SEDIAAN PARENTERAL
Disusun Oleh :
Nama NIM
Charisma rombe seppo 21340107
Adimuswarman 21340111
Trinda irene arung 21340115
Danti Tri Yuli 21340136
Uswatun hasanah 21340141
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril yang ditujukan untuk pemberian
secara suntikan atau implantasi melalui kulit atau lapisan luar yang lain, diberikan
Sediaan parenteral dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi tetapi dapat juga
dalam bentuk sediaan padat kering atau cairan Kristal yang mengandung atau tidak zat
tambahan dengan pelarut yang sesuai untuk injeksi. Persyaratan yang harus dipenuhi
untuk sediaan parenteral adalah steril, bebas partikel asing dan bebas pirogen (hanya
intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di
sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai utuk bahan
obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu dapat
diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. Bahkan bentuk
sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramuskuler, begitu
juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja apabila
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berarti disamping
atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat di bawah atau
1
2
melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa. Karena rute ini disekitar
daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan selaput/membran
mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang
dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus steril.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril yang ditujukan untuk pemberian
secara suntikan atau implantasi melalui kulit atau lapisan luar yang lain, diberikan
Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspense
yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,
baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu ditambahkan pelarut yang sesuai
Sediaan parenteral merupakan salah bentuk sediaan farmasi yang masih banyak
merupakan salah satu produk steril yakni sediaan dalam bentuk terbagibagi yang bebas
Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral.
Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila mau dipakai baru ditambahkan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender
3
4
1. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama :
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer,
atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut
3. Mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal (contoh : cortison suspensi
steril)
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
yang sesuai.
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas
a. Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik
dalam larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau sebagai serbuk steril.
b. Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid,
ekstrak biologi.
f. Produk bioteknologi.
Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml
Tujuan Penggunaan
berulangkali.
d. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral.
a. Steril,
b. Bebas Pirogen
Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen karena :
f. Isotonis (mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan dengan darah) agar
tidak terasa sakit dan isohidris (mempunyai pH yang sama dengan darah dan
cairan tubuh) agar tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat optimal.
bila diberikan secara oral atau dirusak oleh sekresi saluran cerna agar
c. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
7
d. Obat dalam bentuk injeksi dapat diberikan untuk penderita yang tidak
kooperatif, muntah, serta untuk penderita yang tidak bisa menerima obat
secara oral
steroid untuk pemberian secara intra articular dan penelitian untuk pemberian
secara intramuscular.
2. Kerugian
b. Dibutuhkan secara aseptic yang ketat dan menimbulkan sedikit rasa sakit
aseptik rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari.
f. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara perenteral dan
D. Rute Pemberian
8
Rute pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam beberapa pustaka,
antara lain Farmakope Indonesia, Formularium Nasional kedua pustaka tersebut di dalam
antara kurung dan lain sebagainya. Pengetahuan tentang rute pemeberian ini bukan
dimaksudkan agar dapat menyuntikkan dengan benar, tetapi untuk farmasis lebih
ukuran yang tepat, penentuan pH, pemilihan bahan pengawet dan penetapan tonisitas.
1. Pemberian Subkutis (Subkutan). Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu
lapisan lemak (lipoid) yang dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain
vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis
biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih
dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya sampai ½ sampai 1 inci (1
inchi = 2,35 cm). Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa
sediaan (produk) mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978)
seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat). Cara pemberian subkutis
apabila cara intravena volume besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali
digunakan untuk pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini
disebut hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi
iritasi maka pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan untuk
2. Pemberian intramuskuler
serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul,
lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM
—volume injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik
digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan
otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini
penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi
Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu
bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru
dari puder steril. Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat),
puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang
mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk,
konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume
injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya
diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk
3. Pemberian intravena
efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi IV ini boleh dikata merupakan pilihan
untuk injeksi yang bila diberikan secara intrakutan atau intramuskuler mengiritasi
karena pH dan tonisitas terlalu jauh dari kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini
10
Volume pemberian dapat dimulai Dari 1 ml hingga 100 ml, bahkan untuk infus
dapat lebih besar dari 100 ml. Kecepatan penyuntikan sampai 5 ml diberikan 1
hanya terbatas untuk pemberian larutan air, kalau merupakan bentuk emulsi harus
memenuhi ukuran partikel tertentu. Kalau dapay diusahakan pH dan tonisitas sesuai
4. Pemberian intrathekal-intraspinal
Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan
sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier
dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai tekanan barik lebih tinggi dari
tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena gravitasi, oleh sebab
5. Intraperitonial
dan intradermal
6. Intradermal
lebih kecil, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat
lambat.
11
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan
serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi
spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau
1. Bahan aktif
2. Bahan tambahan
sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu
b. Bahan antimikroba atau pengawet (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh
c. Buffer (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan
3. Pembawa
a. Pembawa air (Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol,
Polietilenglikol 300),
b. Pembawa non air dan campuran (Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji
PEMBAHASAN
Kurkumin, merupakan senyawa fenolik alami yang diisolasi dari rimpang dari
tumbuhan Curcuma longa Linn (Kunyit), famili Zingiberaceae, yang telah digunakan ribuan
tahun secara luas sebagai obat herbal diberbagai negara di Asia. Curcuminoid yang disebut juga
diferuloylmethane adalah komponen utama dari Curcumin (77 wt%), juga kedua kurkuminoid
lainnya yaitu demethoxy curcumin (17 wt%) dan bisdemethoxy curcumin (3 wt%). Ada 3 cara
rute pemberian kukurmin yaitu :
1. Pemberian melalui intravena melarutkan kurkumin dalam Kolliphor dan alkohol dengan
rasio 1:40:12 (w/w). Larutan kemudian ditambahkan saline. Hasilnya, formulasi injeksi
kurkumin stabil dan tidak terdapat hemolisis terhadap darah kelinci yang diuji, dan tidak
terjadi iritasi pada hewan uji kelinci. Hasil farmakokinetik terhadap formulasi ini juga
menunjukkan peningkatan area under curve (AUC) dalam plasma.
2. Penelitian tentang sediaan injeksi subkutan kurkumin oleh Ranjan et al., (2016) dilakukan
formulasi dan karakterisasi nanopartikel kurkumin yang dienkapsulasi oleh polimer lipid
DMPC (1,2- dimyristoylsn- glycero-3-phosphocholine) and DMPG (1,2-dimyristoyl-sn-
glycero-3- phospho-rac-[1-glycerol]) dengan rasio (7:3) untuk terapi kanker paru-paru sel
tidak kecil. Farmakokinetik formulasi nanopartikel kurkumin kemudian diukur dan
dilakukan studi xenograft pada mencit yang membawa tumor A-549. Mencit diberi
perlakuan injeksi subkutan formulasi nanopartikel kurkumin. Hasilnya, formulasi
nanopartikel kurkumin memiliki ukuran ± 90 nm, dengan efisiensi enkapsulasi kirakira
93%. Studi xenograft pada mencit menggambarkan efektivitas formulasi nanopartikel
kurkumin secara signifikan menghambat pertumbuhan tumor setelah dilakukan
pemberian secara subkutan.
3. Pemberian secara Intradermal memiliki beberapa keuntungan diantaranya tidak
menyebabkan rasa sakit, dan pemberiannya dapat dilakukan sendiri oleh pasien.
Penelitian terbaru injeksi intradermal kurkumin dilakukan oleh Abdelghany et al (2019)
13
14
B. Andografolida
Andrografolida merupakan senyawa diterpenoid yang diisolasi dari tanaman
Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees (Acanthaceae) atau biasa disebut dengan sambiloto.
Tanaman A. paniculata dapat ditemukan di India dan Indo-Cina dan digunakan sebagai obat
tradisional di beberapa wilayah seperti Cina, Hong Kong, Filipina, Malaysia, Thailand, dan
Indonesia. Ada 3 rute pemberian yaitu melalui :
Pengembangan untuk penghantaran obat parenteral lainnya juga dilakukan oleh Reshma
Mirajkar (2017) dengan pengembangan In Situ Sponge-Forming Injectable sistem Pengiriman
Obat Tramadol Hidroklorida. Optimasi matrix gelatine dilakukan dengan design eksperimental
pengoptimalan efek independen (konsentrasi gelatine dan (HPMC) dan dependen (waktu
pembengkakan dan pelepasan obat) dengan 9 kosentrasi polimer yang berbeda yaitu dengan
perbandingan gelatine dan HPMC K 100 (v/v%) berturut turut adalah F1 (.6:1.25, 5:1, 6:1, 7:1.5,
6:1.5, 5:1.25, 7: 1, 5:1.5, dan 7:1.25)
C. Preparasi gelatine
Preparasi gelatine dilakukan dengan cara gelatin direndam dalam 100 ml air selama 30
menit dan dipanaskan hingga diperoleh larutan jernih pada suhu variasi konsentrasi (1-7%) b/v
gelatin. Kemudian Agen pengikat silang glutaraldehid (0,1- 2%) ditambahkan bersama dengan
polimer lepas lambat HPMC K 100M (1 -2%) diikuti oleh penambahan obat Tramadol HCL
(500mg) dengan agen cryogelant manitol (4%) dan pengatur tonisitas (0,9%) NaCl. Larutan ini
kemudian diaduk dengan kuat selama 10 menit pada suhu 1200 rpm menggunakan overhead
stirrer untuk membentuk busa yang kuat. Busa ini dipisahkan dan dikumpulkan pada Cawan petri
dan selanjutnya dilakukan proses Kriogelasi. Proses kriogelasi melibatkan pembekuan larutan
campuran pada suhu di bawah nol yaitu dalam freezer dalam pada -20 ° C suhu selama 24 jam
16
sampai terbentuk massa matriks polimer yang saling berhubungan. Matriks gelatin ini
dikeringkan dalam oven udara panas pada suhu 70°C selama 4 jam. Matriks kering mengalami
triturasi dan kemudian diayak melalui 60# untuk mendapatkan bubuk halus berwarna coklat
dalam kondisi aseptik. Dioptimalkan konsentrasi ditambahkan zat pensuspensi Sodium CMC
(1%), bubuk itu secara aseptik diisi ke dalam botol berwarna kuning yang disterilkan sebelumnya
2 ml dan kemudian sterilisasi dengan oven udara panas pada suhu 170 ° C selama 1 jam.
Kemudian matrix gelatine di evaluasi diantaranya penampilan fisik, Studi Kompatibilitas
Eksipien Obat, waktu pembengkakan, indeks pembengkakan, SEM, ukuran partikel dan
pengukuran potensial zeta. Dan evalusi suspense injeksi diantaranya penampilan dan pH,
kemampuan menyuntik, volume sedimentasi, uji sterilitas, study pelepasan obat in-vitro,
Penentuan kinetika pelepasan obat, estimasi kandungan obat, dan studi stabilitas dipercepat.
Swelling time merupakan waktu yang dibutuhkan polimer untuk mengembang. Ini adalah
parameter penting dalam persiapan spons suntik, karena pembengkakan polimer sebelum
pemberian akan menyebabkan hambatan dalam menyuntikkan formulasi dan oleh karena itu,
polimer tidak boleh membengkak segera pada saat rekonstitusi dan tetap ditangguhkan sampai
administrasi. Berdasarkan penelitian, hasil terbaik diperoleh Formula 7 dengan swelling time 17
menit dan pelepasan obat sebesar 98,59% sedangkan waktu pengembangan polimer menurun
seiring dengan konsentrasi mempertahankan rilis polimer meningkat. Ini mungkin karena fakta
bahwa struktur cross-linked berfungsi sebagai kekuatan negatif yang menarik rantai polimer ke
dalam, menghambat mobilitasnya dan karenanya menurunkan waktu pengembangan dan di sisi
lain meningkatkan konsentrasi gelatin, waktu pembengkakan meningkat.
E. Dosis Umum
Untuk pemberian injeksi dosis minimal/maximal untuk dewasa adalah 10 mg / 600 mg.
Untuk anak-anak dosis minimal/maximal adalah 0,5 mg/kg / 6mg/kg. Sedangkan untuk
pemberian secara oral untuk dewasa dosis minimal/maximal adalah 20 mg / 600 mg, dan untuk
anak-anak dosis minimal/maximal adalah 0,5 mb/kg / 6 mg/kg. Pada praktikum digunakan
furosemid dalam sediaan injeksi 10 mg / 600 mg.
17
Ialah uji pH, uji kejernihan dan uji kebocoran. pH yang ditargetkan untuk sediaan injeksi
adalah bermisar antara 7,4 – 9, namun, dari sediaan yang telah dibuat, diperoleh pH larutan
sebesar 10 (3). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan HCl yang kurang pekat
sehingga pH nya terlalu tinggi dari standar.
Uji kedua adalah uji kejernihan. Dari hasil pengujian di bawah lampu, tidak terdapat
partikel halus dalam larutan ataupun partikel-partikel yang tidak larut, sehingga larutan injeksi
Furosemid dikatakan jernih.
Uji terakhir yang dilakukan adalah uji kebocoran yang dilakukan dengan membalik
ampul dengan posisi kepa di bawah lalu diamati apakah terdapat larutan injeksi yang menetes
atau keluar dari ampul. Hasilnya, tidak terdapat tetesan larutan injeksi ataupun keluarnya larutan
dari dalam ampul sehingga disimpulkan bahwa sediaan sediaan ampul tidak mengalami
kebocoran.
Injeksi intravena digunakan untuk memberikan onset obat yang cepat karena obat
langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti
di lengan, atau vena dorsal di tangan. Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan
ke dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat, tetapi pemberian melalui rute ini
potensial berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan kembali setelah diberikan. Infus
Dexamethasone Na Sulfat dapat diberikan tanpa diencerkan atau dapat ditambahkan
dengan glukosa intravena atau normal salin dan diberikan melalui infus. Untuk intravena
digunakan 24 mg/mL, sedangkan 4 mg/mL dapat digunakan untuk intramuskular. Untuk
uji evaluasi yang dihasilkan ada beberapa uji yang tidak sesuai dengan litertur yang ada
seperti yang dijelaskan pada pembahasan di atas yaitu pada uji PH, dan pada uji mikroba.
20
KESIMPULAN
Beberapa senyawa aktif yang berasal dari tanaman telah dilaporkan berpotensi untuk
dikembangkan sistem pemberiannya secara parenteral untuk meningkatkan sistem penghantaran.
Dua senyawa aktif tersebut adalah kurkumin dan andrografolida. Kurkumin merupakan senyawa
aktif yang ulasan pembahasan pengembangannya dapat diberikan melalui intravena (IV),
intramuscular (IM), subkutan (SC), dan Intradermal (ID) sedangkan untuk senyawa
Andrografolida dapat diformulasikan untuk pemberian melalui intravena(IV), intramuskular
(IM), dan subkutan (SC), dan infus dexamethasone Injeksi intravena digunakan untuk
memberikan onset obat yang cepat karena obat langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area
injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti di lengan, atau vena dorsal di tangan. Larutan
bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat,
tetapi pemberian melalui rute ini potensial berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan
kembali setelah diberikan. Infus Dexamethasone Na Sulfat dapat diberikan tanpa diencerkan atau
dapat ditambahkan dengan glukosa intravena atau normal salin dan diberikan melalui infus.
Untuk intravena digunakan 24 mg/mL, sedangkan 4 mg/mL dapat digunakan untuk
intramuscular.
21
22
DAFTAR PUTAKA
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612. Jakarta.
Lieberman, Rieger & Banker, 1989, Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System, Vol ke-2,
495-498, Marcel Dekker Inc, New York.
Putri A, Auliya E.L.S, Haniyah, Muhammad S, Nurul F.A. Injeksi Furosemid dalam Bentuk
Ampul, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
23