Anda di halaman 1dari 19

Visi :

Pada tahun 2020 menghasilkan ahli madya keperawatan unggul dalam penguasaan
teknologi keperawatan neurosains

PROPOSAL RISET KEPERAWATAN


Penerapan Prosedur Terapi Hipnosis Lima Jari Pada Lansia
dengan Gangguan Kecemasan

Oleh :
Erviana Yulianti
P3.73.20.1.16.170

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Paula Krisanty, S.Kep., M.A.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 3


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas (Kemenkes RI
2013). Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir
dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses
yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus
kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu
yang mencapai usia lanjut. Hal tersebut merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dihindari oleh setiap manusia (Notoatmodjo 2007 dalam Nurmalasari 2016 ). Organisasi
kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (Middle
Age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (Elderly) adalah usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (Old)
adalah 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very Old) adalah diatas 90 tahun. (Mubarak 2006
dalam Moulana 2018).
Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 11,3 juta jiwa
(6,4%) meningkat menjadi 15,3 juta (7,4%) pada tahun 2000. Diperkirakan pada tahun 2010
akan sama dengan jumlah anak balita yaitu sekitar 24 juta jiwa atau 9,77% dari seluruh
jumlah penduduk. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia akan meningkat menjadi 28,8
juta atau 11,34% dari total jumlah penduduk. Dari tahun 2000 sampai 2050, populasi dunia
yang berusia 60 ke atas (lansia) akan menjadi lebih dari tiga kali lipat dari 600 juta menjadi 2
miliar. Sebagian besar peningkatan ini terjadi di negara-negara berkembang, di mana jumlah
orang yang lebih tua akan meningkat dari 400 juta pada tahun 2000 menjadi 1, 7 miliar pada
tahun 2050. (Kemenkes RI. 2013).
Pada usia lanjut, penurunan kondisi biologis, kondisi psikologis maupun perubahan
psikososial, akan berpotensi pada masalah kesehatan baik fisik maupun psikologis yang
berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Listiana, dkk 2013
dalam Annisa 2016). Permasalahan psikososial yang paling banyak terjadi pada lansia seperti
perasaan sedih, anxiety (kecemasan), kesepian, dan depresi (Heningsih, 2014). Kecemasan
yang dialami oleh lansia, antara lain rasa takutnya terhadap kematian, kehilangan keluarga
atau teman karib, kedudukan sosial, pekerjaan, uang, penyakit yang diderta. Hal ini dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan (Maramis 2004 dalam Widiyaningsih 2010)
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda
dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.
Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut yang penyebabnya tidak
diketahui. Sedangkan rasa takut mempunyai penyebab yang jelas dan dapat dipahami (Stuart,
2006). Menurut Keliat dkk (2011) Kecemasan adalah suatu perasaan was-was seakan sesuatu
yang buruk akan terjadi dan merasa tidak nyaman seakan ada ancaman yang disertai gejala-
gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin dan tangan gemetar. Presentase
gangguan mental emosional di Indonesia menunjukkan gejala kecemasan dan depresi pada
usia 55-64 tahun sebesar 6,9%, usia 65-74 tahun sebanyak 9,7% dan pada usia di atas 75
tahun sebesar 13,4% (Riskesdas 2013). Gejala cemas yang dirasakan pada lansia seperti,
perasaan takut, mudah tersinggung, kecewa, gelisah, perasaan kehilangan, sulit tidur
sepanjang malam, sering membayangkan hal-hal yang menakutkan dan rasa panik pada hal
yang ringan, konflik-konflik yang ditekan dan berbagai masalah yang tidak terselesaikan akan
menimbulkan cemas (Maryam dkk, 2008).
Salah satu terapi tindakan keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan yaitu
dengan mengajarkan klien teknik relaksasi untuk kontrol kecemasan dengan pengalihan
situasi seperti teknik hipnosis diri lima jari (Jenita dkk (2008), Suyatmo (2009) dan Yusuf dkk
(2015), dalam Hastuti dan Arumsari (2015). Pernyataan ini juga didukung bahwa terapi
hipnotis lima jari yang sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Banon dkk (2014),
Evangelista dkk (2016), dan Hastuti dan Arumsari (2015), menunjukkan bahwa hipnosis lima
jari efektif dapat menurunkan ansietas. Terapi hipnosis lima jari merupakan terapi generalis
keperawatan dimana pasien melakukan hipnosis diri sendiri dengan cara pasien memikirkan
pengalaman yang menyenangkan, dengan demikian diharapkan tingkat cemas pasien akan
menurun (Endang dkk 2014). Hipnosis lima jari adalah pemberian perlakuan dalam keadaan
rileks, kemudian memusatkan pikiran pada bayangan atau kenangan yang diciptakan sambil
menyentuhkan lima jari secara berurutan dengan membayangkan kenangan sambil menikmati
(Jenita D.T. Donsu dkk 2008 dalam Hastuti dan Arumsari 2015)
Teknik hipnosis lima jari merupakan suatu bentuk pengalihan situasi self hipnosis yang
dapat menimbulkan efek relaksasi, sehingga akan mengurangi kecemasan, ketegangan, dan
stres dari pikiran seseorang yang dapat berpengaruh pada pernafasan, denyut jantung, denyut
nadi, tekanan darah, mengurangi ketegangan otot, memperkuat ingatan pengeluaran hormone
yang dapat memicu timbulnya kecemasan, dan mengatur hormone yang berkaitan dengan
stres (Hastuti dan Arumsari, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah ada
Pengaruh Hipnosis Lima Jari Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia yang nantinya bisa
meningkatkan kualitas hidup pada lansia, menurunkan tingkat stres psikologis (kecemasan)
pada lansia, keluarga menjadi sehat jasmani dan rohani.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Bagimana penerapan hipnosis lima jari berpengaruh terhadap penurunan tingkat cemas
pada lansia?

C. Tujuan Studi Kasus


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh hipnosis lima jari dalam penurunan tingkat cemas pada lansia

D. Manfaat Studi Kasus


Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi
1. Bagi Keluarga dan Pasien
a. Bagi keluarga dan subjek, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan
menambah informasi mengenai terapi hipnosis lima jari dalam menurunkan tingkat
cemas.
b. Keluarga dan subjek mendapatkan keterampilan penerapan terapi hipnosis lima jari
dalam menurunkan tingkat kecemasan.
2. Bagi Institusi
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam prosedur
terapi hipnosis lima jari pada lansia dengan gangguan kecemasan
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur terapi hipnosis lima jari
pada lansia dengan gangguan kecemasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KECEMASAN
1. Pengertian
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek
yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu
yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut yang
penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa takut mempunyai penyebab yang jelas dan
dapat dipahami (Stuart, 2006).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.
Ketika merasa cemas, individu merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut
atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus ansietas. Ansietas merupakan alat peringatan internal yang
memberikan tanda bahaya kepada individu (Viedebeck, 2008).
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai
respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Nurarif & Kusuma, 2013).
Dari berbagai pengertian kecemasan yang telah dipaparkan di atas dapat
disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman
pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai dengan
perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu yang belum
jelas. (Annisa dan Ifdil 2016).
2. Respon Kecemasan
Menurut Nevid (2005) dalam Trisnawati (2013), seseorang yang mengalami kecemasan
akan menampakkan respon sebagai berikut:
a. Respon fisik
Gelisah, gugup, banyak berkeringat, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit
berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung berdetak kencang. Suara yang
bergetar, pusing, merasa lemas, tangan yang dingin, sering buang air kecil, terdapat
gangguan sakit perut atau mual, muka memerah, leher atau punggung terasa kaku,
merasa sensitif atau mudah marah.
b. Respon perilaku
Seseorang yang mengalami kecemasan biasanya akan menunjukkan perilaku
menghindar, perilaku melekat dan dependen, ataupun perilaku terguncang.
c. Respon kognitif
Khawatir tentang sesuatu bukan terhadap hal-hal sepele, perasaan terganggu terhadap
sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, sangat
waspada, khawatir akan ditinggal sendiri, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan
pikiran, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, ketakutan akan
ketidakmampuan menghadapi masalah, berpikir tentang hal-hal yang mengganggu
secara berulang-ulang.
Menurut Gail W. Stuart (2006) dalam Anisa dan Ifdil 2016 kecemasan
dikelompokkan dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif,
a. Respon Perilaku
Respon perilaku yang terjadi dalam kecemasan antara lain gelisah, ketegangan fisik,
tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera,
menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar,
hiperventilasi, sangat waspada.
b. Respon Kognitif
respon kognitif yang terjadi dalam kecemasan antara lain perhatian terganggu,
konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir,
lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung,
sangat waspada, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada
gambaran visual, takut cedera atau kematian, mimpi buruk.
c. Respon Afektif
Respon afektif yang terjadi dalam kecemasan antara lain Mudah terganggu, Tidak
sabar, Gelisah, Tegang, Gugup, Ketakutan, Waspada, Kekhawatiran, Kecemasan, Mati
rasa, Rasa bersalah. Malu.

3. Jenis-jenis Kecemasan
Menurut Freud (dalam Andri dan Dewi 2007) membedakan kecemasan dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang
mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan terhadap
kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatang buas. Kecemasan ini menuntun
kita untuk berperilaku bagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan yang
bersumber pada realitas ini menjadi ekstrim. Seseorang dapat menjadi sangat takut
untuk keluar rumah karena takut terjadi kecelakaan pada dirinya atau takut
menyalakan korek api karena takut terjadi kebakaran.
b. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara pemuasan
instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa kali seorang anak
mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan kebutuhan id yang implusif
Terutama sekali yang berhubungan dengan pemenuhan insting seksual atau agresif.
Anak biasanya dihukum karena secara berlebihan mengekspresikan impuls seksual
atau agresifnya itu. Kecemasan atau ketakutan untuk itu berkembang karena adanya
harapan untuk memuaskan impuls Id tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul
adalah ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif
yang didominasi oleh Id. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan
karena ketakutan terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang
akan terjadi bila insting tersebut dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id
dan Ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas.
c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara dasar
merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi
untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang
termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada
kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience stricken”.
Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya superego. Biasanya
individu dengan kata hati yang kuat dan puritan akan mengalami konfllik yang lebih
hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar.
Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam
kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan yang ditetapkan
orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan hukuman jika melanggar
norma yang ada di masyarakat. Rasa malu dan perasaan bersalah menyertai kecemasan
moral. Dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati
individu itu sendiri. Freud mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan
yang setimpal karena pelanggaran terhadap aturan moral.

Menurut Spilberger dalam Anisa dan Ifdil (2016) menjelaskan kecemasan


dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu.
a. Trait anxiety
Trait anxiety yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang menghinggapi diri
seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini
disebabkan oleh kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas
dibandingkan dengan individu yang lainnya.
b. State anxiety
State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada diri individu
dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat
subjektif.
4. Tingkat-tingkat kecemasan
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Menurut
Peplau
(1952) dalam Suliswati (2014) ada empat tingkatan yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada
serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat memotivasi individu
untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan
lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
c. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil
dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk
mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area
lain.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol,
maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan
aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara
efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan


Menurut Stuart (2007) dalam Trisnawati (2013), tingkat kecemasan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang meliputi hal berikut:
a. Potensi stresor
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan
adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya.
b. Maturasi (kematangan)
Individu yang matang yaitu yang memiliki kematangan kepribadian sehingga akan
lebih sukar mengalami gangguan kecemasan, sebab individu yang matag mempunyai
daya adaptasi yang besar terhadap stressor yang timbul. Sebaliknya individu yang
berkepribadian tidak matang akan bergantung dan peka terhadap rangsangan sehingga
sangat mudah mengalami gangguan kecemsan.
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut
mudah mengalami kecemasan dibanding dengan mereka yang tingkat pendidikannya
tinggi. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadup
kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir
rasional dan menangkap informasi baru termasuk dakam menguraikan masalah yang
baru. (Sarwono, 2000 dalam Trisnawati,2013)
d. Status ekonomi
Status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah
mengalami kecemasan disbanding dengan mereka yang status ekonominya tinggi.
e. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah pada seseorag akan menyebabkan orang tersebut
mudah mengalami gangguan kecemasan.
f. Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik sepert cidera, penyakit badan, operasi, cacat
badan lebih mudah mengalami kecemasan. Disamping itu orang yang mengalami
kelelahan fisik juga akan lebih mudah mengalami kecemasan.
g. Lingkungan atau situasi
Individu yang tinggal pada lingkungan yang asing akan lebih mudah mengalami
kecemasan disbanding bila dia berada dilingkungan yang biasa dia tempati.
h. Usia
Ada yang perpendapat bahwa faktor usia muda lebih mudah mengalami gangguan
akibat kecemasan dari pada usia tua tetapi ada yang berpendapat sebaliknya.

B. RELAKSASI HIPNOSIS LIMA JARI


1. Relaksasi
a. Pengertian
Menurut Zainul (2007), dengan proses relaksasi atau pengenduran, penyegaran
kembali (Refeshing) organ-oragan tubuh akan sesekali mengalami fase istirahat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tekhnik relaksasi
adalah salah satu bentuk terrapin yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang
dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan
pikiran dan anggota tubuh seperti otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan
tegang menjadi keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangn
sampai gerakan kaki.
b. Tujuan
Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk menurunkan tingkat rangsangan
seseorang dan membawa suatu keadaan yang lebih tenang, baik secara psikologis
maupun fisiologis. Secara psikologis relaksasi yang berhasil menghasilkan perasaan
sehat, tenang dan damai, suatu perasaan berada dalam kendali, serta penurunan dalam
ketegangan dan kegelisahan. Secara fisiologis relaksasi menghasilkan penurunan
tekanan darah, pernafasan dan detak jantung. Tekhnik relaksasi termasuk latihan
bernafas, relaksasi otot, dan beragam strategi mental termasuk hayalan dan visualisasi.
Kondisi yang kondusif untuk mencapai tingkat yang rileks seperti lingkungan yang
tenang, posisi fisik yang nyaman, dan mata tertutup. Ivancevich dan Jhon, (2006)
dalam Zainul (2007)
c. Manfaat
Beberapa manfaat yang akan diperoleh apabila tekhnik relaksasi diterapkan,
diantaranya adalah memberikan relaksasi yang akan membuat individu lebih mampu
menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stress, masalah-masalah yang
berhubungan dengan stress seperti; hipertensi, sakit kepala, insominia dapat dikurangi
atau diobati dengan rileksasi, mengurangi tingkat kecemasan, mengurangi
kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress, mengontrol anticipatory
anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan; seperti pada pertemuan
penting, wawancara atau sebagainya, meningkatnya penampilan; kerja, sosial, dan
penampilan fisik, kelelahan, aktivitas mental dan latihan fisik yang tertunda dapat
diatasi dengan menggunakan keterampilan relaksasi. Ivancevich dan Jhon, (2006)
dalam Zainul (2007).

2. Hipnosis lima jari


a. Pengertian
Menurut Mahoney (2007) dalam Hastuti dan Arum Sari (2015) hipnosis lima jari
merupakan salah satu bentuk Self hipnosis yang dapat menimbulkan efek relaksasi
yang tinggi, sehingga akan mengurangi ketegangan dan stress dari pikiran seseorang.
Hipnosis lima jari mempengaruhi sistem limbik seseorang sehingga berpengaruh pada
pengeluaran-pengeluaran hormone-hormone yang memicu timbulnya stress.
Hipnosis lima jari merupakan salah satu metode yang terbukti dan sangat efektif
untuk mengurangi asnietas. Hipnosis lima jari terbukti berpengaruh terhadap
penurunan ansietas pada pasien ansietas tingkat sedang menjadi kecemasan tingkat
ringan. (Jenita, 2008).
Hipnosis lima jari adalah intervensi keperawatan untuk mengurangi kecemasan
dengan cara membantu subjek untuk menghipnosis dirinya sendiri dengan
membayankan kejadian-kejadian menyenangkan dalam hidupnya. (Moulana, 2018)
b. Tujuan
Menurut Yardes, dkk (2015) tujuan diterapkan hipnosis lima jari diantaranya adalah
membantu individu menjadi rileks, sehingga individu dapat memperbaiki berbagai
aspek kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis, membantu individu untuk
mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga individu dapat mengambil
respon yang tepat pada saat berada dalam situasi yang menegangkan, membantu
individu untuk mengurangi tingkat kecemasannya, membantu individu mengurangi
stress dan cemas
c. Indikasi hipnosis lima jari
1) Subyek dengan kecemasan ringan-sedang
2) Subyek dengan nyeri ringan-sedang
(Moulana,2018)
d. Langkah-langkah hipnosis lima jari
1) Fase orientasi
Pada fase ini terdiri dari mengucapkan salam terapeutik, selanjutnya buka
pembicaraan dengan topic umum, validasi pertemuan sebelumnya, jelaskan tujuan
interaksi, tetapkan kontrak topik atau waktu dan tempat. (Moulana,2018)
2) Fase kerja
Ciptakan lingkungan yang nyaman, bantu subjek untuk emndapatkan posisi yang
nyaman duduk ataupun berbaring, latih pasien untuk menyentuh keempat jari
dengan ibu jari jari tangan, minta subjek untuk tarik napas dalam dari hidung,
keluarkan secara perlahan dari mulut, lakukan sebanayak 2-3 kali, minta subjek
untuk menutup mata agar rileks, dengan diringi oleh musik (jika subjek mau) pandu
subjek untuk menghipnosis dirinya sendiri dengan arahan (Moulana, 2018), sentuh
ibu jari dengan telunjuk. Pikirkan saat anda sehat, fisik menyenangkan , segar,
habis olahraga, jalan-jalan (pikirkan semua keadaan fisik yang menyenangkan)
jangan pikirkan yang lain, tetap tenang selama 1 menit), sentuh ibu jari dengan jari
tengah, pikirkan saat anda jatuh cinta, kasmaran, kehangatan, atau percakapan intim
(pikirkan kenangan manis dengan orang yang dicintai) jangan pikirkan yang lain,
tetap tenang dalam I menit., sentuh ibu jari dengan jari manis. Pikirkan saat anda
mendapatkan pujian , penghargaan, prestasi, dan anda sangat berterimakasih
(pikirkan semua keberhasilan dan prestasi), jangan pikirkan yang lain, tetap tenang
dalam 1 menit, sentuh ibu jari anda dengan kelingking. Pikirkan semua tempat
terindah yang pernah dikunjungi, bayangkan anda berada disana beberapa saat,
jangan pikirkan yang lain, tetap tenang dalam 1 menit. Minta subjek untuk tarik
napas dalam kembali sebanyak 2-3 kali, kemudian buka mata secara perlahan.
(Yardes dkk, 2015)
3) Fase terminasi
Fase ini terdiri dari evaluasi perasan subjek, evaluasi objektif, terapkan rencana
tindak lanjut subjek, kontrak topic/waktu dna tempat untuk pertemuan berikutnya
dan salam penutup. (Moulana, 2018)

C. Hubungan Antara Hipnosis Lima Jari Dengan Penurunan Kecemasan


Menurut Guyton (2006) dalam Chintia (2018) Neurofisiologi kecemasan adalah
sebagai respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas yang menimbulkan
aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Secara
fisiologis situasi cemas akan mengaktifkan hipotalamus, yang selanjutnya akan
mengaktifkan dua jalur utama cemas, yaitu sitem endokrin (korteks adrenal) dan sistem
saraf otonom (simpatis dan parasimpatis).
Menurut Guyton (2006) dalam Chintia (2018) Kecemasan menngaktivasi amigdala
yang merupakan bagian dari sistem limbik yang berhubungan dengan komponen
emosional dari otak. Respon neurologis dari amigdala ditransmisikan dan menstimulasi
respon hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF
(corticotropi-releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon
yang lain yaitu ACTH (Adrenocontoropic hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai
gantinya menstimulasi kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol, suatu kelenjar kecil
yang berada di atas ginjal. Hormon kortisol ini juga berperan daalam proses umpan balik
negatif yang dihantarkan ke hipotalamus dan kemudian sinyal diteruskan ke amigdala
untuk memperkuat pengaruh stress terhadap emosi seseorang. Sealin itu, umpan balik
negative ini akan merangsang hipotalamus bagian anterior untuk melepaskan hormon
TRH (Thirotropic Releasing Hormone) dan akan menginstruksikan kelenjar hipofisis
anterior untuk melepaskan TTH (Thirotropic Hormone). TTH ini akan menstimulasi
kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormone tiroksin yang mengakibatkan perubahan
tekanan darah, frekuensi nadi, peningkatan BMR (Basal Metabolic Rate), peningkatan
asam lemak bebas, dan juga peningkatan ansietas (Videback, 2008 dalam Moulana,
2018). Semakin berat stress , kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol semakin
banyak dan menekan sistem imun.
Mekanisme dari kecemasan yang kedua melalui jalur sistem saraf otonom. Setelah
stimulus diterima oleh hipotalamus, maka hipotalamus langsung mengaktifkan sistem
saraf simpatis dan parasimpatis. Aktivitas berkepanjangan respon stimulus ini dapat
memicu pelepasan adrenalin dari kelenjar adrenal (khususnya medulla adrenal). Sekali
dirilis, mengikat Ne dan adrenalin ke reseptor adrenergik pada berbagai jaringan,
sehingga menghasilkan efek karateristik “melawan atau lari”. Efek berikut dilihat
sebagai hasil dari aktivitas reseptor adrenergik yaitu peningkatan keringat, peningkatan
denyut jantung (peningkatan kecepatan konduksi, penurunan periode refrakter), nafas
pendek, sakit dada, pelebaran pupil, peningkatan tekanan darah (peningkatan
kontraktilitas), meningkatnya ketegangan otot, menyempitnya lapang prsepsi,
meningkatkan emosi, mudah marah, ketakutan. Karna ketegangan otot yang ditimbulkan
maka dilakukan relaksasi yang bertujuan untuk merileksasi otot tubuh yang akan
berdampak pada penurunan gejala cemas (Guyton, 2006 dalam Chintia 2018)
Hipnosis lima jari merupakan salah satu bentuk self hipnosis yang dapat
menimbulkan efek relaksasi yang tinggi, sehingga akan mengurangi ketegangan dan
stress dari pikiran seseorang. Hipnosis lima jari mempengaruhi sistem limbic seseorang
sehingga berpengaruh pada pengeluaran hormon-hormon yang dapat memacu timbulnya
stress. Hipnosis lima jari juga dapat mempengaruhi pernafasan, senyut jantung, denyut
nadi, tekanan darah, mengurangi ketegangan otot dan koordinasi tubuh, memprkuat
ingatan, meningkatkan produktivitas suhu tubuh dan mengatur hormon-hormon yang
berkaitan dengan stress. (Mahoney, 2007 dalam Hastuti dkk 2015).
Penggunaan hipnosis lima jari adalah seni komunikasi verbal yang bertujuan
membawa gelombang pikiran klien menuju trance (gelombang alpha/tetha). Dikenal juga
dengan menghipnosis diri yang beetujuan untuk pemograman diri, menghilangkan
kecemasan dengan melibatkan saraf parasimpatis dan akan menurunkan peningkatan
kerja jantung, pernafasan, tekanan darah, kelenjar keringat dll. (Kozier, 2010 dalam
Moulana, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Andri & Dewi, Y. (2007). Teori Kecemasan Berdasarkan Psikoanalisis Klasik dan Berbagai
Mekanisme Pertahanan Terhadap Kecemasan. Jakarta: Majelis Kedokteran Indonesia.
Diaskes dari http://www.researchgate.net/2102277782/Anxiety-Theory-Based-On-Classic-
Psychoanalitic-and-Types-of-Defense-Mechanism-To-Anxiety.pdf tanggal 5 februari 2019

Annisa, D., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Pada Lanjut Usia (Lansia).
Jurnal Konselor Universitas Padang, 5(2), 93-99. Diakses dari
ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/download/6480/5041 tanggal 1 februari 2019

Banon, E., ernawati, D., Noorkasiani. (2014) Efektivitas Terapi Hipnotis Lima Jari Untuk
Menurunkan Tingkat Ansietas Pasien Hipertensi. JKep. Vol. 2 No. 3 November 2014, hlm
24-33. Diakses dari https://studylibid.com/doc/996693/efektivitas-terapi-hipnotis-lima-jari-
untuk tanggal 30 Januari 2019

Chintia, B. (2018). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Kecemasan Pada
Mahasiswa Menjelang Ujian Osce. Thesis, tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang. Diakses dari http://eprints.umm.ac.id/41472/ tanggal
7 februari 2019

Dosen MK Keperawatan Neurosains. (2018). Modul Praktikum Laboratorium Keperawatan


Neurosains 1. Bekasi: Poltekkes Kemenkes Jakarta 3

Hastuti, R. Yuli & Arumsari, A (2015) Pengaruh Terapi Hipnosis Lima Jari Untuk Menyrynkan
Kecemasan Pada Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi di Stikes Muhammadiyah
Klaten. Diakses dari ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/motor/article/viewFile/227/223
tanggal 2 februari 2019

Heningsih. (2014). Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di Panti Werdha Dharma Bhakti
Kasih Surakarta. Diakses dari digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=668
tanggal 1 februari 2019
Jenita. (2008). Five Fingers on the Effect of Hynosis Anxiety Reduction In Breast Cancer
Patient. Diakses dari http://poltekkesjogja.ne/jurnal/2014/11/17/five-fingers-on-he-effect-
of-hypnosis-anxiety-reduction-in-breast-cancer-patients/ tanggal 8 februari 2019

Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin. Jendela: Jakarta.

Keliat, B.A, dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC.

Maryam, R. Siti dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Moulana, A. (2018). Penerapan Prosedur Terapi Hipnosis Lima Jari Pada Lansia Dengan
Gangguan Kecemasan. Bekasi: Poltekkes Kemenkes Jakarta 3

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. (2013) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Medication Publishing .

Nurmalasari, A. (2016). Bentuk Dukungan Keluarga Terhadap Sikap Lansia Dalam Menjaga
Kesehatan Mentalnya (Studi Kualitatif Terhadap Lansia Wanita di Posyandu Harapan
dan Jember Permai I di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Diakses dari
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/71840 tanggal 30 Januari 2019

Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Suliswati. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Trisnawati, R. (2013). Hubungan Karakteristik Pasien Diabetes Melitus dengan Tingkat


Kecemasan di RSUD Banyumas. Thesis, tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Diakses dari
http:/respository.ump.ac.id/id/eprint/140 tanggal 7 februari 2019

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Widiyaningsih. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kecemasan Pada Lanjut Usia
di Panti Werdha Dharma Bhakti Kota Surakarta. Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surakarta. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/7918/1/J210050021.pdf tanggal 31 Januari 2019

Zainul, Zen. (2007). Hidup Sehat dengan Olah Lahir, Fikir, & zikir. Jakarta: Qultummedia.
Diakses dari http://eprints.stainkudus.ac.id tanggal 7 februari 2019

Anda mungkin juga menyukai