Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Vaksin merupakan sediaan yang mengandung antigen dapat berupa
kuman mati, kuman inaktif atau kuman hidup yang dilumpuhkan
virulensinnya tanpa merusak potensi antigennya yang dimaksudkan untuk
digunakan menimbulkan kekebalan aktif dan khas terhadap infeksi
kuman/toksinnya (Anief, 2005).
Menurut FI IV, vaksin adalah sediaan yang mengandung zat
antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada
manusia. Cara memasukkannya bisa dengan disuntik ataupun dengan oral
(diteteskan – red). Fungsi utama dari vaksin adalah untuk pencegahan
terhadap suatu penyakit yang diakibatkan oleh kuman.
............,.........
Menurut FI IV, immunoserum adalah sediaan mengandung
imunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
Fungsi utama immunoserum adalah mengobati suatu penyakit yang
diakibatkan oleh kuman.
2.2. Macam-macam vaksin dan immunoserum
2.2.1. Macam-macam Vaksin (Anief, 2005).
2.2.1.1. Vaksin Bakteri
Beberapa suspensi umumnya putih dalam cairan
tidak berwarna atau agak berwarna. Biakan bakteri
ditimbulkan pada medium perbenihan padat dan kuman
dipanen dari pembenihan dengan menggunakan natrium
khlorida atau zat pembawa lainnya yang cocok. Medium
cair dapat juga digunakan untuk biakan bakteri. Seluruh
atau sebagian biakan dapat digunakan untuk membuat
vaksin yang dilakukan secara kimia, fisika atau biokimia.
Untuk vaksin steril, kuman dimatikan tetapi tidak
mempunyai potensi pengebal. Dapat ditetapkan jumlah

3
bakteri yang hidup atau mati per ml atau varietas bakteri
yang terdapat dan dapat juga ditetapkan derajat
keburamannya.
2.2.1.2. Vaksin Virus dan Vaksin Riketsia
Suatu cairan jernih, tidak berwarna atau kuning atau
suspensi darah putih atau abu dalam cairan tidak berwarna
atau agak berwarna. Vaksin dibuat dari jaringan atau darah
yang diperoleh dari hewan terinfeksi dari perbiakan
pembenihan telur atau biakan jaringan.
Kuman dimatikan atau dilumpuhkan untuk
pembuatan vaksin digunakan sebagian atau seluruh biakan
yang dilakukan dengan cara fisika, kimia atau biokimia
dapat ditambahkan bakterisisda yang cocok kedalam vaksin
steril, vaksin virus hidup atau vaksin riketsia hidup
bakterisida dapat ditambahkan asalkan mempunyai
keaktifan terdapat virus atau riketsia.
2.2.1.3. Vaksin campur
Adalah campuran dua vaksin tunggal atau lebih,
merupakan cairan jenuh atau suspensi berbagai tingkat,
umumnya putih dalam cairan tidak berwarna atau agak
berwarna.
Sediaan Vaccinum yang terdapat dalaam Farmakope Indonesia ED.III
1. Vaccinum Cholerae
Vaccinum Cholerae merupakan suspensi steril
biakan pilihan Vibrio Cholerae yang cocok, mengandung
tidak kurang dari 8000 juta kuman tiap dosis tunggal, untuk
1 dosis tunggal tidak lebih dari 1 ml. Penggunaan dan
khasiat untuk imunisasi aktif.

Vaksinasi Kotipa (kombinasi vaksin kolera, tifus dan


paratifus) (Bio Farma) (K).

4
a. Dosis: Dosis pertama seperti dijelaskan pada label ,
biasanya 0,5 ml dengan cara injeksi subkutan atau injeksi
intramuscular, dosis kedua setelah paling sedikit 1 minggu
dan lebih baik 4 minggu 1 ml; dosis penguat setiap 6 bulan
bila terjadi pemaparan yang terus-menerus; ANAK usia 1-5
tahun 0,1 ml, dosis kedua 0,3 ml,usia 5-10 tahun 0,3 ml,
dosis kedua 0,5 ml.
b. Efek samping: Diare, sakit perut, sakit kepala; efek
samping yang jarang adalah mual, muntah, tidak nafsu
makan, pusing, demam, dan gangguan saluran nafas.
2. Vaccinum Diphtheriae
Vaccinum Diphtheriae (vaksin Difteri jerap) adalah
toksoida formol difteri terjerap pada zat jerap, umumnya
aluminium hidroksida atau aluminium fosfat dengan
kemurnian tidak kurang dari 1500 Lf per mg protein N.

Vaksin Jerap DT
a. Komposisi: Tiap dosis (0,5 ml) mengandung; zat
berkhasiat: Toksoid tetanus murni 7,5 LF, Toksoid
difteri murni 2 LF; zat tambahan : Aluminium fosfat 1,5
mg, Thimerosal 0,05 mg.
b. Dosis: Vaksin DT direkomendasikan untuk digunakan
pada imunisasi anak-anak usia di bawah 7 tahun.
Imunisasi primer untuk anak terdiri dari dosis 0,5 ml,
disuntikan secara intra muscular. Suntikan pertama dan
kedua dengan masa antara 4-6 minggu, suntikan ketiga

5
6 bulan kemudian. Dapat digunakan sebagai booster
pada usia pra sekolah dan sekolah.
c. Efek samping: Gejala-gejala seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat
sementara, kadang-kadang gejala demam.
3. Vaccinum Diphtheriae Pertussi et Terani adsorbatum =
Vaksin D.P.T jerap
Vaksin D.P.T jerap (vaksin Difteri Pertusis Tetanus
jerap) adalah campuran taksoida formol difteri, toksoida
formol tetnus dan suspensi kuman mati Bordetella Pertusis
terjerap pada zat jerap umumnya aluminium hidroksda atau
aluminium fosfat, dengan kemurniaan tidak kurang dari
1000 Lf per ml protein N. Khasiat dan penggunaan sebagai
imunisasi aktif.
Vaksin DTP (Bio Farma)
a. Komposisi: Tiap dosis vaksin (0,5 ml) mengandung; Zat
berkhasiat: Toksoid difteri murni 20 LF, Toksoid tetanus
murni 7,5 LF, Pertussis yang diinaktivasi 12 OU, HbsAg
10 mcg. Zat tambahan: Aluminium fosfat 1,5 mg,
Thimerosal 0,05 mg.
b. Dosis:Cara pemberian vaksin DPT menyuntikkan secara
intra muscular. Penyuntikan sebaiknya dilakukan pada paha
atas bagian depan dengan dosis satu anak adalah 0,5 ml.
c. Efek samping: Reaksi lokal di tempat penyuntikan,
berupa kemerahan, bengkak, serta nyeri, demam tinggi
lebih dari 38,5 derajat celcius.
4. Vaccinum Diphtheriae et Tetani adsorbatum
Vaksin Difteri tetanum jerap mengandung toksida
formol Difteri tidak kurang dari 1500 Lf per mg nitrogen
protein dan toksoida formol tetanus, terjerap pada zat jerap

6
umumnya aluminium hidroksida atau aluminium
fosfat.Khasiat dan penggunaan sebagai imunisasi aktif.
Dosis dan cara imunisasi: Untuk imunisasi dasar 3 x
0,5 ml intramuscular ; suntikan pertama dan kedua dengan
jarak antara 4-6 minggu, suntikan ketiga 6 bulan kemudian.
5. Vaccinum Pertussis
Vaccinum Pertussis (vaksin Pertusis) adalah
suspensi Bordetella pertusis mati dalam larutan Natrium
Khlorida yang mengandung bakterisida yang cocok dalam
kadar yang tidak berpengaruh terdapat daya pengebal
vaksin. Protein tidak kurang dari 4 UI tiap dosis tunggal, 1
dosis tunggal tidak lebih dari 1ml. Khasiat dan penggunaan
sebagai imunisasi aktif.
Dosis: bayi pada usis 3, 4, dan 5 bulan 3 dosis
pertama, minimal 6 bulan kemudian dosis ke-4.
6. Vaccinum Poliomylitidis Inactivatum
Vaccinum Poliomylitidis Inactivatum (vaksin Polio
inaktif) adalah suspensi biakan pilihan virus tipe 1,2 dan 3
atau campuran dari ketiganya yang telah mati, mengandung
kurang dari 3×106 TCLD 50 tipe 1 dan 3, dan tidak kurang
dari 1×106 TC LD50 tipe 2 per ml. Merupakan cairan jernih,
tidak berwarna atau kemerah-merahan. Disimpan dalam
wadah tertutup kedap, pada suhu antara 2o dan 10o
terlindungi dari cahaya. Khasiat dan penggunaan sebagai
imunisasi aktif.
7. Vaccinum Poliomylitidis Perorale
Vaccinum Poliomylitidis Perorale (Vaksin Polio
Oral) adalah suspensi biakan pilihan virus tipe 1, 2, dan 3
hidup, yang dilemahkan atau campuran dari padanya.
Mengandung tidak kurang dari 3 × 105 TC LD 50 tipe 2

7
untuk tiap khasiat dosis. Khasiat dan penggunaan imunisasi
aktif.

Vaksin Poliomyelitis Oral

a. Komposisi: Tiap dosis (2 tetes = 0,1 mL) mengandung:


Zat berkhasiat: Virus Polio hidup dilemahkan (strain Sa-
bin) tipe 1 ≥ 106.0 CCID50* tipe 2 ≥ 105.0 CCID50 tipe 3 ≥
105.8 CCID50 . Zat tambahan: Eritromisin tidak lebih dari 2
mcg Kanamisin tidak lebih dari 10 mcg
Sukrosa 35 % (v/v) (sebagai zat penstabil).
b. Dosis: Mulai usia 3 bulan diberikan per oral 3 dosis dari
2 tetes selang 6 minggu, ulangan (booster): 3 tahun
kemudian 1 dosis (2 tetes).
8. Vaccinum Rabiecum
Vaccinum Rabiecum adalah suspensi biakan
pilihan virus rabies yang dimatikan dan berasal dan
penyuntikan dan berasal dan penyuntikan intra cerbrum
hewan yang cocok dan tidak tercemar dalam larutan
Natrium Khlorida atau larutan yang lain yang cocok dan
isotonus terhadap darah. Mengandung tidak kurang dari 5%
b/v jaringan otak, diolah denagn fenol atau zat kimia lain
yang cocok hingga virus tidak menginfeksi mencit.
Merupakan suspensi gumpalan, putih atau keruh.
Dosis: anak-anak < 3 tahun 1 ml, di atas 3 tahun/dewasa 2
ml.
9. Vaccinum Tetani adsorbatum

8
Vaksin Tetanus jerap mengandung toksoida formol
tetanus pada zat jerap, umumnya aluminium hidroksida atau
aluminium fosfat. Tingkat kemurnian toksoida formol
tetanus tidak kurang dari 1000 Lf per mg protein N
Khasiat dan penggunaan sebagai imunisasi aktif.
Dosis dan cara imunisasi: Untuk imunisasi dasar 3 x 0,5 ml
intramuscular ; suntikan pertama dan kedua dengan jarak
antara 4-6 minggu, suntikan ketiga 6 bulan kemudian.
10. Vaccinum Typhoidi
Vaksin tifus adalah suspensi biakan piliha Salmonell
typhi yang dimatikan dan mengandung tidak kurang dari 1
ml.Vaksin diperoleh dari satu atau lebih biakan pilihan licin
Salmonell typhi yang mempunyai komplemen lengkap
antigen O, H dan antigen VI. Bakteri dimatikan dengan cara
pemanasan suspensi atau dengan penambahan bakterisida.
Khasiat dan penggunaan sebagai imunisasi aktif.
Dosis: untuk imunisasi dasar diperlukan 2 dosis vaksin,
subkutan, dengan jarak antara 4-6 minggu. Dosis bagi orang
dewasa 1 ml dan untuk anak-anak di antara 2-12 tahun 0,5
ml. Selanjutnya, revaksinasi setelah 12 bulan.
11. Vaccinum Thyphoidi et Paratyphoidi AB
Vaksin Tifoid dan Paratifoid AB dan campuran
suspensi kuman mati Salmonell typhi, Salmonell typhi B.
Mengandung tidak kurang 1×109 Salmonell typhi dan
masing masing tidak kurang dari 5×108 atau 75×107 masing-
masing Salmonell paratyphi A dan Salmonell paratyphi B.
Khasiat dan penggunaan sebagai imunisasi aktif.
12. Vaccinum Variolae Crvodesiccatum
Vaksn cacar adalah vaksin beku kering mengandung
virus vaksin hidup dari biakan pilihan cocok. Merupakan
serbuk yang berwarna hampir putih vaksin disimpan setelah

9
pembuatan pada suhu tetap dbawah 5o selama 3 tahun.
Setelah dipindahkan di tempat penyimpanan pemakaian
dalm keadaan yang sama dapat tahan 12 bulan. Sedang
vaksin rekonstitusi disimpan dalam lemari es tahan lama
selama 1 minggu.Khasiat dan penggunaan sebagai
imunisasi aktif.
2.2.2. Macam-macam Immunoserum (Anief, 2005).
2.2.2.1. Immunoserum Antidiphteriucum
Immunoserum Antidipthericum mengandung
glubolin dengan antitoxin (antibodi) khusus untuk
menetralkan toksin Corynebacterium diptheriae. Potensi
tidak kurang 1000 U.I. per ml. Khasiat dan penggunaan
ialah untuk pengobatan pasif.

Serum Anti Difteri


a. Komposisi: Per ml mengandung zat aktif Diphtheria
Antitoxin 2.000 UI, zat tambahan Fenol 2,5 mg.
b. Dosis: >10.000 UI via injeksi intra muscular/intra
vena,tergantung dari keparahan penyakit.
c. Efek samping: Demam disertai menggigil, nyeri pada
tempat injeksi sesudah pemberian injeksi antiserum dosis
tinggi.
2.2.2.2. Immunoserum Antirabiecicum
Immunoserum Antirabiecicum mengandung
globulin dengan antioksin khusus untuk menetralkan virus
rabies.

10
Verorab (Imovax Rabies Vero)
a. Komposisi: Vaksin rabies murni yang telah inaktif yang
dibiakkan pada sel vero.
b. Dosis: Vaksinasi pencegahan / sebelum terpapar,
vaksinasi primer: 3x penyuntikan ( hari ke-0, hari ke-7, hari
ke-28), booster: 1 tahun kemudian dan selanjutnya setiap 5
tahun.
c. Efek samping: Reaksi lokal yang ringan, reaksi sistemik.
2.2.2.3. Immunoserum Antitetanicum
Immunoserum Antitetanus mengandung glubolin
dengan antioksin khusus untuk menetralkan toksin
Clostridium tetani. Khasiat untuk dan penggunaannya
adalah untuk pengobatan pasif.

Serum Anti Tetanus


a. Komposisi: Untuk pencegahan tiap ml mengandung:
Antitoksin tetanus 1.500 UI, Fenol 0,25 % v/v. Untuk
pengobatan tiap ml mengandung: Antitoksin tetanus 5.000
UI, Fenol 0,25 % v/v.
b. Dosis: Untuk pencegahan: 1 dosis profilaktik (1.500 UI)
atau lebih diberikan intra muscular. Untuk pengobatan:

11
10.000 UI atau lebih diberikan intra muscular atau intra
vena, tergantung dari penderita.
c. Efek samping: Serum sickness; timbul 5 hari setelah
suntikan dan dapat berupa demam, gatal-gatal, sesak nafas
dan gejala alergi lainnya.
2.2.2.4. Immunoserum Antiveninum Polyvalente
Imunoserum Antibisa polivalen adalah antibisa ular,
merupakan larutan steril, mengandung glubolin dengan anti
zat khusus yang dapat menetralkan bisa Ankystrodon
rhodostoma, bungarus fasciatus dan naja sputatrix.
Mempunyai potensi menetralkan tidak kurang 10 LD 50
Sampai 20 LD50 bisa Anykstrodon rhodostoma, tidak
kurang 25 LD50 sampai 50 LD50 bisa Bungarus fasciatus,
dan tidak kurang 25 LD 50 sampai LD 50 bisa Naja
sputatrix. Khasiat dan penggunaan ialah untuk pengobatan
pasif.

Serum Anti Bisa Ular Polivalen


a. Komposisi: Setiap ml mengandung antibisa ular:
Calloselasma rhodostoma 10 LD50, Bungarus fasciatus 25
LD50, Naja sputatrix 25 LD50.
b. Dosis: Dosis pertama sebanyak 2 vial@ 5ml dan
diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan 40-80
tetes/menit, diulang 6 jam kemudian. Serum Anti Bisa Ular
dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum 80-

12
100 ml. Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-
anak sama dengan dosis untuk orang dewasa.
c. Efek samping: Serum sickness; dapat terjadi antara 7-10
hari setelah penyuntikan dengan gejala-gelaja seperti
demam, gatal, sesak nafas, dan reaksi alergi lainnya.
2.3. Keuntungan dan kerugian vaksin dan immunoserum (Menurut FI III &
IV)
2.3.1. Keuntungan vaksin
1. Bekerja efektif di dalam tubuh. Karena dapat menghasilkan
kekebalan tubuh hingga 90-100%.
2. Mencegah timbulnya berbagai penyakit di dalam tubuh
manusia. Maka tubuh akan melakukan respon terhadap
sumber-sumber penyakit tersebut yaitu dengan cara
menghancurkan bagian atau DNA dari mikroba penyebab
infeksi.
3. Seseorang yang sudah di vaksin akan mendapatkan wabah
penyakit semakin mengecil. kekebalan tubuhnya akan
mengendalikan berbagai penyakit menular.
2.3.2. Kerugian vaksin
1. Memerlukan penggunaan berulang untuk mempertahankan
proteksi.
2. Rangsangan imunitas seluler dan mukosa masih kurang,
sehingga akan menimbulkan penyakit akibat respon imun.
3. Terkadang ketidak serasiaan kimiawi akan berdampak pada
pencampurannya beberapa jenis vaksin.
4. Tidak semua vaksin memiliki angka keberhasilan proteksi
100% , sebab semuanya tergantung pada gen kita.
2.3.3. Keuntungan immunoserum
1. Menetralkan toksin kuman atau bisa ular.
2. Dapat menetralkan virus rabies.

13
3. Dapat menetralkan toksin corynebacterium diphteriae
(antitoksin difteri).
4. Dapat menetralkan toksin clostridium tetani (antitoksin
tetanus).
2.3.4. Kerugian immunoserum
Pada umumnya immunoserum cair setelah disimpan 3 tahun
dan potensi immunoserum kering-beku setelah disimpan 5 tahun
tidak lagi dapat dianggap sama dengan potensi yang tertera pada
etiket.
2.4. Persyaratan vaksin dan immunoserum (Menurut FI III & IV)
2.4.1. Persyaratan vaksin
1. Jika tidak dinyatakan lain vaksin disimpan pada suhu 2C
sampai 8C, terlindung dari cahaya, tidak boleh dibekukan.
2. Dalam wadah tertutup kedap, terhindar dari kontaminasi,
terutama hasil tuberkel yang virulen.
3. Bila disimpan pada kondisi yang ditentukan, vaksin
diharapkan dapat bertahan tidak kurang dari 5 tahun sejak
tanggal potensi di tetapkan.
4. Simpan pada suhu seperti yang tertera pada etiket (misal -
25 C).
5. Pada etiket harus tertera banyaknya jumlah ml dalam wadah
untuk vaksin cair, dosis, dan kadaluwarsa.
6. Potensi vaksin kering diharapkan dapat bertahan selama
tidak kurang dari 12 bulan sejak tanggal penetapan titer
virus. Setelah direkonstitusi vaksin harus segar digunakan.
2.4.2. Persyaratan immunoserum
1. Pada penyimpanan dapat disimpan di dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya,
pada suhu antara 10C sampai 20C. Sediaan cair harus
disimpan pada suhu 2C sampai 8C, hindari terjadi
pembekuan.

14
2. Pada penandaan tertera jumlah ml, dosis, tanggal
kadaluwarsa, kondisi penyimpanan, bahan tambahan, nama
spesies sumber immunoserum.
3. Pada umumnya immunoserum cair setelah disimpan 3 tahun
dan potensi immunoserum kering atau bahkan sampai beku
setelah disimpan 5 tahun tidak lagi dianggap sama dengan
potensi yang tertera pada keterangan.
2.5. Kandungan/bahan vaksin dan immunoserum (
2.5.1. Kandungan/bahan vaksin
1. Zat aktif
Yaitu virus atau bakteri yang merupakan antigen
yang akan dimasukkan ke dalam tubuh sehingga
merangsang tubuh membentuk antibodi sesuai dengan
antigen yang dimasukkannya. Tubuh diharapkan menjadi
kebal terhadap penyakit akibat virus/bakteri tersebut
sehingga tidak menjadi sakit atau mengalami komplikasi
akibat penyakit itu.
Bahan aktif tersebut bisa berupa :
a. Virus utuh (virus polio, campak, influenza yang
live attenuated).
b. Virus sub unit (protein HbsAg dari virus
Hepatitis B, protein L1 dari HPV, yang dibuat
menjadi vaksin menggunakan metode DNA
rekombinan).
c. Komponen bakteri : Polisakarida dinding sel
pada vaksin Pneumokokus, Hib, meningokokus,
tiroid dan tiga jenis protein pada vaksin pertusis
aselular.
d. Toksin bakteri : Pada toksoid difteri dan toksin
tetanus.

15
e. Bakteri utuh : Mycobacterium pada vaksin
BCG.
2. Zat tambahan
Berfungsi memaksimalkan respons sistem imun
tubuh. Antigen + Adjuvant dikenali jauh lebih cepat oleh
tubuh daripada Antigen saja. Adjuvant yang paling sering
digunakan antara lain garam aluminium. Aluminium sudah
dipakai lebih dari 80 tahun.
Dosis garam aluminium yang diizinkan adalah 1,14
g/dosis vaksin (ketentuan FDA. Badan POM Amerika).
Tidak ada satupun vaksin yang aluminiumnya lebih dari
nilai ini. Dosis yang diizinkan itu kecil sekali dibandingkan
dengan dosis yang dapat ditoleransi tubuh.
Penggunaan garam aluminium pada vaksin dinyatakan
aman dan efektif (kesimpulan FDA tahun 2000, hingga kini
tak berubah). Sampai sekarang Aluminium masih
digunakan di mayoritas vaksin.
3. Pelarut
Pelarut adalah cairan yang digunakan untuk
melarutkan vaksin hingga konsentrasi tertentu, sehingga
dapat disuntikkan atau diteteskan ke dalam tubuh. Bahan
yang digunakan adalah air steril/aquabidest atau Natrium
klorida (cairan infus). Baik golongan anti vaksin maupun
provaksinasi setuju bahwa pelarut yang berupa cairan infus
ini aman untuk tubuh.
4. Stabilizer
Fungsi zat ini adalah menstabilkan vaksin saat
berada pada kondis ekstrem, misalnya panas. Dosis yang
digunakan amat kecil, yaitu < 10 mikrogram. Jenis-jenis
Stabilizer antara lain : gula (sukrosa & laktosa), asam
amino (glisin, asam glutamat) atau protein (albumin,

16
gelatin). Isu yang berkembang mengenai Stabilizer adalah
penggunaan stabilizer jenis protein (terutama gelatin) dapat
menyebabkan reaksi alergi. Namun hal ini dibantah dengan
fakta kejadiannya yang amat sangat jarang terjadi.

5. Pengawet
Preservatives berfungsi untuk mencegah tumbuhnya
bakteri/jamur selama proses pembuatan vaksin. Namun
tidak semua vaksin menggunakan preservatives. Zat ini
terutama digunakan dikemasan vaksin multi dosis untuk
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Saat ini, hanya
ada 4 jenis Preservatives yang diizinkan digunakan. paling
terkenal adalah Timerosal (turunan merkuri).
Timerosal merupakan etil merkuri. Sifat etil merkuri
SANGAT BERBEDA dengan metal merkuri. Etil merkuri
yang digunakan dalam vaksin tidak akan terakumulasi
dalam tubuh karena cepat dimetabolisme dan waktu
paruhnya hanya 7 hari. Dosis yang digunakan pun amat
sangat kecil. Sedangkan merkuri berbahaya yang selama ini
sering kita dengar adalah bentuk metal merkuri, yang
sifatnya berbeda dengan timerosal (etil merkuri). Lebih
berbahaya metal merkuri yang kita konsumsi sehari-hari
dari seafood. WHO sendiri tetap memperbolehkan
penggunaan Timerosal khususnya untuk vaksin multi dosis.
Vaksin yang diproduksi di AS dan Eropa saat ini bebas
merkuri.

6. Residu
Selain Antigen dan Zat Adiktif, terkadang vaksin
memiliki residu yang timbul selama proses pembuatan.
Residu berupa : formaldehid, antibiotik, partikel-partikel

17
mikroorganisme yang kadarnya amat sangat kecil, bahkan
sering tak terdektesi.
2.6. Cara pembuatan vaksin dan immunoserum (
2.6.1. Pembuatan vaksin
Vaksin dibuat dengan cara melumpuhkan atau mematikan
kuman dengan konsentrasi tertentu. Vaksin disuntikkan ke dalam
tubuh seseorang sehingga sistem kekebalan tubuhnya memberikan
respon terhadap vaksin tersebut. Pada saat ini vaksin banyak yang
dibuat hanya dengan mengambil bagian gen kuman, sehingga
relatif lebih aman ( contoh : HbsAg, Hepatitis B surface antigen ).
2.6.2. Pembuatan immunoserum
Immunoserum diperoleh dari hewan sehat yang di
imunisasi dengan penyuntikan toksin atau toksoid, venin, suspensi,
mikroorganisme, atau antigen lain yang sesuai.
Selama imunisasi, hewan tersebut tidak boleh diberi
penisilin. Serum dibuat dengan cara memasukkan vaksin ke dalam
tubuh suatu hewan (sapi, kuda, kambing, dll) sehingga kekebalan
tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut.
Setelah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa hewan
tersebut telah kebal terhadap vaksin yang dimasukkan, maka
dilakukan pengambilan darah melalui vena leher (vena jugularis).
Setelah diambil, darah kemudian dipindahkan antara
plasma dengan sel-sel dan protein darahnya. Plasma darah
kemudian dimurnikan menjadi serum. Serum inilah yang akan
memberikan kekebalan kepada seseorang yang melakukan
imunisasi dengan serum.

18

Anda mungkin juga menyukai