Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN PENCAMPURAN OBAT SUNTIK

BAB I
DEFINISI

Terapi intravena adalah terapi pemberian cairan kepada pasien melalui vena. Tujuan
terapi intravena adalah memberikan nutrisi parenteral, transfusi produk darah, pemberian
cairan dan obat ke pasien.
Pencampuran obat suntik dapat disebut juga Aseptic dispensing service adalah suatu
teknik preparasi dan penyediaan dari produk medis steril, termasuk di dalamnya proses
pengenceran atau proses lainnya sebelum obat diberikan ke pasien sebagai terapi intravena.
Pencampuran obat suntik dilakukan oleh petugas yang terlatih dan di bawah kondisi yang
terkontrol.
Kata aseptik berasal dari bahasa yunani dan dapat diturunkan menjadi dua kata “a”
berarti tanpa dan “sepsis” berarti kontaminasi. Jadi dapat disimpulkan proses aseptik adalah
sebuah proses tanpa kontaminasi. Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang
meminimalisir kontaminan mikroorganisme dan dapat mengurangi risiko paparan terhadap
petugas. Kontaminan kemungkinan terbawa ke dalam daerah aseptis dari alat kesehatan,
sediaan obat, atau petugas, sehingga penting untuk mengontrol faktor-faktor ini selama
proses pengerjaan produk aseptis.
Aseptic dispensing dilakukan untuk menjamin manajemen terapi dan untuk
meningkatkan kualitas dari pelayanan dan mengurangi resiko yang mungkin terjadi seperti
resiko kontaminasi mikroba, resiko kontaminasi partikel, menjamin ketepatan pengenceran,
menjamin stabilitas dan kompatibilitas, menjamin kesesuaian rute dan laju administrasi dan
mengurangi kesalahan penggunaan dari obat-obatan.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Lebih dari 90% pasien yang dirawat di rawat inap menerima terapi intravena.
Kesalahan pemberian obat dalam terapi intravena dapat terjadi dalam setiap proses yaitu
peresepan, penyiapan, administrasi dan pemantauan/monitoring. Proses penyiapan sediaan
parenteral terdiri dari rekonstitusi, pelarutan, pencampuran obat ke cairan infus.
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril yang biasa diberikan dengan berbagai
rute. Sediaan parenteral ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam
tubuh. Jenis pemberian parenteral yang paling umum adalah intravena, intramuscular,
subkutan, intrakutan, dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan
bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat bila penderita tidak
dapat diajak bekerjasama, tidak sadar atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara
pemberian yang lain.
Syarat-Syarat Sediaan parenteral
1) Sterilitas
Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik harus
steril, bebas dari semua mikroorganisme hidup. Sterilitas dijamin pada awalnya
dengan pembuatan produk dengan proses sterilisasi yang baik, kemudian
pengemasan produk dalam suatu bentuk yang meyakinkan penyimpanan. Steril
seharusnya ada pada produk yang tidak pernah digunakan atau hampir steril juga
diharapkan dalam penanganan berikutnya dari produk selama pemberian, teknik
aseptik dan manipulator akan menjamin sterilitas.
2) Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak, tidak larut, yang tanpa
sengaja ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan partikulat dalam sediaan
larutan parenteral diperhatikan karena konsep rute pemberiannya. Walaupun
sediaan parenteral dipengaruhi lama penyimpanan, organoleptis, dan metode efektif
dari pemberian, namun dipercaya bahwa bahan-bahan dari luar yang tidak disengaja
dapat berbahaya juga. Komposisi dari bahan partikulat yang tidak diinginkan
bervariasi. Dalam beberapa hal, komposisi ini dari berbagai sumber, mengingat yang

2
lain memiliki sumber khusus tersendiri. Bahan asing yang ditemukan dalam sediaan
parenteral meliputi selulosa, serat kapas, gelas, karet, logam, partikel plastik, bahan
kimia tidak larut, karet diatomae, ketombe dan sebagainya.
Kejernihan, atau tidak adanya bahan partikel yang tampak selalu dipertimbangkan
sebagai persyaratan untuk produk parenteral. Pada sediaan ampul diketahui bahwa
kemungkinan partikel gelas akan masuk ke dalam larutan saat ampul dibuka.
Bahan partikel dapat masuk dalam larutan parenteral dengan berbagai cara dan
sumber :
1. Larutan itu sendiri dan bahan kimia yang dikandungnya.
2. Proses pabrikasi dan berbagai variabel seperti lingkungan, peralatan dan personil.
3. Komponen kemasan dan kandungannya.
4. Alat dan peralatan yang digunakan saat pemberian produk.
5. Manipulasi yang melibatkan peralatan produk untuk pemberian sama baiknya
dengan lingkungan saat produk tersebut dibuat.
3) Bebas dari Pirogen
Sekarang dalam praktek pemberian obat secara parenteral, reaksi piretik sering
diamati. Reaksi-reaksi ini antara lain malaise, sakit kepala, dan peningkatan suhu
tubuh (demam).
Pirogen didefinisikan sebagai produk metabolit yang berasal dari mikroorganisme
hidup, atau mikroorganisme mati yang dapat menyebabkan respon demam setelah
penyuntikan. Pirogen diproduksi oleh mikroorganisme gram-negatif.
4) Kestabilan
Dalam perkembangan sediaan steril, perkembangan atau perhatian utama ditujukan
pada kestabilan obat. Obat dalam sediaan cair cenderung menjadi kurang stabil
daripada obat dalam bentuk kering.
Kriteria stabilitas obat meliputi : Stabilitas kimia, stabilitas fisika, stabilitas
mikrobiologi, stabilitas terapetik, stabilitas toksikologi. Faktor yang dapat
mempengaruhi stabilitas obat adalah suhu, cahaya dan oksigen ( reaksi oksidasi ).
Untuk penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi dibutuhkan faktor
kestabilan obat. Pemilihan bahan tambahan (eksipien) membantu dalam
peranannya pada kestabilan secara fisika dan kimia. Untuk larutan kestabilan secara

3
fisika memperlihatkan pada penampakan secara fisika dari produk saat
penyimpanan. Pembentukan endapan atau warnanya biasanya mengindikasikan
ketidakstabilan.
5) Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah
Walaupun diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk meminimalkan trauma
pada pembuluh darah, larutan hipertonik atau hipotonik tetap dapat diberikan.
Larutan nutrient hipertonik konsentrasi tinggi digunakan pada hiperalimentasi
parenteral. Untuk meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini diberikan secara
perlahan dengan kateter pada vena besar seperti subclavian.

Agar dapat memenuhi persyaratan sediaan parenteral yang seharusnya maka perlu
dilakukan pencampuran obat suntik yang sesuai kriteria :
1. Fasilitas/area bersih
2. Kualitas udara lingkungan dikontrol
3. Prosedur sterilisasi
4. Pemahaman mengenai prinsip sterilitas dan stabilitas.

Kriteria pencampuran obat suntik sebaiknya dipenuhi agar bebas dari resiko
kontaminasi. Berikut ini sumber kontaminasi produk dapat berasal dari :
1. Manusia (sebagian besar)
2. Sentuhan
3. Lepasnya partikel dari tubuh (kulit, rambut, kumis, dll)
4. Supply udara
5. Partikel dari ruangan lain
6. Faktor internal
7. Dinding, lantai, atap, kemasan dan peralatan

Dalam pencampuran obat suntik, masalah yang sering timbul adalah mengenai
ketidakcampuran obat. Faktor yang mempengaruhi ketidakcampuran obat adalah :
1. Suhu
Peningkatan suhu meningkatkan ketercampuran.

4
2. Pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi ketercampuran.
3. pH
pH adalah tingkat keasaman. Skala pH adalah antara 0-14, dimana pH 7 adalah pH
netral, pH <7 bersifat asam, dan pH >7 bersifat basa.
4. Konsentrasi obat
Semakin tinggi konsentrasi obat semakin tinggi resiko ketidakcampuran.
5. Waktu kontak
Semakin lama dua obat atau lebih bercampur, maka akan meningkatkan resiko
terjadinya ketidakcampuran.

Pencampuran obat suntik seharusnya dilakukan oleh petugas farmasi di Rumah


Sakit untuk menghindari infeksi nosokomial dan terjadinya kesalahan pemberian obat, tetapi
kenyataannya masih dilaksanakan oleh tenaga kesehatan lain dengan sarana dan
pengetahuan yang sangat terbatas. Pekerjaan kefarmasian tersebut memerlukan teknik
khusus dengan latar belakang pengetahuan antara lain sterilitas, sifat fisikokimia, stabilitas
obat, dan ketidaktercampuran obat. Selain hal tersebut diperlukan juga sarana dan
prasarana khusus yang menunjang pekerjaan hingga tujuan sterilitas, stabilitas, dan
ketercampuran obat dapat tercapai.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan Panduan Pencampuran Obat Suntik yang berisi
teknik pencampuran obat suntik yang dapat dipergunakan sebagai sarana pembelajaran dan
ilmu pengetahuan tentang obat suntik bagi tenaga kefarmasian maupun tenaga keperawatan
yang masih melakukan pencampuran obat suntik di rumah sakit.

5
BAB III
TATA LAKSANA

Kesiapan melakukan pencampuran obat suntik sangat dipengaruhi oleh pelaksana


pencampuran obat suntik dan juga sarana prasarana serta fasilitas yang ada. Selain itu juga
perlu dilengkapi dengan sistem penyimpanan, distribusi dan penanganan limbah sediaan
steril.
A) Sumber Daya Manusia
1. Apoteker
Setiap apoteker yang melakukan persiapan/ peracikan sediaan steril harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
• Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan pengelolaan
komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis.
• Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan pencampuran
sediaan steril. Apoteker yang melakukan pencampuran sediaan steril sebaiknya
selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui pelatihan dan
pendidikan berkelanjutan. Oleh karena itu sebaiknya apoteker dibekali dengan
sertifikat pelatihan pencampuran obat secara aseptik.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian membantu apoteker dalam melakukan pencampuran
sediaan steril harus sudah terlatih mengenai teknik pencampuran obat suntik.

B). Ruangan dan peralatan


Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan peralatan
khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin keselamatan
petugas dan lingkungannya. Berikut pembahasan lebih dalam tentang ruangan dan
peralatan.
1. Ruangan
Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan
ini terdiri dari :

6
a. Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan
bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).
b. Tempat cuci tangan
Sebelum melakukan pencampuran, petugas harus mencuci tangan dan memakai
alat pelindung diri (APD).
Untuk keperluan penjaminan sediaan steril sanitasi area bersih sangat penting.
Pemantauan harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi munculnya galur
mikroba yang resisten. Desinfektan dan deterjen harus dipantau terhadap
kontaminasi mikrobanya, pengenceran harus dibuat dalam wadah yang telah
dibersihkan sebelumnya dan hanya boleh disimpan dalam periode waktu
tertentu.

Apabila keterbatasan fasilitas ruangan khusus untuk pencampuran obat suntik, maka
pencampuran obat suntik dapat dilakukan di ruangan biasa asalkan pada tempat yang
tidak banyak lalu lalang petugas dan kebersihan ruangan selalu terjaga.

2. Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi :
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan steril
meliputi :
1) Baju Pelindung
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak
tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, dan
tertutup di bagian depan.
2) Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup
panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari latex
dan tidak berbedak (powder free).

7
3) Masker disposible

C) Penyimpanan
Penyimpanan sediaan steril non sitostatika setelah dilakukan pencampuran tergantung
pada stabilitas masing masing obat. Kondisi khusus penyimpanan:
1) Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan kertas karbon/kantong
plastik warna hitam atau aluminium foil.
2) Suhu penyimpanan 2 – 8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan freezer).

D) Distribusi
Proses distribusi sedíaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin
sterilitas dan stabilitasnya dengan persyaratan :

1. Wadah
a Tertutup rapat dan terlindung cahaya.
b Untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu,
ditempatkan dalam wadah yang mampu menjaga konsistensi suhunya.
2. Waktu Pengiriman
Prioritas pengiriman untuk obat-obat yang waktu stabilitasnya pendek.

Prosedur distribusi :
1. Periksa kembali isi dan mencocokan formulir permintaan yang telah dibuat
dengan prinsip 5 BENAR dan kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat,
jumlah, nomor batch, tanggal kadaluarsa setelah obat direkonstitusi)
2. Beri label pada wadah.
3. Kirim obat-obat tersebut ke ruang perawatan dengan menggunakan troli
tertutup.
4. Lakukan serah terima dengan pasien atau petugas perawat.

E) Penanganan Limbah
Limbah sediaan steril bentuk cair dibuang ke wastafel dengan air mengalir.

8
Setelah segenap sarana dan prasarana terpenuhi, berikut ini akan dijelaskan lebih
lengkap mengenai
cara penyiapan dan pencampuran obat suntik.
A. Penyiapan
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukan langkah langkah
sebagai berikut:
1. Memeriksa kelengkapan dokumen formulir permintaan dengan prinsip 5 BENAR (benar
pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian)
2. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomor batch, tanggal
kadaluarsa), serta melengkapi formulir permintaan.
3. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak jelas/tidak lengkap.
4. Menghitung kesesuaian dosis.
5. Memilih jenis pelarut yang sesuai.
6. Menghitung volume pelarut yang digunakan.

7. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomor rekam medis, tempat dan
tanggal lahir, ruang perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal
pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran.
8. Melengkapi dokumen pencampuran
9. Menyiapkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan dilakukan pencampuran
kedalam ruang pencampuran sediaan steril.

B. Pencampuran
Proses pencampuran obat suntik secara aseptis, mengikuti langkah–langkah sebagai
berikut:
1. Mencuci tangan dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
Prosedur mencuci tangan :
1. Basahi tangan dengan air bersih
2. Ambil sabun antiseptik

9
3. Gosok kedua telapak tangan bagian atas dan bawah serta diantara jari-jari dan
kuku selama 20 detik
4. Bilas tangan dengan air mengalir dan bersih selama 10 detik
5. Tutup kran dengan beralaskan lap bersih atau bila memungkinkan dengan siku
6. Keringkan tangan dengan lap bersih atau pengering listrik
2. Melakukan pencampuran
Tehnik memindahkan obat dari ampul
1) Membuka ampul larutan obat :
(a) Pindahkan semua larutan obat dari leher ampul dengan mengetuk-ngetuk
bagian atas ampul.
(b) Seka bagian leher ampul dengan alkohol 70 %, biarkan mengering.
(c) Lilitkan leher ampul dengan kassa.
(d) Pegang ampul dengan posisi 45º, patahkan bagian atas ampul dengan arah
menjauhi petugas. Pegang ampul dengan posisi ini sekitar 5 detik.
(e) Berdirikan ampul.
(f) Bungkus patahan ampul dengan kassa dan buang ke dalam kantong buangan
khusus benda tajam.
2) Pegang ampul dengan posisi 45º, masukkan spuit ke dalam ampul, tarik seluruh
larutan dari ampul, tutup needle.
3) Pegang ampul dengan posisi 45º, sesuaikan volume larutan dalam syringe sesuai
yang diinginkan dengan menyuntikkan kembali larutan obat yang berlebih kembali
ke ampul.
4) Tutup kembali needle.
5) Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke dalam kantong
buangan tertutup.
Tehnik memindahkan sediaan obat dari vial:
1) Membuka vial larutan obat
(a) Buka penutup vial
(b) Seka bagian karet vial dengan alkohol 70 %, biarkan mengering
(c) Berdirikan vial
(d) Bungkus penutup vial dengan kassa dan buang ke dalam kantong buangan

10
tertutup
2) Pegang vial dengan posisi 45º, masukkan spuit ke dalam vial.
3) Masukan pelarut yang sesuai ke dalam vial, gerakan perlahan-lahan memutar
untuk melarutkan obat.
4) Ganti needle dengan needle yang baru.
5) Beri tekanan negatif dengan cara menarik udara ke dalam spuit kosong sesuai
volume yang diinginkan.
6) Pegang vial dengan posisi 45º, tarik larutan ke dalam spuit tersebut.
7) Seka cap dan syringe dengan alkohol.
8) Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke dalam kantong
buangan tertutup.
3. Memberi label yang sesuai untuk setiap spuit dan infus yang sudah berisi obat hasil
pencampuran.
4. Membungkus dengan kantong hitam atau alumunium foil untuk obat-obat yang harus
terlindung dari cahaya.
5. Memasukkan spuit atau infus ke dalam wadah untuk pengiriman.
6. Membuang semua bekas pencampuran obat ke dalam wadah pembuangan khusus.

PROTAP PENANGANAN JIKA TERJADI KETERPAPARAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA.


1. KULIT
a. Menanggalkan sarung tangan
b. Membilas kulit dengan air hangat
c. Mencuci dengan air sabun kemudian membilas kembali dengan air hangat
d. Menyeka area yang terpapar dengan kassa yang dibasahi larutan chlorin 5 % (jika kulit
sobek) atau menggunakan larutan H2O2 3 % (jika kulit sobek)
e. Mencatat jenis obat dan jika perlu menyiapkan antidot khusus
f. Menanggalkan seluruh alat pelindung diri
g. Melaporkan ke Apoteker
h. Melaporkan kejadian dengan mengisi laporan insiden.

11
Tabel 1. Daftar Ketercampuran Obat Suntik

No. Nama Obat Ketercampuran Larutan IV Keterangan


1 Acyclovir Larutan Dextrosa, Ringer's Lactat. Tidak kompatibel dengan
NOTE: larutan Dextrosa > 10% dapat produk darah, larutan yang
menjadikan kuning larutan (tidak mengandung protein
mempengaruhi potensi obat) Jangan disimpan di lemari
es
2 Albumin NaCl 0,9% (lebih baik) ; kompatibel Jangan gunakan jika larutan
dengan Dextrosa 5% dan 10% jika keruh.
kandungan larutan 5% - 25% gunakan
NS atau D5W sebagai pelarut. Jangan menggunakan
SWFI
3 Amikacin Larutan Dextrosa, RL Masukkan > 1 jam sebelum
Inkompatibel dengan heparin Penicillin
4 Aminophylline Larutan Dextrosa, RL
5 Amphotericin B Lebih disukai dengan Dextrosa 5% Tidak kompatibel dengan
(Fungizone) NaCl 0,9%
Jangan dicampur dengan
obat lain
6 Ampicillin Paling stabil dalam NaCl 0,9%
Dextrosa dapat digunakan tapi tidak
dalam konsentrasi tinggi
7 Ampicillin Dalam NaCl 0,9% lebih disukai
sulbactam Kompatibel dengna larutan yang
mengandung Dextrosa dan RL
8 Calcium Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Gluconate Dextrosa, RL
9 Cefepime Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL
10 Cefotaxime Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL

12
11 Ceftazidime Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL
12 Ceftriaxone Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa
13 Chloramphenicol Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL
14 Ciprofloxacine Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa
15 Clindamycin Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL
16 Dexamethason Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa
17 Diazepam Tidak direkomendasi untuk dilarutkan
tetapi NaCl 0,9% dapat digunakan
untuk penggunaan darurat
18 Digoxin Dextrosa 5% dan NaCl 0,9% Mungkin terjadi endapan
19 Dobutamine Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL
Tidak kompatibel dengan heparin
20 Dopamine Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa, RL (Gunakan N5 bila ada
heparin)
21 Epinephrine Kompatibel dengan NaCl 0,9%, Jangan dicampur dengan
Dextrosa Bikarbonat
22 Fentanyl Citrate Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa
23 Fluconazole Kompatibel dengan Dextrosa 5%, 10%,
dan RL
24 Furosemide Kompatibel dengan NaCl 0,9% Jangan dicampur dengan
Lebih disukai dengan RL larutan asam
25 Ganciclovir Kompatibel dengan Dextrosa 5%, NaCl

13
0,9% dan RL
26 Gentamycin Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa
27 Heparin Kompatibel dengan NaCl 0,9%,
Dextrosa
28 Imipenem- NaCl 0.9% lebih disukai meskipun
Cilastatin Dextrosa dapat digunakan pada kondisi
khusus
29 Ketorolac Kompatibel dengan larutan NaCl 0,9%,
Dextrosa dan RL
30 Levofloxacin Kompatibel dengan larutan NaCl 0,9%,
Dextrosa, dan RL
31 Lorazepam Lebih disukai dengan Dextrosa 5%
Kurang stabil dalam NaCl
32 MgSO4 Larutan Dextrosa dan NaCl 0,9%
33 Mannitol Biasanya tidak dilarutkan tetapi
Dextrosa 5%, NaCl telah digunakan
34 Meropenem Lebih disukai NaCl 0,9%, kurang stabil
dalam Dextrosa, kompatibel dengan RL
35 Metronidazole Tidak perlu dilarutkan. Kompatibel Jangan dicampur dengan
dengan larutan Dextrosa dan NaCl obat lain
0,9%
36 Midazolam Dextrosa 5%, NaCl 0,9%, RL
37 Morphine Larutan Dextrosa dan NaCl 0,9%, bila
Sulphate diinfus bersama dengan heparin
gunakan hanya NaCl 0,9%
38 Ondansetron Larutan Dextrosa dan NaCl 0,9% Tidak tercampur dengan
obat dan larutan bersifat
basa
39 Penicillin G Larutan Dextrosa dan NaCl 0,9%
40 Phenytoin NaCl 0,9% Jangan dicampur dengan
obat lain

14
41 Piperacillin- Larutan Dextrosa dan NaCl 0,9%
Tazobactam tidak tercampur dengan RL
42 Propanolol Tidak direkomendasi untuk dilarutkan
tapi NaCl 0,9% dapat digunakan
43 Ranitidin Kompatibel dengan larutan NaCl 0,9%
dan Dextrosa, RL
44 Sodium Larutan Dextrosa dan NaCl 0,9%
Bicarbonate
45 Sodium Dextrosa 5%, NaCl 0,9%, RL
Valproate
46 Vancomycin Dextrosa 5%, NaCl 0,9%, RL
Tidak tercampur dengan heparin

15
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi adalah proses pencatatan/rekam jejak dari kegiatan pencampuran sediaan


steril dengan maksud untuk memudahkan penelusuran bukti jika sewaktu waktu terdapat
keluhan dari pengguna (dokter, apoteker, tenaga kesehatan lain dan pasien), penyusunan
data statistik, bahan evaluasi, dan bahan penelitian.
A. Jenis – jenis dokumen :
1. Permintaan pencampuran sediaan steril
2. Pencatatan pelaksanaan kegiatan pencampuran
3. Serah terima sediaan dari petugas unit farmasi ke perawat

B. Masa Penyimpanan
Penyimpanan dokumen disesuaikan dengan kebutuhan masing masing rumah sakit
minimal 5 tahun

Ditetapkan di Tanjung Enim


Pada Tanggal 2019
Direktur RS. Bukit Asam

dr. Bandriyo Sudarsono, M.K.K.

16

Anda mungkin juga menyukai