Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“INFARK MIOKARD AKUT”


STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DOSEN PENANGGUNG JAWAB:


Ns. Suhaimi Fauzan, S.kep., M.Kep

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Nita Ariyanti, M.Kep

DISUSUN OLEH :
IRMA AGUSTINA
I4051201013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

“Infark Miokard Akut”

1. Definisi
Infark miokard adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan
oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Berkurangnya
aliran darah di coroner disebabkan karena adanya sumbatan pada arteri coroner
(Nugruho, Putri & Putri, 2016)
Infark miokard akut (IMA) terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi
menyebabkan perkembangan suatu regio nekrosis dengan batas yang jelas. IMA
paling sering disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerotik pada arteri koroner. Hal ini
menyebakan pembuntukan trombus yang menyumbat arteri, sehingga menghentikan
pasokan darah ke region jantung yang disuplai. (Nanda Nic-Noc , 2017)
2. Etiologi
Infark miokard akut biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri coroner
menyebakan terbatasnya atau terputusnya aliran darah kesuatu bagian dari jantung.
Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa
menit, maka jaringan jantung akan mati. (Nugruho, Putri & Putri, 2016).
Penyebab lain dari Infark Miokard akut adalah suatu bekuan dari bagian
jantungnya sendiri. Kadang suatu bekuan (embolus) terbentuk didalam jantung, lalu
pecah dan tersangkut di arteri coroner. Kejang pada arteri coroner yang menyebakan
terhentinya aliran darah.
Lokasi IMA (Infark Miokard Akut) bedasarkan EKG:

- Inferior : II, III, aVF


- Lateral: I, aVL, V4-V6
- Anteroseptal: V1-V3
- Anterolateral: V1-V6
- Ventrikel kanan: RV4, RV5

3. Klasifikasi
Jenis Infark Miokard sebagai berikut :
a. Infark Transmural
Infark yang terjadi pada seluruh lapisan dinding ventrikel; anterior, inferior dan
posteritor
b. Infark Subendokardial
Infark pada lapisan superfisial otot jantung.

4. Faktor Risiko
Terdapat beberapa risiko yang menempatkan sesorang termasuk ke dalam
kategori risiko tinggi dan rendah. Usia dan jenis kelamin merupakan factor yang tidak
dapat diubah. Semakin lanjut usia, maka kualitas pembuluh darah akan semakin
buruk. Hal ini membuat lansia berisiko tinggu mengalami infrak miokard. Sedangkan
wanita sebelum masa menopause mimiliki risiko lebih rendah dibandingkan laki laki.
Hal ini disebabkan keberadaan hormone estrerogen yang menjaga elastisitas
pembuluh darah
Selain itu pola hidup tidak sehat juga menjadi factor risiko terjadinya serangan
infark miokard. Merokok dan konsumsi minuman berakohol merupakan pemicu
ateroskelorosis penyebab infark miokard akut. (Nanda NIC-NOC, 2017).

5. Patofisiologi
Dua jenis kelainan Yang terjadi pada IMA (Infark Miorkad Akut) adalah
komplikasi hemodinamik dan Aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik dengan akibat penurunan ejection
fraction. Isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir diastolik
ventrikel kiri. Tekenan akhir diastolic ventrikel kiri naik dengan Atrium kiri juga
naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan
hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah Infark tetapi juga daerah
iskemik disekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi
khususnya dengan bantuan rangsangan Ade negeri unik untuk mempertahankan curah
jantung tetapi juga daerah iskemik sekitarnya miokard masih relatif baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergik ini untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. kompensasi ini jelas tidak akan membantai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami Iskemia atau bahkan sudah Fibrotik. Bila Infark kecil dan miokard
yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila Infark meluas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk
akibat Iskemia atau Infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan
gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta
ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena Infark maupun non
Infark. Perubahan tersebut menyebabkan ReModelling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel yang timbul Aritmia.
Perubahan perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak di obati hal ini disebabkan karena
daerah daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah daerah diskenetik
akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku.
Miokard sehat dapat pula mengalami Hipertrofi. sebaliknya pemburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjanganatau infark meluas.
Terjadinya penyulit mekanis seperti rupture septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit menit
atau jam jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan perubahan
masa refrakter; daya hantar rangsangan dan kepakaan Terhadap rangsangan. Sistem
saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya Aritmia. Pasien IMA Inferior
umumnya mengalami peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan
mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. (Nugruho, Putri
& Putri, 2016) .
6. Manifestasi Klinis
Kejadian Infark Miokard Akut didahului factor pencetus yang utama adalah kegiatan
fisik yang berat dan stress emosi

a. Rasa nyeri
Nyeri bervariasi intensitasnya, kebanyakan nyeri hebat lamanya 3o menit sampai
bebrapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk, ditekan, dipaku, dibakar, lokasi nyeri
biasanya pada region sternal dapat menjalar pada kedua sisi dada, bahu, leher,
pinggang dan lengan kiri.
b. Mual dan muntah
c. Dyspnea, takikardia, peningkatan frekuensi pernapasan
d. Keletihan
e. Rasa cemas dan gelisah
Respon psikologis sebagai akibat serangan jantung yang menyiksa dan ketakutan
akan mati serta pengalaman syok dan nyeri sebelumnya
f. Panas-demam
Kadang didapatkan pada pasien IMA sebagai respon peradangan
g. Oliguria
Jumlah produksi urine kurang dari 30-40 ml/jam
h. Pada pemeriksaan EKG
 Fase Hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
- Elevasi yang curam dari segmen ST
- Gelombang T yang tinggi dan curam
- VAT memanjang
- Gelombang Q tampak
 Fase Perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
- Gelombang Q patologis
- Elevasi segmen ST yang cembung keatas
- Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
 Fase resolusi (beberapa minggu – bulan kemudian)
- Gelombang Q patologis tetap ada
- Segmen ST mungkin sudah kembali Iseolektris
- Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
i. Pada pemeriksaan darah (enzim jantung:CK 7 LDH)
 Creatinin Kinase (CK) meningkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan
memuncak antara 24&28 jam pertama. Pada 2-4 hari awitan IMA normal
 Dehidroges Laktat (LDH) mulai tampak melihat pada serum setelah 24 jam
pertama setelah awitan dan akan tinggi selam 7-10 hari.

7. Komplikasi
Menurut Nugruho, Putri & Putri (2016), komplikasi Infark Miokard Akut adalah :

 Aritmia
 Bradikila sinus
 Irama nodal
 Gangguan hantaran atrioventrikuler
 Gangguan antaran intraventrikel
 Asistolik
 Takikardia sinus
 Kontraksi atrium premature
 Flutter atrium
 takikardia supervestikuler
 fibralasi atrium
 takikardia ventrikel
 regursitasi mitral akut
 rupture jantung dan suptum

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nugruho, Putri & Putri, (2016). Pemeriksaan Diagnostik infrak miokard
akut yaitu:

 EKG
Menunjukan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakstabilan elektrolit dan obat jantung.
 Monitor Holter
Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
disritmia disebakan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja)
 Foto dada
Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup
 Scan pecitraan miokardia
 Test stress latihan
 Elektrolit
 Laju sedimitasi

9. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Menurut (Muttaqin, 2009) pengkajian dari proses asuhan keperawatan pada infark
miokard akut (IMA) mencakup riwayat yang berhubungan dengan gambaran
gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas (dispnea), palpitasi, pingsan (sinkop), dan
keringat dingin (diaforesis). Masing- masing gejala harus dievaluasi waktu dan
durasinya serta factor yang mencetuskan dan yang meringankan.
a) Anamnesis
Anamnesis penyakit ini terdiri atas keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, dan kondisi psikologis pasien.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
c) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
d) Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan
serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada pasien secara PQRST (Provoking,
Quality, Region, Severity, Time). Proviking dan Time: Tanyakan pertanyaan
untuk menentukan permulaan serangan, durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan
nyeri mulai dirasakan? Berapa lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri
terjadi pada waktu yang sama setiap hari? Berapa sering nyeri tersebut
muncul? Quality: Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim
membantu perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis nyeri,
pola nyeri, serta jenis intervensi yang dapat memberikan pertolongan terhadap
nyeri. Region: untuk mengkaji lokasi nyeri, minta pasien untuk mengatakan
atau menunjukkan semua area dimana pasien merasa tidak nyaman. Severity:
Variasi skala nyeri telah tersedia bagi pasien untuk mengomunikasikan
intensitas nyeri mereka. Ketika menggunakan skala angka, skala 0-3
mengindikasikan nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7- 10 nyeri hebat,
dianggap sebagai keadaan darurat pada nyeri (Miaskwoski dalam Potter Perry,
2014).
e) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obatobatan yang biasa diminum oleh
pasien pada masa lalu yang masih relevan.
f) Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal maka penyebab kematian juga
ditanyakan.
g) Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial ditanyakan dengan menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya
minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok juga dikaji dengan
menanyakan tentang kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang
per hari, dan jenis rokok.
h) Psikologis
Pasien IMA dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai ketakutan
akan kematian. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan
merupakan stresor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh.
i) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien terdiri atas keadaan umum dan B1- B6.
Keadaan umum: Pada pemeriksaan keadaan umum pasien IMA biasanya
didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
 B1 (Breathing):
Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan keluhan napas
seperti tercekik. Biasanya juga terdapat dyspnea kardia. Sesak napas
ini terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan akhir diastolik dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan
curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik.
 B2 (Bleeding):
Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik inspeksi, palpasi,
dan auskultasi. Inspeksi adanya parut palpasi denyut perifer melemah;
auskultasi tekanan darah, bunyi jantung tambahan; perkusi adanya
pergeseran batas jantung.
 B3 (Brain):
Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer. Pengkajian
objektif pasien berupa adanya wajah meringis, perubahan postur
tubuh, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
 B4 (Bladder):
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memantau adanya oliguria pada
pasien IMA karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
 B5 (Bowel):
Kaji pola makan pasien apakah sebelumnya terdapat peningkatan
konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan respon
mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan pada
keempat kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial
pada IMA.
 B6 (Bone):
Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah sebagai
berikut. Aktivitas, gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur,
gerak statis, dan jadwal olahraga tidak teratur Tanda: takikardi,
dispnea pada saat istirahat/ aktivitas, dan kesulitan melakukan tugas
perawatan diri.
b. Diagnose Keperawatan

Mengacu pada PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien
Angiofibroma nasofaring yaitu:

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis


b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
10. Rencana Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


DX
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan dengan intervensi selama 3 x Observasi
agen cedera biologis 24 jam, diharapkan  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Tingkat Nyeri nyeri
menurun dengan  Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil:  Identifikasi respon nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
menurun nyeri
b. Meringis menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)
berhubungan dengan intervensi selama 3 x Observasi
ketidakseimbangan 24 jam, diharapkan  Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
antara suplai dan toleransi aktifitas kelelahan
kebutuhan oksigen meningkat dengan  Monitor kelelahan fisik dan emosional
kriteria hasil:  Monitor pola dan jam tidur
a. Frekensi nadi  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
meningkat aktivitas
b. Saturasi oksigen Terapeutik
meningkat  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
c. Frekensi napas cahaya, suara, kunjungan)
membaik  Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
d. EKG iskmia  Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
membaik  Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. (2017).Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC
Nugroho, T., Putri, B. T., & Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika
Potter&Perry (2009).Fundamental Of Nursing, Buku 1 Edisi: 7, Salemba Medika: Jakarta
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawtaan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai