Anda di halaman 1dari 17

A.

Hipertensi Gestasional
1. Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi ketika hipertensi
pertama kali terdeteksi pada ibu yang diketahui normotensif (memiliki tekanan darah
normal) setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria yang signifikan atau
ciri-ciri preeklampsia lainnya. Hipertensi ini didiagnosis ketika, setelah beristirahat,
tekanan darah ibu meningkat di atas 140/90 mmHg pada setidaknya dua kejadian yang
rentang waktunya tidak lebih dari satu minggu. Hipertensi dalam kehamilan terjadi
apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih saat kehamilan.
2. Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National
High Blood Pressure Education Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001 memberikan klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional (disebut juga transiet hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah
3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi
tanpa proteinuria.
3. Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Beberapa
faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah:
a. Primigravida
Gravida adalah wanita hamil. Gravida merupakan satu komponen dari status
paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah
kehamilan (gestasi). Primigravida ialah seorang wanita hamil untuk pertama kalinya.
Primigravida mempunyai risiko 2,173 kali mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan seorang wanita yang telah hamil beberapa kali (multigravida).
Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk mengalami preeklampsia biasanya
timbul pada wanita yang pertama kali terpapar vilus korion. Hal ini terjadi karena
pada wanita tersebut mekanisme imunologik pembentukan blocking antibody yang
dilakukan oleh HLA-G (human leukocyte antigen G) terhadap antigen plasenta
belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan
desidual ibu terganggu. Teori tersebut menyebutkan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta yang terbentuk pada kehamilan pertama menjadi penyebab
hipertensi dan sampai pada keracunan kehamilan. Primigravida juga rentan
mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi
menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh
hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol
adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah
akan meningkat.
b. Kehamilan Kembar
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Pada perempuan dengan kehamilan kembar, dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, insiden hipertensi gestasional 13 versus 6 persen, dan insiden preeklampsia
13 versus 5 persen, meningkat secara signifikan. Kehamilan kembar merupakan salah
satu penyebab preeklampsia. Hipertensi diperberat karena kehamilan banyak terjadi
pada kehamilan kembar. Dilihat dari segi teori hiperplasentosis, kehamilan kembar
mempunyai risiko untuk berkembangnya preeklampsia. Kejadian preeklampsia pada
kehamilan kembar meningkatkan 4-5 kali dibandingkan kehamilan tunggal.
c. Umur
Kehamilan pada umur (<20 dan >35 tahun) merupakan kehamilan berisiko tinggi
yang dapat menyebabkan komplikasi dalam kehamilan. Umur merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Ibu hamil yang berumur <20 dan
>35 tahun mempunyai risiko 15,731 mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan
dengan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun. Umur ibu yang terlalu muda (<20
tahun), memiliki risiko besar untuk terjadinya hipertensi, hal ini disebabkan karena
dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum optimal. Sedangkan,
pada umur ibu >35 tahun terjadi proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan
struktural dan fungsional yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang bertanggung
jawab terhadap perubahan tekanan darah. Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya umur, hal ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh
darah besar, sehingga lumen menjadi sempit dan dinding pembuluh darah menjadi
lebih kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah sistolik. Umur 20-
35 tahun adalah periode yang aman untuk melahirkan dengan risiko kesakitan dan
kematian ibu yang paling rendah.
d. Riwayat Keluarga pernah Pre eklampsia/Eklampsia
Ibu hamil yang memiliki riwayat keturunan dari keluarga yang pernah
preeklampsia mempunyai risiko 2,618 kali mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat keturunan.
Preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai
riwayat preeklampsia dalam keluarga. Faktor genetik/keturunan merupakan faktor
risiko terjadinya preeklampsia.
e. Penyakit Hipertensi yang Suduah Ada Sebelum Hamil
Ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya mempunyai risiko 6,026
kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden yang tidak
memiliki riwayat hipertensi. Ibu hamil dengan riwayat hipertensi akan mempunyai
risiko yang lebih besar untuk mengalami superimposed preeklampsia. Hal ini karena
hipertensi yang diderita sejak sebelum hamil sudah mengakibatkan
gangguan/kerusakan pada organ penting tubuh dan ditambah lagi dengan adanya
kehamilan maka kerja tubuh akan bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
gangguan/kerusakan yang lebih berat dengan timbulnya odem dan proteinuria
f. Obesitas
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang
berlebihan di jaringan lemak tubuh dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa
penyakit. Terjadinya resistensi leptin merupakan penyebab yang mendasari beberapa
perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik pada hipertensi dengan
obesitas. Ibu hamil yang mempunyai IMT ≥30 memiliki risiko lima kali lebih besar
untuk menderita preeklampsia saat hamil dibandingkan dengan ibu hamil yang
mempunyai IMT underweight (IMT <18,5) dan normal (IMT 18,5-24,9).
g. Konsumsi Kalsium
Ibu hamil yang mengonsumsi kalsium kurang mempunyai risiko 4 kali mengalami
hipertensi pada kehamilan dibandingkan responden yang mengonsumsi kalsium
cukup. Peranan kalsium dalam hipertensi kehamilan sangat penting diperhatikan
karena kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya hipertensi. Ibu hamil
memerlukan minimal 1200 mg/hari kebutuhan kalsium yang didapatkan melalui
asupan makanan ataupaun suplemen. Kalsium berfungsi untuk mempertahankan
konsentrasi dalam darah pada aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah
sangat penting karena dapat mempertahankan tekanan darah. Asupan rendah kalsium
dapat meningkatkan tekanan darah yang merangsang hormon paratiroid atau
pelepasan renin, meningkatkan kalsium intraseluler pada otot polos pembuluh darah
sehingga menyebabkan vasokonstriksi. Pemberian suplementasi kalsium dapat
mengurangi pelepasan paratiroid dan mengurangi kontraktilitas otot polos. Hal ini
juga dapat mengurangi kontraktilitas otot halus rahim atau meningkatkan kadar
magnesium serum yang dapat mengurangi sekitar setengah risiko preeklamsia,
kelahiran premature, dan kematian terutama pada wanita beresiko tinggi dengan
asupan kalsium rendah sebelumnya.
4. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum diketahui dengan jelas. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, namun tidak ada
teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Meskipun penyebabnya masih belum diketahui, bukti manifestasi klinisnya
mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan patofisiologi tersamar yang
terakumulasi sepanjang kehamilan, dan akhirnya menjadi nyata secara klinis. Tanda
klinis ini diduga merupakan akibat vasopasme, disfungsi endotel, dan iskemia.
Meskipun sejumlah besar dampak sindrom preeklampsia pada ibu biasanya diuraikan
persistem organ, manifestasi klinis ini seringkali multiple dan bertumpah tindih secara
klinis.
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi
dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan
tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia peningkatan
reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi
umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil
dan mengikuti irama sirkadian normal.
Teori defisiensi gizi/ teori diet merupakan salah satu teori tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.10 Rendahnya asupan kalsium pada wanita hamil
mengakibatkan peningkatan hormon paratiroid (PTH), dimana akan mengakibatkan
kalsium intraseluler meningkat melalui permeabilitas membrane sel terhadap kalsium.
Hal tersebut mengakibatkan kalsium dari mitokondria lepas ke sitosol. Peningkatan
kadar kalsium intraseluler menyebabkan otot polos pembuluh darah mudah terangsang
untuk vasokonstriksi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.9 Beberapa
penelitian menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/ eklampsia.
Kebutuhan kalsium meningkat pada saat hamil karena digunakan untuk
mengganti cadangan kalsium ibu guna pembentukkan jaringan baru pada janin.12
Selain penting bagi kesehatan tulang ibu dan janin, asupan kalsium yang cukup dapat
mengurangi kejadian hipertensi selama kehamilan. Pada Pasien RS Cape coast
metropolit, Ghana yang mendapatkan asupan kalsium tinggi >1200 mg/hari memiliki
insidensi preeklampsia yang rendah. Wanita dengan asupan kalsium yang rendah
memiliki peningkatan rata-rata tekanan darah, yang menjadi predisposisi terjadinya
preeclampsia.
5. Diagnosis
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan yang komprehensif saat pemeriksaan pertama akan
mengidentifikasi: keadaan sosial yang buruk; usia dan paritas, primipaternitas,
riwayat gangguan hipertesif dalam keluarga, riwayat pre-eklampsia terdah
b. Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah sebaiknya jangan dilakukan segera setelah ibu
mengalami ansietas, nyeri, periode latihan fisik, atau merokok. Periode istirahat
selama 10 menit sebaiknya diberikan kepada ibu sebelum mengukur tekanan darah.
Posisi telentang atau miring ke kanan sebaiknya tidak dilakukan karena efek uterus
gravid pada aliran baik vena menyebabkan terjadinya hipotensi postural. Posisi
duduk atau berbaring miring ke kiri dengan manset stigmomanometer kira-kira
sejajar dengann jantung merupakan posisi yang dianjurkan dalam pengukuran
tekanan darah.
Tekanan darah dapat lebih tinggi dari seharusnya jika menggunakan manset
sfigmomanometer yang ukurannnya tidak sesuai dengan lingkar lengan. Panjang
manset setidaknya harus 80% dari lingkar lengan. Dua manset harus tersedia dengan
kantong inflasi 35 cm untuk penggunaan normal dan 42 cm untuk lengan yang besar.
Pembulatan hasil pengukuran tekanan darah harus dihindari, dan pencatatan tekanan
darah dibuat seakurat mungkin hingga 2 mmHg dari hasil pengukuran. Penggunaan
Karotkoff IV (suara hembusan) atau Karotkoff V (hilangnya suara) masih
kontroversial. Karotkoff V lebih mendekati tekanan intra-arteri, oleh karena itu,
pengukuran ini sebaiknya digunakan, kecuali jika suara hampir mendekati nol.
Dalam hal ini, sebaiknya pengukuran dilakukan dengan menggunakan Karotkoff IV.
c. Urinalisis
Proteinuria yang ditemukan pada ibu yang tidak menderita infeksi saluran kemih
merupakan indikasi adanya endoteliosis glomerulus. Jumlah protein dalam urine
sering digunakan sebagai indeks keparahan preeklampsia. Peningkatan proteinuria
yang signifikan disertai dengan berkurangnya haluaran urine mengindikasikan
adanya kerusakan ginjal. Kriteria minimum hasil proteinuria ≥300 mg/24 jam atau
≥1+ pada pemeriksaan carik celup dianggap sebagai indikasi preeklampsia.
d. Edema dan peningkatan berat badan yang berlebihan
Pengkajian ini hanya digunakan jika diagnosis preeklampsia telah dibuat
berdasarkan kriteria lainnya. Edema klinis dapat bersifat ringan atau berat, dan
keparahannya berhubungan dengan semakin memburuknya preeklampsia. Edema
yang tiba-tiba muncul, menyebar dan parah merupakan tanda-tanda adanya
preeklampsia atau keadaan patologis lainnya sehingga pemeriksaan lebih lanjut
perlu dilakukan. Edema ini akan cekung ke dalam jika ditekan dan mungkin
ditemukan di area anatomis yang tidak menggantung, seperti wajah, tangan,
abdomen bagian bawah, vulva, dan area sakrum
B. Pre Eklampsia
1. Definisi
Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi dengan proteinuria dan edema atau
keduanya, setelah 20 minggu masa kehamilan. Kenaikan tekanan darah yang tidak
normal adalah tanda-tanda untuk mendiagnosa preeklampsia. Ini adalah komplikasi
hipertensi yang paling serius dan merupakan ancaman bagi fetus dan ibu.
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Mochtar, 1998).
Preeklampsia merupakan suatu kelainan multi sistemik yang terjadi pada
kehamilan. Preeklamsia dapat ditandai dengan adanya hipertensi dan edema, serta dapat
disertai oleh proteinuria, biasanya terjadi pada usia kehamilan 20 minggu ke atas atau
dalam triwulan ketiga dari kehamilan, tersering pada kehamilan 37 minggu, ataupun
dapat terjadi segera sesudah persalinan. Preeklampsia dapat berkembang dari ringan,
sedang, sampai dengan berat, yang dapat berlanjut menjadi eklampsia (Lalenoh, 2018).
Preeklampsia ada dua macam, yakni ringan dan berat.
a. Preeklampsia ringan, tekanan darah naik ≥ 140/90 mmHg dan protein urin +1/+2.
b. Preeklampsia berat, tekanan darah naik ≥ 160-100 dan protein urin +3/+4.
2. Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebab dari preeklampsia. Terdapat banyak faktor
risiko yang dapat mepengaruhinya, di antaranya adalah faktor usia dan paritas yang
merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Dari segi usia, wanita hamil
dengan rentag usia <20 tahun dan > 35 tahun dianggap berisiko untuk mengalami
preeklampsia. Hal ini sebabkan oleh seiring dengan peningkatan usia, akan terjadi
proses degenaratif yang meningkatkan risiko hipertensi kronis dan wanita dengan risiko
hipertensi kronik ini akan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
preeklampsia (Cunningham dalam Asmana, 2018). Penyakit ini terkenal dengan julukan
the disease of theory, yaitu penyakit yang sebenarnya hanya bisa diterangkan dengan
teori-teori. Teori tersebut belum bisa menjelaskan secara gamblang tentang mengapa
ada orang yang terkena preeklampsia sedangkan yang lain tidak terkena (Wibisono,
2009).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya preeklamsia sebagai berikut
a. Usia ibu hamil kurang dari 21 tahun
b. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun
c. Mempunyai riwayat penyakit pembuluh ginjal
d. Diabetes mellitus
e. Penyakit pembuluh darah
f. Kehamilan kembar
g. Mola hidatidosa
h. Penyakit hipertensi kronik
i. Riwayat keluarga dengan hiperetensi sebagai pengaruh kehamilan.
3. Manifestasi klinis
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada pre-eklampsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan diatas dapat dianggap bukan pre-eklampsi. Manifestasi yang dapat timbul yaitu :
a. Edema
Retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema yang terlihat
jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau jaringan tangan yang membesar.
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang penting pada
pre-eklampsia. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih andal
dibandingkan dengan tekanan sistolik. Tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau
lebih yang terjadi terus-menerus menunjukkan keadaan abnormal.
c. Proteinuria
Pada pre-eklampsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu, positif dua, atau
tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat ditemukan dan dapat mencapai
10 g/dL proteinuria hampir selalu timbul. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak
0,3 g/l dalam air kecing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2;
atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi
tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
d. Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan pre-eklampsia dan
bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan merupakan tanda pertama pre-
eklampsia pada sebagian wanita (Amelia, 2016).
Gejala-gejala subjektif yang dirasakan adalah sebagai :
a. Nyeri Kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi pada kasus yang berat.
Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal dan oksipital, serta tidak sembuh
dengan dengan pemberian analgitik biasa.
b. Nyeri Epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada pre-eklampsia berat. Keluhan ini
disebakan karena tekanan pada kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.
c. Gangguan Penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasme arterial, iskemia,
dan edema retina dan pada kasus-kasus yang langka disebabkan oleh ablasio retina.
Pada pre-eklampsia ringan tidak ditemukan tanda-tanda subjektif (Sukarni, 2013).
4. Patofisiologi
Pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakukan oleh satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi
jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial yang disebabkan oleh
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga
terjadi perubahan pada glomerulus (Rohan, 2013).
Pada pre-eklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang
dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan thrombus dan
perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala
dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan glomerolus,
protein keluar melalui urin, asam urat menurun, garam dan air di tahan, tekanan osmotik
plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi.
Peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit.
Pada preeklamsia berat terjadi penurunan volume darah, edema berat dan berat badan
naik dengan cepat.
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan
hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau
nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang
hebat dari PIH, enzim enzim hati seperti SGOT dan SGPT meningkat. Vasospasme
arteriola dan penurunan aliran darah ke retina menimbulkan symptom visual seperti
skotoma (blind spot) dan pandangan kabur.
Patologi yang sama menimbulkan edema cerebral dan hemoragik serta peningkatan
iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan
kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema dihubungkan dengan edema umum
yang berat, komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.
C. Eklamsi
1. Definisi
Eklamsia didefinisikan sebagai terjadinya kejang dan / atau koma yang tidak
dapat dijelaskan selama kehamilan atau setelah melahirkan pada pasien dengan tanda
dan gejala preeklamsia. Di dunia Barat, kejadian eklamsia dilaporkan berkisar 1 dalam
3.448 kehamilan. 1-3 insiden yang dilaporkan biasanya lebih tinggi di pusatpusat
rujukan tersier, pada kehamilan multifetal, dan pada populasi tanpa prenatal care
2. Patofisiologi
Patogenesis kejang pada eklamsia terus menjadi subyek penyelidikan dan
spekulasi yang ekstensif. Beberapa teori dan mekanisme telah diimplikasikan sebagai
faktor etiologi yang mungkin, namun tidak satupun yang terbukti secara meyakinkan.
Beberapa mekanisme etiologi yang terlibat dalam patogenesis kejang pada eklamsia
telah menyertakan vasokonstriksi serebral atau vasospasme ensefalopati hipertensi,
edema serebral atau infark, pendarahan otak, dan ensefalopati metabolik. Namun, tidak
jelas apakah temuan ini adalah penyebab atau efek dari kejang
3. Diagnosis
Diagnosis eklamsia dapat dipastikan dengan adanya hipertensi, proteinuria, dan
kejang. Hipertensi dianggap sebagai ciri khas untuk diagnosis eklamsia. Hipertensi
dapat menjadi berat (setidaknya 160 mm Hg sistolik dan / atau setidaknya 110 mm Hg
diastolik) di 20-54% dari kasus atau ringan (tekanan darah sistolik antara 140 dan 160
mm Hg atau tekanan darah diastolik antara 90 dan 110 mm Hg) pada 30-60% dari
kasus. Selain itu, hipertensi berat lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami
eklamsia antepartum (58%) dan mereka yang mengalami eklamsia pada 32 minggu
kehamilan atau sebelumnya (71%).
Diagnosis eklamsia biasanya dikaitkan dengan proteinuria (setidaknya +1 pada
dipstick) . Beberapa gejala klinis berpotensi membantu dalam penegakan diagnosis
eklamsia. Gejala-gejala ini dapat terjadi sebelum atau setelah onset kejang, termasuk
diantaranya sakit kepala oksipital atau frontal terus-menerus, penglihatan kabur,
fotofobia, nyeri epigastrium dan / atau kuadran kanan atas, dan perubahan status
mental. Pasien akan memiliki setidaknya satu dari gejala ini pada 59-75% dari kasus.
Sakit kepala dilaporkan oleh 50-75% pasien, sedangkan perubahan visual dilaporkan
19-32% dari pasien
4. Onset terjadinya Eklampsia
Kejang eklamsia dapat terjadi antepartum, intrapartum, atau postpartum.
Frekuensi kejang antepartum yang dilaporkan dari penelitian terbaru berkisar dari 38%
menjadi 53%. Frekuensi eklamsia postpartum berkisar dari 11% menjadi 44% .
Meskipun kebanyakan kasus eklamsia postpartum terjadi dalam 48 jam pertama,
beberapa kasus dapat terjadi setelah 48 jam postpartum dan terdapat satu kasus yang
dilaporkan pada 23 hari postpartum. Evaluasi neurologis luas diperlukan untuk
menyingkirkan adanya patologi serebral lain. Evaluasi ini harus mencakup
pemeriksaan neurologis, pencitraan otak, pengujian serebrovaskular, pungsi lumbal,
dan tes darah. Hampir semua kasus (91%) eklamsia berkembang pada atau setelah 28
minggu. Kasus-kasus lainnya terjadi di antara minggu ke 21 dan 27 kehamilan (7,5%)
atau 20 minggu kehamilan (1,5%). Mereka juga harus memiliki evaluasi medis dan
neurologis luas untuk menyingkirkan patologi lain seperti tumor otak, ensefalitis,
meningitis, pendarahan otak atau tromboangitis otak, trombotik trombositopenia
purpura, atau penyakit metabolik.
Eklamsia postpartum lambat didefinisikan sebagai eklamsia yang terjadi pada
lebih dari 48 jam, tapi kurang dari 4 minggu, setelah persalinan. Pasien akan memiliki
tanda dan gejala yang konsisten dengan preeklamsia dengan disertai kejang. Beberapa
wanita akan menunjukkan gambaran klinis preeklamsia selama persalinan atau segera
setelah melahirkan (56%), sedangkan yang lain akan menunjukkan temuan klinis untuk
pertama kalinya lebih dari 48 jam setelah melahirkan (44%). Maka, wanita yang
mengalami kejang berhubungan dengan hipertensi dan/atau proteinuria atau dengan
nyeri kepala atau pandangan kabur pada 48 jam setelah persalinan harus
dipertimbangkan menderita eklamsia dan diberikan pengobatan yang sesuai.
5. Patologi Serebral Pada Eklamsia
Penyebab eklamsia tidak diketahui, dan masih banyak pertanyaan yang belum
terjawab tentang patogenesis dari manifestasi serebralnya. Diagnosis eklamsia tidak
tergantung pada temuan atau diagnosis neurologis klinis tunggal. Tanda-tanda
neurologis fokal seperti hemiparesis atau penurunan kesadaran jarang terjadi seperti
yang dilaporkan dari penelitian di negara-negara berkembang. Walaupun pasien
eklamsia biasanya menunjukkan manifestasi berbagai kelainan neurologis, termasuk
kebutaan kortikal, defisit motor fokal, dan koma. Sebagian besar dari mereka tidak
menunjukkan defisit neurologis permanen. Kelainan neurologis yang dijumpai
biasanya hanya sementara hipoksia, iskemia, atau edema.
Secara umum, EEG (electroencephalography) dijumpai abnormal dalam
mayoritas pasien eklamsia, tetapi kelainan ini tidak patognomonis untuk eklamsia. Atas
dasar temuan pencitraan otak, perhatian telah diarahkan untuk hipertensi ensefalopati
sebagai model untuk kelainan sistem saraf pusat pada eklamsia. Ada kegagalan
autoregulasi aliran darah serebral normal pada pasien dengan hipertensi ensefalopati
dan pada pasien dengan eklamsia. Dua teori telah diusulkan untuk menjelaskan
kelainan otak : dilatasi paksa dan vasospasme. Teori dilatasi paksa menunjukkan
bahwa lesi pada eklamsia disebabkan oleh hilangnya autoregulasi serebrovaskular.
Pada peningkatan tekanan arteri, vasokonstriksi serebral yang normal pada awalnya
terjadi. Namun, ketika batas atas autoregulasi tercapai, vasodilatasi serebral mulai
terjadi, memungkinkan hiperperfusi lokal dengan edema interstitial atau vasogenik.
Menurut teori vasospasme, overregulasi otak terjadi sebagai respons terhadap
hipertensi berat akut dengan iskemia yang dihasilkan, edema sitotoksik, dan infark.
Singkatnya, sebagian besar wanita dengan eklamsia akan memiliki bukti edema
vasogenik pada pencitraan otak. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi ensefalopati
memainkan peran sentral dalam patogenesis kejang pada eklamsia.
6. Keluaran Maternal dan Perinata
Meskipun eklamsia dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian ibu di negara
maju (0-1.8%), tingkat mortalitas adalah setinggi 14% di negara berkembang. Angka
kematian ibu yang tinggi yang dilaporkan dari negara-negara berkembang didapati
terutama pada pasien yang mengalami kejang di luar rumah sakit dan mereka yang
tidak memeriksakan dirinya selama kehamilan. Selain itu, tingkat kematian yang tinggi
dapat dikaitkan dengan kurangnya sumber daya dan fasilitas perawatan intensif yang
dibutuhkan untuk mengelola komplikasi eklamsia.
Risiko terbesar kematian ditemukan di antara wanita dengan kehamilan pada atau
sebelum 28 minggu usia kehamilan. Kehamilan yang diperberat oleh eklamsia juga
terkait dengan peningkatan angka morbiditas maternal, seperti solusio plasenta (7-
10%), DIC (7-11%), edema paru (3-5%), gagal ginjal akut (5-9%), aspirasi pneumonia
(2-3%), dan cardiopulmonary arrest (2-5%). Sindrom gangguan pernapasan dewasa dan
perdarahan intraserebral adalah komplikasi yang jarang ditemui. Risiko DIC (8%),
hemolisis, peningkatan enzim hati, HELLP syndrome (10- 15%), dan hematoma hati
(1%) adalah serupa pada pasien eklamsia dan preeklamsia berat. Penting untuk dicatat
bahwa komplikasi maternal secara signifikan lebih tinggi di antara perempuan yang
mengalami eklamsia antepartum, khususnya di antara mereka yang mengalami
eklamsia jauh dari aterm.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia et al. (2016). Jurnal Kesehatan Andalas Volume 5 No.1.
Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Asmana, Siqbal Karta, Syahredi, Noza Hilbertina. (2018). Hubungan Usia Dan Paritas Dengan
Kejadian Preeklampsia Berat Di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2012-2013, Artikel Penelitian, 640-646.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Febriani, Ferra (2013). Laporan Pendahuluan Keperawatan Maternitas Peb (Pre Eklamsi
Berat) Di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Banyuma. Kementerian
Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Program Profesi Ners Purwokerto.
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Lalenoh, Diana Christine. (2018). Preeklampsia Berat dan Eklampsia : Tatalaksana Anestesia
Perioperatif. Yogyakarta: Deepublish
Mitayani. (2011). Asuhan keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsi Obstetri. Jakarta: EGC.
Myrtha, Risalina. (2015). Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Preeklampsia. Surakarta:
Cermin Dunia Kedokteran.
Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rohan, Hasdianah Hasan & Sandu Sioto. (2013). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sukarni, Icemi & Wahyu P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.
Wibisono, Hermawan, Bulan Febry Kurnia Dewi. (2009). Solusi Sehat Seputar Kehamilan.
Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Widiastuti, N. P. A. (2012). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/
Yulaikhah, Lily. (2009). Kehamilan : Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

Pontianak, 06 Februari 2021


Mengetahui:
Pembimbing Klinik/CI Ruang Cempaka (VK)

(Eka Julian Sari, Amd. Keb)

Mahasiswa Mahasiswa

Selvy Rahmayuni Hi’is Dahlia

Anda mungkin juga menyukai