"VAKSINASI"
Tanggal Praktikum
: Desember 2014
Anggota Kelompok
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan
makalah immunologi.
Dalam pembuatan makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan
pihak-pihak yang memberi dukungan dan dorongan, oleh karena itu pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pembimbing praktikum.
2. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih
mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan
saran demi meningkatkan mutu dan kesempurnaan. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................
Daftar Isi......................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
1.1
Tujuan .......................................................................................
1.2
Latar Belakang..........................................................................
2.1
Pengertian Imunofilaksis...........................................................
2.2
Pengertian Vaksin......................................................................
2.3
Macam-macam Vaksin..............................................................
2.4
Tujuan Vaksin............................................................................
2.5
Jenis-jenis Vaksin......................................................................
2.6
12
2.7
13
2.8
16
2.9
18
19
21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
Latar Belakang
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.
Kemampuan
itu
disebut imunitas.
Dari
sebagian
besar
imunitas
merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali
diserang oleh bakteri yang menang menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali
memerlukan
waktu
berminggu-minggu
bahkan
berbulan-bulan
dlam
pembentukannya.
Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik
yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti
bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain.
Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas dapat dihasilkan oleh
sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang
mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin.
Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu
menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. Vaksin dapat dibuat dari
bakteri, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi organisme hidup atau inaktif
atau fraksifraksinya atau toksoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Imunofilaksis
Imunofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap antibodi
spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem imun
dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap infeksi
mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek positif untuk pertahanan
tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi hipersensivitas.
.Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri
seseorang dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen yang dapat bersifat
aktif maupun inaktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun racun yang
dilemahkan.
Fungsi Imunoprofilaksis sebagai berikut :
1. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit, kekebalan terhadap
penyakit dapat dipacu dengan pemberian imunostimulan termasuk vaksinasi
dan vitamin.
2. Mengurangi penularan suatu penyakit.
2.2 Pengertian Vaksin
Menurut DepKes RI (1995) vaksin adalah sediaan yang mengandung zat
antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia.
Vaksin dapat dibuat dari bakteri, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi
organisme hidup atau inaktif atau fraksifraksinya atau toksoid.
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika
diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap
cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Kemudian diulang usia 1 tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum
meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus Polio
Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived
Poliomielitis Vaccine).
Akibat dari tidak di lakukan vaksin poliomyelitis yaitu Kelumpuhan
permanen, bisa pada tungkai, baik kaki maupun tangan. Kelumpuhan berat,
misalnya pada otot pernapasan. Pada kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan
alat bantu napas.
5. Vaksin Hepatitis A
Yaitu vaksin yang di berikan untuk melindungi batita dan anak-anak dari
penyakit hepatitis A. waktu pemberian Direkomendasikan pada umur >2 tahun,
diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan
Bila tidak di berikan vaksin hepatitis A bisa kemungkinan terjangkit virus
hepatitis A, walaupun hal tersebut tidak pasti. Yang paling rentang terkena virus
ini jika tidak vaksin yaitu Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk
homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.
6. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non infeksius , berasal dari HBsAg yang dihasilkan
dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA recombinan
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada
umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam
setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila
semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg
0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
1 bulan :
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
6 bulan :
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval
HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian
suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
Pemberian sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval
minimum 4 minggu (1 bulan). Vaksin hepatitis B juga direkomendasikan untuk
diberikan pada orang dewasa. Dengan tiga kali pemberian, vaksin hepatitis B
dapat memberikan perlindungan sebanyak 90 %.
Jika tidak di lakukan vaksin hepatitis B, seseorang rentang terkena
penyakit hepatitis B
7. Vaksin Varicella
Vaksin varicella yaitu vaksin yang di gunakan untuk mencegah cacar air.
Vaksin varicella diinjeksikan pada usia 1 tahun atau lebih. Bila anak tidak
menerimanya pada waktu tersebut, dapat diberikan pada usia 11 12 tahun.
Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar
air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan
suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya
diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan
memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan
sistem kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin
varicella-zoster.
8 . Vaksin retrovirus
mencapai
tingkat
tidak
terdeteksi,
imunogenisitas.
tanpa
mengurangi
sifat
Pada metoda ini, virus yang secara alami bersifat patogen diproduksi
dalam jumlah besar dan diinaktifkan dengan menggunakan bahan kimia atau
prosedur fisik yang dirancang untuk menghilangkan sifat infektif dari virus tanpa
kehilangan sifat antigenisitasnya (yaitu kemampuan untuk memicu respons imun
yang diinginkan). Teknik yang umum digunakan adalah dengan cara perlakuan
dengan formalin atau beta propriolactine atau ekstraksi dari partikel envelope
virus dengan detergen nonionik seperti Triton X-100. Jenis vaksin ini relatif tidak
memerlukan proses pembuatan yang rumit dan berbiaya murah. Contoh Vaksin
virus inaktif : Vaksin Influenza, Poliovirus (Salk Vaccine), Rabies , vaksin untuk
hewan (veterinary).
3. Vaksin subunit (subunit Vaccines).
Mengambil hanya suatu bagian protein virus untuk dibuat menjadi suatu
vaksin, contoh : vaksin hepatitis B dan vaksin influenza. atau Vaksin
diformulasikan hanya dengan beberapa komponen yang dimurnikan dari virus
(tanpa memasukkan seluruh bagian virus) disebut dengan vaksin subunit.
Komponen virus yang diambil adalah protein virus yang dikenali oleh antibodi.
Pada banyak kasus, protein yang digunakan adalah protein struktural virus,
khususnya protein yang ditemukan pada permukaan virion, yang merupakan
target utama dari respons imun.
Teknik Rekombinan DNA : mengklon suatu gen virus yang cocok pada
virus non patogen, bakteri, ragi, atau sel serangga atau sel tanaman untuk
memproduksi protein yang imunogeni
Keuntungan dari Vaksin Subunit :
Hanya genom virus yang digunakan dalam sistem ini, maka tidak ada
terbaru
dalam
pembuatan
vaksin
yang
sekarang
yang
10
berembrio (embryonated chicken eggs), tetapi sekitar periode tahun 1990-an telah
ada beberapa perusahaan yang mencoba mengembangkan proses pembuatan
vaksin influenza dengan menggunakan media kultur jaringan mamalia (tissue
culture), tetapi belum diproduksi untuk skala komersial di Eropa.
11
3. Tahap 3 : Telur diinkubasi untuk waktu yang optimal (biasanya 48-96 jam)
pada suhu optimal (33-36oC) dan kemudian dilihat lagi dibawah lampu untuk
memisahkan telur yang mati (nonviable eggs).
4. Tahap 4 : Telur didinginkan (chilled) terlebih dahulu dalam lemari pendingin
untuk meningkatkan hasil pada saat pemanenan dari cairan allantoic yang
terinfeksi. Cairan allantioc atau cairan kultur jaringan kemudian diproses
lebih lanjut untuk menghilangkan protein telur atau protein sel dan sisa-sisa
sel, kemudian diinaktivasi secara kimia, dan disimpai sebagai bulk vaccines
hingga proses formulasi berlangsung.
5. Tahap 5 : Cairan allantoic yang dipanen harus dijernihkan dengan cara filtrasi
dan/ atau sentrifuga sebelum proses pemurnian lebih lanjut.
6. Tahap 6 : Penetapan potensi dilakukan pada setiap kelompok vaksin
monovalen menggunakan antigen standar yang diketahui jumlah HA
(Hemagglutinin)-nya dan suatu antiserum HA spesifik.
Kekurang menggunakan sistem telur berembrio meliputi :
1. Perlu ribuan telur per minggu, sekitar 1-2 telur untuk 1 dosis vaksin
(cth.influenza), sehingga untuk jutaan dosis vaksin, perlu lebih dari 1 juta
telur berembrio yang harus diolah.
2. Pada prosesnya, telur harus disinari satu per satu untuk melihat pertumbuhan
embrio. Cangkang telur harus disterilkan, dan setiap telur harus diinokulasi
dengan menyuntikkan sejumlah virus ke dalam bagian allantoic telur.
3. Telur kemudian diinkubasi selama 48-96 jam dan kemudian harus disinari
kembali satu persatu untuk memisahkan telur yang embrionya tumbuh dan
yang mati.
4. Selain itu, produksi vaksin dengan metoda telur berembrio memiliki risiko
alergi pada pasien terhadap protein yang berasal dari telur (egg proteins).
2.6 Penyimpanan dan Transportasi Vaksin
Secara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati yang
mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu.
Syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin harus diperhatikan untuk
menjamin potensinya ketika diberikan kepada seorang anak.
1. Rantai vaksin
Rangkaian
proses
penyimpanan
dan
transportasi
vaksin
dengan
12
vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri
dari proses penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari
pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk mengukur
dan mempertahankan suhu. Dampak perubahan suhu pada vaksin hidup dan
mati berbeda. Untuk itu harus diketahui suhu optimum untuk setiap vaksin
sesuai petunjuk penyimpanan dari pabrik masing-masing.
2. Suhu optimum untuk vaksin hidup
Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2C sampai
dengan +8C, diatas suhu +8C vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio
hanya bertahan dua hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati
dalam tujuh hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang
dari 2C sampai dengan beku. Vaksin oral polio yang belum dibuka lebih
bertahan lama (2 tahun) bila disimpan pada suhu -25C sampai dengan -15C,
namun hanya bertahan enam bulan pada suhu +2C sampai dengan +8C.
Vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25C sampai
dengan -15C, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2C sampai dengan
+8C, yaitu BCG tetap satu tahun dan campak tetap dua tahun. Oleh karena itu
vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu
-25C sampai dengan -15C atau didalam freezer.
3. Suhu optimum untuk vaksin mati
Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2C sampai dengan
+8C juga, pada suhu dibawah +2C (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat
rusak. Bila beku dalam suhu -0.5C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B
(kombo) akan rusak dalam jam, tetapi dalam suhu diatas 8C vaksin hepatitis
B bias bertahan sampai tiga puluh hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai
empat belas hari. Dibekukan dalam suhu -5C sampai dengan -10C vaksin
DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua jam, tetapi bisa
bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di atas 8C.
4. Kamar dingin dan kamar beku
Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya berada
dipabrik, distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang yang besar
dengan kapasitas 5-100 m, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar.
13
Suhu kamar dingin berkisar +2C sampai dengan +8C, terutama untuk
menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar
antara -25C sampai dengan -15C, untuk menyimpan vaksin yang boleh beku,
terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus
menerus, menggunakan dua alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran
listrik tidak boleh terputus sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit
listrik yang secara otomatis akan berfungsi bila listrik mati. Suhu ruangan
harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara otomatis. Pintu
tidak boleh sering dibuka tutup.
2.7 Hal hal yang perlu diperhatikan dalam vaksinasi
1. Tempat Pemberian Vaksin
Pemberian parental (ID, SK, IM) biasanya dilakukan pada lengan daerah
deltoid. Vaksin hepatitis yang diberikan IM pada lengan terbukti memberikan
respon imun yang lebih baik dibanding dengan pemberian intragluteal. Pemberian
vaksin polio parental (virus dimatikan) akan memberikan respon antibodi serum
yang lebih tinggi dibanding dengan vaksin hidup oral, tetapi yang akhir
menimbulkan produksi Ig A sekretori yang dapat memberikan respon yang lebih
baik bila diberikan melalui saluran napas dibanding dengan parental (seperti virus
campak hidup) tetapi pemberian tersebut belum dilakukan secara rutin.
Intramuskular
Anterolateral paha bagian
atas
Anterolateral paha atas
kecuali bila deltoid cukup
berkembang
Deltoid
Subkutan
Bagian
berlemak
paha
anterolateral
Bagian berlemak antelorateral
paha atau bagian atas luar lengan
Bagia atas luar trieps lengan.
14
untuk pathogen yang hidup di permukaan mukosa atau yang masuk tubuh melalui
mukosa sebagai pertahanan tubuh. Imunitas mukosa timbul bila pathogen terpajan
dengan system imun mukosa. Oleh karena itu vaksin yang dilemahkan dan
diberikan oral atau intranasal biasanya lebih efektif dalam memacu imunitas
setempat dan relevan dibanding dengan pemberian parental.
3. Imunitas Humural
Imunitas humoral ditentukan oleh adanya antibody dalam darah dan cairan
jaringan terutama IgG. Antibody serum efektif terhadap pathogen yang masuk ke
dalam darah misalnya dalam stadium viremia / bakteriemi. Dengan demikian
antibody dapat mencegah pathogen sampai di alat sasaran dan terjadinya penyakit.
IgG juga penting pada proteksi terhadap toksin dan bisa.
4. System Efektor
System efektor ialah respon imun yang dapat membatasi penyebaran
infeksi atau mengeliminasi pathogen, intraselular atau ekstraselular. Untuk
membunuh virus intraselular dibutuhkan sel T CD8+. Imunitas tersebut dapat
dipacu oleh vaksin virus hidup / dilemahkan, yang selanjutnya mengaktifkan selsel efektor melalui presentasi oleh APC dengan bantuan molekul MHC-1 ke sel T.
Sel CD4+/Th 1 diperlukan untuk mengontrol pathogen yang hidup dalam
makrofag.
Vaksin
yang
dibutuhkan
harus
dapat
merangsang
imunitas
15
yaitu
ensefslopati
pada bayi.
Meskipun demikian,
berulang
16
17
wawancara
kepada
orangtua
mengenai
kondisi
anaknya.
18
2.
Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup,
Kualitas vaksin
a. Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
b. Dosis vaksin (Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping. Jika
rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten)
c. Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat,
lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian
mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan
pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen
dinetralkan
oleh
imunokompeten.
d. Ajuvan (Zat yang
antibodi
spesifik
meningkatkan
maka
respon
tidak
imun
merangsang
terhadap
sel
antigen;
samping
yang
paling
sering terkait
dengan Vaksin
20
kemerahan atau bengkak, demam dan lekas marah. Anak Anda mungkin juga
mengantuk.
Vaksin MMR dapat menyebabkan reaksi singkat yang dapat dimulai dari
beberapa hari sampai tiga minggu setelah vaksinasi. Anak Anda mungkin
mendapatkan gejala-gejala ringan seperti penyakit yang sedang divaksinasi,
misalnya dingin, reaksi kulit, demam atau kelenjar ludah membengkak. Penelitian
intensif selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara vaksin MMR dengan penyakit Crohn dan autis belum terbukti.
Vaksin Meningitis C mungkin mempunyai efek sebagai berikut:
tidur.
Anak-anak Pra-sekolah: sekitar 1 dalam 20 mungkin memiliki beberapa
bengkak di tempat suntikan. Sekitar 1 dalam 50 mungkin mengalami demam
21
BAB III
KESIMPULAN
Vaksin berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika
diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap
cacar. Vaksin
22
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI.1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Kistner, Otfried. 2003. A Novel Cell-Derived Influenza. Baxter Vaccine AG
23