa gagal jantung. Pemeriksaan ini penting untuk mengikuti perjalanan aktivitas demam reumatik. CRP juga kadang ditemukan pada serum penderita dengan infark miokard transmural. 8. Anti Streptolisin-O (ASTO) Streptolisin-O adalah antigen yang diproduksi oleh kuman streptokokus. Titer ASTO yang tinggi lenih dari 333 Todd unit akan ditemukan pada 4-6 minggu setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus, dan akan kembali normal setelah 4 bulan. Pemeriksaan ini penting pada penderita dengan demam reumatik akut untuk mengetahui ada tidaknya infeksi kuman streptokokus

2.5.2 Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung.Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.Elektrokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia miokardium.

2.5.3 Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks Pada angina tak stabil biasanya tidak khas kecuali bila ada pembesaran jantung karena hipertensi atau ada tanda kongesti di paru bila ada gagal jantung.

2.5.4 Pemeriksaan EKG EKG 12 lead harus diperiksa secepat mungkin untuk memastikan diagnosis. EKG menunjukkan adanya perubahan pada watu serangan angina, yaitu adanya depresi segmen ST atau timbul gelombang T negatif.Kadang ada hipertrofi ventrikel karena hipertensi atau adanya gelombang Q karena infark lama.EKG normal belum tentu menyingkirkan adanya angina.Pada infark, perubahan EKG dimulai dengan gelombang T yang tinggi, elevasi segmen ST yang disertai depresi segmen ST di kontralateral. Misalnya elevasi segmen ST di sadapan anterior V1V4 maka akan terlihat depresi segmen ST di sadapan lead inferi-or II, III, dan aVF. Bila hanya ada depresi segmen ST atau gelombang T negatif maka pasien mungkin hanya menderita angina tak stabil atau NSTEMI. Bila EKG normal tapi keluhan sangat mencurigakan adanya iskemi atau infark maka perlu observasi 24 jam untuk memeriksa EKG beberapa kali untuk melihat apakah ada perubahan gambar EKG. Elevasi segmen ST dapat juga terlihat pada aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan early repolarisation.

Lokasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG

EKG seorang pasien pria 32 tahun dengan keluhan nyeri dada 1 jam sebelumnya,riwayat merokok (+).Tampak elevasi segmen ST di V1-V3 dan depresi ST di III, suatu gambaran infark anteroseptal.

2.6 Farmakologi
2.6.1 Farmakologi Hipertensi Dimulai dari hipertensi, pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan tekanan sistolik( target penurunan tanpa adanya kelainan lain < 140/90mmHg atau penurunan dengan adanya kelainan lain seperti DM harus < 130/80mmHg). Pengobatan ini terdiri lima kelompok obat di line pertama, seperti: a. Diuretik Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraselulerga, yaitu diuret. Jenis diuretik ini dibedakan lagi menjadi tiga yaitu: diuretik tiazid, diuretik kuat dan diuretik hemat kalium. Ketiga jenis ini memiliki keunggulan dan efek samping masingmasing. Jenis Kegunanaan, Keunggulan Dan Efek Samping

Diuretik Tiazid ( hidroklorotiazid)

Kegunaan: meningkatkan sekeresi ion Na dan Cl, hipertensi dengan kadar renin rendah, hipertensi ringan- sedang Keunggulan: harga terjangkau, dapat diberikan setiap hari, efek anti hipertensinya jangka panjang Efek samping: dosis tinggi( hipokalemia), meningkatkan kadar kolesterol, LDL dan trigliserida, pada DM bisa mengakibatkan hiperkalemia, gangguan fungsi seksual ( pria), menigkatkan kalsium darah

Diuretik kuat(Loop diuretic, Ceiling diuretic)

Kegunaan: bekerja di angsa henle dengan menghambat kontransport Na+, K+, Cl-, menghambat reabsorpsi air dan mineral, digunakan pada klien dengan gagal ginjal/ jantung Keunggulan: kerja lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat Efek samping: hiperkalsiuria, menurunkan kalsium darah

diuretik hamat kalium Kegunaan: klien dengan hiperaldosteron primer (spironolakton, amilorid, triamteren) Keunggulan: tidak mempengaruhi kadar ion kalsium dan gula darah Efek samping: gangguan menstruasi, penurunan

libido(pria), ginekomastia,mastodinia b. Penyekat reseptor beta adrenergik( - blocker) bloker digunakan obat untuk hipertensi ringan sampai sedang terutama pada klien dengan jantung koroner( infark miokard akut), klien dengan aritmia supreventrikel dan ventrikel tanpa kelainan induksi, klien muda dengan sirkulasi hiperdinamik, klien yang memerlukan antidepresan. Obat ini lebih efekstif diberikan pada klien usia muda. Jenis dari obat ini yang biasa digunakan yaitu atenolol, obat ini memiliki sifat kardioselektif dan penetrasi ke SSP minimal sehingga mengurangi efek samping sentral dan bisa diberikan satu kali sehari. Secara umum efek samping dari bloker antara lain: bradikardia, blokade AV, penghambat nodus SA, bronkospasme,dan menurunkan kekuatan kontraksi otot miokard. Pemberian bloker pada klien DM yang mendapat insulin harus dihindari karena obat ini dapat menutupi gejala hipoglikemia. c. Penghambat angiotensin- converting enzyme ( ACE- inhibitor)

Kelompok obat jenis ini terbagi menjadi dua yaitu: Bekerja secara langsung; (kaptopril dan lisinopril) Prodrug: enalapril, kuinapril, perindropril, ramipril, dll

Obat- obat ini dalam tubuh diubah menjadi bentuk aktif seperti enalapril enalaprilat, dst. ACE- inhibitor bekerja sebagai penghambat perubahan AI menjadi AII vasodilatasi ( tekanan darah menurun) dan penurunan sekresi aldosteron ( peningkatan ekskresi air dan Na serta retensi kalium). ACE inhibitor ini sangat efektif jika digunakan pada klien hipertensi dengan adanya DM, dislipidemia dan obesitas, selain itu baik pula untuk penyakit jantung koroner lain. Efek samping yang diberikan diantaranya hipotensi, batuk kering di malam hari, hiperkalemia, rash dan gangguan pengecapan, edema angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria, efek tetratogenik( gagal ginjal fetus/ kematian fetus. Pemberian dengan cara : oral( 1 jam sebelum makan). d. Penghambat reseptor angiotensin( angiotensine receptor blocker) Reseptor ini terdiri dari dua jenis. Yaitu reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terutama terletak di otot polos pembuluh darah, otot jantung, ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Sedangkan AT2 terletak di medula adrenal dan mungkin terdapa pula di SSP. Bisa digunakan untuk penurunan tekanan darah pada klien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi( contoh hipertensi renovaskuler dan genetik). Efek samping yang diberikan hampir sama dengan ACE inhibitor namun tidak samapi menimbulkan batuk kering dan angioedemakarena sistem kerjanya tidak mempengaruhi bradikinin. Diberikan secara oral melalui sistem pencernaan. e. Antagonis kalsium Antagonis kalsium berfungsi sebagai penghambat influks kalsium pada otot polos pembuluh darahdan miokard. (Departemen Farmakaologi dan Terapeutik, 2007) Klasifikasi tingkat hipertensi yang terjadi dengan penatalaksanaan yang diberikan

2.6.2 Farmakologi Diabetes Melitus Selanjutnya yaitu pengobatan pada klien dengan diabetes meiltus, pengobatan untuk penyakit ini terdiri dari: a. Obat Hipoglikemik Oral( OHO), yang dibagi menjadi 5 golongan:

Golongan Sulfonilurea

Nama Obat Gliburida Glibenkamid Glipizida Hlimepirida Glikuidon

Mekanisme kerja Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, efektif untuk diabetes yang sel beta pankreasnnya masih berfungsi

Meglitinida

Repaglinid

Merangsang sekresi insulin kelenjar pankreas

Turunan fenilalamin

Nateglinid

Meningkatkan kecepatan insulin oleh pankreas

Biguanida

metformin

Bekerja langsung di hati, menurunkan produksi mukosa hati, tidak merangsan sekresi insulin

Tiazolidindion

Rosiglitazon Troglitazon Pioglitazon

Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan peroksisom proliferator aktiv reseptor gamma di otot, jaringan lemak, dan hati yang bertujuan untuk menurunkan resistensi urin

Inhibitor glukosidase

Acarbose

Menghambat kerja enzim- enzim

Migiitol

pencernaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorsi glukosa ke darah

b. Terapi insulin Terapi insulin ini diwajibkan untuk diabetes tipe 1, karena pada tipe ini kelenjar pankreas tidak bisa lagi memproduksi insulin. Insulin diperlukan apabila klien dalam keadaan seperti berikut: 1. Penurunan BB secara cepat 2. Hiperglikemi berat disertai ketosis 3. Ketoasidosis diabetik 4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 5. Kontraindikasi atau alergi OHO 6. dll c. Terapi kombinasi Terapi kombinasi inni merupakan terapi gabungan antara OHO dengan insulin atau OHO ganda yang dimulai dengan dosis rendah terlebih dahulu. Dengan catatan, jenis OHO yang digunakan secara ganda haruslah yang memiliki mekanisme kerja berbeda. ( Wulandari, 2009) 2.6.3 Farmakologi ACS Pengobatan yang ketiga yaitu pengobatan pada ACS, yang meliputi angina tidak stabil dan infark miokard akut( IMA). Definisi dari kedua penyakit ini yaitu: Angina tidak stabil : Terjadi karena adanya ketidakstabilan( fisuri, split, ruptur) pada plak aterosklerosis koroner dan ditandai dengan adanya nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, berangsur cukup lama( > 20 menit) dan lebih sering terjadi. Infark miokard akut: nyeri yang dirasakan lebih berat dan lama( > 30 menit), namun tidak semua IMA mengalami nyeri tersebut Pengobatan pada kedua penyakit ini salah satunya yaitu dengan aspirin ( jika terjadi alergi dan resistensi dapat diganti dengan clopidogrel). Adapun jenis obat lain yaitu nitrat organikberfungsiuntuk mengatasi rasa nyeri yang muncul. Mekanisme kerja dari nitrat organik yaitu merupakan prodrug yang akan aktif setelah metabolisme dan

mengeluarkan nitrogen monoksida. Biotrasformasinya bersifat intrasel, yang dapat menimbulkan vasodilatasi. Kemudian terdapat pula mekanisme yang kedua yang bersifat endothelium dependent, yang berarti dengan pemberian obat ini akan melepaskan prostasiklin( PGI2) dari endotelium yang bersifat vasodilator sehingga pada keadaan endotelium yang mengalami kerusakan akan menghilangkan efek agregasi trombosit yang ada. Sehingga obat ini mampu menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung melalui vasodilatasi, menurunnya volume ventrikel dan curah jantung. Obat ini diberikan melalui kulit, mukosa sublingual dan oral. Adapun efek samping dari penggunaan obat ini yaitu sakit kepala( pada awal terapi), pada klien stenosis aorta atau kardiomiopati hipertrofik dapat menyebabkan penurunan curah jantung secara hebat dan hipotensi refrakter. Kontraindikasi dari terapi obat jenis ini yaitu pada klien yang mendapat slidenafil.

Anda mungkin juga menyukai