Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH IMMUNOLOGI

"VAKSINASI"

Tanggal Praktikum

: Desember 2014

Anggota Kelompok

: 1. Diah Ayu Larasati


2. Eka Fitria Fatmasari
3. Ria Anita Sari
4. Widha Isnaini
5. Siti Masitoh
6. Syifa Noerwitriyana
7. Zahra Mukhlisoh

DOSEN PEMBIMBING : INAWATI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2014

KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan
makalah immunologi.
Dalam pembuatan makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan
pihak-pihak yang memberi dukungan dan dorongan, oleh karena itu pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pembimbing praktikum.
2. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih
mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan
saran demi meningkatkan mutu dan kesempurnaan. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat.
Bogor, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................

Daftar Isi......................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................

1.1

Tujuan .......................................................................................

1.2

Latar Belakang..........................................................................

BAB II TINJUAN PUSTAKA.....................................................................

2.1

Pengertian Imunofilaksis...........................................................

2.2

Pengertian Vaksin......................................................................

2.3

Macam-macam Vaksin..............................................................

2.4

Tujuan Vaksin............................................................................

2.5

Jenis-jenis Vaksin......................................................................

2.6

Penyimpanan dan Transportasi Vaksin......................................

12

2.7

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Vaksin........................

13

2.8

Hal-hal yang Perlu Dilakukan Sebelum dan Sesudah Vaksin...

16

2.9

Faktor yang Mempengaruhi Vaksin..........................................

18

2.10 Efek Samping Vaksin................................................................

19

BAB III KESIMPULAN..............................................................................

21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas imunologi


2. Mengetahui pengertian vaksin dan imunisasi
3. Mengetahui jenis-jenis vaksin
1.2

Latar Belakang
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis

organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.
Kemampuan

itu

disebut imunitas.

Dari

sebagian

besar

imunitas

merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali
diserang oleh bakteri yang menang menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali
memerlukan

waktu

berminggu-minggu

bahkan

berbulan-bulan

dlam

pembentukannya.
Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik
yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti
bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain.
Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas dapat dihasilkan oleh
sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang
mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin.
Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu
menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. Vaksin dapat dibuat dari
bakteri, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi organisme hidup atau inaktif
atau fraksifraksinya atau toksoid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Imunofilaksis
Imunofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap antibodi
spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem imun
dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap infeksi
mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek positif untuk pertahanan
tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi hipersensivitas.
.Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri
seseorang dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen yang dapat bersifat
aktif maupun inaktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun racun yang
dilemahkan.
Fungsi Imunoprofilaksis sebagai berikut :
1. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit, kekebalan terhadap
penyakit dapat dipacu dengan pemberian imunostimulan termasuk vaksinasi
dan vitamin.
2. Mengurangi penularan suatu penyakit.
2.2 Pengertian Vaksin
Menurut DepKes RI (1995) vaksin adalah sediaan yang mengandung zat
antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia.
Vaksin dapat dibuat dari bakteri, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi
organisme hidup atau inaktif atau fraksifraksinya atau toksoid.
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika
diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap
cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi oleh organisme alami atau "liar".

2.3 Macam-macam Vaksinasi


1. Vaksin rubella
Vaksin rubella yaitu vaksin yang ditekankan pada anak perempuan, karena
jika nantinya anak itu dewasa menikah lalu hamil dan terdapat virus rubela di
dalam tubuhnya maka bisa berakibat fatal pada janin yang dikandungnya
vaksin rubella dapat diberikan kepada anak yang sistem kekebalan
tubuhnya sudah berkembang yaitu pada usia 12 18 bulan. Bila pada usia tersebut
belum diberikan, vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. sedangkan
vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun. Sedangkan vaksinasi ulangan di
anjurkan pada usia 10 12 tahun atau 12 18 tahun (sebelum pubertas). Infeksi
rubella, pada umumnya merupakan penyakit ringan. Vaksin rubella tidak boleh
diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah
pemberian vaksin. Bila tidak dilakukan vaksin dapat mengakibatkan katarak, tuli
atau cacat
2. Vaksin virus Influenza
Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus tipe B. Yang
di gunakan untuk mencegah virus influenza yang datang setiap tahun.
Vaksin diberikan secara intramuscular dengan dosis untuk umur 6-35
bulan 0,25 ml dan umur 3 tahun 0,5 ml. Anak-anak yang mendapat vaksin ini
pada umur kurang dari 9 tahun, perlu diberikan 2 dosis dengan jarak pemberian
lebih dari 1 bulan. Vaksin influenza tidak boleh untuk anak kurang dari 6 bulan.
Vaksin ini dianjurkan untuk diberikan setiap tahun pada anak usia 6 bulan sampai
18 tahun.
Bila tidak di berikan vaksin kemungkinan terserang influenza jika sistem
kekebalan tubuhnya turun.
3. Vaksin Campak
3

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap


dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain
CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut.
Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
Vaksin diberikan pada kisaran usia 6 -9 bulan. Imunisasi ulangan diberikan
pada umur 6 tahun. Imunisasi campak pada remaja diberikan berupa vaksin
MMR.
Jika tidak di lakukan vaksin bisa menyebabkan Penyakit campak bisa
berdampak pada radang paru-paru atau radang otak, jika panasnya terlalu tinggi
bisa menyebabkan kematian.
4. Vaksin poliomyelitis
Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm
biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida
dan fenol merah
sediaan cair / suspensi berisi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan diinaktifkan dengan
metode yang sesuai. Antibakteri dan pengawet boleh digunakan dalam
produksi.Live (oral) poliomyelitis vaccine : sediaan cair / suspensi berisi
viruspoliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat
dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. Vaksin oral
polio ini telah memenuhi persyaratan WHO (WHO-TRS : 800, 1990). Vaksin
trivalent dilakukan standardisasi virus titre per dosis : tipe 1 >= 1x 106 CCID50;
tipe 2 >= 1x 105 CCID50;tipe 3 >= 1x 105.5 CCID50. Antibakteri boleh
digunakan dalam produksi.
Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO
adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu.

Kemudian diulang usia 1 tahun, 5 tahun dan usia 15 tahun atau sebelum
meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus Polio
Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived
Poliomielitis Vaccine).
Akibat dari tidak di lakukan vaksin poliomyelitis yaitu Kelumpuhan
permanen, bisa pada tungkai, baik kaki maupun tangan. Kelumpuhan berat,
misalnya pada otot pernapasan. Pada kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan
alat bantu napas.
5. Vaksin Hepatitis A
Yaitu vaksin yang di berikan untuk melindungi batita dan anak-anak dari
penyakit hepatitis A. waktu pemberian Direkomendasikan pada umur >2 tahun,
diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan
Bila tidak di berikan vaksin hepatitis A bisa kemungkinan terjangkit virus
hepatitis A, walaupun hal tersebut tidak pasti. Yang paling rentang terkena virus
ini jika tidak vaksin yaitu Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk
homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.
6. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non infeksius , berasal dari HBsAg yang dihasilkan
dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA recombinan
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada
umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam
setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila
semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg
0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
1 bulan :
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.

6 bulan :
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval
HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian
suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
Pemberian sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval
minimum 4 minggu (1 bulan). Vaksin hepatitis B juga direkomendasikan untuk
diberikan pada orang dewasa. Dengan tiga kali pemberian, vaksin hepatitis B
dapat memberikan perlindungan sebanyak 90 %.
Jika tidak di lakukan vaksin hepatitis B, seseorang rentang terkena
penyakit hepatitis B
7. Vaksin Varicella
Vaksin varicella yaitu vaksin yang di gunakan untuk mencegah cacar air.
Vaksin varicella diinjeksikan pada usia 1 tahun atau lebih. Bila anak tidak
menerimanya pada waktu tersebut, dapat diberikan pada usia 11 12 tahun.
Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar
air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan
suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya
diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan
memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan
sistem kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin
varicella-zoster.
8 . Vaksin retrovirus

Vaksin retrovirus adalah vaksin yang digunakan untuk menurunkan agen


penyakit yang dapat menyebabkan sindroma penurunan kekebalan tubuh (Simian
Acquired lmmunodeficiency Syndrome) pada primata genus Macaca yang berasal
dari Asia.
9. Vaksin Rabies
Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel
paru janin kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi
oleh - propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat.
Vaksin yang mencegah penyakit rabies, selain itu vaksin ini bisa mencegah
simian immunodeficiency virus (SIV), penyakit kekebalan tubuh yang mirip
dengan HIV.
Vaksin di berikan jika seseorang aktif menderita rabies / tergigit
(terkontaminasi) dengan hewan yang terjangkit rabies, maka harus di berikan
vaksin rabies.
Jika seseorang tidak di berikan vaksin ini kemungkinan bisa terjangkit
virus rabies.
2.4 Tujuan Vaksinasi
Pemberian vaksin bertujuan sebagai bentuk pencegahan terhadap berbagai
jenis penyakit tertentu. Selain vaksin kategori wajib yang biasa diberikan, masih
banyak lagi jenis vaksin yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
2.5 Jenis-Jenis Vaksin
Menurut DepKes RI (1995) vaksin dibagi atas tiga jenis antara lain :
1. Vaksin Bakteri
dibuat dari biakan galur bakteri yang sesuai dalam media cair atau padat yang
sesuai dan mengandung bakteri hidup atau inaktif atau komponen
imunogeniknya.
2. Toksoid Bakteri
diperoleh dari toksin yang telah dikurangi atau dihilangkan sifat toksisitasnya
hingga

mencapai

tingkat

tidak

terdeteksi,

imunogenisitas.

tanpa

mengurangi

sifat

3. Vaksin Virus dan Riketsia


adalah suspensi virus atau riketsia yang ditumbuhkan dalam telur berembrio,
dalam biakan sel atau dalam jaringan yang sesuai. Mengandung virus atau
riketsia hidup atau inaktif atau komponen imunogeniknya. Vaksin virus hidup
umumnya dibuat dari virus galur khas yang virulensinya telah dilemahkan.
Sedangkan menurut Kitser (2003) vaksin dibagi juga tiga jenis, meliputi :
1. Vaksin virus hidup yang dilemahkan (Live Attenuated virus Vaccines).
Proses Pelemahan Virus (Atenuasi Virus) : Virus virulen dapat dibuat
menjadi kurang virulen (attenuated) dengan cara menumbuhkan virus tersebut
pada sel inang yang berbeda dari sel inang normal atau dengan cara mengembangbiakkan virus tersebut pada suhu non fisiologis. Mutan yang mampu berkembang
biak lebih baik dibanding virus tipe liar (wild type) pada kondisi selektif tersebut
akan meningkat selama replikasi virus. Jika mutan tersebut diisolasi, dimurnikan,
dan diuji patogenisitas pada model yang tepat, beberapa tipe mutan dapat
memiliki sifat patogen yang lebih rendah dibandingkan induknya.
Mutant tersebut merupakan kandidat yang baik sebagai vaksin karena mereka
tidak lagi berkembang dengan baik pada inang alaminya tetapi memiliki
kemampuan bereplikasi yang cukup tinggi sehingga dapat menstimulasi respons
imun, tetapi tidak menimbulkan penyakit.

Gambar 2.1 Proses Vaksin yang dilemahkan


Contoh Vaksin yang dilemahkan (attenuated vaccine) : Vaksin BCG,
Vaksin Sabin (polio), Vaksin campak, Vaksin rubella.
2. Vaksin virus inaktif/mati (Inactivated/killed virus Vaccines).

Pada metoda ini, virus yang secara alami bersifat patogen diproduksi
dalam jumlah besar dan diinaktifkan dengan menggunakan bahan kimia atau
prosedur fisik yang dirancang untuk menghilangkan sifat infektif dari virus tanpa
kehilangan sifat antigenisitasnya (yaitu kemampuan untuk memicu respons imun
yang diinginkan). Teknik yang umum digunakan adalah dengan cara perlakuan
dengan formalin atau beta propriolactine atau ekstraksi dari partikel envelope
virus dengan detergen nonionik seperti Triton X-100. Jenis vaksin ini relatif tidak
memerlukan proses pembuatan yang rumit dan berbiaya murah. Contoh Vaksin
virus inaktif : Vaksin Influenza, Poliovirus (Salk Vaccine), Rabies , vaksin untuk
hewan (veterinary).
3. Vaksin subunit (subunit Vaccines).
Mengambil hanya suatu bagian protein virus untuk dibuat menjadi suatu
vaksin, contoh : vaksin hepatitis B dan vaksin influenza. atau Vaksin
diformulasikan hanya dengan beberapa komponen yang dimurnikan dari virus
(tanpa memasukkan seluruh bagian virus) disebut dengan vaksin subunit.
Komponen virus yang diambil adalah protein virus yang dikenali oleh antibodi.
Pada banyak kasus, protein yang digunakan adalah protein struktural virus,
khususnya protein yang ditemukan pada permukaan virion, yang merupakan
target utama dari respons imun.
Teknik Rekombinan DNA : mengklon suatu gen virus yang cocok pada
virus non patogen, bakteri, ragi, atau sel serangga atau sel tanaman untuk
memproduksi protein yang imunogeni
Keuntungan dari Vaksin Subunit :

Hanya genom virus yang digunakan dalam sistem ini, maka tidak ada

kemungkinan kontaminasi dari virus terhadap vaksin yang dihasilkan


Protein virus dapat diproduksi dengan biaya terjangkau dalam jumlah besar
dengan rekayasa organisme pada kondisi yang mempermudah pemurnian dan
kontrol kualitas
Sebagai contoh, masalah dengan alergi telur setelah vaksinasi dapat

dieliminasi apabila protein NA dan HA pada virus influenza diproduksi pada E.


coli atau ragi.

Contoh Vaksin Subunit : Herpes Simplex Virus Bagian Antigenik dari


Herpes Simplex Virus adalah HSV viral envelope glycoprotein D.

Gambar 2.2 Skema Proses Produksi Vaksin Subunit HSV


Teknik

terbaru

dalam

pembuatan

vaksin

yang

sekarang

yang

dikembangkan antara lain :


1. Vaksin DNA
Dengan vaksin DNA, pasien tidak disuntik dengan antigen tetapi dengan
DNA yang mengkode suatu antigen.
DNA digabungkan dalam suatu plasmid yang mengandung Sekuens DNA
yang mengkode 1 atau lebih antigen protein, seringkali berupa epitope yang
sederhana atau antigen lengkap. Sekuens DNA bergabung dalam suatu promoter
yang akan memungkinkan DNA ini ditranskripsi secara efisien pada sel manusia.
Seringkali sekuens DNA mengkodekan : Costimulatory molecules, juga
mengandung sekuens yang mentarget protein yang diekspresikan pada lokasi
intraselular spesifik (seperti retikulum endoplasma). DNA vaksin dapat
diinjeksikan ke otot seperti vaksin konvensional, atau dapat juga diberikan
menggunakan pistol gen.
Keuntungan dari vaksin DNA antara lain :
1. Relatif murah dan mudah diproduksi : seluruh vaksin DNA memerlukan
proses produksi yang identik.
2. DNA sangat stabil sehingga tidak memerlukan pendingin selama pengiriman
atau penyimpanan.

10

3. Mudah dikloning sehingga memungkinkan vaksin untuk dimodifikasi dengan


cepat jika diperlukan.
4. Vaksin multivalen dapat disiapkan dengan mudah dengan cara mencampur
berbagai plasmid yang berbeda
5. Memicu respons imun yang tahan lama tanpa risiko infeksi yang tidak
dikehendaki.
6. Vaksin DNA yang saat ini sedang dalam tahap uji klinik Vaksin HIV.
2.

Vaksin Influenza Inaktif


Secara umum, vaksin Influenza ditumbuhkan pada media telur ayam yang

berembrio (embryonated chicken eggs), tetapi sekitar periode tahun 1990-an telah
ada beberapa perusahaan yang mencoba mengembangkan proses pembuatan
vaksin influenza dengan menggunakan media kultur jaringan mamalia (tissue
culture), tetapi belum diproduksi untuk skala komersial di Eropa.

Gambar 2.3 Embryonated Chicken Eggs


Proses produksi vaksin Influenza menggunakan telur ayam berembrio
antara lain :
1. Tahap 1 : Telur ditaruh dalam inkubator hingga usia yang tepat (embrio
berumur 9-11 hari). Kemudian telur dilihat dibawah lampu untuk
memisahkan telur yang mengandung embrio dan telur yang embrionya tidak
tumbuh.
2. Tahap 2 : Setelah cangkang telur disterilkan, maka telur diinokulasi dengan
cara menyuntikkan virus influenza spesifik ke dalam bagian allantoic dari
telur.

11

3. Tahap 3 : Telur diinkubasi untuk waktu yang optimal (biasanya 48-96 jam)
pada suhu optimal (33-36oC) dan kemudian dilihat lagi dibawah lampu untuk
memisahkan telur yang mati (nonviable eggs).
4. Tahap 4 : Telur didinginkan (chilled) terlebih dahulu dalam lemari pendingin
untuk meningkatkan hasil pada saat pemanenan dari cairan allantoic yang
terinfeksi. Cairan allantioc atau cairan kultur jaringan kemudian diproses
lebih lanjut untuk menghilangkan protein telur atau protein sel dan sisa-sisa
sel, kemudian diinaktivasi secara kimia, dan disimpai sebagai bulk vaccines
hingga proses formulasi berlangsung.
5. Tahap 5 : Cairan allantoic yang dipanen harus dijernihkan dengan cara filtrasi
dan/ atau sentrifuga sebelum proses pemurnian lebih lanjut.
6. Tahap 6 : Penetapan potensi dilakukan pada setiap kelompok vaksin
monovalen menggunakan antigen standar yang diketahui jumlah HA
(Hemagglutinin)-nya dan suatu antiserum HA spesifik.
Kekurang menggunakan sistem telur berembrio meliputi :
1. Perlu ribuan telur per minggu, sekitar 1-2 telur untuk 1 dosis vaksin
(cth.influenza), sehingga untuk jutaan dosis vaksin, perlu lebih dari 1 juta
telur berembrio yang harus diolah.
2. Pada prosesnya, telur harus disinari satu per satu untuk melihat pertumbuhan
embrio. Cangkang telur harus disterilkan, dan setiap telur harus diinokulasi
dengan menyuntikkan sejumlah virus ke dalam bagian allantoic telur.
3. Telur kemudian diinkubasi selama 48-96 jam dan kemudian harus disinari
kembali satu persatu untuk memisahkan telur yang embrionya tumbuh dan
yang mati.
4. Selain itu, produksi vaksin dengan metoda telur berembrio memiliki risiko
alergi pada pasien terhadap protein yang berasal dari telur (egg proteins).
2.6 Penyimpanan dan Transportasi Vaksin
Secara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati yang
mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu.
Syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin harus diperhatikan untuk
menjamin potensinya ketika diberikan kepada seorang anak.
1. Rantai vaksin
Rangkaian

proses

penyimpanan

dan

transportasi

vaksin

dengan

menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas

12

vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri
dari proses penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari
pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk mengukur
dan mempertahankan suhu. Dampak perubahan suhu pada vaksin hidup dan
mati berbeda. Untuk itu harus diketahui suhu optimum untuk setiap vaksin
sesuai petunjuk penyimpanan dari pabrik masing-masing.
2. Suhu optimum untuk vaksin hidup
Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2C sampai
dengan +8C, diatas suhu +8C vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio
hanya bertahan dua hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati
dalam tujuh hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang
dari 2C sampai dengan beku. Vaksin oral polio yang belum dibuka lebih
bertahan lama (2 tahun) bila disimpan pada suhu -25C sampai dengan -15C,
namun hanya bertahan enam bulan pada suhu +2C sampai dengan +8C.
Vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25C sampai
dengan -15C, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2C sampai dengan
+8C, yaitu BCG tetap satu tahun dan campak tetap dua tahun. Oleh karena itu
vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu
-25C sampai dengan -15C atau didalam freezer.
3. Suhu optimum untuk vaksin mati
Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2C sampai dengan
+8C juga, pada suhu dibawah +2C (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat
rusak. Bila beku dalam suhu -0.5C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B
(kombo) akan rusak dalam jam, tetapi dalam suhu diatas 8C vaksin hepatitis
B bias bertahan sampai tiga puluh hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai
empat belas hari. Dibekukan dalam suhu -5C sampai dengan -10C vaksin
DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua jam, tetapi bisa
bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di atas 8C.
4. Kamar dingin dan kamar beku
Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya berada
dipabrik, distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang yang besar
dengan kapasitas 5-100 m, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar.

13

Suhu kamar dingin berkisar +2C sampai dengan +8C, terutama untuk
menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar
antara -25C sampai dengan -15C, untuk menyimpan vaksin yang boleh beku,
terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus
menerus, menggunakan dua alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran
listrik tidak boleh terputus sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit
listrik yang secara otomatis akan berfungsi bila listrik mati. Suhu ruangan
harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara otomatis. Pintu
tidak boleh sering dibuka tutup.
2.7 Hal hal yang perlu diperhatikan dalam vaksinasi
1. Tempat Pemberian Vaksin
Pemberian parental (ID, SK, IM) biasanya dilakukan pada lengan daerah
deltoid. Vaksin hepatitis yang diberikan IM pada lengan terbukti memberikan
respon imun yang lebih baik dibanding dengan pemberian intragluteal. Pemberian
vaksin polio parental (virus dimatikan) akan memberikan respon antibodi serum
yang lebih tinggi dibanding dengan vaksin hidup oral, tetapi yang akhir
menimbulkan produksi Ig A sekretori yang dapat memberikan respon yang lebih
baik bila diberikan melalui saluran napas dibanding dengan parental (seperti virus
campak hidup) tetapi pemberian tersebut belum dilakukan secara rutin.

Tabel 1. Tempat Pemberian Vaksi


Usia
0 12 bulan
12 36 bulan

36 bulan dan lebih tua


2. Imunitas Mukosa

Intramuskular
Anterolateral paha bagian
atas
Anterolateral paha atas
kecuali bila deltoid cukup
berkembang
Deltoid

Subkutan
Bagian
berlemak
paha
anterolateral
Bagian berlemak antelorateral
paha atau bagian atas luar lengan
Bagia atas luar trieps lengan.

Imunitas mukosa yaitu proteksi terhadap infeksi epitel mukosa yang


sebagian besar tergantung dari produksi dan sekresi IgA. Hal ini terutama berlaku

14

untuk pathogen yang hidup di permukaan mukosa atau yang masuk tubuh melalui
mukosa sebagai pertahanan tubuh. Imunitas mukosa timbul bila pathogen terpajan
dengan system imun mukosa. Oleh karena itu vaksin yang dilemahkan dan
diberikan oral atau intranasal biasanya lebih efektif dalam memacu imunitas
setempat dan relevan dibanding dengan pemberian parental.
3. Imunitas Humural
Imunitas humoral ditentukan oleh adanya antibody dalam darah dan cairan
jaringan terutama IgG. Antibody serum efektif terhadap pathogen yang masuk ke
dalam darah misalnya dalam stadium viremia / bakteriemi. Dengan demikian
antibody dapat mencegah pathogen sampai di alat sasaran dan terjadinya penyakit.
IgG juga penting pada proteksi terhadap toksin dan bisa.
4. System Efektor
System efektor ialah respon imun yang dapat membatasi penyebaran
infeksi atau mengeliminasi pathogen, intraselular atau ekstraselular. Untuk
membunuh virus intraselular dibutuhkan sel T CD8+. Imunitas tersebut dapat
dipacu oleh vaksin virus hidup / dilemahkan, yang selanjutnya mengaktifkan selsel efektor melalui presentasi oleh APC dengan bantuan molekul MHC-1 ke sel T.
Sel CD4+/Th 1 diperlukan untuk mengontrol pathogen yang hidup dalam
makrofag.

Vaksin

yang

dibutuhkan

harus

dapat

merangsang

imunitas

selular/makrofag. Antibody IgG, IgA dan lainnya, kadang-kadang efektif dalam


mengontrol pathogen yang disebarkan oleh infeksi ulang.
5. Lama Proteksi
Lama proteksi sesudah vaksinasi bervariasi yang tergantung dari patogen
dan jenis vaksin. Imunitas terhadap toksin tetanus yang terutama tergantung dari
IgG dan sel B yang memproduksinya, dapat berlangsung 10 tahun atau lebih.
Sebaliknya, imunitas terhadap kolera tergantung dari Ig A dan respon imun
spesifik sel T, melemah setelah 3-6 bulan. Imunitas ini juga tergantung dari tempat
infeksi dan jenis respon imun yang efektif terhadapnya.
6. Bahaya vaksinasi dan keamanan
a. Bahaya vaksinasi

15

Adanya beberapa bahaya yang berhubungan dengan pemberian


vaksin. Vaksin virus yang dilemahkan (campak, rubela, polio, BCG) dapat
menimbulkan penyakit progresif pada penderita yang imunokompromais
atau pada penderita yang dapat pengobatan steroid. Vaksin dapat
menimbulkan penyakit dan kematian oleh karena tersebut tidak dapat
mengontrol virus meskipun dilemahkan. Dalam hal-hal tertentu virus yang
dilemahkan dapat berubah menjadi virus virulen dan dapat menimbulkan
paralise (polio). Atas dasar hal tersebut banyak orang lebih menyukai
pemberian vaksin dimatikan yang diberikan parental. Hal ini juga
merupakan sebab mengapa ada yang menganjurkan pemberian imunisasi
polio dalam 2 suntikan dengan IPV disusul dengan satu kali pemberian
OPV.
b. Virus yang dilemahkan hendaknya tidak diberikan kepada wanita yang
mengandung oleh karena bahaya terhadap janin.
c. Diantara vaksin yang dimatikan, B.pertusis kadang-kadang menimbulkan
efek samping

yaitu

ensefslopati

pada bayi.

Meskipun demikian,

penggunaanya masih diteruskan mengingat resiko penyakit yang lebih besar.


Vaksin pertusis tidak dianjurkan unuk bayi dengan riwayat kejang-kejang.
d. Toksoid tetanus dan difteri dapat menimbulkan hipersensivitas lokal. Oleh
karena efeknya dapat berlangsung 10 tahun, maka pemberian booster harus
diawasi dan dosis yag diberikan hendaknya sesuai dengan reaksi yang
terjadi. Hipersensivitas terhadap toksoid difteri meningkat dengan usia.
Dosis dewasa adalah jauh lebih kecil dari dosis anak.
e. Oleh karena suntikan vaksin polisakarida pneumokok

berulang

menimbulkan efek samping, maka hanya diberikan sebagai suntikan tunggal


yang menggunakan 23 serotipe vaksin. Sindrom Guilain Barre dapat terjadi
sebagai efek samping pemberian vaksin virus influenza babi. Pemakainnya
masih diteruskan oleh karena efek samping tersebut dianggap tidak berarti.
f. Mengingat beberapa virus seperti campak, influenza dan mumps
ditumbuhkan dalam embrio ayam, maka vaksin virus tersebut hendaknya
tidak diberikan kepada mereka yang alergi terhadap telur ayam (jarang
sekali).

16

g. Vaksin influenza lengkap tidak memberikan efek samping pada orang


dewasa, tetapi pada usia dibawah 13 tahun dianjurkan untuk memberikan
komponennya terpisah-pisah (split vaccine).
h. Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti organomercuric
thimerosal (metriolat) atau antibiotic seperti neomisin atau streptomisin.
Oleh karena itu pemberiannya tidak dianjurkan pada mereka yang alergi
terhadap bahan atau obat tersebut.
i. Vaksin plasmid DNA dapat menimbulkan toleransi atau autoimun.
7. Keamanan Vaksinasi
Bahaya vaksin yang dilemahkan dapat disebabkan karena proses
melemahkan bakteri atau virus kurang memadai, terjadi mutasi ke bentuk virulen
dan kontaminasi. Bahaya vaksin yang dimatikan dapat pula disebabkan karena
kontaminasi reaksi alergi atau autoimun.
8. Stabilitas
Pada umumnya vaksin stabil selama satu tahun pada suhu 4oC sedangkan
pada suhu 37oC hanya bertahan 2 sampai 3 hari.

2.8 Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Dan Sesudah Pemberian


Vaksinasi
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi
yaitu :
1. Diskusikan dengan dokter, vaksin pertama apa yang terbaik untuk bayi dan
pahami jika ada masalah yang terkait dengannya.
2. Beritahu dokter jika anak :
a. Mengalami demam atau dingin
b. Memiliki alergi
c. Memiliki masalah dengan imunisasi sebelumnya

17

d. Pada pengobatan steroid atau obat lain yang mempengaruhi sistem


kekebalan tubuh (untuk kanker atau transplantasi ginjal).
e. Memiliki sejarah kejang
f. Memiliki intoleransi terhadap telur, dalam kasus seperti itu, dokter mungkin
menyarankan bayi Anda memiliki vaksinasi MMR di rumah sakit
g. Memiliki anggota keluarga dengan HIV/ AIDS atau penyakit sistem
kekebalan tubuh.
3. Pastikan kondisi bayi optimal setiap sebelum imunisasi
Setiap kali akan dilakukan imunisasi petugas kesehatan atau dokter akan
melakukan

wawancara

kepada

orangtua

mengenai

kondisi

anaknya.

Pemeriksaan badan juga harus dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan


dan mencari tahu apakah anak sakit atau tidak. Pada keadaan sakit ringan
seperti batuk, pilek atau diare, imunisasi tetap dapat dilakukan dan penyakit
yang diderita anak diobati. Pemberian imunisasi dalam keadaan sakit ringan
tidak akan mempengaruhi pembentukan kekebalan tubuh atau antibodi.
4. Jika sedang sakit, obati dulu penyakitnya
Bila kondisi si kecil tidak memungkinkan untuk mendapat vaksinasi sesuai
jadwalnya, hal itu tidak akan jadi masalah. Anda dapat memberikan obat
terlebih dahulu dan menunggu kesehatan si kecil untuk sehat kembali. Setelah
anak sembuh segera bawa ke dokter untuk diberikan vaksinasi. Jika Anda
terlambat memberikan vaksinasi dari jadwal yang sudah ada atau tidak teratur,
pemberian vaksinasi berikutnya tidak perlu diulang kembali dan bisa
diteruskan sesuai jadwalnya.
5. Berikan istirahat setelah vaksinasi
Setelah pemberian vaksinasi, si kecil bisa saja mengalami Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI) seperti demam, rewel, sering menangis atau timbul

18

pembengkakan di tempat suntikan yang disertai ruam kemerahan. Bila ia


mengalami keadaan di atas, sebaiknya ajak ia untuk beristirahat.
6. Jenis vaksin tertentu dapat menyebabkan demam
Beberapa jenis vaksin dapat memberikan KIPI seperti demam. Jenis vaksin
tersebut adalah DPT, Campak, Hib. Biasanya demamnya bisa ringan atau
tinggi. Pada keadaan demam, Anda dapat memberikan obat penurun panas atau
melakukan kompres hangat. Namun, jika suhunya sangat tinggi atau jika anak
mengalami kejang-kejang, hubungi dokter segera.
7. Vaksin sebaiknya diberikan sesuai jadwal agar imunitas anak optimal
Vaksin yang terlambat diberikan dapat dilanjutkan tanpa mengenal istilah
hangus. Vaksin yang diberikan terlambat dapat tetap melindungi anak,
walaupun tidak sebaik yang diberikan tepat waktu. Untuk mengejar
keterlambatan, dapat digunakan vaksin kombinasi atau pemberian secara
bersamaan. Dengan pemberian vaksin ini, si kecil menjadi lebih nyaman.

2.9 Faktor Yang Mempengaruhi Vaksinasi


Faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi adalah sebagai
berikut :
1.

Status imun penjamu


a. Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya:
(Campak pada bayi; Kolostrum ASI Imunoglobulin A polio)
b. Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen,
c. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi
ditunda sampai umur 2 tahun.
d. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan,
bayi diimunisasi.
e. Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat
diberikan pada neonatus.
f. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.
19

2.

Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup,

rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.


3.

Kualitas vaksin
a. Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
b. Dosis vaksin (Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping. Jika
rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten)
c. Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat,
lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian
mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan
pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen
dinetralkan

oleh

imunokompeten.
d. Ajuvan (Zat yang

antibodi

spesifik

meningkatkan

maka

respon

tidak
imun

merangsang
terhadap

sel

antigen;

Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang; Mengaktifkan sel


imunokompeten)
e. Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
f. Kandungan vaksin (Antigen virus; Bakteri; Vaksin yang dilemahkan seperti
polio, campak, BCG.; Vaksin mati : pertusis.; Eksotoksin : toksoid, difteri,
tetanus.; Ajuvan : persenyawaan aluminium.; Cairan pelarut : air, cairan
garam fisiologis, kultur jaringan, telur.)
2.10
Efek Samping Vaksinasi
Seperti halnya obat, tidak ada vaksin yang bebas dari risiko efek samping.
Namun keputusan untuk tidak memberi vaksin juga lebih berisiko untuk
terjadinya penyakit atau lebih jauh menularkan penyakit pada orang lain. Resiko
komplikasi serius dari vaksin selalu jauh lebih rendah daripada risiko jika anak
Anda jatuh sakit dengan salah satu penyakit.
Vaksin terhadap Difteri, Tetanus, Batuk rejan, Polio dan Hib dapat
menyebabkan area merah dan bengkak di tempat vaksinasi. Hal ini akan hilang
dalam beberapa hari. Anak Anda mungkin mendapatkan demam pada hari
suntikan dan hingga 10 hari kemudian.
Efek

samping

yang

paling

sering terkait

dengan Vaksin

Pneumokokus adalah reaksi di tempat suntikan seperti rasa sakit, nyeri,

20

kemerahan atau bengkak, demam dan lekas marah. Anak Anda mungkin juga
mengantuk.
Vaksin MMR dapat menyebabkan reaksi singkat yang dapat dimulai dari
beberapa hari sampai tiga minggu setelah vaksinasi. Anak Anda mungkin
mendapatkan gejala-gejala ringan seperti penyakit yang sedang divaksinasi,
misalnya dingin, reaksi kulit, demam atau kelenjar ludah membengkak. Penelitian
intensif selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara vaksin MMR dengan penyakit Crohn dan autis belum terbukti.
Vaksin Meningitis C mungkin mempunyai efek sebagai berikut:

Bayi: beberapa pembengkakan dan kemerahan di tempat suntikan diberikan.


Balita selama 12 bulan: beberapa pembengkakan dan kemerahan di tempat
suntikan diberikan. Sekitar satu dari empat anak mungkin telah terganggu

tidur.
Anak-anak Pra-sekolah: sekitar 1 dalam 20 mungkin memiliki beberapa
bengkak di tempat suntikan. Sekitar 1 dalam 50 mungkin mengalami demam

ringan dalam beberapa hari vaksinasi.


Anak-anak dan remaja: sekitar satu dari empat mungkin memiliki beberapa
pembengkakan dan kemerahan di tempat injeksi. Sekitar 1 dalam 50 mungkin
mengalami demam ringan. Sekitar 1 dari 100 mungkin mengalami sakit pada
lengan yang diinjeksi, yang bisa berlangsung satu atau dua hari.
Efek samping yang paling sering berkaitan dengan Vaksin HPV adalah

rasa sakit, kemerahan dan bengkak di tempat suntikan.


Efek samping umum lainnya antara lain adalah: sakit kepala, sakit otot
atau sendi, kemerahan dan bengkak di tempat suntikan, demam, pusing, iritasi
kulit, seperti gatal dan ruam, gangguan usus, seperti mual dan muntah, diare, sakit
perut.

21

BAB III
KESIMPULAN
Vaksin berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika
diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap
cacar. Vaksin

adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan

kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau


mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Vaksin memanfaatkan kemampuan alami tubuh untuk belajar bagaimana
untuk menghilangkan hampir semua penyebab penyakit kuman, atau mikroba,
yang menyerang tubuh dan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk
membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan
penyakit
Seperti halnya obat, tidak ada vaksin yang bebas dari risiko efek samping.
Namun keputusan untuk tidak memberi vaksin juga lebih berisiko untuk
terjadinya penyakit atau lebih jauh menularkan penyakit pada orang lain. Resiko
komplikasi serius dari vaksin selalu jauh lebih rendah daripada risiko jika anak
Anda jatuh sakit dengan salah satu penyakit.

22

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI.1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Kistner, Otfried. 2003. A Novel Cell-Derived Influenza. Baxter Vaccine AG

23

Anda mungkin juga menyukai