Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

SEDIAAN PARENTERAL

Dosen : Nurul Akhatik., Dra.M.Si.

Disusun Oleh :

Nama NIM
Charisma rombe seppo 21340107
Adimuswarman 21340111
Trinda irene arung 21340115
Danti Tri Yuli 21340136
Uswatun hasanah 21340141

Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi


Institut Sains dan Teknologi Nasional
Daftar Isi
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................3
A. Pengertian............................................................................................................................3
B. Jenis sediaan parenteral.....................................................................................................4
C. Keuntungan dan kerugian sediaan parenteral................................................................6
D. Rute Pemberian..................................................................................................................7
E. Komposisi sediaan parenteral.........................................................................................11
BAB III..........................................................................................................................................13
PEMBAHASAN............................................................................................................................13
A. Kurkumin..........................................................................................................................13
B. Andografolida...................................................................................................................14
C. Preparasi gelatine.............................................................................................................15
D. Swelling time merupakan.................................................................................................16
E. Dosis Umum......................................................................................................................16
F. Dosis Berdasrkan penyakit..............................................................................................17
KESIMPULAN............................................................................................................................19
DAFTAR PUTAKA......................................................................................................................20

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril yang ditujukan untuk pemberian

secara suntikan atau implantasi melalui kulit atau lapisan luar yang lain, diberikan

langsung kedalam cairan tubuh atau organ.

Sediaan parenteral dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi tetapi dapat juga

dalam bentuk sediaan padat kering atau cairan Kristal yang mengandung atau tidak zat

tambahan dengan pelarut yang sesuai untuk injeksi. Persyaratan yang harus dipenuhi

untuk sediaan parenteral adalah steril, bebas partikel asing dan bebas pirogen (hanya

untuk sediaan tertentu) (Depkes RI, 1979).

Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui

beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis dan

intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan

berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di

sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai utuk bahan

obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu dapat

diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. Bahkan bentuk

sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramuskuler, begitu

juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja apabila

berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.

Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berarti disamping

atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat di bawah atau

1
2

melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa. Karena rute ini disekitar

daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan selaput/membran

mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang

dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus steril.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sediaan parenteral ?

2. Apa kegunaan sediaan parenteral ?

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan sediaan parenteral ?

4. Bagaimana pengaplikasian dari sediaan parenteral ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian sediaan parenteral

2. Untuk mengetahui apa saja kegunaan sediaan parenteral

3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sediaan parenteral jika digunakan

4. Mengetahui pengaplikasian sediaan parenteral


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril yang ditujukan untuk pemberian

secara suntikan atau implantasi melalui kulit atau lapisan luar yang lain, diberikan

langsung kedalam cairan tubuh atau organ.

Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspense

yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,

baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu ditambahkan pelarut yang sesuai

atau agen pensuspensi.

Sediaan parenteral merupakan salah bentuk sediaan farmasi yang masih banyak

digunakan, terutama digunakan di puskesmas dan rumah sakit. Sediaan parenteral

merupakan salah satu produk steril yakni sediaan dalam bentuk terbagibagi yang bebas

dari mikroorganisme hidup (Lachman & Lieberman, 1994).

Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral.

Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam

cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila mau dipakai baru ditambahkan

aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau serbuk yang

harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan

dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender

(Depkes Ri, 1979).

3
4

Menurut definisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan perenteral

digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu :

1. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama :

injeksi (contoh : injeksi insulin)

2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer,

atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut

yang memenuhi persyaratan injeksi (contoh : sodium steril).

3. Mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat

dibedakan dari nama bentuknya (contoh : methicillin sodium untuk injeksi)

4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak

disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal (contoh : cortison suspensi

steril)

5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang

memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa

yang sesuai.

B. Jenis sediaan parenteral

Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Sediaan Parenteral Volume Kecil

Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas

dalam wadah di bawah 100 ml.

Kategori sediaan parenteral volume kecil :


5

a. Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik

dalam larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau sebagai serbuk steril.

b. Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid,

ekstrak biologi.

c. Zat pendiagnosa seperti media kontras sinar x.

d. Produk radiofarmasi untuk deteksi dan diagnosis.

e. Produk gigi seperti anestetik lokal.

f. Produk bioteknologi.

g. Produk liposom dan lipid.

2. Sediaan Parenteral Volume Besar

Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml

atau lebih dan ditujukan untuk manusia.

 Tujuan Penggunaan

a. Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan

tersebut harus cepat diganti.

b. Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien

berulangkali.

c. Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat dalam darah.

d. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral.

e. Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal.


6

 Syarat-syarat parenteral volume besar

a. Steril,

b. Bebas Pirogen

Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen karena :

a) Sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v).

b) Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan penguras).

c) Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi).

d) Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal).

c. Bebas dari bahan pertikulat jernih, karena dapat menyebabkan emboli.

d. Dikemas dalam wadah dosis tunggal

e. Tidak mengadung bahan baktersid karena volume cairan terlalu besar.

f. Isotonis (mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan dengan darah) agar

tidak terasa sakit dan isohidris (mempunyai pH yang sama dengan darah dan

cairan tubuh) agar tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat optimal.

C. Keuntungan dan kerugian sediaan parenteral

1. Keuntungan sediaan parenteral

a. Respon fisiologis dapat diperoleh dengan cepat

b. Pemberian secara parenteral diperlukan untuk obat-obat yang tidak efektif

bila diberikan secara oral atau dirusak oleh sekresi saluran cerna agar

memberikan respon yang baik.

c. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
7

d. Obat dalam bentuk injeksi dapat diberikan untuk penderita yang tidak

kooperatif, muntah, serta untuk penderita yang tidak bisa menerima obat

secara oral

e. Bila diinginkan, pemberian secara parenteral dapat dikontrol oleh dokter

f. Pemberian secara parenteral dapat memberikan efek local bila diinginkan

seperti dalam dentistry dan anestesi.

g. Bila diinginkan, dapat memberikan prolong drug action, termasuk injeksi

steroid untuk pemberian secara intra articular dan penelitian untuk pemberian

secara intramuscular.

2. Kerugian

a. Pemberian dapat diberikan oleh personal yang telah terlatih dan

membutuhkan waktu yang lama dalam pemberian

b. Dibutuhkan secara aseptic yang ketat dan menimbulkan sedikit rasa sakit

c. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur

aseptik rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari.

d. Obat yang sudah diberikan akan sulit dihilangkan efek fisiologisnya

e. Sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan sediaan lainnya karena

persyaratan manufaktur dan pengemasan.

f. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara perenteral dan

interaksi obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur,

inkompabilitas karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat.

D. Rute Pemberian
8

Rute pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam beberapa pustaka,

antara lain Farmakope Indonesia, Formularium Nasional kedua pustaka tersebut di dalam

antara kurung dan lain sebagainya. Pengetahuan tentang rute pemeberian ini bukan

dimaksudkan agar dapat menyuntikkan dengan benar, tetapi untuk farmasis lebih

ditekankan pada persyaratan produk ditinjau secara farmasis.

Persyaratan farmasetik yang dimaksud antara lain pemilihan wadah dengan

ukuran yang tepat, penentuan pH, pemilihan bahan pengawet dan penetapan tonisitas.

Untuk jelasnya dapat diikuti uraian masing-masing rute pemberian injeksi.

1. Pemberian Subkutis (Subkutan). Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu

lapisan lemak (lipoid) yang dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain

vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis

biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih

dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya sampai ½ sampai 1 inci (1

inchi = 2,35 cm). Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa

sediaan (produk) mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978)

mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan vasokontriktor

seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat). Cara pemberian subkutis

lebih lambat apabila dibandingkan cara intramuskuler atau intravena. Namun

apabila cara intravena volume besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali

digunakan untuk pemberian elektrolit atau larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini

disebut hipodermoklisis, dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi

iritasi maka pemberiannya harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan untuk

pemberian dalam jumlah 250 ml sampai 1 liter.


9

2. Pemberian intramuskuler

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya

terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada

serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul,

lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM

—volume injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik

digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan

otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini

penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi

Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu

bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru

dari puder steril. Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat),

puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang

mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk,

konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume

injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya

diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk

suspensi ukuran partikel kurang dari 50 mikron.

3. Pemberian intravena

Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk mendapatkan

efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi IV ini boleh dikata merupakan pilihan

untuk injeksi yang bila diberikan secara intrakutan atau intramuskuler mengiritasi

karena pH dan tonisitas terlalu jauh dari kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini
10

adalah karena kerjanya cepat, maka pemberian antidotum mungkin terlambat.

Volume pemberian dapat dimulai Dari 1 ml hingga 100 ml, bahkan untuk infus

dapat lebih besar dari 100 ml. Kecepatan penyuntikan sampai 5 ml diberikan 1

ml/10 detik, sedangkan untuk di atas 5 ml kecepatannya 1 ml/20 detik. Intravena

hanya terbatas untuk pemberian larutan air, kalau merupakan bentuk emulsi harus

memenuhi ukuran partikel tertentu. Kalau dapay diusahakan pH dan tonisitas sesuai

dengan keadaan fisiologis.

4. Pemberian intrathekal-intraspinal

Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa tempat.

Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan

sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier

(sawar) darah sehingga daerahnya tertutup. Sediaan intraspinal anastesi biasanya

dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai tekanan barik lebih tinggi dari

tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena gravitasi, oleh sebab

itu harus pada posisi pasien tegak.

5. Intraperitonial

Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat

diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc,

dan intradermal

6. Intradermal

Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian

lebih kecil, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat

lambat.
11

7. Intratekal (sumsum tulang belakang)

Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan

serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi

spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau

ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang

berkenaan langsung pada SSP.

E. Komposisi sediaan parenteral

1. Bahan aktif

2. Bahan tambahan

a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan

sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu

digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.

b. Bahan antimikroba atau pengawet (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh

ditambahkan untuk sediaan infus) contoh : Benzalkonium klorida, Benzil

alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat,

Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.

c. Buffer (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan

infus), contoh : Asetat, Sitrat, Fosfat.

d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).

e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.

f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alkohol, Gliserin, Polietilen

glikol, Propilen glikol, Lecithin


12

g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.

h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl

i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.

j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.

3. Pembawa

a. Pembawa air (Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol,

Polietilenglikol 300),

b. Pembawa non air dan campuran (Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji

kapas, Minyak kacang, Minyak wijen)


BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengembangan Kurkumin Dan Andrografolida Untuk Sediaan Parenteral (jurnal 1)

Kurkumin, merupakan senyawa fenolik alami yang diisolasi dari rimpang dari
tumbuhan Curcuma longa Linn (Kunyit), famili Zingiberaceae, yang telah digunakan ribuan
tahun secara luas sebagai obat herbal diberbagai negara di Asia. Curcuminoid yang disebut juga
diferuloylmethane adalah komponen utama dari Curcumin (77 wt%), juga kedua kurkuminoid
lainnya yaitu demethoxy curcumin (17 wt%) dan bisdemethoxy curcumin (3 wt%). Ada 3 cara
rute pemberian kukurmin yaitu :

1. Pemberian melalui intravena melarutkan kurkumin dalam Kolliphor dan alkohol dengan
rasio 1:40:12 (w/w). Larutan kemudian ditambahkan saline. Hasilnya, formulasi injeksi
kurkumin stabil dan tidak terdapat hemolisis terhadap darah kelinci yang diuji, dan tidak
terjadi iritasi pada hewan uji kelinci. Hasil farmakokinetik terhadap formulasi ini juga
menunjukkan peningkatan area under curve (AUC) dalam plasma.
2. Penelitian tentang sediaan injeksi subkutan kurkumin oleh Ranjan et al., (2016) dilakukan
formulasi dan karakterisasi nanopartikel kurkumin yang dienkapsulasi oleh polimer lipid
DMPC (1,2- dimyristoylsn- glycero-3-phosphocholine) and DMPG (1,2-dimyristoyl-sn-
glycero-3- phospho-rac-[1-glycerol]) dengan rasio (7:3) untuk terapi kanker paru-paru sel
tidak kecil. Farmakokinetik formulasi nanopartikel kurkumin kemudian diukur dan
dilakukan studi xenograft pada mencit yang membawa tumor A-549. Mencit diberi
perlakuan injeksi subkutan formulasi nanopartikel kurkumin. Hasilnya, formulasi
nanopartikel kurkumin memiliki ukuran ± 90 nm, dengan efisiensi enkapsulasi kirakira
93%. Studi xenograft pada mencit menggambarkan efektivitas formulasi nanopartikel
kurkumin secara signifikan menghambat pertumbuhan tumor setelah dilakukan
pemberian secara subkutan.
3. Pemberian secara Intradermal memiliki beberapa keuntungan diantaranya tidak
menyebabkan rasa sakit, dan pemberiannya dapat dilakukan sendiri oleh pasien.
Penelitian terbaru injeksi intradermal kurkumin dilakukan oleh Abdelghany et al (2019)

13
14

dimana nanosuspensi kurkumin ditambahkan kedalam microneedle poli (vinilalkohol)


atau PVA dengan tinggi 900 µm dan diameter dasarnya 300 µm. Partikel nanosuspensi
berukuran kira-kira 520 nm. Mikroneedle kurkumin mampu berpenetrasi sedalam 500
µm, dan melebur di kulit dalam kurun waktu 60 menit. Senyawa aktif kurkumin
kemudian bermigrasi ke lapisan kulit lebih dalam sampai 2300 µm. Hal ini menyatakan
bahwa formulasi mikroneedle nanosuspensi kurkumin dapat menjadi salah satu cara
untuk pemberian kurkumin secara intradermal.

B. Andografolida
Andrografolida merupakan senyawa diterpenoid yang diisolasi dari tanaman
Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees (Acanthaceae) atau biasa disebut dengan sambiloto.
Tanaman A. paniculata dapat ditemukan di India dan Indo-Cina dan digunakan sebagai obat
tradisional di beberapa wilayah seperti Cina, Hong Kong, Filipina, Malaysia, Thailand, dan
Indonesia. Ada 3 rute pemberian yaitu melalui :

1. Pengobatan terhadap penyakit memerlukan rute pemberian yang tepat untuk


memaksimalkan efek terapinya. Andrografolida sendiri perlu diformulasikan dalam
sediaan injeksi intravena untuk memaksimalkan efeknya. Formulasi nanosuspensi
andrografolida merupakan salah satu solusi yang dikembangkan untuk mendapatkan
terapi terhadapi inflamasi yang lebih selektif dan mampu meminimalisir toksisitas
(Guo et al., 2017). Penelitian Guo et al (2017), memformulasikan injeksi
nanosuspensi andrografolida menggunakan metode penggilingan basah dengan
poloxamer 188 sebagai stabilisator non ionik dan sodium deoxycholate atau sodium
tauroursodeoxy cholate sebagai stabilisator ionik. Hasilnya didapatkan nanosuspensi
dengan ukuran 300 nm dan kelarutan andrografolida secara signifikan meningkat
serta stabil secara fisik dan kimia dalam penyimpanan selama 6 bulan dengan
penambahan manitol sebagai lioprotektan.
2. Formulasi adrografolida yang diinjeksikan secara intramuskular telah diteliti oleh Hu
et al., (2016b) dengan tujuan untuk mengatasi rasa pahit dari adrografolida dan
meningkatkan tingkat kepatuhan pemakaian obat pasien. Pada penelitian ini,
nanosuspensi adrografolida yang paling baik didapat dengan menggunakan Tween 80
sebagai stabilisator. Metode yang digunakan yaitu penggilingan basah kemudian di
15

evaluasi farmakokinetik intramuskular nanosuspensi adrografolida. Hasilnya,


konsentrasi obat dalam plasma menunjukkan pelepasan lepas lambat adrografolida
dan dideteksi terdapat dalam plasma hingga 28 hari. Pemerikasan uji iritasi
menunjukkan bahwa formulasi aman dan dapat digunakan untuk pemberian melalui
intramuskular.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman et al., (2010) bertujuan untuk mengevaluasi
pemberian secara subkutan aktivitas antinosiseptif dan antiedematogenik
adrografolida yang diberikan kepada hewan uji secara subkutan. Kristal adrografolida
dilarutkan dalam larutan dimetil sulfoksida (DMSO) terlebih dahulu sebelum diuji.
Dosis yang dipakai adalah 10 ,25 dan 50 mg/kg BB mencit. Hasil uji menunjukkan
adanya aktifitas antinosiseptif dan antiedematogenik pada adrografolida yang berguna
untuk menghilangkan rasa sakit dan mengobati inflamasi.

Pengembangan untuk penghantaran obat parenteral lainnya juga dilakukan oleh Reshma
Mirajkar (2017) dengan pengembangan In Situ Sponge-Forming Injectable sistem Pengiriman
Obat Tramadol Hidroklorida. Optimasi matrix gelatine dilakukan dengan design eksperimental
pengoptimalan efek independen (konsentrasi gelatine dan (HPMC) dan dependen (waktu
pembengkakan dan pelepasan obat) dengan 9 kosentrasi polimer yang berbeda yaitu dengan
perbandingan gelatine dan HPMC K 100 (v/v%) berturut turut adalah F1 (.6:1.25, 5:1, 6:1, 7:1.5,
6:1.5, 5:1.25, 7: 1, 5:1.5, dan 7:1.25)

C. Preparasi gelatine

Preparasi gelatine dilakukan dengan cara gelatin direndam dalam 100 ml air selama 30
menit dan dipanaskan hingga diperoleh larutan jernih pada suhu variasi konsentrasi (1-7%) b/v
gelatin. Kemudian Agen pengikat silang glutaraldehid (0,1- 2%) ditambahkan bersama dengan
polimer lepas lambat HPMC K 100M (1 -2%) diikuti oleh penambahan obat Tramadol HCL
(500mg) dengan agen cryogelant manitol (4%) dan pengatur tonisitas (0,9%) NaCl. Larutan ini
kemudian diaduk dengan kuat selama 10 menit pada suhu 1200 rpm menggunakan overhead
stirrer untuk membentuk busa yang kuat. Busa ini dipisahkan dan dikumpulkan pada Cawan petri
dan selanjutnya dilakukan proses Kriogelasi. Proses kriogelasi melibatkan pembekuan larutan
campuran pada suhu di bawah nol yaitu dalam freezer dalam pada -20 ° C suhu selama 24 jam
16

sampai terbentuk massa matriks polimer yang saling berhubungan. Matriks gelatin ini
dikeringkan dalam oven udara panas pada suhu 70°C selama 4 jam. Matriks kering mengalami
triturasi dan kemudian diayak melalui 60# untuk mendapatkan bubuk halus berwarna coklat
dalam kondisi aseptik. Dioptimalkan konsentrasi ditambahkan zat pensuspensi Sodium CMC
(1%), bubuk itu secara aseptik diisi ke dalam botol berwarna kuning yang disterilkan sebelumnya
2 ml dan kemudian sterilisasi dengan oven udara panas pada suhu 170 ° C selama 1 jam.
Kemudian matrix gelatine di evaluasi diantaranya penampilan fisik, Studi Kompatibilitas
Eksipien Obat, waktu pembengkakan, indeks pembengkakan, SEM, ukuran partikel dan
pengukuran potensial zeta. Dan evalusi suspense injeksi diantaranya penampilan dan pH,
kemampuan menyuntik, volume sedimentasi, uji sterilitas, study pelepasan obat in-vitro,
Penentuan kinetika pelepasan obat, estimasi kandungan obat, dan studi stabilitas dipercepat.

D. Swelling time merupakan

Swelling time merupakan waktu yang dibutuhkan polimer untuk mengembang. Ini adalah
parameter penting dalam persiapan spons suntik, karena pembengkakan polimer sebelum
pemberian akan menyebabkan hambatan dalam menyuntikkan formulasi dan oleh karena itu,
polimer tidak boleh membengkak segera pada saat rekonstitusi dan tetap ditangguhkan sampai
administrasi. Berdasarkan penelitian, hasil terbaik diperoleh Formula 7 dengan swelling time 17
menit dan pelepasan obat sebesar 98,59% sedangkan waktu pengembangan polimer menurun
seiring dengan konsentrasi mempertahankan rilis polimer meningkat. Ini mungkin karena fakta
bahwa struktur cross-linked berfungsi sebagai kekuatan negatif yang menarik rantai polimer ke
dalam, menghambat mobilitasnya dan karenanya menurunkan waktu pengembangan dan di sisi
lain meningkatkan konsentrasi gelatin, waktu pembengkakan meningkat.

E. Dosis Umum

Untuk pemberian injeksi dosis minimal/maximal untuk dewasa adalah 10 mg / 600 mg.
Untuk anak-anak dosis minimal/maximal adalah 0,5 mg/kg / 6mg/kg. Sedangkan untuk
pemberian secara oral untuk dewasa dosis minimal/maximal adalah 20 mg / 600 mg, dan untuk
anak-anak dosis minimal/maximal adalah 0,5 mb/kg / 6 mg/kg. Pada praktikum digunakan
furosemid dalam sediaan injeksi 10 mg / 600 mg.
17

F. Dosis Berdasrkan penyakit


a. Tablet
Edema dan hipertensi pada orang dewasa dan anak-anak: Dewasa ; sehari 1-2 kali, 1-2
tablet. Dosismaksimum adalah 5 tablet 8 sehari. Dosis pemeliharaan adalah 1 tablet
selang 1 hari. Anak-anak ; Sehari 1-3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari.
b. Injeksi
Dewasa atau > dari 15 tahun ; dosis awal 20-40 mg. Bila hasilnya belum memuaskan,
dosis dapat ditingkatkan 20 mg tiap interval waktu 2 jam sampai diperoleh hasil yang
memuaskan. Dosis individual ; 20 mg, 1-2 kali sehari
c. Edema paru-paru akut
Dosis awal : 40 mg. Bila diperlukan dapat diberikan dosis lanjutan 20-40 mg setelah 20
menit.
d. Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan)
20 – 40 mg furosemida diberikan sebagai tambahan dalam infus elektrolit. Selanjutnya
tergantung pada eliminasi urin, termasuk penggantian cairan dan elektrolit yang hilang.
Pada keracunan karena asam atau basa, kecepatan eliminasi dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan keasaman atau kebasaan urin.

G. Injeksi Furosemid dalam Bentuk Sediaan Ampul (jurnal 2)

furosemid digunakan untuk terapi hipertensi intrakranium,membantu mencegah terjadinya


retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik Hormon. Furosemid memiliki nama lain
Furosemidum dengan rumus molekul C12H11ClN2O5S dan rumus struktur sebagai berikut (1) :
Pemerian Furosemid berupa serbuk hablur, putih sampai kuning; tidak berbau dengan sifat
fisikokimia meliputi : Kelarutan : praktis larut dalam air; mudah laru dalam aseton, dalam
dimetilformamida dan dalam larutan alkali hidroksida; larutan dalam methanol; agak sukar larut
dalam etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform.
18

Ialah uji pH, uji kejernihan dan uji kebocoran. pH yang ditargetkan untuk sediaan injeksi
adalah bermisar antara 7,4 – 9, namun, dari sediaan yang telah dibuat, diperoleh pH larutan
sebesar 10 (3). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan HCl yang kurang pekat
sehingga pH nya terlalu tinggi dari standar.

Uji kedua adalah uji kejernihan. Dari hasil pengujian di bawah lampu, tidak terdapat
partikel halus dalam larutan ataupun partikel-partikel yang tidak larut, sehingga larutan injeksi
Furosemid dikatakan jernih.

Uji terakhir yang dilakukan adalah uji kebocoran yang dilakukan dengan membalik
ampul dengan posisi kepa di bawah lalu diamati apakah terdapat larutan injeksi yang menetes
atau keluar dari ampul. Hasilnya, tidak terdapat tetesan larutan injeksi ataupun keluarnya larutan
dari dalam ampul sehingga disimpulkan bahwa sediaan sediaan ampul tidak mengalami
kebocoran.

F. FORMULASI INFUS DEXAMETHASONE NA SULFAT 500ML


Pemberian cairan infus intravena (parenteral) merupakan pemberian cairan dan
elektrolit kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan rumatannya karena tidak
dapat dilakukan pemberian secara oral atau untuk memberikan cairan pengganti secara
cepat akibat kehilangan cairan. Pemberian cairan intravena juga merupakan tindakan
yang sering dilakukan pada kondisi gawat darurat yang sangat menentukan keselamatan
hidup pasien (life saving), seperti pendarahan hebat, diare berat dan luka bakar. Selain
untuk pemberian cairan dan elektrolit, jalur intravena dapat juga sebagai jalur untuk
memasukkan obat dan nutrisi. Infus Dexamethasone Na Sulfat dapat diberikan tanpa
diencerkan atau dapat ditambahkan dengan glukosa intravena atau normal salin dan
diberikan melalui infus. Untuk intravena digunakan 24 mg/mL, sedangkan 4 mg/mL
dapat digunakan untuk intramuscular. Penghentian pengobatan harus dilakukan secara
bertahap untuk menghindari pengendapan gejala insufisiensi adrenal. Pasien harus
diamati, terutama dalam keadaan stres, hingga 2 tahun. Gunakan dosis tunggal sebelum
jam 09.00 pagi untuk mengurangi penekanan aktivitas adrenokortikol individu.
19

Injeksi intravena digunakan untuk memberikan onset obat yang cepat karena obat
langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti
di lengan, atau vena dorsal di tangan. Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan
ke dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat, tetapi pemberian melalui rute ini
potensial berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan kembali setelah diberikan. Infus
Dexamethasone Na Sulfat dapat diberikan tanpa diencerkan atau dapat ditambahkan
dengan glukosa intravena atau normal salin dan diberikan melalui infus. Untuk intravena
digunakan 24 mg/mL, sedangkan 4 mg/mL dapat digunakan untuk intramuskular. Untuk
uji evaluasi yang dihasilkan ada beberapa uji yang tidak sesuai dengan litertur yang ada
seperti yang dijelaskan pada pembahasan di atas yaitu pada uji PH, dan pada uji mikroba.
20
KESIMPULAN

Beberapa senyawa aktif yang berasal dari tanaman telah dilaporkan berpotensi untuk
dikembangkan sistem pemberiannya secara parenteral untuk meningkatkan sistem penghantaran.
Dua senyawa aktif tersebut adalah kurkumin dan andrografolida. Kurkumin merupakan senyawa
aktif yang ulasan pembahasan pengembangannya dapat diberikan melalui intravena (IV),
intramuscular (IM), subkutan (SC), dan Intradermal (ID) sedangkan untuk senyawa
Andrografolida dapat diformulasikan untuk pemberian melalui intravena(IV), intramuskular
(IM), dan subkutan (SC), dan infus dexamethasone Injeksi intravena digunakan untuk
memberikan onset obat yang cepat karena obat langsung disuntikkan ke sistem sirkulasi. Area
injeksi dapat di vena sefalika, atau kubiti di lengan, atau vena dorsal di tangan. Larutan
bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat,
tetapi pemberian melalui rute ini potensial berbahaya karena obat tidak dapat dikeluarkan
kembali setelah diberikan. Infus Dexamethasone Na Sulfat dapat diberikan tanpa diencerkan atau
dapat ditambahkan dengan glukosa intravena atau normal salin dan diberikan melalui infus.
Untuk intravena digunakan 24 mg/mL, sedangkan 4 mg/mL dapat digunakan untuk
intramuscular.

21
22
DAFTAR PUTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378, 535, 612. Jakarta.

Karlah, L R M, Erladys, M R 2020, Riview Pengembangan Kurkumin dan Andrografolida Untuk


Sediaan Parenteral, Program Studi Farmasi, FMIPA UNSRAT, Manado.

Lieberman, Rieger & Banker, 1989, Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System, Vol ke-2,
495-498, Marcel Dekker Inc, New York.

Mirajkar R, Singh C, Madgulkar A. Formulation Development of In Situ Sponge Injectable Drug


Delivery System of Tramadol Hydrochloride. International Journal of Pharmacy &
Pharamceutical Research. 2017, 9 (3) : 169-191.

Putri A, Auliya E.L.S, Haniyah, Muhammad S, Nurul F.A. Injeksi Furosemid dalam Bentuk
Ampul, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

23

Anda mungkin juga menyukai