Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN DENGAN MASALAH


INFARK MIOKARD AKUT
DI IGD RSUD dr. R. KOESMA TUBAN

OLEH:
LISTYANING AJENG PAMBUDI
P27820518031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 2 Tuban
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktik klinik keperawatan gawat darurat dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat pada Klien dengan Masalah Infark Miokard Akut di IGD RSUD dr. R Koesma
Tuban”.
Telah disahkan pada tanggal

Pembimbing Akademik Kepala Ruangan

Su’udi, S.Kep., Ns., M.Kep H. Andoko, S.Kep., Ns


NIP. 197802022002121001 NIP. 19731018 1997031005
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Jantung membutuhkan suplai darah yang kaya oksigen untuk memenuhi kebutuhan. Oleh
sebab itu perlu diperhatikan keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan oksigen sehingga
dapat berfungsi dengan baik. Hal ini berkaitan dengan keadekuatan arteri koroner yang
merupakan faktor penentu suplai oksigen ke otot jantung. Apabila terjadi gangguan apapun dari
salah satu arteri koroner dapat menurunkan aliran darah dan penghantaran oksigen ke daerah
miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut, dan mengakibatkan kelainan pada jantung. Salah
satunya adalah Infark Miokard Akut (IMA). Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian sel-sel
miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan (Corwin, 2009).
Penyakit Infark Miokard Akut (IMA) merupakan penyebab kematian utama di dunia,
terhitung sebanyak 7,200,000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit infark miokard di seluruh
dunia. Menurut WHO (2008) menyatakan bahwa negara yang berpenghasilan rendah dengan
kejadian penyakit infark miokard adalah penyebab kematian nomor dua dengan angka mortalitas
2.470.000 (9,4%). Selain itu pada tahun 2013, sejumlah ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa
penyakit jantung koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40%
berdasarkan presentasi infark miokard (Depkes RI, 2013).
Penyebab dari IMA tersebut untuk masing-masing pasien berbeda bisa disebabkan berbagai
macam faktor. Salah satunya yaitu terjadinya serangan akibat aktivitas yang berlebihan dari
penderita IMA dan kekambuhan dari pasien IMA karena ketidakpatuhan dengan perubahan pola
aktivitas yang berubah.
Peran perawat rumah sakit dalam penanganan pasien IMA terdiri dari peran promotif/
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Peran promotif/ preventif dilakukan perawat pada saat
sebelum terjadi serangan akut adalah mengajarkan hidup yang sehat untuk jantung. Pada saat
terjadinya serangan akut, pasien IMA harus mendapatkan penanganan segera. Pasien harus segera
dilakukan tirah baring/ imobilisasi untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Tinggikan kepala pasien dan longgarkan baju yang ketat di sekitar leher. Pasien diberikan
oksigen, jalur intravena (IV) dipasang, dan pasien disambungkan dengan monitor jantung (Black
& Hawks, 2014).
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen berkepanjangan. Suplai oksigen dibutuhkan sel-sel miokardium untuk
menghasilkan ATP yang dapat memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2009). IMA dikenal
sebagai serangan jantung, oklusi koroner, yang merupakan kondisi mengancam jiwa yang
ditandai dengan pembentukan area nekrotik lokal di dalam miokardium. Apabila terjadi
pembentukan area nekrotik pada miokardium, maka aliran darah ke jantung tidak optimal
sehingga pemenuhan kebutuhan oksigen mengalami penurunan (Black & Hawks, 2014).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) Infark Miokard Akut (IMA) atau yang sering dikenal
dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpilan proses penyakit yang meliputi Angina
Pektoris Tidak Stabil/APTS (Unstable Angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI), dan infark
miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI).
Yang termasuk Infark Miokard Akut menurut Morton (2012) adalah:
A. Angina tidak stabil
Angina Pectoris adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri dada atau
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit arteri koronari, pasien dapat
menggambarkan sensasi seperti tekanan, rasa penuh, diremas, berat atau nyeri. Angina
pectoris disebabkan oleh iskemia myokardium reversible dan sementara yang dicetuskan
oleh ketidaksimbangan antara kebutuhan oksigen myocardium dan suplai oksigen
myocardium yang berasal dari pnyempitan arterosklerosis arteri koroner.
Penentuan kelas angina pectoris menurut Canadian Cardiovascular Society Clasification
System:
a) Kelas 1: Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan, menaiki
tangga. Angina terjadi akibat aktivitas fisik yang berat, cepat atau lama pada saat kerja
atau rekreasi.
b) Kelas 2: Terjadi sedikit keterbatasan dalam melakukan aktivitas biasa. Angina terjadi
ketika berjalan atau menaiki tangga dengan cepat, berjalan mendaki, berjalan atau
menaiki tangga setlah makan, pada saat dingin, pada saat ada angin, dalam keadaan
stress emosional, atau selama beberapa jam setelah bangun. Angina terjadi ketika
berjalan lebih dari dua blok dan menaiki lebih dari satu anak tangga biasa dengan
kecepatan normal dan dalam keadaan normal.
c) Kelas 3: Aktivitas fisik biasa terbatas secara nyata. Angina terjadi ketika berjalan satu
sampai dua blok dan menaiki satu anak tangga dalam keadaan normal dengan kecepatan
normal.
d) Kelas 4: Aktivitas fisik tanpaketidaknyamanan tidak mungkin dilakukan, gejala angina
dapat timbul saat istirahat.
B. Infark Miokard Akut tanpa elevasi ST (NSTEMI), disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
C. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST (STEMI), umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah okslusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sbelumnya. Ini disebabkan karena injuri yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.
2.2 ETIOLOGI
Menurut Black dan Hawks (2014) penyebab IMA ada dua faktor, faktor internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan konsistensi dari inti
lipid serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status koagulasi dan derajat
vasokonstriksi arteri. Faktor eksternal berasal dari aktivitas pasien atau kondisi eksternal yang
memengaruhi pasien. Aktivitas fisik berat dan stres emosional berat, seperti kemarahan, serta
peningkatan respon sistem saraf simpatis dapat menyebabkan ruptur plak. Pada waktu yang sama,
respon sistem saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015):
Faktor penyebab:
A. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah: Aterosklerosis, Spasme, Arteritis
b) Faktor sirkulasi: Hipotensi, Stenosos aurta, Insufisiensi
c) Faktor darah: Anemia, Hipoksemia, Polesitomia
B. Curah jantung yang meningkat:
a) Aktifitas berlebihan
b) Emosi
c) Makan terlalu banyak
d) Hypertiroidisme
C. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada:
a) Kerusakan miocard
b) Hypertropimiocard
c) Hypertensi diastolic
Faktor predisposisi:
A. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah:
a) Usia lebih dari 40 tahun
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c) Hereditas
d) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
B. Faktor resiko yang dapat diubah:
a) Mayor: Hiperlipidemia, Hipertensi, Merokok, Diabetes, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori
b) Minor: Inaktifitas fisik, Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif), Stress psikologis berlebihan.

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Nurarif dan Kusuma (2015) mengatakan:
a) Lokasi substernal, rerosternal, dan precordial
b) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti di tekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c) Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
d) Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat.
e) Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
f) Gejala yang mnyertai: sulit bernafas, keringat dingin, mual, muntah, dispnea, cemas dan
lemas.

2.4 PATOFISIOLOGI
Infark miokard akut merupakan suatu proses nekrosis miokard yang dicetuskan oleh
sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan ini paling banyak disebabkan karena trombus yang
terbentuk akibat proses disrupsi atau erosi plak aterosklerosis. Apabila plak aterosklerosis tidak
stabil maka akan mengalami erosi. Erosi plak ini kemudian akan menimbulkan aktivasi dan
agregasi trombosit, pengaktivasian jalur koagulasi dan vasokonstriksi endotel. Hal ini akan
memicu terbentuknya trombus dan oklusi arteri koroner. Penyebab lain selain aterosklerosis yang
dapat menyebabkan sumbatan atau hambatan aliran darah koroner berupa spasme pembuluh
darah, emboli koroner, dll.
Sumbatan koroner yang terjadi kemudian akan diikuti dengan penurunan suplai oksigen ke
otot jantung. Penurunan suplai yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akan
menimbulkan iskemia. Iskemia yang timbul pada otot jantung kemudian akan memicu
metabolisme anaerob. Apabila terjadi metabolisme anaerob, maka sejumlah ATP akan
terdegradasi menjadi adenosin monophosphat (AMP) dan akumulasi asam laktat. Terbentuknya
AMP ini akan menimbulkan stimulasi pada reseptor alpha-1 pada ujung saraf jantung yang
kemudian menimbulkan perasaan nyeri. Sedangkan asam laktat yang terbentuk akan terdisosiasi
menjadi laktat dan asam (H+). Peningkatan jumlah asam seiring dengan peningkatan asam laktat
akan menimbulkan kebocoran saluran kalsium (Ca – channel) yang dapat memicu kelelahan
(musle fatigue).
Apabila proses iskemia berlangsung lebih lama (30-45 menit), maka otot jantung akan
mengalami nekrosis sehingga terjadilah infark miokard akut. Infark pada miokard ini akan
menyebabkan kontraksi miokard akan menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini
akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena).
Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan
kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi,
maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut.
Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem
renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi
kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer. Selain itu, penurunan aliran darah
ke otak juga dapat terjadi. Hal ini akan menyebabkan hipoksia serebral yang berujung pada
penurunan kesadaran. Jadi, patofisiologi infark miokard beserta komplikasinya sangat tergantung
pada luas serta tempat infark terjadi pada otot jantung.
2.5 PATHWAY
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015)

Disrupsi/rupsi plak aterosklerosis Spasme pembuluh darah, emboli koroner, dll

Trombosis Penyempitan/obstruksi arteri koroner

Penurunan suplai O2 darah ke miokard

Tidak seimbang kebutuhan dg suplai O2 darah miokard

Jaringan darah iskemik

Lebih dari 30
Metabolisme anaerob meningkat menit

Nekrosis

Asam laktat meningkat


Infark Miokard Akut

Nyeri dada Kebocoran saluran kalsium


Penurunan kontraktilitas miokard

Kelelahan
Kelemahan miokard

Tidak efektif memompa darah Infark ventrikel kiri

Penurunan curah jantung Volume akhir diastolik meningkat

Tekanan vena pulmonalis meningkat

Hipertensi kapiler paru

Transudasi cairan ke jaringan


dan alveolus paru

Gangguan pertukaran
gas di paru-paru
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Price, Sylvia (2006) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1, Pemeriksaan Diagnostik
infark miokardium klasik disertai oleh TRIAS diagnostic yang khas, yaitu:
A. Gambaran klinis khas yang terdiri dari nyeri dada yang berlangsung lama dan hebat,
biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah dan perasaan seakan-akan menghadapi ajal.
Tetapi, 20%-60% kasus infark yang tidak fatal bersifat tersembunyi atau asimtomatik.
Sekitar setengah dari kasus ini benar-benar tersembunyi dan tidak diketemukan kelainan, dan
diagnosis melalui pemeriksaan EKG yang rutin atau pemeriksaan postmortem.
B. Meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel-sel miokardium yang
nekrosis. Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari keratin, fosfokinase (CK atau CPK),
Glautamat oksaloasetat transaminase (SGOT atau GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH).
Pola peningkatan enzim ini mengikuti perjalanan waktu yang khas sesudah terjadinya infark
miokardium. Pengukuran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang khas dilepaskan oleh
miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan diagnosis.  Pelepasan isoenzim, MB-CK
merupakan petunjuk enzimatik dari infark miokardium yang paling spesifik. Troponin T dan
I, spesifik untuk kerusakan otot jantung dapat terdeteksi 2-4 jam pasca infark. Kadar Toponin
T meningkat 3-6 jam pasca serangan dan tetap tinggi selama 14-21 hari. Kadar Troponin I
eningkat 714 jam pasca serangan dan tetap tinggi untuk 5-7 hari pasca serangan.
C. Terlihat patahan-perubahan pada elektrokardiografi, yaitu gelombang Q yang nyata, elevasi
segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan-perubahan ini tampak pada hantaran yang
terletak di atas daerah miokardium yang mengalami nekrosis.  Sedang beberapa waktu
segmen ST dan gelombang T akan kembali normal hanya gelombang Q tetap bertahan
sebagai bukti elektrokardiograp adanya infark lama. Tetapi hanya 50% atau 75% pasien
infark miokardium akut yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini. Pada
30% pasien yang didiagnosis dengan infark tidak terbentuk gelombang Q. (Price, Sylvia.
2006).

2.7 KOMPLIKASI
Menurut Wijaya dan Putri (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1, komplikasi
Infark Miokard Akut terdiri dari Disritmia Gangguan Keseimbangan Elektrolit, Gagal Jantung
Kongestif dan Syok Kardiogenik, Tromboemboli, Perikarditis, Ruptura Miokardium, Aneurisma
Ventrikel
Menurut Black dan Hawks (2014) komplikasi IMA terdiri dari gangguan irama dan
konduksi. Meliputi aritmia, sinus bradikardia, gangguan hantaran aterioventrikuler, sinus
takikardia, kontraksi prematur ventrikel. Komplikasi lain pada infark miokard akut yaitu gagal
jantung, syok kardiogenik, tromboembolisme, perikarditis, aneurisma ventrikel.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) komplikasi IMA terdiri dari perluasan infark dan
iskemia paska infark, aritmia, (sinus bradikardi, supraventrikular takiaritmia, aritmia ventrikular,
gangguan konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan syok), infark
ventrikel kanan, defek mekanik, ruptur miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan
trombus mural.

2.8 PENATALAKSANAAN
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan
aliran darah koroner untuk menyelamatkan jantung dan infark miokard, membatasi luasnya infark
miokard, dan mempertahankan fungsi jantung.
Pada prinsipnya, terapi pada kasus ini ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan
cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau
kematian mendadak. Setiap kasus berbeda derajat keparahan atau riwayat penyakitnya, maka cara
terapi terbaik adalah individualisasi dan bertahap, dimulai dngan masuk RS (ICCU) dan istirahat
total (bed rest). (Tim penyusun. Pharmacutical Care)
Beberapa terapi yang diberikan antara lain: (Bertrand ME & Gunawan SG)
A. Terapi trombolitik
Obat itravena trombolitik yang dapat diberikan melalui vena perifer.
B. Terapi antiplatelet
a) Aspirin: menghambat sikloogsigenase platelet scara ireversibel.
b) Tiklopidin: derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin untuk
pengobatan angina tidak stabil
c) Clopidogrl: menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADP dependent
pada kompleks glikoprotein II b/III a
C. Antagonis reseptor glikoprotein II b/III a
Menghambat reseptor yang berinteraksi dengan protein-protein seperti fibrinogen dan
faktor von willebrand.
D. Terapi antithrombin
a) Unfractioned heparin
b) Low molecular-weight heparin (LMWH)
c) Direct antithrombin
E. Terapi nitrat organik
a) Nitrogliserin
b) Isosorbid dinitrat
c) Isosorbid mononitrat
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA INFARK MIOKARD AKUT
Nama Pengkaji : Berisi nama pengkaji
Tanggal Pengkajian : Berisi tanggal pengkajian dilaksanakan
Ruang Pengkajian : Berisi tempat atau ruang pengkajian dilakukan
Jam : Berisi waktu dilaksanakannya pengkajian
3.1 PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
Berisikan nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, usia, status pernikahan, No. RM,
diagnosa medis, tanggal masuk RS, dan alamat dari klien
B. Biodata Penanggung Jawab
Berisikan nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat penanggung jawab klien apabila membutuhkan perstujuan
C. Pengkajian Primer
1. Airways (jalan nafas)
Sumbatan:
( ) Benda asing
( ) Broncospasme
( ) Darah ( ) Sputum
( ) Lendir
Suara nafas:
( ) Snowring ( ) Gurgling
( ) …………………………..
2. Breathing (pernafasan)
Sesak dengan:
( ) Aktivitas
( ) Tanpa aktivitas
( ) Menggunakan otot tambahan
Frekuensi: …….x/mnt
Irama:
( ) Teratur ( ) Tidak
Kedalaman:
( ) Dalam ( ) Dangkal
Reflek batuk:
( ) Ada ( ) Tidak
Batuk:
( ) Produktif ( ) Non Produktif
Sputum:
( ) Ada ( ) Tidak
Warna: ………………..
Konsistensi: ………………………...
Bunyi nafas:
( ) Ronchi ( ) Creakless
( ) Wheezing
( ) …………………………..
BGA: ……………………………….………………………………………
3. Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer:
Nadi: ……….. x/mnt
Irama:
( ) Teratur ( ) Tidak
Denyut:
( ) Lemah ( ) Kuat
( ) Tdk Kuat
TD:………….mmHg
Ekstremitas:
( ) Hangat ( ) Dingin
Warna kulit:
( ) Cyanosis ( ) Pucat
( ) Kemerahan
Nyeri dada:
( ) Ada ( ) Tidak
Karakterisrik nyeri dada:
( ) Menetap ( ) Menyebar
( ) Seperti ditusuk-tusuk
( ) Seperti ditimpa benda berat
Capillary refill:
( ) < 3 detik ( ) > 3 detik
Edema:
( ) Ya ( ) Tidak
Lokasi edema:
( ) Muka ( ) Tangan
( ) Tungkai ( ) Anasarka
4. Disability
( ) Alert/perhatian
( ) Voice respons/respon terhadap suara
( ) Pain respons/respon terhadap nyeri
( ) Unrespons/tidak berespons
( ) Reaksi pupil
5. Eksposure/Environment/Event
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan dengan
pencegahan hipotermi, pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, event/penyebab
kejadian
D. Pengkajian Sekunder
1. Keluhan utama (bila nyeri = PQRST)
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu
Adakah alergi pada obat/makanan
3. Medikasi/Pengobatan terakhir
Sebelum di bawa ke RS klien mengkonsumsi obat/tidak & obat apa
4. Last meal (makan terakhir)
Sebelum dibawa ke RS klien makan/tidak
5. Event of injury/penyebab injury
Penyebab luka/trauma yang dialami klien
6. Pengalaman pembedahan
Proses pembedahan/operasi yang pernah dijalani klien
7. Riwayat penyakit sekarang
Proses/rangkaian kejadian yang dialami klien hingga dibawa ke RS
8. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit dahulu. Meliputi: penyakit yang pernah diderita, kecelakaan
yang pernah dialami, prosedur operasi yang pernah dijalani
Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
1. Kepala
Kesimetrisan wajah
Rambut : warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala
Sensori :
- Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, pupil, reaksi
pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus
- Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji berbisik
- Hidung : Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung
- Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau mulut
2. Leher
Deviasi/simetris, cidera cervical, kelenjar thyroid, kelenjar limfe, Trakea, JVP
3. Dada
I : Kesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis
P : Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak
P : Adanya cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung
A : Suara paru dan jantung
4. Abdomen : IAPP
Elasitas, kembung, Asites
Auskultasi bising usus
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan
Perkusi : Suara abnormal
5. Ekstremitas/muskuloskeletal
Rentang gerak, Kekuatan otot, Deformitas, Kontraktur, Edema, Nyeri, Krepitasi
6. Kulit/Integumen
- Turgor Kulit :
- Mukosa kulit :
- Kelainan kulit
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi, Pemeriksaan darah/urin/feses, pemeriksaan lain-lain
F. Terapi Medis
Pemberian infus/obat-obatan
G. Analisa Data
No
.
Symptom Etiologi Problem
Dx
.
1. DS:
DO:
2. DS:
DO:
H. Diagnosa Keperawatan dan Prioritasnya
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
I. Rencana Keperawatan
Dx. 1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
penurunan curah jantung
Kriteria hasil:
- Tanda vital dalam batas yang diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan
bebas gejala gagal jantung
- Dispnea menurun
- Angina menurun
- Ikut serta dalam aktivitas yang yang mengurangi beban kerja jantung
Intervensi:
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung
R/ biasanya terjadi takikardia (meskipun dalam keadaan istirahat) untung
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel
2) Catat bunyi jantung
R/ S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
gollup umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi
yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis lemah
3) Palpasi nadi perifer
R/ penurunan curah jantung dapat menunjukkan turunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur dipalpasi dan pulsus alternan
4) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
R/ pucat menunjukkan penurunan perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
5) Kolaborasi dengan tim medis lain
R/ untuk mempercepat pemulihan dan tidak terjadi penurunan curah
jantung
Dx. 2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan dapat menunjukan
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan
Kriteria hasil: Memaksimalkan oksigenasi
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
R/ Memantau kesehatan umum klien
2) Observai warna kulit, membran mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis
perifer atau sirkulasi sentral
R/ Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun, sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan
kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik.
3) Awasi frekunsi jantung/irama
R/ Takikardia biasanya ada karena demam/dehidrasi. Tetapi juga dapat
merupakan respon terhadap hipoksemia.
4) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang
R/ Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen
untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5) Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam
dan batuk efektif
R/ Tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk perbaikan ventilasi.
6) Kolaborasi dengan tim medis lain
R/ untuk mempercepat pemulihan dan tidak terjadi penurunan curah
jantung

J. Implementasi Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan/implementasi merupakan tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi tindakan keperawatan
yang telah direncanakan dan mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik,
perlindungan pasien, teknik komunikasi, dan prosedur tindakan (Purwanto,
2012) dan (Wong, 2009)

K. Evaluasi
Menilai keberhasilan dari intervensi yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
 A.Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
 Black, Joyce M & Hawks, Jane H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapura: Elsevier
 Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
 Departemen Kesehatan RI. (2013). Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dep.Kes RI. Jakarta. Direktorat.
 http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2078/1/KARYA%20TULIS%20ILMIAH%20fix
%20komplit%20neww.pdf (Diakses pada tanggal 07 April 2020 pukul 02.47 WIB)
 https://www.academia.edu/17442794/Asuhan_Keperawatan_Pada_Klien_Dengan_CHF
(Diakses pada tanggal 07 April 2020 pukul 19.22 WIB)
 https://www.academia.edu/30306540/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN_KEPE
RAWATAN_PADA (Diakses pada tanggal 07 April 2020 pikul 19.40 WIB)
 http://daek-chin.blogspot.com/2014/10/laporan-pendahuluan-akut-miocard-infark.html
(Diakses pada tanggal 07 April 2020 pukul 02.46 WIB)
 https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjKw8SX
p9boAhWLe30KHWhaAdEQFjABegQIARAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.academia.edu
%2F30306540%2FLAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN_KEPERAWATAN_PAD
A&usg=AOvVaw3DDP7hID5R7vsSvEd-l6GR (Diakses pada tanggal 07 April 2020
pukul 19.53 WIB)
 http://widyasaras008.blogspot.com/2014/12/askep-infark-miokard-akut.html (Diakses
pada tanggal 07 April 2020 pukul 02.49 WIB)
 Morton G.P. 2012, Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC
 Nurarif AH & Hardi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda.Jilid 1. Jakarta: EGC
 Putri & Wijaya. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika
 World Health Organization, 2008. Mortality Country Fact Sheet.

Anda mungkin juga menyukai