Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dalam bidang kesehatan masih menghadapi beban ganda utama yaitu penyakit
infeksi yang masih belum terkendali serta peningkatan penyakit degeneratif. Bahkan kita saat ini
juga sedang menghadapi penyakit infeksi yang bangkit kembali misalnya antraks dan penyakit
infeksi yang baru muncul seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), flu burung,
influenza A H1N1 dan HIV. Sedangkan penyakit degeneratif cenderung meningkat akibat
perubahan gaya hidup masyarakat yang kurang berolahraga, banyak mengonsumsi lemak serta
kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pencegahan penyakit menular dapat dilakukan dengan
meningkatkan hygiene perorangan, menyehatkan lingkungan serta melaksanakan imunisasi.
Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling sukses dan efektif
dalam mencegah penyakit. Imunisasi telah mampu membasmi penyakit cacar dan menurunkan
insidens polio secara global sebesar 99%. Selain itu imunisasi telah berhasil menurunkan angka
morbiditas, kecacatan serta mortalitas akibat penyakit difteria, membantu tercapainya Milennium
Development Goals (MDGs). Oleh karena itu, WHO merancang sebuah strategi global tentang
imunisasi dalam Global Immunizatioon Vision and Strategy (GIVS) 2006-2015. GIVS 2006-2015
merupakan panduan bagi seluruh negara di dunia dalam melaksanakan program imunisasi.
Penurunan insidensi penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu di
negara maju yang telah melakukan imunisasi secara teratur dengan cakupan luas. Demikian juga
halnya dengan Indonesia, program pengembangan imunisasi (PPI) untuk anak telah berkembang
dengan cakupan yang luas. PPI meliputi pemberian imunisasi BCG, Polio, DPT, Hepatitis B, dan
Campak. Kebijakan imunisasi di Asia Tenggara khususnya Indonesia ditujukan untuk bayi dan
anak-anak. Hal tersebut membuat peranan imunisasi pada orang dewasa menjadi terabaikan dan
kurang tersosialisasi. Pada tahun 2003 Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
(PAPDI) telah menghasilkan konsensus imunisasi pada orang dewasa sehingga diharapkan
imunisasi pada orang dewasa di Indonesia akan lebih digalakkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Vaksin merupakan suatu sediaan biologis yang menimbulkan kekebalan terhadap
penyakit. Vaksin umumnya mengandung sejumlah kecil bahan yang menyerupai organisme
pathogen. Agen tersebut menginduksi sistem imun. Kemudian sistem imun mengenalinya
sebagai benda asing, menghancurkannya dan mengingatnya sehingga pada paparan
selanjutnya, agen tersebut dapat dikenali dan dihancurkan.
Vaksinasi adalah tindakan pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun dalam tubuh manusia.

2.2. Jenis Vaksin yang digunakan Untuk Imunisasi


1. Vaksin yang dilemahkan (Live attenuated vaccine)
Vaksin ini dapat berasal dari keseluruhan organisme atau bagian dari organisme
yang viabilitas dan daya infeksinya telah dilemahkan.
2. Vaksin yang telah dimatikan (Killed vaccine/ inactivated vaccine)
Vaksin berasal dari mikroorganisme yang telah dimatikan. Respon imun yang
timbul lebih lemah daripada pemberian vaksin hidup sehingga biasanya memerlukan
imunisasi ulang.
3. Vaksin Subunit
Vaksin ini berasal dari bagian organisme, misalnya komponen kapsul bakteri
(Streptococcus pneumoniae). Vaksin ini aman diberikan pada anak karena virulensinya
rendah.
4. Vaksin Toksoid
Vaksin dibuat dari bahan toksin bakteri yang sudah tidak bersifat toksik.
2

5. Vaksin Konjugat
Vaksin polisakarida murni kurang bersifat imunogenik untuk anak di bawah usia 2
tahun. Untuk meningkatkan imunogenisitasnya, vaksin polisakarida dikonjugasikan
dengan protein karier sehingga dapat meningkatkan respon imun.

2.3. Manfaat Imunisasi Pada Orang Dewasa


1. Pemberian imunisasi sewaktu kecil tidak memberikan jaminan kekebalan yang tetap
untuk seumur hidup.
2. Imunisasi akan membuat sehat. CDC merekomendasikan pemberian imunisasi aktif
maupun pasif selama hidup mulai dari anak-anak hingga dewasa dengan harapan
supaya didapatkan perlindungan yang maksimal seumur hidup dari berbagai macam
penyakit dan infeksi yang dapat dicegah.
3. Imunisasi sama pentingnya dengan diet dan olahraga dalam menjaga kesehatan.
4. Imunisasi aman dan efektif.
5. Orang muda dan sehat dapat sakit juga. Hal ini membuat perbedaan jika seorang
dewasa sakit maka anak dan orang tua berisiko tertular penyakit.
6. Dengan imunisasi maka biaya perawatan penyakit akan lebih murah dan produktivitas
kerja tetap terjaga.
Beberapa data yang didapat menunjukkan bukti mengenai manfaat dari program
imunisasi dewasa:
1. Vaksin Influenza

Pada orang dewasa usia <65 tahun terjadi penurunan insidensi influenza sebesar
70-90%.

Pada orang usia lanjut yang dirawat di rumah jompo didapatkan penurunan
insidensi 30-40% kasus influenza, 50-60% penurunan kasus influenza yang
membutuhkan perawatan, dan penurunan mortalitas sebesar 70-100%.
3

2. Vaksinasi Pneumokokus

Efektivitas vaksin sekitar 60-64%.

3. Vaksinasi Hepatitis B

Efektivitas vaksin secara umum sekitar 80-95% (70% pada usia 50-59 dan 50%
pada kelompok usia lebih 60 tahun).

Perlindungan yang diberikan selama 7 tahun.

4. Vaksin MMR

Efektivitas sekitar 90-95%.

2.4. Tatacara Pemberian Imunisasi


1. Persiapan Pasien

Menilai HALO pasien (Health, Age, Lifestyle, Occupation)

Menentukan riwayat vaksinasi pasien sebelumnya

Screening atau penyaringan terhadap kontraindikasi dan perhatian khusus

Komunikasi mengenai keamanan dan resiko imunisasi

Persiapkan perlengkapan penanganan reaksi anafilaksis

Posisi dan kenyamanan

Kontrol nyeri

Kontrol infeksi

2. Persiapan Vaksin

Periksa vaksin

Pengenceran atau pelarutan vaksin


4

Vaksin yang sudah dipersiapkan dalam alat suntik

Pelabelan

3. Teknik Penyuntikan
Pada orang dewasa penyuntikan dilakukan pada lengan pasien bagian atas.
Penyuntikan vaksin dilakukan dengan rute IM dan sub kutan (SK). Vaksin yang
mengandung ajuvant harus disuntikkan ke dalam masa otot, jika disuntikkan ke dalam
sub kutan atau intra dermis dapat menyebabkan iritasi local, indurasi, perubahan warna
kulit, inflamasi, dan pembentukan granuloma.
Keputusan mengenai panjang jarum suntik dan lokasi penyuntikan harus dibuat
sesuai karakter pasien, berdasarkan ukuran otot, tebal jaringan lemak pada lokasi
penyuntikan, teknik penyuntikan.
4. Suntikan Intra Muskular (IM)
Suntikan IM merupakan suntikan di daerah otot di bawah kulit dan jaringan sub kutis.
Walaupun terdapat beberapa lokasi penyuntikan IM, untuk vaksinasi orang dewasa
daerah yang direkomendasikan untuk penyuntikan IM adalah deltoid, yang merupakan
daerah segitiga yang meliputi bahu hingga lengan atas. Daerah m.lastus lateralis
(daerah paha depan samping) juga dapat digunakan.
5. Panjang Jarum Suntik
Besar jarum suntik yang digunakan biasanya jarum 22-25. Untuk semua penyuntikan
IM, jarum suntik harus cukup panjang untuk mencapai masa otot dan mencegah vaksin
masuk ke jaringan subkutis.
6. Teknik Penyuntikan IM
Genggam otot antara jempol dan jari-jari tangan yang tidak memegang alat suntik.
Jarum disuntikkan secara tegak lurus (yaitu dengan sudut 90o) ke dalam bagian yang
tertebal dari otot. Setelah jarum disuntikkan (biasanya hingga pangkal jarum), vaksin
disemprotkan secara perlahan agar otot dapat mengabsorbsinya. Cabut jarum dan

lakukan penekanan ringan pada tempat penyuntikan beberapa detik dengan kapas
kering.
7. Suntikan Sub Kutan (SK)
Suntikan subkutan merupakan suntikan ke dalam jaringan lemak di bawah kulit dan di
atas otot. Untuk orang dewasa lokasi penyuntikan vaksin secara subkutan biasanya
dilakukan pada bagian atas luar triseps dari lengan. Untuk mencegah jarum masuk
otot, cubit jaringan lemak di subkutis, dan masukkan jarum suntik dengan sudut 45 o
dan suntikkan vaksin ke dalam jaringan lemak subkutis. Cabut jarum dan lakukan
penekanan ringan pada tempat penyuntikan beberapa detik dengan kapas kering.

2.5. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Imunisasi

Indikasi
Secara umum, setiap orang yang menghindari risiko terinfeksi berbagai penyakit bisa
mendapatkan vaksinasi. Namun direkomendasi ditujukan untuk kelompok orang yang
berisiko tinggi, yaitu atas dasar riwayat paparan, ririko penularan, usia lanjut,
imunokompromais dan rencana bepergian. Dibawah ini adalah kelompok orang yang
sebaiknya mendapatkan vaksinasi:

1. Tetanus dan Difteri


Seluruh orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap 3 dosis seri primer dari difteri
dan toksoid tetanus.
2. Measles, Mumps, Rubella
Orang yang bekerja di fasilitas kesehatan dan yang sering melakukan perjalanan.
3. Influenza

Anak-anak berumur 6 bulan sampai 18 tahun yang menggunakan terapi aspirin


jangka panjang (dapat mencetuskan terjadinya Sindroma Reye bila terinfeksi
Influenza)
6

Wanita hamil yang memasuki trimester kedua atau ketiga pada waktu musim
influenza

Orang yang berusia 50 tahun atau lebih

Penderita penyakit kronis paru, jantung, kencing manis, defisiensi imun, gagal ginjal

Orang yang hidup di panti jompo atau fasilitas perawatan jangka lama lain

4. Pneumokokkus

Usia > 65 tahun

Usia < 65 tahun dengan penyakit kronis

Usia < 65 tahun dengan gangguan sistem imun

Usia < 65 tahun mendapatkan terapi imunosupresif

Penduduk asli Alaska dan Amerika

5. Hepatitis A

Penyaji makanan (food handlers)

Populasi yang berisiko tinggi misalnya: individu yang sering melakukan perjalanan
atau bekerja di suatu negara yang mempunyai prevalensi tinggi Hepatitis A,
homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja
dengan hewan primate terinfeksi Hepatitis A atau peneliti virus peneliti virus
Hepatitis A

Penderita dengan gangguan faktor pembekuan darah

6. Hepatitis B

Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya

Klien dan staff dari institusi pendidikan manusia cacat

Pasien dan staf hemodialysis


7

Penerima konsentrat factor VIII atau IX

Individu yang berencan pergi atau tinnggal di suatu tempat di mana infeksi Hepatitis
B sering dijumpai

Pengguna obat onjeksi, orang yang tinggal di fasilitas penampungan korban narkoba

Individu daerah kepulauan pasifik atau imigran atau pebgungsi baru dimana dimana
endemisitas daerah asal sangat tinggi.

7. Meningokokus

Calon Jemaah haji

Individu defisiensi komponen komplemen terminal (gangguan sistem imun)

Pasien asplenia anatomic dan fungsional

Individu yang akan bepergian atau tinggal di mana terdapat epidemi penyakit
meningokok.

Mikrobiologis yang secara rutin terekspos pada bakteri meningokok

Pelajar atau mahasiswa yang tingal di asrama

Tentara militer

8. Varisela

Individu yang akan kontak dekat dengan pasien yang berisiko tinggi terjadinya
komplikasi (misalnya petugas kesehatan dan keluarga yang kontak dengan
individu imunokompromais).

Indiviu yang pekerjaannya berisiko tinggi terpajan virus varisela

Wanita usia subur yang belum hamil

Individu yang sering melakukan perjalanan kerja/ wisata

Tidak adanya data yang cukup mengenai riwayat penyakit atau bukti serologis
dari infeksi varisela.

9. Demam tifoid

Pekerja jasa boga

Wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis

10. Yellow fever

Diwajibkan oleh WHO bagi wisatawan yang akan berkunjung ke afrika dan
amerika selatan

Petugas laboratorium yang mungkin tertular secara langsung maupun tidak


langsung melalui kontak atau via udara

11. Japanese encephalitis

Wisatawan yang akan bepergian ke daerah endemis (Asia) dan tinggal lebih
daripada 30 hari atau akan tinggal lama di sana, terutama jika mereka melakukan
aktivitas di pedesaan.

12. Rabies

Dokter hewan dan petugas yang bekerja dengan hewan

Pekerja laboratorium

Speleologist (peneliti gua)

Wisatawan berkunjung ke daerah endemis yang berisiko kontak dengan hewan

Individu yang tegigit, tercakar atau terpapar mukosa binatang tersangka rabies.

13. Human Papiloma Virus

Semua wanita usia 19-26 tahun


9

Riwayat kutil kelamin

Haisl tes papanicolau yang abnormal

Positif HPV-DNA tetapi strain yang berbeda dangan vaksin

Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut adalah alergi atau anafilaksis terhadap semua komponen yang
terdapat dalam suatu vaksin merupakan kontraindikasi absolut untuk semua jenis vaksin.
Kontraindikasi relatif:

1. Tetanus dan difteri

Sakit sedang sampai sakit berat

2. Measles, Mumps, Rubella

Alergi terhadap gelatin atau neomisin

Sakit sedang sampai sakit berat

Perempuan yang mendapat vaksinasi MMR harus menghindari kehamilan dalam


waktu sedikitnya 3 bulan

3. Influenza

Demam, sakit sedang sampai sakit berat

Alergi terhadap telur

Riwayat Sindroma Guillain Barre

4. Pneumokokus

Infeksi telinga, infeksi sinus dan infeksi saluran pernafasan bagian atas

5. Hepatitis A

Alergi terhadap neomisin, aluminium hidroksida atau fenoksietanol


10

Sakit sedang sampai sakit berat

6. Hepatitis B

Sakit sedang sampai sakit berat

Alergi terhadap thimerosal dan Saccharomyces cerevisiae (Bakers yeast)

7. Meningokokus

Sakit sedang sampai sakit berat

Riwayat Sindroma Guallain-Barre (terutama sebelum pemberian MCV4)

8. Varisela

Sakit sedang sampai sakit berat

Alergi terhadap gelatin atau neomisin

Sedang hamil atau akan hamil dalam waktu sedikitnya 1 bulan

Supresi substansial terhadap imunitas seluler

9. Demam Tifoid

Untuk vaksin injeksi: demam > 38,5oC

Untuk vaksin oral:


a. Peradangan saluran cerna
b. Gangguan sistem imun
c. Perhatian khusus untuk orang yang menerima terapi antimalarial, antibiotik
dan vaksin kolera oral

10. Yellow Fever

Alergi terhadap telur, ayam atau gelatin

Sakit berat dengan kegagalan sistem organ


11

Gangguan sistem imun

Untuk wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari atau menunda


perjalanan ke daerah endemis.

11. Japanese encephalitis

Alergi tehadap thimerosal

12. Human Papiloma Virus

Sakit sedang sampai sakit berat.

2.6. Jadwal Imunisasi Pada Orang Dewasa


Penjelasan rekomendasi jadwal imunisasi dewasa:
1. Vaksinasi Tetanus, Difteri, dan Pertusis aselular (Tdap/Td)
Orang dewasa dengan riwayat vaksinasi yang tidak lengkap harus mendapat vaksinasi
primer sejumlah 3 dosis. 2 dosis pertama diberikan dengan jarak 4 minggu antara
keduanya dan dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Tdap digunakan
pada salah satu dosis dari vaksinasi primer tersebut. Dua dosis yang lain diberikan Td.
Setelah vaksinasi primer, diikuti dosis penguat yang diberikan setiap 10 tahun sekali.
Rute suntikan: Intramuskular.
2. Vaksinasi Human Papiloma Virus (HPV)
Vaksinasi HPV direkomendasikan bagi wanita usia 19 tahun hingga 49 tahun. Pada
wanita yang mempunyai riwayat kutil kelamin, tes papanicolaou yang abnormal, atau
hasil positif pada tes DNA HPV tetap direkomendasikan untuk mendapatkan vaksinasi
HPV.

12

3. Vaksinasi Measles, Mumps, Rubella (MMR)


Vaksinasi diberikan pada orang dewasa yang lahir setelah tahun 1957 sebanyak 1 dosis.
Dosis kedua perlu diberikan pada kelompok orang yang berisiko besar terkena paparan.
Rute suntikan: Subkutan.
4. Varisela
Vaksinasi varisela direkomendasikan bagi orang dewasa yang berkontak erat dengan
pasien yang berisiko tinggi terjadinya komplikasi. Vaksinasi diberikan dalam 2 dosis
dengan jarak 4-8 minggu antara kedua dosis.
Rute suntikan: Subkutan.
5. Influenza
Vaksinasi influenza diberikan 1 dosis per tahun. Vaksinasi diindikasikan bagi orang
dewasa yang berisiko terkena paparan, orang dengan gangguan sistem kardiovaskular
atau paru kronis, penyakit metabolik kronis, disfungsi hati atau ginjal, hemoglobinopati,
kondisi imunokompromais, petugas kesehatan, dan petugas kesehatan dengan usia 50
tahun ke atas.
Rute suntikan: Intramuskular.
6. Vaksinasi Pneumonia
Vaksinasi pneumonia diindikasikan pada orang dewasa dengan penyakit paru kronis,
penyakit kardiovaskular kronis, diabetes mellitus, penyakit hati kronis, alkoholisme
kronis, gagal ginjal kronik, sindro nefrotik, kondisi imunokompromais, perokok.
Vaksinasi diberikan sebanyak 1 dosis dan diulang dalam jangka waktu 5 tahun.
Rute suntikan: Intramuskular.
7. Vaksinasi Hepatitis A
Vaksinasi diberikan pada orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis A
seperti orang yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di negara endemis Hepatitis
A yang tinggi, peneliti virus Hepatitis A yang tinggi, homoseksual, pengguna narkoba,
penderita penyakit hati kronis. Vaksinasi diberikan dalam 2 dosis dengan jarak antara
13

kedua dosis 6-12 bulan. Pada penggunaan vaksinasi kombinasi Hepaitis A dan Hepatitis
B, vaksinasi diberikan dalam 3 dosis, dengan dosis kedua berjarak 1 bulan dari dosis
pertama dan dosis ketiga berjarak 6 bulan dari dosis pertama.
Rute suntikan: Intramuskular
8. Vaksinasi Hepatitis B
Pemberian vaksin direkomendasikan pada orang dewasa dengan risiko tinggi terinfeksi
virus Hepatitis B, seperti pada pasien dengan penyakit ginjal end-state, pasien
hemodialysis, individu dengan infeksi HIV, individu dengan penyakit hati kronis, petugas
kesehatan, pekerja yang terpapar darah atau cairan tubuh lainnya, individu yang sering
berganti pasangan seksual, pengguna narkoba, homoseksual, individu yang sering
bepergian ke negara-negara dengan prevalensi dengan hepatitis B yang tinggi. Vaksinasi
diberikan dalam 3 dosis, yaitu bulan ke 0, 1-2, dan 4-6. Pada penggunaan vaksin
kombinasi Hepatitis A dan Hepatitis B, vaksinasi diberikan dalam 3 dosis, dengan dosis
kedua berjarak 1 bulan dari dosis pertama dan dosis ketiga berjarak 6 bulan dari dosis
pertama (bulan ke 0, 1, dan 6).
Rute suntikan: Intramuskular
9. Vaksinasi Meningitis
Vaksinasi ini direkomendasikan untuk individu yang akan pergi haji, bepergian atau
tinggal di daerah hiperendemik atau endemik meningitis seperti daerah meningitis belt
di sub-Sahara Afrika, individu dengan defisiensi imun, pasien asplenia, militer, dan
peneliti yang terpapar rutin dengan bakteri meningokok. Pemberian vaksin diulang
dengan jarak 3 tahun, bila memiliki risiko tinggi terkena infeksi meningokok, seperti
individu yang tinggal di daerah endemis.
Rute suntikan: Intramuskular

10. Vaksinasi Zoster


14

Vaksinasi zoster dosis tunggal direkomendasikan bagi orang dewasa yang ingin mendapat
imunisasi dan orang yang berusia 60 tahun.
Rute suntikan: Subkutan.

2.7. Vaksinasi yang dianjurkan pada Orang Dewasa


1. Tetanus dan Difteri

Vaksinasi yang tersedia yang beredar di Indonesia antara lain:


1. Diphtheria tetanus whole-cell pertussis (Tdwp): Biofarma, Sanofi Pasteur
(Pediacel)
2. Diphtheria tetanus acellular-pertusSis (Tdap): GlaxoSmithKline ((infanhx,
infanrix-Hib (kombinasi dengan vaksin Hemofilus influenza tipe B)), Sanofi
Pasteur (Tripacel),
3. Diphtheria tetanus(Td); Bio Farma
4. Tetanus toxoid (IT); Bid Farma

Indikasi
1. Jika orang dewasa belum pernah mendapatkan vaksin tetanus dan difteri
sebelumnya maka orang tersebut harus mendapat vaksinasi lengkap dosis sen
primer dan difteri dan toksoid tetanus (Td), dengan 2 dosis awal diberikan
paling tidak dengan jarak 4 minggu dan dosis ketiga dibnikan 6 hingga 12
bulan setelah dosis kedua. Satu dosis Td dapat diganti dengan Tdap pada salah
satu dan 3 dosis sen primer. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan dosis
penguat (booster) setiap 10 tahun sekali. Vaksin Tdap atau Td dapat diberikan
pada dosis penguat (booster)
2. Jika orang dewasa sudah pernah mendapat imunisasi tetanus dan difterl
sebelumnya, maka diberikan dosis penguat (booster) setiap 10 tahun sekali.
Satu dosisTd dapat diganti dengan Tdap pada dosis penguat (booster)
3. Pada wanita hamil dapat diberikan vaksinasi Td pada trimester ke-2 atau ke-3
jika pasien mendapatkan vaksinasi tetanus dan difteri > 10 tahun sebelumnya.
Jika wanita hamil tersebut mendapatkan vaksinasi Td <10 tahun, dapat
diberikan Tdap secepatnya pada saat postpartum.
15

Cara Pemakaian
Suntikan diberikan secara intramuskular (lM). Hal mi dilakukan karena vaksin
yang mengandung ajuvan apabila disuntikkan secara intradermal atau
subkutan dapat menimbulkan iritasi lokal (inflamasi, formasi granuloma dan
perubahan warna kulit) Suntikan umumnya dilakukan pada daerah deltoid
dengan dosis 0,5 mL.

Manfaat
Dengan membenikan vaksin tetanus dan difteri, dapat mencegah kejadian
tetanus hingga 100% dan kejadian difteni hingga 85%. Pada pasien geriatri,
efektivitas vaksin tidaksebaikpada pasiendewasa muda.

Efeksamping
1. Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan timbul pada
separuh (42,9%) pasien yang mendapatkan suntikan Tdp
2. Demam ningan mempunyai proporsi kejadian yang sama dengan reaksi lokal.
Di antana pasien yang mendenita demam ringan, 2,2% dapat mengalami
hiperpireksia
3. Dapat terjadi keadaan somnolen, iritabilitas, anoreksia atau muntah
4. Kejadian ikutan yang paling senius adalah terjadinya ensefalopati akut atau
reaksi anafilaksis. Hal mi terbukti disebabkan oleh komponen pertusis pada
vaskin OPT.

Kontraindikasi
1. Riwayat reaksi alergi berat sebelumnya (contoh: anafilaksis) terhadap
komponen yang terdapat di dalam vaksin.
2. Riwayat kejadian ensefalopati sebelumnya (contoh: koma, kejang yang
memanjang) dalam 7 han setelah administrasi vaksin dengan komponen
pertusis (Tdwp, Tadp) yang tidak berkaitan dengan penyebab lain yang dapat
diidentifikasi. Pada orang dengan kondisi tersebut dibenikan vaksin Td.

2. Measles, Mumps, dan Rubella

Vaksin yang tersedia yang beredar di Indonesia adalah:


16

1. vaksin MMR dan Sanofi Pasteur (Trimovax Merieux) dan Merck Sharp &
Dohme (M-M-R Il).

Indikasi
1. Anak-anak usia 12 bulan hingga 15 bulan dengan pemberian kedua pada usia
4 tahun hingga 6 tahun. Imunisasi ulang pada kelompok ni penting karena
gondongan masih dapat menginfeksi populasi yang telah mendapat imunisasi.
2. Usia pubertas, dewasa muda dan dewasa yang belum pennah mendapat
vaksinasi gondongan. Pada saat imunisasi, kelompok usia prapubertas dan
cfewasa muda status imunnya sebaiknya dievaluasi.
3. Anak, dewasa muda dan dewasa yang lahir setelah tahun 1956 sebaiknya
dilakukan imunisasi MMR sebelum melakukan perjalanan wisata karena
campak, gondongan dan rubela masih merupakan penyakit endeinis di
berbagai belatahun dunia.
4. Kelompok usia yang lahir sebelum tahun 1957 tidak dianjurkan mendapatkan
vaksinasi kecuali diduga adanya risiko terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
seronegatif.

Cara pemakaian
Suntikan diberikan secara subkutan. Umumnya suntikan diberikan pada
daerah deltoid. Dosis yang diberikan adalah 0,5 mL. Satu atau 2 dosis
diberikan pada usia 19-49 tahun dan setelah itu diberikan satu dosis.

Manfaat
Dengan memberikan vaksin MMR, dapat mencegah kejadian gondongan,
campak dan rubela secara bermakna. Di Amerika Serikat, insidens gondongan
menurun tajam hingga 90%setelah dilakukan imunisasi.

Efek samping
17

Efek samping yang dapat ditimbulkan dengan vaksin virus yang dilemahkan
(live atteniated virus vaccine) jarang dilaporkan. Kadang dapat timbul reaksi
kejang demam, tuli saraf, parotitis, meningitis, ensefalitis, kemeratahun pada
kulit, pruritus dan purpura.

Kontraindikasi
1. Penderita penyakit berat dan serius sebaiknya tidak mendapat imunisasi
MMR. Akan tetapi apabila tahunya penyakit ringan tanpa demam (inisal:
infeksi saluran nafas atas akut), maka imunisasi tetap dapat diberikan.
2. Riwayat reaksi alergi beratsebelumnya (contoh: anafilaksis) terhadap
komponen yang terdapat di dalam vaksin. Anak dengan alergi telur dapat
diberikan vaksin MM R dengan cukup aman.
3. Penerima imunoglobulin. Hal ini disebabkan pada kelompok ni secara
teori dapat timbul netralisasi terhadap vaksin yang diberikan dan
mengurangi keberhasilan imunisasi. Vaksin gondongan sebaiknya
diberikan ininimal 2 ininggu hingga 3 bulan setelah pemberian
immunoglobulin.
4. Penderita imunokomproinis berat, terapi imunosupresif, antimetabolit,
alkylating agent, atau radiasi sebaiknya tidak diberikan vaksin gondongan.
Pada penderita HlV yang tidak imunokomproinis berat dapat cliberikan
vaksin MMR. Pasien yang mendapatkan terapi imunosupresan dapat
diberikan vaksinasi setelah 3 bulan, akan tetapi pada pemberian
kortikosteroid leLih dan 14 tahun tanpa tanda imunokomproinis, vaksin
dapat diberikan 1 bulan setelah terapi diberikan.
5. Kontraindikasi sementara adalah terhadap wanita hainil. Wanita yang ngin
mendapat vaksinasi MMR harus menghindari kehamilan dalam minimal 3
bulan. Hal ini disebabkan karena virus diduga dapat menginfeksi melalui
plasenta.

3. Influenza

Terdapat dua jenis vaksin influenza, yaitu:


18

1. Vaksin inaktif (inactivated vaccine)


Vaksin inaktif telah tersedia sejak tahun 1940-an. Merupakanjenis vaksin
yang paling sering digunakan karena meiniliki keuntungan, yaitu inirip
infeksi alaini yang terjadi pada manusia. Virus yang divaksinasikan
berkembang biak dan merangsang pembentukkan antibodi seperti pada
reaksi cell-mediated immunity, contoh vaksinnya seperti Whole virion
vaccine, Split particle vaccine, Subunit vaccine.
2. Vaksin hidup (live-attenuated vaccine)
Vaksin hidup beredardiAmerika Serikatsejaktahun 2003. Merupakan
bentukvaksin yang cukup aman tetapi imunitas yang terbentuk lama dan
harus dilakukan pemberian booster. Vaksin hidup ini berisi tiga virus
influenza yang sama seperti vaksin inaktif. Diberikan melalui rute infeksi
natural secara intranasal, tersedia dalam unit penyemprot (sprayer) hidung
dosis tunggal; setengah dosis untuk masing-masing lubang hidung. Vaksin
hidup ini hanya boleh digunakan pada individu seFiat, tidak hainil yang
berusia 2 sampai 49 tahun.
Jenis vaksin influenza yang tersedia di Indonesia sampal saat ni adalah
vaksin inaktif (purified split inactivated influenza virus), seperti Vaxigrip
(Sanofi Pasteur), :luarix (GSK), Agrippal (Combiphar).

Indikasi dan cara pemberian


Vaksin influenza (inaktif) diindikasikan untuk semua orang berusia
lanjut (usia > 50 tahun) terutama yang dengan berbagai penyakit kronik
atau yang tinggal di panti atau fasilitas lain dalam waktu lama (inisalnya
biara, asrama); orang muda dengan penyakit jantung, paru kronis, penyakit
metabolisme (termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau
imunosupresi, HIV juga untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas
kesehatan di atas. Semua pasien yang baru pulang perawatan di ruang
rawat akut sangat dianjurkan untuk dilmunisasi influenza. Vaksin ini juga
dianjurkan untukcalonjemaah haji karena risiko paparanyangcukuptinggi.
19

Vaksinasi influenza juga dianjurkan kepada wanita yang akan hainil pada
musim influenza dan wanita hainil pada trimester apapun.
Cara pemberian: 0,5 ml disuntikkan intramuskular pada atot
deltoid, diulang setiap tahun (karena pembuatan vaksin berdasarkan isolat
galur yang prevalen pada satu tahun sebelumnya).

Manfaat
lmunitas yang didapat melalui vaksinasi influenza inaktif hanya
bertahan kurang dan 1 tahun karena adanya antigenic drift dan virus
influenza yang beredar di masyarakat. Efektivitas vaksinasi bergantung
pada keiniripan galur (strain) vaksin dengan virus yang beredar, dan usia
serta status kesehatan individu yang diimunisasi.
Vaksin efektif melindungi sampai dengan 90% individu sehat
berusia kurang dan 65 tahun yang telah menerima vaksin ketika galur
dalam vaksin sama dengan virus yang beredar. Tetapi, vaksin hanya 3040% efektif mencegah penyakit pada individu berusia 65 tahun atau lebih.
Walaupun vaksin kurang efektif dalam mencegah penyakit kritis
pada geriatri, vaksin efektif mencegah komplikasi dan kematian. Pada
geriatri, vaksin 50-60% efektif mencegah hospitalisasi dan 80% efektif
mencegah kematian.
Vaksin juga efektif diberikan pada individu dewasa dengan
imunokompromais atau penyakit kronik, termasuk pendenita keganasan
yang mendapat kemoterapi, pascatransplantasi organ, diabetes mellitus
tipe 1 dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Efek samping
Reaksi lokal merupakan efek samping yang umum (15-20%).
Reaksi lokal termasuk nyeri, kemerahan (eritema) dan indurasi pada
tempat penyuntikan. Reaksi ini sementara, umumnya hilang dalam 1-2
hari.
20

Gejala sisteinik nonspesifik, seperti demam, menggigil, malaise


dan inialgia, dilaporkan kurang dan 1%. Gejala tersebut muncul 6-12 jam
setelah vaksinasi dan hilang dalam 1-2 hari.
Reaksi alergi seperti angioedema, asma alergi, atau anafilaksis
sisteinik, sangat jarang terjadi. Reaksi ini mungkin terjadi akibat
hipersensitivitas terhadap komponen vaksin, terutama protein telur.
Keresahan publik mengenai kandungan thimerosal sebagai
pengawet dalam vaksin dengan efek samping austisme masih belum
terbukti secara iliniah. Begitu pula dengan kejadian sindrom GuillainBarre pasca vaksinasi influeza masih belum terbukti sampai sampai saat
ini.

Kontra indikasi
Kontra indikasi adalah individu dengan riwayat anafilaksis
terhadap pemberian vaksin influenza sebelumnya dan komponen vaksin
seperti telur. Individu dengan penyakit akut sedang-berat sebaiknya tidak
divaksinasi sampai gejalanya mereda. Kehainilan, menyusui dan
imunosupresi bukan merupakan kontraindikasi terhadap vaksin influenza
yang telah diinaktivasi.

4. Pneumokok

Vaksinasi
Vaksinasi pneumokok dilakukan dengan pemberian vaksin
polisakarida

pneumokokal,

yang

dapat

dipakal

untuk mencegah

pneumonia, baktereinia dan meningitis pneumokok.


Jenis vaksin yang tersedia adalah Pneumo23ce (Sanofi Pasteur);
yang disuntikan subkutan atau intramuskular. Vaksin ini mengandung 23
serotipe pneumokokus yang sering menginfeksi orang dewasa dan anakanak. Serotipe tersebut adalah :1,2,3,4,5, 6B, 7F, 8, 9N, 9V, ioA, hA, 12F,
14, 15B, 17F, i8C, 19A, 19F, 20, 22F, dan 33 F.
21

Antibodi spesifikterhadap kapsul polisakarida pneumokokus


bersifat protektif. Antibodi tersebut dan komplemen akan beninteraksi
untuk

mengopsonisasi

pneumokokus

dan

pada

akhirnya

akan

memfasilitasi fagositosis pneumokokus. Antibodi beberapa kapsul


polisakarida pneumokokus dapat bereaksi silang dengan serotipe yang lain
dan menghasilkan proteksi pula terhadap serotipe tersebut.

Indikasi
Vaksin polisakarida pneumokokdiindikasikan kepada:
1. Usia > 65tahun
2. Usia < 65 tahun dengan penyakit kardiovaskular kronis, penyakit paru kronis,
diabetes melitus, sirosis hati, alkoholik, kebocoran cairan serebrospinal,
asplenia anatoinik/fungsional, HIV, leukeinia, limfoma, penyakit Hodgkins,
inieloma multipel, keganasan, gagal ginjal kronis, atau mendapat kemoterapi
imunosupresif.
Pada splenektoini, vaksinasi pneumokok dianjurkan 2 ininggu sebelum
prosedur, awal pemberian kemoterapi dan imunosupresan. Apabila vaksinasi
sebelum prosedur tidak mungkin terlaksana, vaksinasi harus diberikan secepat
mungkin setelah operasi. Pemberian vaksin harus ditunda bila ada penyakit
infeksi akut yang umumnya ditandai dengan demam.
Pada tahun 2008, Advisory Coininittee on Immunization Practice
(ACIP)

menambahkan

indikasi

baru

untuk

vaksinasi

polisakarida

pneumokokal, yaitu individu berusia 19 tahun atau lebihyang meiniliki


penyakit asma dan merokok.
Vaksinasi ulang secara rutin pada individu imunokompeten tidak
dianjurkan; tetapi, revaksinasi dianjurkan jika vaksmnasi sebelumnya sudah
>5 tahun dan juga:
3. Umur < 65 tahun ketika divaksinasi terdahulu dan sekarang>65 tahun
4. Merupakan individu berisiko tinggi terjadinya infeksi pneumokokus yang
serius (sesuai desknipsi Advisory Coininittee on Immunization Practice, ACI
P)
5. Individu yang mempunyaitingkatantibodiyang cepat sekaliturun
22

Revaksinasi

dalam

tahun

setelah

vaksinasi

pertama

akan

meningkatkan reaksi lokal dan sisteinik.

Dosis dan Cara Pemberian


Vaksin pneumokok diberikan melalui suntikan intramuskular atau
subkutan sebanyak 0,5 ml. Pembenian secara intravena tidak dipenbolehkan.
Kelompok target vaksinasi polisakarida pneumokokal saling tumpang tindih
dengan

vaksinasi

influenza.

Kedua

vaksintersebutdapatdiberikan

secara

bersamaan pada lokasi yang berbeda.

Manfaat
Lebih dan 80% onang dewasa sehat yang menerima vaksin polisakanida
pneumokokal akan menghasilkan antibodi tenhadap serotipe yang terkandung
dalam vaksin. Imunitas akan timbul 10-14 han setelah vaksinasi. Individu lanjut
usia, dan pasien dengan penyakit kronik atau imunodefisiensi mungkin tidak akan
memperoleh nespons imun yang baik bila dibenikan vaksin ni. Peningkatan kadan
antibodi dapat bertahan ininimal 5 tahun pada individu sehat, namun akan
benkunang dengan lebih cepat pada orang dengan penyakit penyerta tertentu.
Dari laporan berbagai penelitian didapatkan bahwa vaksin pneumokok 6o
%- 70% mampu secara efektif mencegah penyakit pneumokokal invasif.
Vaksinasi dapat menjadi kunang efektif pada beberapa kelompok pasien, terutama
yang meiniliki penyakit penyerta yang berat. Walaupun kurang efektif, vaksinasi
tetap dianjurkan pada kelompok pasien tersebut kanena mereka meiniliki risiko
yang tinggi untuk menderita penyakit yang lebih berat.
Vaksin polisakanida pneumokokal telah terbukti tidak memberikan
proteksi terhadap pneumonia pneumokokus. Oleh kanena itu, tenaga kesehatan
harus menghindari menyebut vaksin ini sebagal vaksin pneumonia.

Efek Samping
Vaksin pneumokok aman diberikan karena tidak menyebabkan efek
samping yang serius.
23

Reaksi lokal:
Eritema, nyeri, indurasi dan bengkak ringan pada tempat penyuntikan
(sekitar 20-30%)
Ringan dan bersifatsementara, membaiksetelah 48 jam
Arthus like phenomen pernah dilaporkan, tapi sangat jarang dan
bersifat reversible
Reaksi sistemik:
Demam sedang yang bersifat sementara (<1%), biasanya timbul segera
setelah penyuntikan dan hilang dalam 24jam
Dapat pula terjadi malaise, sakit kepala, nyeri otot dan sendi (+8%)
Reaksi alergi termasuk urtikaria, angiedema dan anafilaksis
sangatjarangditemukan
Reaksi sisteinikyang berat, sepertitrombositopeni, vaskulitis, rash,
jarang dilaporkan dan hubungannya pun belum diketahul
Revaksinasi

dalam

tahun

setelah

vaksinasi

pertama

akan

meningkatkan reaksi lokal dan sisteinik.

Kontra Indikasi
1. Hipersensitivitas terhadap vaksin, atau riwayat alergi/reaksi anafilaksis
setelah pemberian vaksin atau komponen vaksin sebelumnya
2. lmunisasi harus ditunda pemberiannya jika sedang menderita penyakit
akut atau be rat
3. Pemberian vaksin pneumokok pada ibu hainil tidak direkomendasikan.
Sedangkan bu menyusui masih dapatdiberikan vaksinasi

5. Hepatitis A

Imunisasi Hepatitis A Pasif


Sampai saat in pemberian imunoglobulin merupakan cara utama untuk
mencegah infeksi virus Hepatitis A pada individu yang sangat rentan dengan
paparan, maupun orang yang baru terkena paparan infeksi virus Hepatitis A.
Imunisasi ini bermanfaat untuk pencegahan infeksi pada orang yang bepergian,
pekerja iniliter, bahkan profilaksis pasca paparan virus HepatitisA. Di Amerika
Serikat tidak terdapat standar kadaranti-HAV pasca pemberian imunoglobulin.
24

Penggunaan imunoglobulin pada anak usia 2 tahun belum dapat disetujui. Bila
imunoglobulin diberikan dalam 2 ininggu pasca paparan, maka efektivitas
ptoteksinya sebesar 85%. Imunoglobulin bermanfaat untuk mengatasi KLB
(kejadian luar biasa) di daerah yang kecil.
Pemberian imunoglobulin Hepatitis A direkomendasikan untuk individu
pasca paparan virus Hepatitis A dan individu yang belum divaksin Hepatitis A
yang berisiko terpapar virus Hepatitis A selama kurang dan dua ininggu.
Imunoglobulin juga direkomendasikan sebagai profilaksis untuk individu yang
belum terpapar, dimana individu tersebuttidak dapat menerima vaksin akibat
alergi terhadap komponen vaksin.
Profilaksis pasca paparan direkomendasikan untuk individu yang terpapar
dalam waktu kurang dan dua ininggu sebelum imunisasi. Kontak personal yang
erat dengan pasien yang diduga dalam masa inkubasi infeksi Hepatitis A juga
merupakan indikasi pemberian profilaksis.
Imunoglobulin diberikan secara intramuskular, dosis tunggal sebanyak
0,02- o,o6 ml/kg. Dosis yang rendah efektif untuk proteksi selama 3 bulan,
sedangkan pada dosis yang lebih tinggi efektif selama enam bulan.
Hasil

dan

pemberian

imunoglobulin

adalah

serokonversi,

yang

didefinisikan sebagai terbentuknya antibodi yang bersifat protektif setelah


pemberian imunoglobulin. Pada umumnya kadar yang dianggap protektif adalah
10-20 mlU, yang biasanya timbul setelah 2 bulan pasca pemberian.

Imunisasi Aktif
lmunisasi aktif yang diberikan berupa vaksin yang dilemahkan, yang
diinaktivasi formalin, dan berupa whole vaccine yang diproduksi dan kultur sel.
Metode ini menggantikan metode pemberian imunoglobulmn untuk profilaksis
individu yang belum terpapar. Pemberian imunisasi aktif diberikan kepada orang
dengan risiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis A sebelum terinfeksi virus Hepatitis
A, yang belum mempunyai antibodi anti HAV, seperti yang sudah diuraikan di
atas. Selain itu, imunisasi Hepatitis A aktif juga direkomendasikan untuk pasien
dengan infeksi Hepatitis B atau Hepatitis C.
25

Saat ini terdapat dua vaksin yang sama, yang diproduksi oleh Glaxo Sinith
Kline

(Havrix)dan

Merckyang

memproduksi

Vaqta.

Kedua

vaksin

tersebutdiproduksj dan virus yang menginfeksi fibroblas. Havrix dibuat dan virus
Hepatitis A strain HM 175, sedangkan Vaqta dan strain CR326. Namun, keduanya
tidak meiniliki perbedaan efek klinis yang bermakna.
Vaksin diberikan dalam dua dosis secara intramuskular dengan selang
waktu 6- 18 bulan. Pemberian Havrix dosis tunggal dapat memberikan efek
proteksi sampai 1 tahun, tetapi proteksi permanen diperoleh dengan memberikan
vaksin dosis kedua dalam 6-12 bulan. Efek samping yang dapat timbul meliputi
nyeri di tempat suntikan (terjadi pada 50% kasus) dan sakit kepala (6-16%). Efek
samping yang berat dapat berupa reaksi anafilaksis dan Sindrom Guillain-Barre.
Dan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, booster setelah imunisasi primer
tidak diperlukan karena tubuh akan membuat sel memori terhadap virus Hepatitis
A.
Kadar antibodi yang dihasilkan dan imunisasi 10-100 kali lebih rendah
dari pada pasca infeksi alainiah dan dapat lebih rendah daripada batas ambang
pemeriksaan diagnostik. Namun, Havrix dan Vaqta memberikan antibodi lebih
dan 10-20 mlU/ml. Efek proteksi dibentuk dalam 1 bulan setelah pemberian dosis
inisial pada 90-100% individu dan hampir sernua individu mencapai kadar
antibodi yang protektif satu bulan setelah pemberian dosis kedua. Durasi proteksi
setelah suntikan kedua bertahan sampai dengan sepuluh tahun. Havrix
mempertahankan kadar anti-HAV serum sampai 20 tahun setelah imunisasi.
Selain Havrix dan Vaqta, saat ni Glaxo Sinith Kline telah memproduksi vaksin
kombinasi Hepatitis A (Havrix) dan Hepatitis B (Engerix-B) dengan nama
Twinrix.
Tabel 1. Dosis Rekomendasi Imunisasi Hepatitis A Dewasa
Vaksin

Dosis

Volume

Jadwal

Havrix

1440 EL.U

1 ml

0,6-12 Bulan

Vaqta

50 U

1 ml

0,6-18 Bulan

Twinrix

720 EL.HAV

1 ml

0,1,6 Bulan
26

20 UG HV
Sumber: Sjogren MH. Hepatitis A. Zakim&boyers hepatology: a textbook of liver disease.2006.
Feinstone SM, Gust ID. Hepatitis A vaccine. Vaccine. Edisi 3. 1999.
Vaksin tersebut harus disimpan dalam suhu 2-8C dan dapat disimpan
setidaknya dua tahun dalam kondisi tersebut tanpa mengurangi efektivitasnya.
Penyimpanan vaksin di tempat beku akan merusakvaksin.
Vaksin Hepatitis A inaktif belum disetujui untuk diberikan kepada anak
usia dibawah 2 tahun. Kontraindikasi pemberian vaksin Hepatitis A adalah
individu dengan alergi terhadap vaksin atau komponen dan vaksin. Perhatian
khusus perlu dipertimbangkan pada individu dengan penyakit akut derajat sedang
dan berat, serta pada kehainilan; karena sampai saat ini keamanan vaksin
Hepatitis A untuk ibu hainil belum dapat dibuktikan. Bila seseorang mengalaini
keterlambatan dalam pemberian vaksin kedua, maka vaksin kedua dapat langsung
diberikan tanpa mengulang vaksin pertama.

Kontraindikasi dan Perhatian


Vaksin Hepatitis A tidak boleh diberikan kepada orang dengan riwayat
alergi berat terhadap vaksin Hepatitis A yang pernah diberikan, atau alergi
terhadap komponen vaksin. Keamanan vaksin Hepatitis A untuk wanita hainil
belum dapat ditentukan. Namun, karena vaksin Hepatitis A diproduksi dan virus
yang diinaktivasi, maka risiko terhadap janin kemungkinan rendah. Vaksin
Hepatitis A dapat diberikan kepada orang dengan status imun yang menurun.

Pemberian Vaksin Hepatitis A pada Individu dengan Penyakit Hati Kronik


Individu dengan penyakit hati kronik sangat rentan untuk terinfeksi virus
Hepatitis A dan angka mortalitasnya Iebih tinggi. Pada keadaan i, vaksin Hepatitis
A direkomendasikan untuk diberikan sebagai profilaksis sebelum paparan pada
pasien penyakit hati kronik. Rekomendasi ini dipenluas untuk pasien sebelum dan
setelah transpiantasi hati, meskipun efektivitas vaksin ebih rendah pada keadaan
27

in

Namun,

pemberian

vaksin

Hepatitis

A pada

keadaan

ini

harus

mempertimbangkan sisi ekonomi pasien.


6. Hepatitis B

Imunisasi Pasif
Imunitas pasif yang didapat melalui anti-HBs dapat melindungi individu
dan infeksi Hepatitis B akut dan kronik bila diberikan segera setelah paparan,
dengan menggunakan imunoglobulin yang mengandung titer anti-HBs yang
tinggi. Profilaksis pasca paparan diberikan kepada bayi yang dilahirkan dan ibu
yang menderita Hepatitis B, paparan membran mukosa atau kulit terhadap darah
yang terinfeksi virus Hepatitis B, dan kontak seksual pada pasien yang HBsAg
positif. Imunoglobulin Hepatitis B (HBIG) juga digunakan untuk melindungi
pasien dan infeksi Hepatitis B rekuren setelah transpiantasi hati. Efektivitas
imunoglobulin Hepatitis B adalah 75% untuk mencegah Hepatitis B yang
bermanifestasi klinis atau keadaan karier bila digunakan segera setelah paparan.
Proteksi yang dihasilkan oleh HBIG hanya bertahan selama beberapa bulan.
Salah satu penggunaan utama HBIG adalah sebagai ajuvan vaksin
Hepatitis B dalam mencegah transinisi Hepatitis B perinatal. Data penelitian
menyebutkan bahwa terapi kombinasi HBIG dan vaksin Hepatitis B dapat
meningkatkan efektivitas pencegahan infeksi perinatal sebesar 85-95% dan
memberikan efek proteksi jangka panjang.
Imunoglobulin Hepatitis B juga diindikasikan untuk profilaksis pasca
paparan jarum suntik atau luka kulit lainnya, yang terpapar dengan cairan tubuh
pasien dengan inteksi virus Hepatitis B. Profilaksis vaksin Hepatitis B sebelum
paparan mengurangi kebutuhan terhadap HBIG. Sebuah studi menyatakan bahwa
bila tidak diterapi, 30% individu yang tertusuk jarum yang terinfeksi virus
Hepatitis B akan mengalaini infeksi klinis dan penggunaan HBIG mempunyai
efektivitas 75% dalam mencegah penyakit yang bermanifestasi klinis. Efikasi
HBIG dalam pencegahan Hepatitis B klinis dan Hepatitis B kronik adalah 75%
bila diberikan dalam waktu 7 hari setelah paparan.

28

Imunisasi Aktif
Perkembangan Vaksin
Vaksin Hepatitis B yang aman, imunogenik, dan efektif telah dipasarkan
sejak tahun 1982. Vaksin Hepatitis B mengandung HBsAg ayng dimurnikan.
Vaksin dapat diperoleh dan hasH kultur HBsAg dan plasma pasien infeksi
Hepatitis B kronik (plasma-derived vaccine) atau dengan memasukkan plasinid
yang mengandung gen S virus dan pada beberapa kasus pre-Si dan atau pre S2 ke
dalam ragi atau sel mamalia. Insersi ini akan menginduksi seT mengekspresikan
HBsAg, yang berkumpul menjadi partikel imunogenik (vaksin DNA rekombinan).
Vaksin tersebut mengalaini inaktivasi, dimurnikan, dan ditambah aluininium
fosfat atau alininium hidroksida, dan diawetkan dengan thimerosal. Namun, pada
saat ini thimerosal tidak rutin digunakan sebagai bahan pengawet vaksin.
Contoh produk vaksin Hepatitis B yang beredar di pasaran adalah
Recombivax HB (Merck) dan Engerix-B (Glaxo Sinith Kline). Kedua vaksin
tersebut mempunyai efektivitas yang serupa. Vaksin tersebut termasuk vaksin
DNA rekombinan, dimana vaksin menginduksi sel T yang spesifik terhadap
HBsAg dan sel B yang dependen terhadap selT untuk menghasilkan antibodi antiHBs secepatnya 2 ininggu setelah vaksin dosis pertama.
Sebagian pabrik vaksin memproduksi vaksin kombinasi yang mengandung
komponen Hepatitis B. Vaksin kombinasi yang sudah ada diantaranya adalah:
difteri, tetanus, pertusis Hepatitis B (DTP-Hep B); difteri, tetanus, difteri
aseluler Hepatitis B (DTaP-Hep B); difteri, tetanus, difteri aseluler Hepatitis
B Haemophilus influenza tipe b (DTaP-Hep B-Hib); dan difteri, tetanus, difteri
aseluler Hepatitis B - Haemophilus influenza tipe b polio inaktif (DTaPHep B-Hib-IPV). Selain tu juga terdapan kombinasi vaksin Hepatitis B dengan
Hepatitis A. Tidak ada peningkatan efek samping maupun interferensi
antarapemberian vaksin Hepatitis B dengan vaksin lain.
Vaksin Hepatitis B harus disimpan pada suhu 2-8C. Vaksin yang
mengalaini pembekuan akan mengurangi efektivitas vaksin. Vaksin Hepatitis B
tersmasuk vaksin yang termostabil. Pemanasan pada suhu 45C selama 1 ininggu
atau 37C selama bulan tidak mengubah imunogenisitas dan reaktivitas vaksin.
29

Indikasi Vaksin Hepatitis B


1. Vaksin Hepatitis B diberikan kepada kelompok individu dengan risiko tinggi
tertular Hepatitis B, diantaranya adalah:
2. Pekerja di bidang kesehatan
3. Petugas keamanan yang rentan terhadap paparan darah
4. Pekerjadipantisosial
5. Pasien hemodialisis
6. Pasien yang membutuhkan transfusi darah maupun komponen darah
7. Kontak atau hubungan seksual dengan karier Hepatitis B atau Hepatitis B akut
8. Turis yang bepergian ke daerah endeinik Hepatitis B
9. Pengguna obat-obatan suntik
10. Pria biseksual dan homoseksual
11. Orang yang melakukan hubungan seksual dengan lebih dan satu pasangan
12. Pasien penyakit hati kronik
13. Pasien yang berpotensi menjalankan transpiantasi organ

Efek Samping dan Kontra Indikasi


Vaksin Hepatitis B merupakan vaksin yang termasuk aman. Efek yang
ditimbulkan berupa nyeri di tempat injeksi, demam, reaksi anafilaksis, dan
Sindrom Guillan-Barre. Reaksi alergi terhadap komponen vaksin termasuk
thimerosal merupakan kontraindikasi pemberian vaksin. lndividu yang mengalaini
efek samping yang berat pada penyuntikan dosis pertama tidak boleh
mendapatkan dosis vaksin berikutnya. Terdapat kontraindikasi secara teoritis
terhadap individu yang alergi terhadap ragi. Namun, ternyata efek samping
pemberian vaksin pada individu dengan alergi ragi hanya sedikit. Vaksin Hepatitis
B aman diberikan untuk ibu hainil dan menyusui.

7. Meningokok

Vaksin Meningokok
Terdapat 2 vaksin untuk N. meningitidis yaltu Meningococcal Conjugate
Vaccine (MCV4) dan Meningococcal Polysaccharide Vaccine (MPSV4). MCV4
diperuntukkan untuk usia 2- 55 tahun, sedangkan MPSV4 digunakan apabila
MCV4 tidak tersedia dan merupakan satu-satunya vaksin meningokok bagi yang
berusia Iebih dan 55 tahun. MCV4(Menactra) hanya tersedia dalam vial dosis
30

tunggal berisi 0,5 ml vaksin. MPSV4 (Menomune) tersedia dalam vial dosis
tunggal berisi 0,5 ml vaksin dan vial untukio kahi dosis berisi 5 ml vaksin.

Manfaat
Kedua jenis vaksin tersebut dapat mencegah ke 4 tipe serogrup penyakit
meningokok, termasuk 2 dan 3 tipe (C,Y dan W-135) yang paling sening tenjadi
di Amerika Serikat dan tipe yang menyebabkan epideini di Afrika (senogrup A).
Vaksin meningokok tidak dapat mencegah semua tipe penyakit. Tetapi vaksin ini
dapat mempnoteksi onang-orang yang mungkmn akan sakit apabiha mereka tidak
mendapat vaksin in Kedua jenis vaksin ni bekerja dengan baik dan dapat
mehindungi sekitar 90% orang mendapatkannya. MCV4 diharapkan dapat
memberikan proteksi yang bebih balk dan lebih ama. MCV4 juga bekerja hebih
balk dalam penularan penyakit dan onang ke orang.

Indikasi
1. Inikrobiologis yang secara rutin terekspos pada bekteri meningokok
2. Para pelajar atau mahasiswa yang tinggal di asrama bersama pelajar atau
mahasiswa yang lain
3. Seseorangyang akan bepergian ke tempat dimana penyakit meningokok
merupakan penyakit endeinis, seperti di beberapa bagian Afrika
4. Seseorang yangtinggal dimana di tempattersebut penyakit meningokok
merupakan penyakit endeinis, seperti di beberapa bagian Afrika
5. Tentara iniliter
6. Seseorang dengan asplenia anatoinikal atau fungsional atau dengan defisiensi
komponen komplemen terininal (gangguan sistem imun)
7. Seseorang yang mungkin akan terkena meningitis saatterjadi kejadian luar
biasa

Kontraindikasi
1. Seseorang yang pernah mengalaini reaksi alergi yang berat (sampai
mengancam nyawa) akibat pemberian vaksin meningokok sebelumnya, maka
tidak boleh untuk menerima vaksin meningokok kembali
31

2. Seseorang yang pernah mengalaini reaksi alergi yang berat (sampai


mengancam nyawa) akibat pemberian komponen vaksin
3. Seseorang yang sedang mengalaini sakit sedang sampai berat, sebaiknya
menunggu sampai kondisinya pulih
4. Seseorang yang pernah menderita Sindrom Guillain-Brre, terutama sebelum
pemberian MCV4

Efek samping
Ringan:
1. Kemerahan atau nyeri pada tempat suntikan, terjadi selama 1 sampai 2 han.
Hal ini lebih seringterjadi pada MCV4dibandingkan MPSV4
2. Demam sangat jarang terjadi
Berat:
1. Reaksi alergi yang berat, terjadi setelah beberapa menit sampai beberapa jam
setelah suntikan dan sangat jarang terjadi
2. Gangguan sistem saraf yang serius, yang dikenal dengan Sindrom GuilllainBarre dilaporkan terjadi pada orang-orangyang menerima MCV4. Hal ini juga
sangatjarang terjadi, sampai saking jarangnya sehingga tidak mungkin untuk
dikatakan bahwa hal ni terjadi akibat pemberian vaksin.

8. Varisela Zoster

Vaksin Varisela Zoster


Vaksin varisela di pasaran bernama Vanivax. Vaksin Varisela rnerupakan
vaksin live attenuated. Merupakan denivat dan strain Oka dan virus vanisela
zoster. Vaksin mulai boleh dipergunakan secara luas mulai tahun 1995 di Amenika
Serikat dan hanya diperuntukkan bagi yang berusia 12 bulan atau lebih.
Semua orang dewasa yang tidak ada bukti telah meiniliki imunitas
terhadap vanisela, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin vanisela single-antigen
kecuali bagi mereka yang meiniliki kontraindikasi terhadap vaksin tersebut.
32

Perhatian khusus penlu diberikan pada mereka yang :1) meiniliki kontak yang
dekat dengan orang yang meiniliki risiko yang tlnggi untukterkena penyakit yang
parah (contoh : petugas medisdan keluarga dan pasien yang imunokompromais),
2) mereka yang berisiko tinggi terpajan virus varisela, seperti mereka yang
pekerjaannya berisiko (inisalnya guru yang mengajar anak-anak, petugas
kesehatan, dan residen serta staf di lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni
serta staf institusi penyadaran (rehabilitasi), anggota iniliter, wanita usia subur
yang belum hainil, dan mereka yang sering melakukan perjalanan kerja/wisata.

Manfaat
Vaksin varisela dapat mencegah terjadinya penyakit varisela. Sebagian
besar orang yang mendapat vaksin varisela tidak akan terkena varisela. Namun
apabila seseorang yang sudah divaksinasi, tetap terkena varisela, maka biasanya
penyakitnya ringan, Mereka akan menderita gejala yang lebih ringan dan akan
sembuh dalam waktu yang lebih cepat.

Cara pemberian
Vaksin

varisela

diberikan

sebanyak

0,5

ml,

subkutan,

dengan

menggunakan jarum 23-25 G, disuntikkan di lengan atas bagian posterolateral.


Dosis pertama vaksin varisela diberikan kepada anak-anak saat umur 1215 bulan, dengan catatan tidak mempunyai kontraindikasi, Dosis kedua diberikan
pada saat umur 4-6 tahun. Interval ininimal pemberian dosis pertama dan kedua
bagi anak-anak berumur kurang dan 13 tahun adalah adalah 3 bulan, sedangkan
Interval ininimal pembenian dosis pertama dan kedua bagi anak-anak berumur
lebih dan 13 tabun adalah adalah 4-8 ininggu.

Indikasi
1. Tidak adanya data yang cukup mengenai riwayat penyakit atau bukti serologis
dan infeksi varisela
2. Petugas medis dan keluarga pasien yang berkontak dengan pasien yang
imunokompromais)

33

3. Merekayang berisikotinggi terpajan virus varisela, seperti mereka yang


pekerjaannya benisiko (inisalnya guru yang mengajar anak-anak, petugas
kesehatan, dan residen serta staf di lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni
serta staf institusi penyadaran (rehabilitasi), anggota iniliter)
4. Mempunyai rencana untuk hainil di masa yang akan datang
5. Hidup satu rumah dengan anak-anak
6. Berencana untuk bepergian ke luar negeri

Kontra Indikasi
1. Riwayat pernah terjadi reaksi alergi yang serius (contoh: anafilaksis) setelah
2. Pemberian vaksin varisela atau komponen vaksinvarisela Sedang hainil atau
akan hainil dalam 1 bulan ke depan Supresi substansial terhadap imunitas
seluler.

Efek Samping
Ringan:

1. Nyeri atau bengkak pada tempatsuntikan (terjadi pada 1 dan 5 anak-anak, dan i
dan 3 remaja atau dewasa)
2. Demam (terjadi pada 1 dan io orang atau kurang)
3. Ruam ringan, dapat terjadi lebih dan sebulan setelah vaksinasi (terjadi pada 1
dan 20 orang atau kurang). Pada orang-orang yang mengalaini kejadian seperti
ini, penularan ke anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah dapat terjadi,
namun hal ini sangatjarang terjadi.
Sedang:
1. Kejangakibatdem (terjadi pada 1 dan iooo orangatau kurang)
Berat:
1. Pneumonia (sangatjarang)
9. Herpes Zoster

Vaksin Herpes Zoster (Zostavax)


34

Vaksin herpes zoster di pasaran bernama Zostavax. Mulai secara luas


digunakan sejak Mei 2006. Vaksin herpes zoster mengandung strain yang sama
seperti varisela zoster namun mempunyal titer yang jauh lebih tinggi (19.400 PFU
pada vaksin herpes zostervs 1.350 PFU padavaksin varisela). Setiap sediaan berisi
0,65 ml.

Manfaat
Vaksin herpes zoster meningkatkan imunitas terhadap herpes zoster pada
pasien-pasien yang lebih tua. Pemberian vaksin ml juga dapat menurunkan angka
kejadian herpes zoster pada orang-orang berusia di atas 60 tahun sampai sekitar
50%. Pada orang-orang yang berumur 60-69 tahun, angka kejadian dapat
diturunkan sampai sekitar 64%. Pemberian vaksin ni juga menurunkan tingkat
keparahan penyakit dan mengurangi terjadinya komplikasi neuralgia postherpetik
sebanyak 66%. Pada su?tu penelitian, kelompok dengan pemberian vaksin, angka
kejadian herpes zostr 51% lebih rendah dibandingkao kelompok kontrol.

Cara pemberian
Diberikan dosis tunggal, subkutan, pada lengan atas.

Indikasi
Vaksin herpes zoster dosis tunggal diindikasikan untuk orang dewasa yang
berumur 60 tahun atau lebih tanpa melihat apakah pernah terkena episode herpes
zoster sebelumnya atau tidak, Pasien-pasien dengan sakit kronis boleh diberikan
vaksin asalkan tidak mempunyai kontraindikasi.

Kontra Indikasi
1. Seseorang dengan riwayat reaksi alergi (sampai mengancam nyawa) terhadap
gelatin, antibiotik neoinisin, atau komponen lain dan vaksin herpes zoster
2. Seseorang dengan gangguan sistem imun, karena HIV/AIDS atau penyakit
lain yang mempengaruhi sistem imun
35

3. Sedang mendapat pengobatan yang menurunkan sistem imun, seperti steroid


4. Terapi kankerdengan radiasi atau kemoterapi
5. Riwayat kanker pada sumsum tulang atau sistem limfatik, seperti leukeinia
6.
7.
8.
9.

atau I imfoma
Tuberkulosis aktif dan yang tidak diobati
Hainil atau kemungkinan hainil
Wanita tidak boleh hainilsampai3 bulan setelah pemberian vaksin
Seseorang dengan sakit sedang atau berat, sebaiknya menunggu sampai
kondisinya pulih. Hal ini juga termasuk seseorang dengan suhu > 38,5 C,
sebaiknya juga menunggu sampai suhunya turun.

Efek Samping
Ringan:
Kemerahan, nyeri, gatal atau bengkak pada tempat penyuntikan (terjadi pada 1
dan 3 orang)
Nyeni kepala (terjadi pada 1 dan 70 orang)
Sedang dan berat:
Reaksi alergi yang berat dengan gejala berupa kesulitan bernafas, suara serak,
wheezing, pucat, lemah, pusing dan takikardi

10. Demam Tifoid

Vaksin
Vaksin tifoid diindikasikan untuk pekerja tata boga yang berhubungan
dengan pengelolaan makanan dan ininuman, anak usia sekolah, dewasa muda
yang sering makan di luan rumah, anggota TNI, petugas laboratorium
inikrobiologi, wisatawan yang bepergian ke daerah endeinik demam tifoid.
Vaksin tifoid dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu inactivated whole cell
vaccine, vaksin subunit (vaksin polisakanida Vi, vaksin Vi-rEPA), dan live
attenuated vaccine (va ksin Ty21 a).

11. Yellow Fever

Vaksin
36

Vaksin yellow fever merupakan vaksin hidup dan strain 17 D yellowfever


yang dibiakkan pada embrio ayam. Vaksin yang tersedia yaitu ARILVAX (Evans
Vaccine Speke, UK), YFVAX (Aventis Pasteur inc. USA). Vaksin ini meiniliki
efektivitas yang tinggi dan memberikan perlindunganselama 10 tahun.
Semua individu berumur Iebih dan 9 bulan yang tinggal atau bepergian ke
daerah endeinis wajib diberikan vaksinasi.
1. Vaksmnasi primer
Diberikan subkutan 0,5 mlsekali pemakaian.
2. Booster
Revaksinasi dilakukan dengan interval 10 tahun, dan pada berbagai
penelitian mendapatkan antibodi individu yang telah dibooster menetap sampai
30-35 tahun kemudian atau malah seumur hidup.

Efek samping
Reaksi atas 17 D Yellow fever biasanya ringan seperti sakit kepala ringan,
inialgia, demam tidak tinggi, atau gejala ringan lainnya yang menetap 5-10 hari .
Reaksi hipersensitif juga dapat timbul berupa kemerahan dan gatal, asma
bronkial, terutama pada mereka dengan riwayat alergi terhadap telur
Beberapa kasusefek tidak diinginkan darivaksin Yellow fever berlangsung
berat yang dikenal sebagai yellow fever vaccine associated neurotropic disieose.
Terjadi terutama pada anak yang berumur g bulan atau kurang berupa radang otak
setelah diva ksinasi
Reaksi pasca vaksinasi lain adalah yellowfever vaccine associated
viscerotropic disease. Gejalanya berupa demam disertai gagal multi organ dan
dapat menyebabkan kematian. Lebih sering terjadi pada usia lanjut. Pada wanita
hamil dan menyusui keamanannya belum diketahui.

Kontraindikasi
1. Anak yang berumur kurang dari 6 bulan
2. Individu yang alergi telur ayam
3. Individu yang mengalaini gangguan sistem imun seperti penderita HIV/AIDS,
leukeinia, limfoma malignum, keganasan yang luas, pemakaian obat steroid
atau imunosupresan lain karena berisiko terjadi ensefalitis.
37

12. Japannese Encephalitis

Vaksin yang Tersedia


Vaksin JE-Vax Pasteur Merieux Connaught adalah vaksin yang berasal
dan otak tikus yang terinfeksi. Vaksin ini diproduksi oleh Research Institute of
Osaka University (Biken) dan didistnibusikan oleh Connaught Laboratories Inc.
Vaksin JE-Vax mengandung virus dan strain Nakayama-NIH, yang secara original
diisolasi pada tahun 1935 dan manusia yang teninfeksi. Vaksin ini diproduksi dan
otak tikus yang teninfeksi, yang kemudian diproses dengan terapi pratainine
sulfate, diinaktifkan dengan formalin, lalu menjalani ultrafiltration, dar
amman/urn sulfate precipitation. Vaksin dipunifikasi dengan ultrasentnifugasi,
Ditambahkan gelatin sebagai stabilizer dan thimerosal sebagai preservatif.
Pada Mel 2009, dikeluarkan vaksin JE yang baru yaitu Ixiaro. Vaksin ini
digunakan untuk pasien dewasa usia 17 tahun ke atas. Ixiaro adalah vaksin JE
generasi kedua, yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi kultur sel. Ixiaro
benisi virus inactivated, Tiap dosis mengandung 6 mcg protein virus JE yang
sudah dipurifikasi dan 250 mcg alumunium hidroksida. lxiaro disiapkan dengan
cana membiakkan virus JE strain SA 14-14-2 pada sel vero. Yang kemudian akan
dipurifikasi dan diinaktivasi, JE-Vax maupun lxiaro mengandung virus
inactivated, sehingga tidak menyebabkan infeksi JE.

Sediaan
1. 3 x vialvaksin dosistunggaldengan 3x1.3 mLvialSterile Diluent (ain untuk
penyuntikan)
2. 5x vialvaksin dosistunggaldengan 5 x1.3 mLvialSterile Diluent (air untuk
penyuntikan)
3. 1 x vial vaksin 10 dosis dengan 1 x 11 mL Sterile Diluent (air untuk
penyuntikan) lxjano syringe 0,5 ml

Indikasi
38

1. Anak usia 1-2 tahun di daerah endeinis


2. Orang yang akan berkunjung ke daerah rural Asia lebih sebulan namun akan
melafrukan kegiatan di Iuarberkunjung kurang dan 30 han dan hanya di
daerahvaksmnasi)
3. Pekerja laboratoriurn
4. lxiaro untuk usia lebih dan 17 tahun

Kontra Indikasi
Vaksin ini dikontra indikasikan pada orang yang alergi terhadap vaksin JE
sebelumnya, protein tikus, thimenosal, gelatin. Vaksin ni juga sebaiknya tidak
diberikan pada orang yang pennah mengalamm sindrom Guillain-Barre, sklerosis
multipel, ataupun kelainan deinielinisasj. Vaksin ni tidak dibenikan pada ibu
hainil dan menyusui. Vaksin tidak diindikasikan untuk orang yang berpengian
kunang dan 30 han ataupun hanya berpergian ke daerah urban.

Efek Samping
1. JE-Vax
Efek samping lokal berupa nyeni, kemerahan, bengkak pada tempat
suntikan (dialaini 1 dan 5 pasen yang divaksinasi), Gejala sisteinik dapat
benupa demam, sakit kepala, inialgia, nyeri perut, rash, menggigil, nausea,
muntah, malaise dan dizziness (dialaini 1 dan 10 pasien yang divaksinasi).
Efek samping senius dapat benupa reaksi hipersensitivitas yaitu urtikania,
angioedem (60 per io.ooo pasien yang divaksinasi). Efek samping lain adalah
kejang ataupun masalah sistem saraf seperti ensefalitis, ensefalopati, dan
neuropati perifer (kurangdari 1 per 50000 orang yang divaksinasi)
2. Ixiaro
Efek samping lokal berupa nyeri ringan, kemerahan, dan pembengkakan
pada tempat suntikan. Efek samping sisteinik yaitu sakit kepala dan inialgia.
Reaksi alergi terjadi pada sebagian kecil kasus berupa rash, urtikaria yang
dapat terjadi beberapa menit sampai dengan 2 ininggu setelah suntikan.

39

13. Rabies

Jenis-jenis Vaksin Rabies


1. Human Diploidd Cell Vaccine (HDCV), penggunaan lM (intramuskular, iml)
dan intradermal (0,1 ml). Nama produk : Imovax (Pasteur-MerieuX Serum et
Vaccine), Rabivac Im
2. Rabies Vaccine Adsorbed (RVA), penggunaan IM (iml). Nama produk: RVA
3. Purified Chick Embryo Cell Vaccine (PCECV), penggunaan IM (i ml). Nama
produk RabAvert (Chiron corporation), Rabipur
4. Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV) nama produk: Verorab IM,
imovax-rabies vero lM, TRC Verorab lM
5. Purified Duck Embryo Vaccine (PDEV) nama produk: Lyssavac N lM
6. Rabies Immune Globulin (RIG), penggunaan dengan dosis 20 lU/kgBB dan
dikemas dngan konsentrasi 150 lU/ini. Nama produk Imogram Rabies-HT
(Pasteur-MerieUX Serum et Vaccins) dan BayRab IM (Bayer Corp).
RVA, PCEC dan HDCV dapat digunakan untuk sebelum dan sesudah paparan.

Indikasi
Indikasi vaksinasi sebelum paparan:
1. Orang ang berisiko tinggi terkena infeksi rabies seperti dokter hewan,
zoologist, pemburu, tukang pos, pekerja di kebun binatang, penjual hewan
2.
3.
4.
5.

piaraan
Pekerja laboratorium
Orangyangtinggaldidaerahendeinisrabies
Tunis yangakan pergi kedaerah endeinis dalam waktu Iebih dan sebulan
Dokter dan paramedik yang merawat pasien rabies

Kontra Indikasi
Rabies adalah penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian,
karenanya perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati untuk tidak memberikan
vaksinasi pada mereka yang mempunyai risiko tinggi teninfeksi rabies. Pada
pasien yang mempunyai riwayat alergi, vaksinasi diberikan dengan hati-hati dan
dapat dipertimbangkan untuk memberikan vaksin dan sumber berbeda. Misalnya
untuk atergi terhadap HDCV dapat diberikan RVA, PVRV, atau PCECV. Pada
40

reaksi alergi yang berat dapat diberikan premedikasi antihistaimin atau


kortikosteroid. Diperlukan pemeriksaan kadar VNA setelah imunisasi untuk
memeriksa respon imun pada pemberian premedikasi steroid. Vaksinasi ditunda
pada demam tinggi.

Efek Samping
Reaksi lokal yang mungkin terjadi setelah pemberian HDCV adalah
eritema, nyeni, dan indurasi. Reaksi umum yang pernah dilaporkan adalah reaksi
anafilaksis (1:10.000), sakit kepala, malaise, nausea, inialgia, pruritic rash,
urtikania, edema, nyeri sendi, demam, gejala respirasi. Reaksi neurologis dapat
berupa transient neuroparalytic tipe GBS dengan angka kejadian%yang sangat
kecil 1:100.000 per tahun,
Efek samping setelah pemberian RVA serupa dengan HDCV baik gejala
maupun frekuensinya. Reaksi lokal berupa nyeri, merah, dan bengkak. Reaksi
umum berupa demam, nausea, dan artralgia.

14. Human Papiloma Virus (HPV)

Vaksinasi HPV
Vaksin yang tersedia
Vaksin HPV dikembangkan melalui teknologi rekombinan, berisi viruslike protein (VLP), merupakan hasil cloning dan Li (viral capsid gene) yang
memiliki imunogenik kuat, Vaksin mi diharapkan dapat memberikan respon
antibodi yangdapat menetralisir infeksi HPV sesuai dengan tipe HPV yang berada
di dalam vaksin.
Saat mi di Indonesia tersedia 2 macam vaksin HPV, Berdasarkan jenisnya
dibagi menjadi quadrivalen (HPV tipe 6,11,16,18) yaitu Gardasil (MSD) dan
bivalen (HPV tipe 16,18) yaitu Cervarix (GSK).

Indikasi
Vaksinasi HPV dapat diberikan pada anak atau remaja perempuan berusia
9-26 tahun (FDA US). Vaksin mi direkomendasikan untuk diberikan secara rutin
41

pada anak perempuan berusia 11-12 tahun (CDC). Karena pemberian vaksin ni
sangat penting sebelum melakukan kontak hubungan seksual yang pertama kali.
Vaksin dapat memberikan proteksi hampir 100% pada penyakit yang disebabkan
oleh keempat j&nis HPV. Saat mi di Indonesia sudah ada Konsensus dan PAPDI
12-55 tahun, HOGI 10-55 tahun, dan IDAI iotahun.
Apabila seorang anak atau perempuan dewasa sebelumnya telah terinfeksi
oleh HPV maka vaksin tidak dapat mencegah timbulnya penyakit berasal dan tipe
HPV tersebut. Namun, pemberian vaksin pada kelompok yang telah terinfeksi
HPVjuga tidak menimbulkan kerugian hanya efektivitas vaksin menjadi Iebih
rendah, begitu pula pada kelompok penderita gangguan sistem imun.
Vaksin quadrivalen dapat digunakan pada Iaki-laki untuk mengurangi
angka kejadian kutil kelamin dan lesi prekanker yang dapat berkembang menjadi
kanker penis dan anus. Vaksin mi dianjurkan untuk diberikan pada kaum
homoseksual yang sangat berisiko untuk menderita kutil kelamin, kanker penis
dan anus karena gaya perilaku seksual mereka yang menyimpang. FDA US telah
merekomendasikanvaksin quadrivalen untuk diberikan pada anak laki-laki dan
laki-laki dewasa berusia 9-26 tahun untuk mencegah kutil kelamin/genital warts!
kondiloma akuminata yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.

Kontra Indikasi
1. Vaksin HPV dikontraindikasikan pada subjek yang diketahui memilki riwayat
hipersensitivitas terhadap komponen-komponen yangterdapat di dalam vaksin
2. Vaksinasi HPV tidak dianjurkan pada wanita hamil, dan sebaiknya diberikan
setelah persalinan
3. Vaksinasi HPV dapat diberikan pada wanita yang sedang menyusui

Efek Samping
Beberapa kejadian efeksamping yang terjadi, antara lain:
1. Gangguan pada lokasi penyuntikan berupa nyeri, kemerahan, pembengkakan.
Kejadian indurasi dan parestesia lokal pada lokasi penyuntikan sangat jarang
terjadi
2. Gangguan pada sistem saraf: nyeri kepala dan pusing
3. Gangguan pada sistem pencernaan: mual, muntah, diare dan nyeri perut
42

4. Gangguan pada kulit dan jaringan subkutan: gatal/pruritus, rash, dan urtikaria
5. Gangguan pada sistem otot, rangka dan jaringan ikat: mialgia dan arthralgia
6. Gejala infeksi: demam dan infeksi saluran pernafasan bagian atas (jarang
terjadi)
2.8. Vaksinasi Pada Keadaan Khusus
A. Vaksinasi pada Pasien Imunokompromais
1. Vaksinasi Pada Pasien Hemodialisa dan Penyakit Ginjal Kronik
Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B direkomendasikan pada pasien hemodialisa kronik dan
penyakit ginjal kronik sebelum mereka tergantung sekali dengan dialisis. Pasien
uremia yang telah divaksin sebelum hemodialisa menunjukan serokonversi dan
titer antibudi yang lebih tinggi dibandingkan yang normal. Dosis Vaksin hepatitis
B yang diberikan ebih tinggi dan normal yang harus dilengkapi sebelum
hemodialisa dilakukan.
Untuk melihat status imun pasien perlu dilakukan tes serologi dalam 1-2
bulan setelah pemberian dosis terakhir dengan target kadar anti HBs 1o mlU/mL.
Jika kadar anti HBs <10 mlU/mL maka harus dilakukan vaksinasi ulang. Kadar
proteksi pada pasien dewasa belum dilaporkan namun pada pasien anak mencapai
75-97%.
Jika setelah vaksinasi ulang tidak respon maka harus diperiksa HbsAg,
jika positif maka harus dilakukan manajemen yang tepat. Jika hasil HbsAg negatif
perlu dilakukan konsultasi mengenai pencegahan infeksi HBV dan pemberian
Hepatitis B immunoglobulin (HBIG) sebagai pencegahan setelah paparan apabila
diketahui pernah terpapar darah dengan HbsAg positif.

Vaksin influenza
Pemberian vaksin mati atau Inactivated Influenza Vaccine (TIV) secara
rutin pada pasien imunokompromais dianjurkan sedangkan pemberian hidup atau
Live, Attenuated lnflenza Vaccine (LAIV) dikontraindikasikan.

Vaksin Pneumokok (PPV23)


Pemberian vaksin pneumokok direkomendasikan pada pasien imukompromais.
Pengulangan dapat diberikan pada mereka yang berisiko tinggi terkena infeksi
neumokok.

43

2. Vaksinasi Pada Pasien Transplantasi Sel Punca Hematopoetik

Vaksin Pneumokok
Vaksin pneumokok PPV 23 memiliki imunogenisitas yang terbatas untuk
resipien transplantasi sel punca hematopoetik. Vaksin ml sebaiknya diberikan
pada resipien transplantasi sel punca hematopoetik pada 12 hingga 24 bulan
setelah transpiantasi.

Haemophilus Influenza Type B (Hib)


Vaksin Hib konjugat sebaiknya diberikan pada resipien transplantasi sel
punca hematopoetik pada bulan ke 12,14, dan 24 setelah transpiantasi. Vaksin
diberikan karena kadar antibodi Hib polisakarida yang rendah setelah lebih dan 4
bulan tranpiantasi dan risiko terjadinya infeksi meningkat. Profilaksis Rifampin
diberikan pada resipien transplantasi sel punca hematopoetikjika kontakdengan
penderita Hib.

Vaksin Varicella Zoster


Vaksin Varicella hidup tidak diberikan pada resipien transpiantasi sel
punca hematopoetikyang melakukan transpiantasi kurang dan 24 bulan.
Pemberian dilakukan setelah 24bulan bila kondisi imun balk.
Resipien transpiantasi sel punca hematopoetik sebaiknya menerima
varicella zoster Immuno globulin (VZIG) sesegera mungkmn (maksimal 96 jam)
setelah kontak erat dengan orang yang terkena chickenpox atau shingles. Apabila
kontak dengan penderita varicela setelah pemberian VZIG maka pemberian VZIG
harus diulang.

Vaksin Influenza
Vaksinasi influenza jangka panjang direkomendasikan pada semua calon
resipien dan resipien transpiantasi sel punca hematopoetik pada awal musim flu
dan 6 bulan setelah transplantasi. Jika outbreak influenza A terjadi sebelum 6
bulan setelah dilakukan transpiantasi maka diberikan pencegahan dengan
amantadine dan rimantadine. Apabila status resipien masih imunokompromais
setelah 6 bulan maka harus segera dilakukan vaksinasi disertal pembenian
amantadin dan rimantadine sampai dengan 2 minggu setelah vaksinasi. Kontak
dengan paparan juga harus dicegah.
44

Vaksin Smallpox
Vaksin smallpox dikontraindikasikan pada pasien imunokompromais,
HIV/AIDS, transplantasi sel purica, keganasan, leukimia, limfoma, atau
agamabobulinemia. Pasien dalam terapi immunosupresan baru boleh divaksinasi
setelah 3 bulan selesai pengobatan.

3. Asplenia fungsional dan Anatomi


Orang dengan asplenia anatomikal (pengangkatan secara bedah atau
kongenital asplenia) dan fungsional (akibat penyakit sickle cell) memiliki risiko
tinggi terinfeksi oleh bakteri yang tidak berkapsul, contohnya: S. pneumoniae
(pneumokokus), N. meningitidis (meningkokus), dan Hib. Sehingga pemberian
vaksin pneumokok dan meningokok di rekomendasikan.

4. Pengguna Terapi Immunosupresan (kortikosteroid)


Jumlah penyerapan kortikosteroid secara sistemik dan lama pemberiannya
diperlukan untuk mengetahui derajat penurunan sistem imunitas. Efek
immunosupresi dan kortikosteroid bervariasi namun para klinisi menyatakan jika
dosis prednison melebihi 2mg/kgBB atau 20mg/hr dapat mempengaruhi respon
imun terhadap vaksin. Vaksinasi harus ditunda sampai l bulan setelah terapi
steroid dosis tinggi dihentikan.

5. Diabetes
Beberapa penelitian in-vitro menyatakan status imun pasien diabetes
abnormal walaupun kelainannya minimal. Pada pasien diabetes kronik yang
memiliki gangguan pada jantung, ginjal, dan organ Iainnya dinekomendasikan
pembenian vaksinasi pneumokokdan influenza secana rutin.

6. Sirosis Alkoholik
Pasien alkoholisme memiliki risiko tinggi terkena infeksi, terutama
pneumonia. Pasien tersebut memiliki kerentanan pada sistem pentahanan tubuh
walaupun secara laboratonium tidak terbukti. Kebanyakan pasien mengalami
leukopenia, penununan aktivitas komplemen, dan gangguan sistem imun yang
dimediasi oleh sel. Demikian pula pada pasien sirosis, tindakan porto-s ystemic
45

shunting menghilangkan sistem pembunuh bakteri sehingga meningkatkan risiko


infeksi, oleh sebab itu diperlukan pemberian vaksin pneumokok dan influenza
secara rutin.

7. HIV
Pasien yang terinfeksi HIV seharusnya tidak diberikan vaksi hidup. Vaksin
yang direkomendasikan adalah Polio in-aktif, pneumokok, influenza HPV pada
wanita. Vaksin MMR direkomendasikan untuk semua anak dan orang dewasa
yang terindikasi tanpa mempertimbangkan status HIV. Vaksin polio in-aktif yang
dikuatkan ditujukan untuk pasien HIV. Vaksin pneumokok diindikasikan untuk
semua pasien HIV usia lebih dari 2 tahun. Pemberian vaksin Hib pada pasien HIV
harus dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya karena pada beberapa
keadaan insiden penyakit Hib yang terjadi justru lebih berat.
Secara umum pasien HIV memiliki respon imun yang sub-optimal
terhadap vaksin, Respon terhadap antigen yang hidup dan mati akan menurunkan
perkembangan penyakit HIV. Respon terhadap dosis vaksin yang lebih tinggi dan
kadar antibodi yang menetap belum dievaluasi lebih lanjut. Rekomendasi
mengenai pemberian ulangan vaksin juga belum ditetapkan.

B. Vaksinasi Pada Usia Lanjut


1. Influenza
Vaksinasi direkomendasikan untuk semua orang yang berusia lebih dari 65
tahun. Penelitian observasi di beberapa negara menunjukkan bahwa vaksinasi
influenza berkaitan dengan berkurangnya risiko perawatan di rumah sakit akibat
pneumonia atau influenza sebesar 20-40%. Meta-analisis oleh Vu et al
menunjukkan bahwa vaksin dapat menurunkan angka mortalitas 45-56%.
Vaksinasi dianjurkan untuk penderita penyakit jantung dan
serebrovaskular. Penelitian kohort oeh Nichol et al menunjukkan bahwa vaksinasi
influenza dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit akibat penyakit
jantung dan serebrovaskular. Penelitian Wang et al pada lansia di Taiwan Selatan
menunjukkan vaksinasi influenza dapat mengurangi risiko kematian akibat
penyakit jantung sebesar 22%. Penelitian lain menunjukkan vaksinasi influenza
menurunkan risiko henti jantung sebesar 49% pada pasien yang pernah
mengalami henti jantung dan tidak memiliki faktor risiko penyakit jantung.

46

Vaksinasi influenza juga menurunkan risiko infark miokard sebesar 67% dan
stroke sebesar5o%.
Jenis vaksin influenza yang tersedia di Indonesia sampai saat mi adalah
vaksin inaktif seperti Vaxigripa (Sanofi Pasteur), Fluarix(GSK),
Agnippal(Combiphar), Dosis untuk lansia sama seperti dewasa yaitu 0,5 ml
disuntikkan intramuskular di otot deltoid.

2. Pneumonia
Pada lansia, vaksinasi pneumokokkus mempersingkat masa demam dan
mengurangi angka perawatan di rumah sakit akibat pneumonia. Christenson
(2001) meaporkan bahwa insiden penumonia pada kelompok yang mendapat
vaksinasi turun 29% dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan
vaksinasi, sedangkan insiden invasive pneumococcaldiseaseturun sampal dengan
52%.
Di bidang imunisasi pneumonia, tidak semua penelitian menunjukkan
manfaat yang meyakinkan. Joint Committee on Vaccination and Immunization
(JVCI) pada Januari 2009 mengusulkan bahwa vaksin pneumoccocal konjungate
(serotipe 7-11) mungkin memberikan hash yang Iebih menjanjikan daripada
vaksin pneumoccocal polisakarida yang sekarang dipakai untuk program
immunisasi usia lanjut di seluruh dunia. Sementara menunggu studi akan hal
vaksin konjungate ml, JVCI menganjurkan bahwa vaksinasi pneumoccocal
polisakarida masih dapat dilakukan namun persiapan untuk perubahan akan
penggunaan jenis vaksin konjugat sudah mulai dipikirkan.
Walaupun masih terdapat perdebatan tentang manfaat imunisasi
pneumonia dengan vaksin 23-valen ml, WHO mengeluarkan ketetapan bahwa
vaksinasi pneumonia pada usia lanjut dinyatakan cukup efektif terutama untuk
melindungi usia lanjut sehat terhadap invasive disease (pneumonia yang
berpenyulit meningitis, septikemia dan pneumococcal pneumonia).
Vaksinasi pneumokokkus direkomendasikan pada semua pasien
imunokompeten di atas 65 tahun dan pada penderita penyakit kronik. Vaksinasi
pneumokokkus dan influenza dapat diberikan bersamaan pada lokasi yang
berbeda tanpa peningkatan efek samping.
Jenis vaksin yang tersedia adalah Pneumo-23 (Sanofi Pasteur). Dosis
untuk lansia sama seperti dewasayaitu 0,5 ml disuntikan subkutan atau
intramuskular.

47

3. Herpes Zoster
Vaksinasi herpes zoster direkomendasikan untuk orang berusia di atas 60
tahun termasuk orang yang pernah menderita zoster. Vaksinasi ini tidak
membutuhkan booster. Vaksinasi tidak diindikasikan untuk mengobati zoster akut,
mencegah penderita zoster akut menderita neuralgia pascaherpetik, ataupun
mengobati neuralgia pascaherpetik.
Jenis vaksin yang tersedia adalah Zostavax. Dosis untuk lansia sama
seperti dewasa yaitu 0,65 ml disuntikan subkutan pada regio deltoid.
C. Vaksinasi Pada Kehamilan
1. Measles, Mumps,dan Rubella (MMR)
Vaksinasi MMR adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan. vaksin mi
biasanya diberikan pertama kali pada usia 12 sampai 15 bulan, dan pemberian
kedua kalinya pada usia 4 sampai 6 tahun. Apabila wanita tersebut belum pernah
mempunyai riwayat vaksinasi MMR,sebaiknya dianjurkan pemberian minimal
satu kali dosis vaksin MMR. Dengan syarat, saat pemberian vaksin wanita
tersebut tidak dalam kondisi hamil dan setelah pemberian vaksin wanita tersebut
harus menuflda kehamilan selama 3 bulan atau lebih. Apabila secara tidak sengaja
diberikan pada wanita hamil atau wanita tersebut menjadi hamil kurang dan 3
bulan, sebaiknya dikonsulkan tentang dampakyang dapatterjadi. Namun,
Imunisasi virus hidup secara tidak sengaja pada kehamilan bukan menjadi alasan
untuk terminasi kehamilan, karena masih terbatasnya data yang menunjukan
hubungan imunisasi virus hidup dengan kelainanjanin.
Vaksin MMR berikan dengan cara disuntikan subkutan di otot lengan
(deltoid), dengan dosis yang diberikan sebesar 0,5 ml. Pada yang berisiko tinggi
terkena rubela dapat diberikan 2 kali dosis dengan interval dosis kedua adalah 1
bulan dan dosis pertama. Vaksin ni memberikan perlindungan dan virus rubela
sebesargo-95%.

2. Tetanus Toxoid (TT)


Apabila wanita usia subur (WUS) belum mendapatkan vaksinasi U, harus
dibenikan vaksinasi U minimal 2 kali. Dengan dosis petama dibenikan segera
setelah (WUS) tersebut berkunjung ke pelayanan kesehatan atau sedini mungkin
saat ham, sedangkan dosis kedua dibenikan 1 bulan setelah dosis pertama. Dosis
ketiga dibenikan 6-12 bulan setelah dosis kedua atau setiap saat kehamilan
benikutnya. Tambahan dosis sebanyak dua dosis dengan interval 1-2 tahun dapat
48

diberikan pada WUS saat kontak kembali kepelayanan kesehatan atau pada saat
kehamilan berikutnya. Total 5 dosis U dapat memberi perlindungan terhadap
WUS seumur hidup.
Apabila WUS tersebut memiliki riwayat vaksinasi Difteni, Pertusis dan
Tetanus (DPT) sebanyak 3-4 kali semasa anak-anak, cukup dibenikan 2 dosis U
pada saat kehamilan pertama, dan mi akan membenikan perlindungan seumur
hidup terhadap seluruh bayiyangakandilahinkannya.
Pada wanita yang akan menikah sebaiknya dibenikan vaksin U sekitan 2
sampai 6 bulan sebelum pernikahan. Sedangkan wanita hamil yang sebelum
menikah belum dibenikan vaksin U, pembenian 2 dosis vaksin U minimal 4-6
minggu sudah engkap sebelum melahirkan.
Cara pembenian vaksin U yaitu disuntikan intramuskular atau subkutan
pada otot paha (glutea) atau lengan (deltoid) dengan dosis 0,5 ml per suntikan.

3. Vaksin Hepatitis B
lnfeksi hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B yang ditularkan
melalui darah, aktivitas seksual dan penguna bersama narkoba suntik. Penularan
juga dapat terjadi dan ibu yang terinfeksi hepatitis B ke janin selama dalam
kandungan pada saat proses persalinan.
Karena mudahnya penularan hepatitis B dan ibu ke janin, sehingga
pemberian vaksin hepatitis B pra-kehamilan dianjurkan pada WUS yang tidak
mendapatkan vaksin tersebut ketika bayi. Agar pada saat terpapar dengan virus
tersebut, WUS sudah memiliki kekebalan tubuh.
Di negara maju seperti Amerika Serikat pemberian vaksin hepatitis B
dapat diberikan pada ibu hamil dengan faktor risiko antara lain:

wanita yang berhubungan sex dengan laki-laki homoseksual

lebih dari satu pasangan seks dalam 6 bulan terakhir

Pasangan seks yang positif HbsAg

Penguna narkoba suntik

Sedang dalam pengobatan penyakit menularseksual

Satu rumah dengan orang infeksi hepatitis B akut atau karierkronik

49

Sedangkan di Indonesia sampai saat mi belum menganjurkan untuk


vaksinasi hepatitis B terhadap ibu hamil. Meskipun vaksin berasal dan antigen
permukaan virus yang tidak berisiko menginfeksi terhadap janin. Tetapi saat mi
masih terbatasnya data yang menunjukan tidak ada risiko yang merugikan pada
janin dengan ibu hamil yang divaksinasi hepatitis B.

4. Human Papiloma Virus (HPV)


Vaksin ni dianjurkan untuk perempuan usia 11 dan 12 tahun. Vaksin mi
juga efektif dan aman pada wanita usia 9-26 tahun. Vaksin paling efektif diberikan
pada perempuan/wanita sebelum kontak seksual pertama kali. Dan vaksin mi
kurang bermanfaat bila wanita tersebut pernah terpapar virus HPV sebelum
mendapatkan vaksin.
Vaksin HPV tidak dianjurkan pada wanita hamil. Sampai saat mi,
terbatasnya data yang menunjukan keamanan pemberian vaksin selama kehamilan
terhadap perkembanganjanin.

D. Vaksinasi Pada Tenaga Kesehatan


ACIP dan HICPAC di Amenika Serikat mengkategorikan beberapa vaksin
yang direkomendasikan untuk tenaga kesehatan, diantaranya:
1. Vaksinasi pokok yang direkomendasikan
Yang termasuk daiam kategori mi adalah vaksin Hepatitis B, Influenza,
MMR (Measles, Mmups, Rubela), dan Varicela.
2. Imunisasi (Aktif/Pasif) terhadap beberapa penyakit yang diindikasikan
dengan dasar yang kuat, yang termasuk kategoni ini adalah vaksinasi
Hepatitis A, typhoid, Tuberkulosis, Meningokok, dan Pertusis.
3. Imunisasi yang direkomendasikan untuk semua individu dewasa
Yang termasuk dalam kategori ini adalah vaksin untuk tetanus, difteri,
dan pneumokokus. Ketiga penyakit ini termasuk dalam penyakit yang
bisa dicegah dengan vaksin (vaccine-preventable disease).
E. Vaksinasi Untuk Tenaga Penyaji Makanan
1. Hepatitis A

50

Hepatitis A dapat menular karena makanan yang terkontaminasi virus


tersebut. Kontaminasi dapat melalui air dan bahan mentah makanan yang
tercemar feses, serta penyaji makanan yang menderita hepatitis A. Makanan yang
tidak dimasak sering dijumpai sebagai sumber penularan pada kejadian luar biasa
(KLB). Selain itu apabila tidak dimasak dengan baik juga menjadi sumber infeksi
atau makanan tersebut terkontaminasi setelah dimasak. Disini peran penyaji
makanan sebagai salah satu rantai penularan cukup penting.
Pemberian Vaksin:

Pencegahan sebelum paparan


Untuk pencegahan sebelum paparan dapat diberikan imunisasi aktif,
yang dapat berupa vaksin yang dilemahkan, yang diinaktivasi formalin, dan
berupa whole vaccine yang diproduksi dan kultur sel. Diantara jenis vaksin
yang digunakan adalah vaksin hepatitis A yang diinaktivasi. Dosis
pemberian untuk dewasa diatas 19 tahun yaitu 1 dosis vaksin hepatitis A,
yang dilanjutkan dengan pemberian ulangan 1 dosis vaksin dengan interval
waktu 6-12 bulan. Vaksin disuntikkan intra muskular pada otot deltoid.
Sedangkan pada individu yang tidakdapat menerima vaksin akibat alergi
terhadap komponen vaksin, direkomendasikan pemberian Imunoglobulin
sebagai profilaksis untuk individu yang belum terpapar

Pemberian pasca paparan


Pekerja yang baru terpapar Hepatitis A dan belum pernah mendapat
vaksinasi sebelumnya harus diberikan satu dosis Imunoglobulin (IG) 0,02
mL/kg sesegara mungkin. Namun pemberian 2 minggu setelah paparan
belum terbukti efektivitasnya. Orang yang telah mendapat satu dosis vaksin
hepatitis A dalam waktu satu bulan sebelum paparan, tidak perlu diberikan
1G. Jika seorang penyaji makanan didiagnosa hepatitis A, IG sebaiknya
diberikan pada pekerja lainnya pada tempat ia bekerja.

2. Demam Tifoid
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit
ini disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii (S. typhii) dan Salmonella
paratyphii (S. paratyphi) yang ditularkan melalui makanan atau air yang
terkontaminasi feses dan urin balk dan penderita demam tifoid atau karier. Air
yang tercemar ini merupakan sumber penularan tifoid yang paling banyak. Selain
itu, kerang-kerangan, sayuran, susu dan produk susu yang terkontaminasi juga
merupakan sumber infeksi.
51

Vaksin demam tifoid


a. Va ksin V1CPS (Vi Capsular Polysaccha ride)
Vaksin mi berasal dan kapsul polisakarida S. typhii. Dosis pemberian awal
0,5 mL (25 g) yang disuntikkan subkutan atau intramuskular. Untuk
mempertahankan proteksi, vaksinasi ulang direkomendasikan setiap 3 tahun.

b. VaksinTy2la
Vaksin ini berisi S. typhii yang telah dilemahkan. Vaksin tersedia dalam
bentuk kapsul dan dibenikan secara oral, sebanyak 4 kali, masing-masing sebanyak
1 kapsul dengan interval waktu 2 hari (pemberian han ke-1, 3,5 dan 7). Jadwal
pemberian vaksmn ulang setelah pemberian pertama belum ditetapkan secara pasti.
Namun, dan laporan pada suatu kajian didapatkan efektivitas vaksin ini sampai 5
tahun. Rekomendasi lain tentang vaksinasi ulangan dengan keempat dosis setiap 5
tahun bila paparan dengan S. typhii masih berlanjut. Rekomendasi ini dapat
berubah apabila didapatkan data terbaru tentang jangka waktu perlindungan dan
vaksin Ty2la ini.

3. Kolera
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi enterotoksin yang dihasilkan oleh
vibrio cholera dengan gejala khas, yaitu serangan mendadak berupa diare cair
yang kemudian diikuti dengan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipotensi bahkan
dapat terjadi renjatan (syok). Bila tidak segera diobati dapat terjadi kematian.
Penyakit ini umumnya ditularkan lewat air maupun makanan yang tercemar tinja
manusia.

Vaksinasi
Dalam tahun-tahun terakhir ini telah terjadi kemajuan dalam
pengembangan vaksin kolera oral. Ada dua jenis vaksin kolera oral yang dapat
dijumpai. Pertama, yang berasal dari killed whole cell V. Cholera 01 (berasal dan
kuman yang dimatikan) yang dikombinasi dengan toksin kolera sub unit
rekombinan B yang dimurnikan. Kedua, live-attenuated live oral cholera vaccine
(berasal dan kuman yang dilemahkan), yang mengandung V. cholerae 01 strain
CVD1O3-HgR yang dimanipulasi secara genetik.
Vaksin kolera yang baru saat ini yaltu vaksin oral yang mengandung
kuman yang telah diinaktivasi. Vaksin yang dikemas dalam sachet yang kemudian
52

harus dilarutkan dalam air sebelum diminum. Vaksin ini dapat digunakan untuk
dewasa dan anak-anak diatas 2 tahun.

Cara pemberian
- Dua dosis untuk orang dewasa dan anak yang berumur lebih dan 6tahun
- Sedangkan untuk anak yang berumur 2 sampai 6 tahun diberikan tiga dosis
Dianjurkan untuk tidak makan dan minum 1 jam sebelum pemberian vaksin
ini. Pemberian tiap dosis di atas harus benjarak satu minggu. Untuk tetap
terlindungi, dianjurkan pemberian booster dengan jarak waktu 2 tahun untuk
dewasa dan anak diatas enam tahun, sementara untuk anak umur dua sampai enam
tahun harus diberikan booster dengan jarak enam bulan.
Selain pemberian vaksin, hal yang paling penting untuk mencegah timbulnya
kolera adalah usaha menjaga kebersihan diri, terutama perilaku yang berkaitan
dengan penyediaan makanan serta tersedianya air bersih yang mencukupi
kebutuhan.

F. Vaksinasi Untuk Orang Bepergian (Wisatawan)


Vaksinasi Selama Bepergian:
1. Bocille Calmette Guerin
Vaksin Baccile Calmette Guerin (BCG) tersedia di berbagai negara dengan efikasi
yang berbeda-beda. Memperkirakan risiko terinfeksi tuberculosis diantara wisatawan
sulit didapatkan. Risiko terinfeksi TBC rendah maka tidak diperfukan vaksinasi bagi
wisatawan.

2. Campak
Dua pertiga kasus campak yang dilaporkan di Amerika serikat pada tahun 1996
mempunyai riwayat perjafanan internasional ke Eropa atau Asia. lndividu yang
mempunyal rencana perjalanan ke daerah yang prevalensi campaknya tinggi seharusnya
mendapatkan vaksinasi campak 2 dosis, yaitu vaksin MMR. Vaksin MMR dapat
dibenikan pada bayi umur 6-12 bulan bila melakukan perjalanan ke area dimana mereka
53

mempunyai risiko tinggi untuk terkena penyakit. Orang dewasa yang lahir sebelum
tahun 1957 dianggap telah mendapat imunitas alami, sedangkan yang lahir setelah tahun
1957 tanpa riwayat vaksinasi yang akan melakukan perjalanan ke daerah endemik
mendapatkan dosis tunggal vaksin MMR. lndividu yang sudah mendapatkan imunisasi
pada waktu lampau harus mendapatkan dosis ke dua.

3. Demam Tifoid
Tifoid merupakan vaksin kedua tersenirig untuk pencegahan penyakit pada
wisatawan. Risiko tertular tifoid tergantung dan jarak perjalanan dan lingkungan sekitar.
Risiko untuk terkena demam tifoid untuk wisatawan bervariasi dan 1 per 30.000 sampai
10 per 30,000. Setiap perjalartan ke Afnika Utara, India dan Senegal. Penelitian lain
memperlihatkan risiko penyakit berhubungan terbalik dengan pemberian vaksin kepada
wisatawan.
Vaksin tifoid parenteral (whole cell) sudah tersedia sejak tahun 1896. Kelemahan
vaksin mi termasuk pembenian dua dosis setidaknya dengan jarak 4 minggu supaya
mendapatkan respon yang adekuat. Insidens efek samping bervariasi dan 5176 %.
Efek samping yang terbanyak terjadi pada bentuk whole cell. Demam dapat terjadi
pada 25% individu, sakit kepala >10%, dan nyeri lokal >35 %.
Vaksin dengan kapsul polisakarida mempunyai efek samping demam 1 %, sakit
kepala 3% dan reaksi lokal7 %. Vaksin oral mempunyai efek samping demam, sakit
kepala 5%.
Vaksin tifoid oral merupakan vaksin virus yang dilemahkan dan seharusnya tidak
diberikan kepada penderita deng daya tahan tubuh yang menurun, termasuk infeksi HIV.
Pertumbuhan strain Ty21a dihambat oleh antibiotik dan antimalaria mefloquin. ldealnya,
vaksmn tifoid oral harusnya diberi secara lengkap sebelum pemberian anti malaria atau
pembenian masing-masing diberi jarak 24 jam. Anti malaria klorokuin tidak
mempengaruhi pertumbuhan Ty2la dan dapat diberikan bersamaan dengan vaksin.
ldealnya vaksin typhoid oral tidak diberikan bersamaan dengan antibiotik, Vaksin
seharusnya diberikan >24jam dari pemberian antibiotik, Vaksin dapat diberikan
bersamaan dengan immunoglobulin.

4. Difteri
Dengan adanya epidemi difteri yang terjadi pada Negara bekas Uni Soviet,
Thailand, Algeria dan Ekuador, dianjurkan dilakukan imunisasi difteri untuk wisatawan
yang bepergian ke daerah tersebut dan tetap melakukan booster secara rutin. Walaupun
angka kejadian difteri kecil, tetapi masih terdapat laporan ditemukan difteni pada
54

wisatawan. Para imigran bertanggung jawab terhadap penularan ke populasi sekitarnya,


Di Amerika Serikat, 2060% orang dewasa ebih dan 20 tahun rentan terhadap infeksi
difteri dan pada penelitian epidemiologi di Eropa Barat ditunjukkan imunitas terhadap
difteri sangat rendah pada orang dewasa, khususnya perempuan. Sementara itu pada
laki-laki dapat diberikan suntikan booster pada saat tugas militer.
Anamnesis sebelum bepergian dapat digunakan untuk mengetahui status imunisasi
pasien. Bila perlu, suntikan booster (kombinasi tetanus-difteri toksoid) setiap 10 tahun
dapat diberikan.

5. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Wisatawan
yang melakukan perjalanan dalam waktu pendek (2 minggu - 1 bulan) ke area endemis
hepatitis A, mempun/ai risiko tertular 3-109 per 1000 wisataWan. Bagi wisatawan yang
melakukan perjalanan jangka lama, penelitian pada misionaris angka kejadian sebesar 28
% dalam jangka 2 tahun. Rlsiko tertular penyakit tergantung pada lama tinggal dan
kondisi daerah tersebut, termasuk frekuensi terpapar makanan dan air yang
terkontaminasi.
lmunoprofilaksis terhadap hepatitis A dapat menggunakan immunoglobulin intra
muscular dan vaksin hepatitis A. lmunoglobulin sudah digunakan beberapa tahun dan
mempunyai efek proteksi 85 - 90 %. KeKekurangan imunoglobulin adalah harus diulang
pada perjalanan selanjutnya atau dosis tambahan diberikan selama tinggal di daerah
endemik. Efek samping adalah nyeri pada daerah suntikan. Keuntungaflnya adalah dapat
diberikan
Umumnya vaksin hepatitis A dapat di toleransi dengan baik. Efek samping
terbanyak meliputi nyeri pada daerah suntikan, sakit kepala dan malaise. Efek samping
yang serius jarang dilaporkan. Vaksin tidak diberikan pada individu yang alergi pada zat
tambahan pada vaksin. Vaksin Hepatitis A merupakan bentuk inaktif dan dapat
digunakan pada pasien imunocompromised. Pemberian secara bersamaan vaksin
hepatitis A dan difteri, vaksirin oral, tetanus, tifoid oral, kolera, japanese encephalitis,
rabies, atau vaksin yellow fever tidak mempengaruhi respon imun terhadap vaksin atau
meningkatkan efek samping vaksin.

6. Hepatitis B
Risiko wisatawan terinfeksi hepatitis B meningkat sejalan dengan lamanya tinggal
di wilayah tersebut, terpapar pada pasien kelompok dengan angka karier hepatitis B
tinggi, petugas kesehatan, pekerja laboratorium, dan pengguna obat suntik, dan individu
55

dengan berganti-ganti pasangan. Wisatawan Swiss yang melakukan perjalanan ke negara


berkembang, risikoteninfeksi hepatitis 39 perlOO.000 wisatawan yang menetap selama
1 bulan. lndividu yang bekerja antar negara mempunyai risiko tinggi; 11% misionaris
Amerika Serikat yang melakukan pelayanan di Afrika yang tidak mendapatkan
imunisasi terinfeksi selama 2 tahun pertama. Tenaga professional pada negara
berkembang memiliki angka insidens per bulan yaitu 2060 perloo.000.
Untuk wisatawan-wisatawan yang bepergian ke daerah endemis, vaksinasi secara
serial (3 kali) di rekomendasikan pada wisatawan yang akan berdiam selama 6 bulan
atau lebih ama, atau bagi wisatawan yang mempunyai factor risiko sebelumnya. Dosis
pertama diberikan dengan jarak4 minggu dan dosis ke tiga 4 -12 bulan setela dosis ke
dua. Bila waktu yang tersedia sedikit, serokonversi di dapatkan dengan cara memberikan
dosis ke tiga dengan jarak 4 minggu setelah dosis ke dua dan dosis ke 4 diberikan 12
bulan sejak dosis pertama untuk meyakmnkan proteksi jangka lama. Vaksin hepatitis B
di indikasikan pada wisatawan yang mempunyai risiko tinggi.

7. Influenza
Influenza terjadi di seluruh dunia, pada negara tropis, penularannya terjadi mulai
Desember sampal Maret di belahan dunia utara dan April sampai September di belahan
dunia selatan. Wisatawan yang bepergian selama waktu-waktu tersebut disarankan
melakukan vaksinasi influenza, khususnya bila mempunyai faktor risiko yang dapat
meningkatkan komplikasi.

8. Japanese Encephalitis
Japanese encephalitis merupakan penyebab ensefalitis viral di Asia dan di
transmisi oleh nyamuk. Risiko pada wisatawan rendah yaitu 1 pen juta, atau 1 per 5000
per bulan pada daerah endemik. Umumnya wisatawan tidak memiliki imunitas terhadap
penyakit ini. Risiko meningkat pada individu yang mengadakan perjalanan selama
musim yang tinggi terhadap transmisi dan tingggal di daerah endemik untuk waktu
tertentu.
Vaksinasi Japanese encephalitis yang primer dapat menghasilkan respon imun
yang optimal bila diberikan 3 dosis pada han 0, 7 dan 30. Apabila wisatawan
membutuhkan vaksinasi dalam waktu yang sempit dapat diberikan imunisasi dengan
jadwal han o, 7 dan 14 atau dengan 2 dosis o dan 7 walaupun respon antibodi dapat
menurun. ldealnya dosis ketiga vaksinasi diberikan setidaknya kurang dan 10 han
sebelum awal perjalanan untuk mendapatkan respon antibodi yang optimal dan pasien
mempunyai waktu untuk mendapatkan pengobatan bila terjadi efek samping. Lamanya
56

imunitas yang di dapat tidak diketahui, pemberian dosis booster direkomendasikan


setelah 3 tahun tergantung dan hasil serologi sebelumnya. Imunisasi selama kehamilan
tidak dianjurkan.
Pemberian vaksinasi Japanese encephalitis yang dilakukan bersamaan dengan
diphtheria, tetanus dan pertusis tidak mempengaruhi imunogenesitas dan keamanan.
Pemberian bersamaan dengan vaksin lain dan obat-obatan lain belum diteliti.

9. Kolera
Risiko untuk terinfeksi kolera sangat kecil bagi para wisatawan, diperkirakan 1 per
500.000 wisatawan. Pencegahan utama penyakit kolera adalah menghindari makanan
dengan risiko tinggi, seperti seafood. Air yang tidak terklorinisasi juga merupakan
sumber infeksi.
Kolera yang terjadi di dunia adalah Vibrio cholera 0-group 1 atau 0 group 139.
Vaksin yang sudah mendapatkan lisensi di Amerika Serikat tidak dapat memproteksi dan
penyakit yang disebabkan oleh vibrio kolera group 139 dan pemberian dosis serial hanya
mempunyai efikasi 50% selama 3-6 bulan terhadap vibrio cholera group 1. Karena
efektifitas yang rendah, risiko yang rendah, dan pencegahan dapat menurunkan risiko
membuat vaksin kolera tidak direkomendasikan bagi wisatawan.

10. Meningokokus
Meningokokus terjadi di seluruh dunia, tapi epidemi terbesar terjadi lebih sering
pada darah meningitis belt, Sub Saharan Afrika. Wabah meningokokus juga dilaporkan
di Mecca, Saudi Arabia, Nepal dan area lainnya. Risiko wisatawan untuk terinfeksi
meningokokus rendah, sekitar 0,4 perjuta wisatawan per bulan yang tinggal pada negara
berkembang. Wisatawan yang akan bepergian ke negara daerah meningitis belt (sub
Saharan Afnika) dan orang yang akan terpapar dengan masyarakat setempat memiliki
nisiko tinggi dan mendapatkan banyak manfaat bila diimunisasi.
Serogrup A merupakan penyebab tersening wabah meningokokus. Vaksin
meningokokus polisakanjda yang beredar di Indonesia terdini dan 4 senogrup A, C, Y
dan W-135. Pada beberapa Negara, vaksin bivalent A, C digunakan imunitas bentahan 3
tahun pada individu yang di imunisasi pada umur kurang 4 tahun. Titer antibodi akan
menurun secara cepat pada tahun ke 2 dan ke 3 setelah imunisasi. Untuk itu revaksinasi
dianjurkan pada orang dewasa 3-5 tahun setelah dosis awal bila mereka tetap terpapar
risiko. Keamanan vaksin selama kehamilan belum dapat dipastikan.
57

11. Pertusis
Pertusis menjadi penyakit yang penting, yang mempengaruhi Iebih dan 50 juta
individu dan menyebabkan 500.000 kematian. Vaksin pertusis aseluler sekarang tersedia
di berbagaj negara. Seharusnya anak-anak dilengkapi dengan vaksmnasi serial atau
diberikan booster sebelum perjalanan. Sekarang orang dewasa tidak diberikan vaksinasi
pertusis.

12. Polio
Seseorang yang melakukan perjalanan ke belahan dunia yang masih terdapat kasus
polio, seharusnya mengetahui status imunitasnya terhadap polio. Bila tidak terdapat
catatan status imunitas awal, individu tersebut harus divaksin sebelum berangkat.
Inactivated polio vaccine (IPV) di indikasikan pada orang dewasa yang tidak
tervaksinasi; IPV atau oral polio vaccine (OPV) dapat digunakan pada anak-anak. Orang
dewasa yang sudah terimunisasi secara parsial seharusnya melengkapi imunisasinya
dengan IPV atau OPV. Jika waktunya tidak memungkinkan untuk mendapatkan
imunisasi secara maksimal sebelum bepergian, interval di antara 2 pemberian vaksin
dapat dipersingkat sehingga mereka mendapatkan dosis maksimal sebelum
keberangkatan. Bila imunisasinya sudah lengkap, dosis tunggal dapat diberikan.

13. Rabies
Risiko untuk tertular rabies pada wisatawan sulit diperkirakan. Kasus rabies
yangterjadi di dunia disebabkan gigitan anjing di daerah endemis. Sebuah penelitian
retrospektif melaporkan 10 % wisatawan terinfeksi selama perjalanan 17 hari. Angka
kejadian rabies tinggi di Asia, Amerika Tengah dan Selatan dan Afrika. Wisatawan harus
diinformasikan mengenai risiko rabies di daerah tempat tujuan dan disarankan untuk
menghindari kontak dengan binatang karier, khususnya anjing, kucing, beruang, dan
kelelawar.
Imunoglobulin rabies memberikan perlindungan pasif dalam waktu singkat.
Vaksin dapat diberikan sebagai profilaksis sebelum terpapar atau pofilaksis setelah
terpapar. Wisatawan yang akan bepergian 1 bulan atau lebih ke negara endemis rabies
disarankan mendapatkan vaksinasi sebelum terpapar.
Bila wisatawan tergigit binatang tersangka, wisatawan tersebut harus mendapatkan
penatalaksanaan pasca paparan.

58

Efek samping seperti nyeri pada tempat suntikan dilaporkan pada 30 -74 %
penerima Human Diploid Cell Vaccine (HDCV). Reaksi sistemik dapatterjadi pada
kurang dan 40 % pasien. Tiga kasus yang menyerang susunan saraf pusat di laporkan
setelah pemberian HDCV. Serum sickness like hypersensitive reaction tidak pernah
dilaporkan setelah pemberian vaksin mi. Anti inflamasi dapat diberikan pasca vaksinasi
untuk mencegah dan mengobati reaksi sistemik yang ringan atau reaksi lokal yang
terjadi pasca paparan vaksin.

14. Tick Borne Encephalitis


Penyakit ini dilaporkan di Eropa. Risiko bergantung pada musim yg terjadi pada
saat perjalanan, terpajan pada area perhutanan, transmisi yang tertinggi berlangsung
pada bulan Mei sampai Juni dan September sampai Oktober. Menghindari terpajan dan
tick dengan cara menggunakan pakaian yang lengkapdan repellent. Pada beberapa
negara di Eropa, tersedia vaksin dan di rekomendasikan untuk individu berisiko tinggi.
Vaksin diberikan dengan serial tiga dosis, jarak antara suntikan pertama dan kedua
2 minggu sampai 3 bulan dan dosis ke tiga 9 - 12 bulan selanjutnya. Booster dianjurkan
setiap 3 tahun, Efek samping vaksin meliputi reaksi lokal dan sistemik. Pasien dengan
alergi telur seharusnya tidak menerima vaksin ini.

15. Yellow Fever


Sejak tahun 1970 - 2002, tercatat 9 kasus yellow fever pada wisatawan yang tidak
di vaksinasi yang melakukan perjalanan dari Amerika Serikat dan Eropa ke Afrika Timur
(5 kasus) atau Amerika Selatan (4 kasus). Delapan dari Sembilan kasus meninggal.
Hanya satu kasus yellow fever yang tercatat pada wisatawan dari Spanyol, yang
berkunjung ke Afrika Barat pada tahun l988
Vaksin yellow fever memberikan perlindungan yang tinggi, dengan sero konversi
> 95% dan lama imunitasnya >10 tahun. Wisatawan seharusnya mendapatkan dosis
tunggal setidaknya 10 hari sebelum keberangkatan. Vaksin di kontraindikasikan pada
anak-anak kurang dari 4 bulan. Individu yang tidak tenrlindungi dengan vaksin harus
mendapatkan perlindungan perorangan dengan cara mencegah gigitan nyamuk.

G. Vaksinasi Untuk Jemaah Haji


Vaksinasi Yang Dianjurkan pada Jemaah Haji Indonesia
1. Vaksin Meningokok
59

Cara pemberian vaksin berupa dosis tunggal 0,5 ml disuntikan subkutan di daerah
deltoid atau glutea. Vaksin ini efektif mencegah penyakit meningkokus sampai dengan
90%. Respons antibodi terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 10-14 hari dan dapat
bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin diberikan pada jemaah haji mirlimal 10 hari sebelum
berangkat ke Arab Saudi, dan bagi jemaah yang sudah divaksin sebelumnya (kurang dari
tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang. Jemaah yang melakukan vaksinasi kurang dari
10 hari harus diberi juga profilaksis Cyprofloxacin 500 mg dosis tunggal.

2. Vaksin Influenza
Cara pemberian vaksin berupa penyuntikan intramuskular di otot deltoid sebanyak
0,5 ml. Respons antibodi yang diperoleh dari vaksin influenza timbul setelah 2 minggu
dan sistem kekebalan ini bertahan sampai 1 tahun. Oleh karena itu, vaksin diberikan
minimal 2 minggu sebelum tiba di Arab Saudi.

BAB III
KESIMPULAN
Vaksinasi adalah tindakan pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun dalam tubuh manusia. Vaksinasi yang
danjurkan pada orang dewasa antara lain tetanus dan difteri, MMR, influenza, pneumokok,
hepatitis A, hepapatitis B, meningokok, varisela zoster, herpes zoster, demam tifoid, yellow
fever, japanese encephalitis, rabies, dan Human Papiloma Virus (HPV).
Selain itu, orang dewasa pada keadaan khusus perlu diberikan vaksinasi, misalnya pada
pasien immunokompromais, pada usia lanjut, pada masa kehamilan, vaksinasi untuk tenaga
kesehatan, vaksinasi untuk tenaga penyaji makanan, vaksinasi untuk orang bepergian
(Wisatawan), maupun vaksinasi untuk jemaah haji.

60

DAFTAR PUSTAKA

Djauzi Samsurizal, dkk (2009). Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta

61

Anda mungkin juga menyukai